Anda di halaman 1dari 20

Oleh: Hj. Marhamah Saleh, Lc.

MA
Pembagian Kaidah Fiqh Berdasarkan
Ruang Lingkup

(5) Kaidah
Tafshiliyah
(4) Kaidah
Khusus
(3) Kaidah
umum
(2) Kaidah
Asasi
(1) Kaidah inti
Penjelasan Ruang Lingkup Kaidah Fiqh

Pertama, kaidah inti yaitu meraih kemashlahatan dan menolak


kemafsadatan (keburukan) yang merupakan sasaran utama dari
syariah. Seluruh yang mashlahat diperintahkan oleh syariah dan
seluruh yang mafsadah dilarang oleh syariah. Izzuddin ibn Abd al-
Salam meletakkan kaidah fiqh berikut sebagai kaidah inti:

Kedua, kaidah-kaidah asasi, yaitu 5 kaidah fiqh yang disepakati oleh
jumhur ulama sebagai kaidah pokok. Dalam kitab al-Asybh wa al-
Nazhir, karya Tajuddin al-Subk (771 H) dan Jalaluddin al-Suyt
(911 H) merumuskan Lima qidah assiyyah, dikenal dengan al-
Assiyyah al-Khamsah, yaitu: ( ) setiap perkara itu
ditetukan berdasarkan niatnya; ( ) sesuatu yang pasti
tidak dapat dihapus oleh keraguan. Dalam hal lain disebutkan
( ) atau sesuatu yang pasti tidak dapat berubah
disebabkan oleh keraguan; ( ) kesulitan itu mendatang
kan kemudahan; ( ) kemadharatan hendaknya dihapuskan;
dan ( ) adat kebiasaan dapat menjadi sumber hukum.
Penjelasan Ruang Lingkup Kaidah Fiqh
Sementara itu Ibnu Nujaim (970 H) yang berasal dari madzhab Hanafi
menambah satu lagi kaidah asas sehingga menjadi enam, yaitu:

tidak ada pahala bagi perbuatan yang tidak disertai dengan niat, yang
kemudian menjadi kaidah asas yang berlaku di kalangan madzhab
Hanafi. Sementara itu di kalangan madzhab Maliki, kaidah ini menjadi
cabang dari kaidah al-umru bimaqshidih.
Ketiga, kaidah-kaidah umum, yaitu kaidah-kaidah fiqh yang ada di
bawah lima kaidah-kaidah asasi tersebut, atau biasa diistilahkan
dengan al-Qawid al-Ammah.
Keempat, kaidah-kaidah khusus, yaitu kaidah-kaidah yang khusus
berlaku dalam bidang-bidang hukum tertentu, seperti dalam ibadah
mahdhah, muamalah, munakahat, peradilan, dan jinayah. Imam al-
Subki memberi istilah, al-Qawid al-khashshah.
Kelima, kaidah-kaidah yang merupakan bagian dari kaidah
khusus di atas, yaitu bagian dari ibadah, seperti tentang shalat saja,
bagian dari jinayah seperti tentang sanksi jinayah. Kaidah-kaidah ini
biasa disebut al-Qawid al-tafshliyah.

: . :
.

: : :
. :.
" :
" : .
:
.
: .
:
. " :



. :
.

: :


( )
(

(
:



:
:


(
(
: ( ( (
( ( ( ( (. :
( (( (( ((
(( (
" : " ":
" :
.
" :

.

:


.
" :" " :"
. :

.

.


.



:
: :
:
.
:
.
.
: :
.
:
.

:
: : :
:

:

. :

.
: : :
: :
.
: .
. .
: : :
: :
. :
.

.
:


" :
.
:
.
:
{ " : " : :
" : .
:
.
:
. .
: :

{ }16 15 : " :


:



:
.


.

:

" "




:
: " "
:
" : "

:
" "



:



.
( : )

: .
: ((
:
: .
:

-
.
- .
:
" "
:
.
-
. .
QAWAID FIQHIYAH

Oleh: Hj. Marhamah Saleh, Lc. MA


TERMINOLOGI
: : :
. :
( ( .
: .
.
.
. .

Secara etimologi, keyakinan(al-yaqn) adalah kepastian akan tetap tidaknya
sesuatu. Sedangkan keraguan (al-syakk) adalah ketidakpastian antara tetap
tidaknya sesuatu. Yakin berarti al-istiqrr (sesuatu yang menetap. Menurut
Ibnu Manzur dalam kamus Lisn al-Arab, yakin:sebuah ilmu (pengetahuan),
sesuatu yang dapat menjauhkan keraguan, dan sesuatu yang nyata
(keyakinan (realistis). Secara terminologi, yakin:
yang pasti, yang sesuai dengan kenyataan/realitas yang tetap/kokoh/teguh).
Asumsi kuat (al-dhan) yang membuat sesuatu mendekati makna
yakin dari segi tetap atau tidaknya, menurut syara dihukumi
sama seperti keyakinan.
TERMINOLOGI
:

.


: ( .
. (
Syakk adalah keraguan antara dua perkara/masalah yang berlawanan tanpa
mengunggulkan/tarjih salah satunya atas yang lain. Apabila berdasarkan
argumentasi (dalil) salah satunya lebih unggul, dan keunggulannya itu
mencapai tingkat kejelasan (dhuhur), dimana seorang berakal sehat akan
membangun hukumnya berdasarkan hal itu, tetapi kemungkinan (ihtimal) lain
masih ada, maka itu disebut dugaan kuat (dhann). Jika kemungkinan lain itu
tidak ada; dalam pengertian bahwa sudah tidak ada lagi kemungkinan
pemikiran, karena kemungkinan lain itu sangat lemah sekali, maka disebut
dugaan sangat kuat (ghalib al-dhann).
DASAR KAIDAH & CONTOH
:- - : - -

.
- :
-


) (
Apabila seseorang menghilang dalam jangka waktu lama dan tidak diketahui
apakah ia masih hidup atau sudaj mati, maka ahli waris tidak boleh membagi
harta peninggalan sebelum adanya kepastian mengenai kematiannya atau
ada keputusan hakim (pengadilan) mengenai kematiannya berdasarkan
asumsi kuat bahwa orang tsb telah meninggal dunia disertai bukti-bukti kuat
yang mendukung asumsi tsb dan menetapkannya sbg keyakinan. Hal itu
karena status hidup orang tsb sebelum menghilang merupakan sesuatu yang
tak terbantahkan dengan segala keyakinan, dan baru ketika ia menghilang
muncullah keraguan akan status hidupnya, maka keraguan yang muncul
belakangan tidak dapat menggugurkan hukum keyakinan.
CONTOH
Apablia ada dua orang melakukan perkongsian dalam bidang perdagangan,
lalu salah satu pihak menyatakan bahwa mereka tidak memperoleh
keuntungan atau laba, sementara pihak lainnya menyatakan sebaliknya,
namun masing-masing tidak memiliki bukti sama sekali, maka pendapat yang
diambil adalah pendapat pihak yang menyatakan tidak ada laba disertai
sumpahnya, karena prinsip, kondisi awalnya memang tidak ada laba

Anda mungkin juga menyukai