Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gas alam sebagai bahan bakar merupakan energi fosil tertua yang tidak dapat
diperbaharui menyebabkan ketersediaan di dalam bumi secara cepat maupun lambat
akan semakin menurun. Hal ini disebabkan setiap gerak dan aktifitas kehidupan
manusia mulai dari paling ringan selalu membutuhkan energi sehingga penggunaan
energi semakin meningkat (Mu’anah, dkk., 2017). Fakta menunjukkan bahwa sejak
tahun 2004 indonesia mengimpor minyak bumi karena cadangan minyak dalam
negeri tidak mencukupi lagi. Solusi bagi krisis energi tersebut adalah adanya sumber
energi alternatif. Salah satu sumber energi alternatif adalah biogas, energi biogas
dapat diperoleh dari air buangan rumah tangga, kotoran dari peternakan, sampah
organik di pasar, industry makanan dan sebagainya (Anak, 2014). Selama ini,
kotoran kambing hanya dijadikan pupuk tanpa pengolahan terlebih dahulu dan
sebagian lagi dibuang sehingga menimbulkan bau dan mencemari saluran air
terutama ketika hujan. Sebenarnya kotoran ternak terutama kambing berpotensi
untuk diolah menjadi biogas (Amaranti, dkk., 2012).
Pemanfaatan limbah peternakan (kotoran kambing) merupakan salah satu
alternatif yang sangat tepat untuk mengatasi naiknya harga pupuk dan kelangkaan
bahan bakar minyak, terutama pemanfaatan kotoran ternak kambing sebagai sumber
bahan bakar dalam bentuk biogas. Teknologi dan produk tersebut merupakan hal
baru bagi masyarakat petani dan para peternak. Pemanfaatan kotoran ternak sebagai
sumber energi tidak mengurangi pupuk organik yang bersumber dari kotoran ternak.
Hal ini karena pada pembuatan biogas kotoran ternak yang sudah diproses
dikembalikan ke kondisi semula yang diambil hanya gas metana (CH4) yang
digunakan sebagai bahan bakar (Mu’anah, dkk., 2017).
Indonesia merupakan salah satu negara yang dapat mengandalkan produksi
ternak kambing menghadapi globalisasi hasil pertanian sepuluh tahun kedepan.
Indonesia merupakan Negara tropis yang memiliki iklim yang sangat sesuai bagi
pengembangan ternak ruminansia kecil. Produksi hijauan yang berlimpah, cukup
untuk memelihara ternak kambing 100 atau 10 kali dari jumlah populasi ternak
ruminansia kecil (Setel Karo Karo, 2018). Rata–rata setiap ekor ternak kambing
memerlukan pakan hijau segar 5,35 kg/hari atau 33,3 kg/peternak. Berdasarkan hasil
perhitungan, dari jumlah pakan yang dikonsumsi tersebut 4 kg akan dikeluarkan
sebagai feses (bahan kering feses 45%) per hari per 6 ekor. Selain itu sisa pakan
hijau yang terbuang berkisar 40-50% atau 14,2 kg (Wayan Mathius, 2018).
Berdasarkan potensial inilah yang menjadi alasan perlu adanya penanganan yang
benar pada ternak kambing.
Table 1.1 Data rata-rata jumlah kambing di Provinsi Sumatera
Jenis Tahun (Ekor)
Ternak 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Kambing
744.535 763.147 781.774 849.487 866.763 868.731 901.565
Sumber: BPS (2018)
Berdasarkan data jumlah ternak kecil yang dikeluarkan oleh Badan Pusat
Statistik tahun 2018 di Provinsi Sumatera Utara bahwasanya dari tiga jenis ternak
kecil, peningkatan jumlah populasi kambing meningkat dari tahun 2010-2016.
Kotoran kambing merupakan ternak kecil yang akan digunakan sebagai bahan
baku utama dan terbaik serta memiliki C/N diatas 30 (Linda triyana, dkk 2017).
Pembuatan biogas ini umumnya merupakan zero waste, yaitu dengan mengolah
limbah menjadi kompos dengan proses yang mudah serta menghasilkan zat hara
yang bernilai tinggi. Sehingga akan menjadi solusi dari meningginya harga pupuk
kimia. Karena disamping masalah harga penggunaan pupuk kimia serta kontinyu
akan menyebabkan tanah akan menjadi keras dan kehilangan unsur hara.
Berkaitan dengan hal tersebut, pada perancangan ini tertarik untuk memproduksi
biogas melalui proses fermentasi dengan memanfaatkan limbah kotoran kambing
yang menghasilkan gas metana (CH4) sebagai produk utama yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan metanol dan bahan bakar rumah tangga
guna menghadapi bahan bakar minyak yang terus naik dan mengurangi pencemaran
lingkungan dari limbah kotoran kambing.

1.2 Perumusan Masalah


Biogas yang dihasilkan oleh aktifitas anaerobik sangat populer digunakan untuk
mengolah limbah biodegradable karena bahan bakar dapat dihasilkan sambil
menghancurkan bakteri patogen dan sekaligus mengurangi volume limbah buangan.
Metana dalam biogas, bila terbakar akan relatif lebih bersih daripada batubara, dan
menghasilkan energi yang lebih besar dengan emisi karbon dioksida yang lebih
sedikit. Pemanfaatan biogas memiliki peran penting dalam managemen limbah
karena metana merupakan gas rumah kaca yang lebih berbahaya dalam pemanasan
global bila dibandingkan dengan karbon dioksida dalam biogas merupakan karbon
yang diambil dari atmosfer oleh fotosintesis tanaman, sehingga bila dilepaskan lagi
ke atmosfer bila dibandingkan dengan pembakaran bahan bakar fosil.
Sementara itu kebutuhan dalam negeri cukup terpenuhi, untuk itu pendirian
pabrik metana ini ditujukan untuk kebutuhan campuran bahan bakar minyak di
Sumatera, sehingga dapat meningkatkan produksi bahan bakar yang lebih baik dan
juga memenuhi permintaan industri yang menggunakan bahan baku dari kotoran
kambing.

1.3 Tujuan Pra rancangan Pabrik


Tujuan pra rancangan pabrik metana ini untuk mengaplikasikan ilmu teknologi
kimia industri yang meliputi neraca massa, neraca energi, operasi teknik kimia,
utilitas dan bagian ilmu teknologi kimia industri lainnya yang penyajiannya disajikan
pada Pra Rancangan Pabrik Proses Pembuatan metana cair dari kotoran kambing.

1.4 Manfaat Pra Rancangan Pabrik


Pendirian pabrik proses pembuatan metana cair dari kotoran kambing ini adalah
mengadakan energi alternatif sebagai bahan bakar minyak (BBM), meningkatkan
masyarakat daya produksi kotoran kambing oleh masyarakat sumatera utara serta
mampu melakukan proses daur ulang biogas.

Anda mungkin juga menyukai