Gas alam sebagai bahan bakar merupakan energi fosil tertua yang tidak dapat diperbaharui menyebabkan ketersediaan di dalam bumi secara cepat maupun lambat akan semakin menurun. Hal ini disebabkan setiap gerak dan aktifitas kehidupan manusia mulai dari paling ringan selalu membutuhkan energi sehingga penggunaan energi semakin meningkat (Mu’anah, dkk., 2017). Fakta menunjukkan bahwa sejak tahun 2004 indonesia mengimpor minyak bumi karena cadangan minyak dalam negeri tidak mencukupi lagi. Solusi bagi krisis energi tersebut adalah adanya sumber energi alternatif. Salah satu sumber energi alternatif adalah biogas, energi biogas dapat diperoleh dari air buangan rumah tangga, kotoran dari peternakan, sampah organik di pasar, industry makanan dan sebagainya (Anak, 2014). Selama ini, kotoran kambing hanya dijadikan pupuk tanpa pengolahan terlebih dahulu dan sebagian lagi dibuang sehingga menimbulkan bau dan mencemari saluran air terutama ketika hujan. Sebenarnya kotoran ternak terutama kambing berpotensi untuk diolah menjadi biogas (Amaranti, dkk., 2012). Pemanfaatan limbah peternakan (kotoran kambing) merupakan salah satu alternatif yang sangat tepat untuk mengatasi naiknya harga pupuk dan kelangkaan bahan bakar minyak, terutama pemanfaatan kotoran ternak kambing sebagai sumber bahan bakar dalam bentuk biogas. Teknologi dan produk tersebut merupakan hal baru bagi masyarakat petani dan para peternak. Pemanfaatan kotoran ternak sebagai sumber energi tidak mengurangi pupuk organik yang bersumber dari kotoran ternak. Hal ini karena pada pembuatan biogas kotoran ternak yang sudah diproses dikembalikan ke kondisi semula yang diambil hanya gas metana (CH4) yang digunakan sebagai bahan bakar (Mu’anah, dkk., 2017). Indonesia merupakan salah satu negara yang dapat mengandalkan produksi ternak kambing menghadapi globalisasi hasil pertanian sepuluh tahun kedepan. Indonesia merupakan Negara tropis yang memiliki iklim yang sangat sesuai bagi pengembangan ternak ruminansia kecil. Produksi hijauan yang berlimpah, cukup untuk memelihara ternak kambing 100 atau 10 kali dari jumlah populasi ternak ruminansia kecil (Setel Karo Karo, 2018). Rata–rata setiap ekor ternak kambing memerlukan pakan hijau segar 5,35 kg/hari atau 33,3 kg/peternak. Berdasarkan hasil perhitungan, dari jumlah pakan yang dikonsumsi tersebut 4 kg akan dikeluarkan sebagai feses (bahan kering feses 45%) per hari per 6 ekor. Selain itu sisa pakan hijau yang terbuang berkisar 40-50% atau 14,2 kg (Wayan Mathius, 2018). Berdasarkan potensial inilah yang menjadi alasan perlu adanya penanganan yang benar pada ternak kambing. Table 1.1 Data rata-rata jumlah kambing di Provinsi Sumatera Jenis Tahun (Ekor) Ternak 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Kambing 744.535 763.147 781.774 849.487 866.763 868.731 901.565 Sumber: BPS (2018) Berdasarkan data jumlah ternak kecil yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik tahun 2018 di Provinsi Sumatera Utara bahwasanya dari tiga jenis ternak kecil, peningkatan jumlah populasi kambing meningkat dari tahun 2010-2016. Kotoran kambing merupakan ternak kecil yang akan digunakan sebagai bahan baku utama dan terbaik serta memiliki C/N diatas 30 (Linda triyana, dkk 2017). Pembuatan biogas ini umumnya merupakan zero waste, yaitu dengan mengolah limbah menjadi kompos dengan proses yang mudah serta menghasilkan zat hara yang bernilai tinggi. Sehingga akan menjadi solusi dari meningginya harga pupuk kimia. Karena disamping masalah harga penggunaan pupuk kimia serta kontinyu akan menyebabkan tanah akan menjadi keras dan kehilangan unsur hara. Berkaitan dengan hal tersebut, pada perancangan ini tertarik untuk memproduksi biogas melalui proses fermentasi dengan memanfaatkan limbah kotoran kambing yang menghasilkan gas metana (CH4) sebagai produk utama yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan metanol dan bahan bakar rumah tangga guna menghadapi bahan bakar minyak yang terus naik dan mengurangi pencemaran lingkungan dari limbah kotoran kambing.
1.2 Perumusan Masalah
Biogas yang dihasilkan oleh aktifitas anaerobik sangat populer digunakan untuk mengolah limbah biodegradable karena bahan bakar dapat dihasilkan sambil menghancurkan bakteri patogen dan sekaligus mengurangi volume limbah buangan. Metana dalam biogas, bila terbakar akan relatif lebih bersih daripada batubara, dan menghasilkan energi yang lebih besar dengan emisi karbon dioksida yang lebih sedikit. Pemanfaatan biogas memiliki peran penting dalam managemen limbah karena metana merupakan gas rumah kaca yang lebih berbahaya dalam pemanasan global bila dibandingkan dengan karbon dioksida dalam biogas merupakan karbon yang diambil dari atmosfer oleh fotosintesis tanaman, sehingga bila dilepaskan lagi ke atmosfer bila dibandingkan dengan pembakaran bahan bakar fosil. Sementara itu kebutuhan dalam negeri cukup terpenuhi, untuk itu pendirian pabrik metana ini ditujukan untuk kebutuhan campuran bahan bakar minyak di Sumatera, sehingga dapat meningkatkan produksi bahan bakar yang lebih baik dan juga memenuhi permintaan industri yang menggunakan bahan baku dari kotoran kambing.
1.3 Tujuan Pra rancangan Pabrik
Tujuan pra rancangan pabrik metana ini untuk mengaplikasikan ilmu teknologi kimia industri yang meliputi neraca massa, neraca energi, operasi teknik kimia, utilitas dan bagian ilmu teknologi kimia industri lainnya yang penyajiannya disajikan pada Pra Rancangan Pabrik Proses Pembuatan metana cair dari kotoran kambing.
1.4 Manfaat Pra Rancangan Pabrik
Pendirian pabrik proses pembuatan metana cair dari kotoran kambing ini adalah mengadakan energi alternatif sebagai bahan bakar minyak (BBM), meningkatkan masyarakat daya produksi kotoran kambing oleh masyarakat sumatera utara serta mampu melakukan proses daur ulang biogas.