Anda di halaman 1dari 47

ASUHAN KEPERAWATAN

PRA DAN POST OP. FRAKTUR

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK 4 :

1. Ishmah Aini Rufaidah

2. Maftuhati

3. Nyimas Maryama

4. Ratih Wulandari

5. Via Angriyani

6. Yanti Saputri

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG TAHUN 2017


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
asuhan keperawatan pra dan post Op.Fraktur.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah
ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena kami menerima segala saran
dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palembang. 25 September 2017


BAB I
PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PRA DAN POST OP. FRAKTUR

1.1 Latar Belakang Masalah

Kecelakaan lalu lintas sering sekali terjadi di negara kita, khususnya di kota ini. Ratusan
orang meninggal dan luka-luka tiap tahun karena peristiwa ini. Memang di negara ini,
kasus kecelakaan lalu lintas sangat tinggi. Kecelakaan lalu-lintas merupakan pembunuh
nomor tiga di Indonesia, setelah penyakit jantung dan stroke.

Trauma yang paling sering terjadi dalam sebuah kecelakaan adalah fraktur (patah tulang).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh tekanan atau rudapaksa. Fraktur dibagi atas fraktur terbuka, yaitu jika
patahan tulang itu menembus kulit sehingga berhubungan dengan udara luar, dan fraktur
tertutup, yaitu jika fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar. Secara umum,
fraktur terbuka bisa diketahui dengan melihat adanya tulang yang menusuk kulit dari
dalam, biasanya disertai perdarahan. Adapun fraktur tertutup, bisa diketahui dengan
melihat bagian yang dicurigai mengalami pembengkakan, terdapat kelainan bentuk
berupa sudut yang bisa mengarah ke samping, depan, atau belakang.

Penanganan fraktur harus dilakukan dengan cepat dan tindakan tepat agar imobilisasi
dilakukan sesegera mungkin karena pergerakan pada fragmen tulang dapat menyebabkan
nyeri. Kerusakan jaringan lunak dan perdarahan yang berlebihan dapat menyebabkan
terjadinya syok dan komplikasi neurovaskuler.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengangkat masalah


bagaimana cara memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan fraktur femur dekstra
post pemasangan open reduksi internal fiksation.

Prinsip penanganan untuk patah tulang adalah mengembalikan posisi patahan tulang ke
posisi semula (resposisi) dan mengembalikan posisi itu selam masa penyembuhan patah
tulang (imobilisasi). Cara imobilisasi dengan pin, sekrup, pelat atau alat lain
(osteosintesis) merupakan langkah yang ditempuh bila cara non operatif seperti reposisi,
gips, traksi dan manipulasi lainya dirasa kurang memuaskan. Perlu diketahui, bahwa tidak
semua dislokasi (posisi tulang yang bergeser dari tempat seharusnya) memerlukan
reposisi untuk mencapai keadaan seperti sebelumnya karena tulang pun mempunyai
mekanisme sendiri untuk menyesuaikan bentuknya agar kembali seperti semula
(remodeling/swapugar). Fiksasi bisa berupa fiksasi luar, fiksasi dalam, penggantian
dengan prostesis dll.

Contoh fiksasi luar adalah penggunaan pin baja yang di tusukan pada fragmen tulang
untuk kemudian disatukan dengan batangan logam di luar kulit. Sedangkan fiksasi interna
yang bisa dipakai berupa pen dalam sumsum tulang panjang atau plat dengan sekrup di
permukaan tulang. Keuntungan cara ini adalah terjadi reposisi sempurna, tidak perlu
dipasang gips serta bisa bergerak dengan segera. Namun mempunyai resiko infeksi
tulang, Prostesis biasa digunakan untuk penderita patah tulang pada manula yang sukar
menyambung kembali.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja definisi Fraktur?


2. Apa saja etiologi fraktur?
3. Apa saja klasifikasi dari faktur?
4. Apa saja tanda dan gejala dari faktur?
5. Apa saja patofisiologi dari fraktur?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang yang diperlukan dari fraktur?
7. Apa saja penatalaksaan yang diperlukan dari fraktur?

1.3 Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penulisan asuhan keperawatan ini adalah untuk mengetashui
bagaimana asuhan keperawatan perioperatif fraktur femur

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pre operatif Fraktur Femur

b. Untuk mengetahui asuhan keperawatan intra operasi Fraktur Femur

c. Untuk mengetahui asuhan keperawatan post operasi Fraktur Femur


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
FRAKTUR

2.1 Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai dengan
luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan pembuluh darah,
dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya fraktur
jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya
(Smeltzer, 2001).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya
fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorpsinya.
Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak,
dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Bruner & Sudarth, 2002).
Fraktur adalah patahnya tulang, yang biasanya dialami hewan kecil akibat kecelakaan,
terjatuh dan luka (Bleby & Bishop, 2003).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Sjamsuhidayat, 2005).
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan fraktur
disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang, baik
berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2007).

2.2 KLASIFIKASI
Klasifikasi fraktur secara umum :
1. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, ulna, radius dan cruris dst).
2. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur:
a) Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua
korteks tulang).
b) Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis penampang
tulang).
3. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :
a) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
b) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
c) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang
yang sama.
4. Berdasarkan posisi fragmen :
a) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen
tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
b) Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut
lokasi fragmen
5. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
a) Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan
keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya.
2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma kompartement.
b) Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit. Fraktur
terbuka dibedakan menjadi beberapa grade yaitu :
1) Grade I : luka bersih, panjangnya kurang dari 1 cm.
2) Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif.
3) Grade III : sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan lunak
ekstensif.
6. Berdasar bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma :
a) Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan
akibat trauma angulasi atau langsung.
b) Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu
tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
c) Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan
trauma rotasi.
d) Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
e) Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot
pada insersinya pada tulang..
7. Berdasarkan kedudukan tulangnya :
a) Tidak adanya dislokasi.
b) Adanya dislokasi diantaranya :
1) At axim : membentuk sudut.
2) At lotus : fragmen tulang berjauhan.
3) At longitudinal : berjauhan memanjang.
4) At lotus cum contractiosnum : berjauhan dan memendek.
8. Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
a) 1/3 proksimal
b) 1/3 medial
c) 1/3 distal
9. Fraktur Kelelahan : Fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
10. Fraktur Patologis : Fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.

Gambar 1. Tipe Fraktur


2.3 Etiologi

1. Trauma langsung/ direct trauma

Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa
(misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah tulang).

2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma

Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur
pada pegelangan tangan.

3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu sendiri
rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari dan hal ini disebut dengan
fraktur patologis.

4. Kekerasan akibat tarikan otot

5. Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan
penarikan.

2.4 Anatomi Fisiologi Fraktur

1. Anatomi Tulang

Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler. Tulang berasal dari
embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses Osteogenesis menjadi
tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut Osteoblast. Proses
mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium.
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia, Tulang dapat diklasifikasikan dalam
lima kelompok berdasarkan bentuknya :

a) Tulang panjang (Femur, Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang
disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis. Di sebelah proksimal dari
epifisis terdapat metafisis. Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang
rawan yang tumbuh, yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan.
Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis.
Tulang rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas, dan
tulang memanjang. Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat. Epifisis
dibentuk dari spongi bone (cancellous atau trabecular). Pada akhir tahun-tahun
remaja tulang rawan habis, lempeng epifisis berfusi, dan tulang berhenti
tumbuh. Hormon pertumbuhan, estrogen, dan testosteron merangsang
pertumbuhan tulang panjang. Estrogen, bersama dengan testosteron, merangsang
fusi lempeng epifisis. Batang suatu tulang panjang memiliki rongga yang
disebut kanalis medularis. Kanalis medularis berisi sumsum tulang.
b) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous (spongy)
dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat.
c) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan
lapisan luar adalah tulang concellous.
d) Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek.
e) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar tulang yang
berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial,
misalnya patella (kap lutut).

Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya terdiri atas tiga jenis
dasar-osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas berfungsi dalam pembentukan
tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Matriks tersusun atas 98% kolagen dan 2%
subtansi dasar (glukosaminoglikan, asam polisakarida) dan proteoglikan). Matriks merupakan
kerangka dimana garam-garam mineral anorganik ditimbun. Osteosit adalah sel dewasa yang
terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang
). Osteoklas adalah sel multinuclear ( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran,
resorpsi dan remosdeling tulang.

Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa. Ditengah osteon


terdapat kapiler. Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang
dinamakan lamella. Didalam lamella terdapat osteosit, yang memperoleh nutrisi melalui
prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang menghubungkan dengan
pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 0,1 mm).

Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum. Periosteum
memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh, selain sebagai tempat perlekatan
tendon dan ligamen. Periosteum mengandung saraf, pembuluh darah, dan limfatik. Lapisan
yang paling dekat dengan tulang mengandung osteoblast, yang merupakan sel pembentuk
tulang.

Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang panjang
dan rongga-rongga dalam tulang kanselus. Osteoklast , yang melarutkan tulang untuk
memelihara rongga sumsum, terletak dekat endosteum dan dalam lacuna Howship (cekungan
pada permukaan tulang).
Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 % bahan organik (hidup) dan 70 % endapan garam.
Bahan organik disebut matriks, dan terdiri dari lebih dari 90 % serat kolagen dan kurang dari
10 % proteoglikan (protein plus sakarida). Deposit garam terutama adalah kalsium dan fosfat,
dengan sedikit natrium, kalium karbonat, dan ion magnesium. Garam-garam menutupi
matriks dan berikatan dengan serat kolagen melalui proteoglikan. Adanya bahan organik
menyebabkan tulang memiliki kekuatan tensif (resistensi terhadap tarikan yang
meregangkan). Sedangkan garam-garam menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi
(kemampuan menahan tekanan).

Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa pemanjangan dan
penebalan tulang. Kecepatan pembentukan tulang berubah selama hidup. Pembentukan
tulang ditentukan oleh rangsangn hormon, faktor makanan, dan jumlah stres yang
dibebankan pada suatu tulang, dan terjadi akibat aktivitas sel-sel pembentuk tulang yaitu
osteoblas.

Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang. Osteoblas berespon terhadap
berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang. Sewaktu pertama kali
dibentuk, matriks tulang disebut osteoid. Dalam beberapa hari garam-garam kalsium mulai
mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan berikutnya.
Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid, dan disebut osteosit atau sel tulang
sejati. Seiring dengan terbentuknya tulang, osteosit dimatriks membentuk tonjolan-tonjolan
yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit lainnya membentuk suatu sistem saluran
mikroskopik di tulang.

Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang, sebagian ion kalsium di
tulang tidak mengalarni kristalisasi. Garam nonkristal ini dianggap sebagai kalsium yang
dapat dipertukarkan, yaitu dapat dipindahkan dengan cepat antara tulang, cairan interstisium,
dan darah. Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi, terjadi secara bersamaan dengan
pembentukan tulang. Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang
disebut osteoklas. Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel
mirip-monosit yang terdapat di tulang. Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai asam
dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis. Osteoklas biasanya terdapat
pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang, dan memfagosit tulang sedikit demi sedikit.
Setelah selesai di suatu daerah, osteoklas menghilang dan muncul osteoblas. 0steoblas mulai
mengisi daerah yang kosong tersebut dengan tulang baru. Proses ini memungkinkan tulang
tua yang telah melemah diganti dengan tulang baru yang lebih kuat.

Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus menerus
diperbarui atau mengalami remodeling. Pada anak dan remaja, aktivitas osteoblas melebihi
aktivitas osteoklas, sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan menebal. Aktivitas
osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang pulih dari fraktur. Pada
orang dewasa muda, aktivitas osteoblas dan osteoklas biasanya setara, sehingga jumlah total
massa tulang konstan. Pada usia pertengahan, aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas
dan kepadatan tulang mulai berkurang. Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-
tulang yang mengalami imobilisasi. Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan, dominansi
aktivitas osteoklas dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah.
Aktivitas osteoblas dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon.

Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan stres beban
akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang. Fraktur tulang secara drastis
merangsang aktivitas osteoblas, tetapi mekanisme pastinya belum jelas. Estrogen, testosteron,
dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan
tulang. Pertumbuhan tulang dipercepat semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-
hormon tersebut. Estrogen dan testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang
berhenti tumbuh dengan merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan
tulang). Sewaktu kadar estrogen turun pada masa menopaus, aktivitas osteoblas berkurang.
Defisiensi hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang.

Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung


dengan bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan
kalsium di usus. Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah, yang mendorong
kalsifikasi tulang. Namun, vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar kalsium serum
dengan meningkatkan penguraian tulang. Dengan demikian, vitamin D dalam jumlah besar
tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan menyebabkan absorpsi tulang.

Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh hormon
paratiroid. Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang terletak tepat di
belakang kelenjar tiroid. Pelepasan hormon paratiroid meningkat sebagai respons terhadap
penurunan kadar kalsium serum. Hormon paratiroid meningkatkan aktivitas osteoklas dan
merangsang pemecahan tulang untuk membebaskan kalsium ke dalam darah. Peningkatan
kalsium serum bekerja secara umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon
paratiroid lebih lanjut. Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada
osteoklas.

Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan menurunkan sekresi
kalsium oleh ginjal. Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi ion fosfat oleh ginjal sehingga
menurunkan kadar fosfat darah. Pengaktifan vitamin D di ginjal bergantung pada hormon
paratiroid. Sedangkan kalsitonin adalah suatu hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid
sebagai respons terhadap peningkatan kadar kalsium serum. Kalsitonin memiliki sedikit efek
menghambat aktivitas dan pernbentukan osteoklas. Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi
tulang sehingga menurunkan kadar kalsium serum.

2. Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut :
a) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.
b) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru-paru) dan jaringan
lunak.
c) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan).
d) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema
topoiesis).
e) Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor.

2.5 Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah
serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga
medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan
yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai
dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian
inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur:
1. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar,
waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan
kepadatan atau kekerasan tulang.

F. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan
ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna yang dijelaskan secara rinci
sebagai berikut:
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah
yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur lengan
dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ektremitas yang bisa
diketahui dengan membandingkannya dengan ektremitas normal. Ekstremitas tidak
dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritasnya
tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling
melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi setelah
beberapa jam atau hari setelah cedera.

Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur. Kebanyakan
justru tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur impaksi (permukaan patahan saling
terdesak satu sama lain). Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik, dan
pemeriksaan sinar-x pasien. Biasanya pasien mengeluhkan mengalami cedera pada daerah
tersebut.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. X.Ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang yang
cedera.
2. Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
3. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
4. CCT kalau banyak kerusakan otot.
5. Pemeriksaan Darah Lengkap

Lekosit turun/meningkat, Eritrosit dan Albumin turun, Hb, hematokrit sering rendah akibat
perdarahan, Laju Endap Darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas,
Pada masa penyembuhan Ca meningkat di dalam darah, traumaa otot meningkatkan beban
kreatinin untuk ginjal. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfusi multiple, atau cederah hati.

H. KOMPLIKASI
1. Komplikasi Awal

a. Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun,
cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan
oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan.

b. Kompartement Syndrom

Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang tertutup di otot,
yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan sehingga menyebabkan hambatan aliran
darah yang berat dan berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot. Gejala gejalanya
mencakup rasa sakit karena ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit yang berhubungan
dengan tekanan yang berlebihan pada kompartemen, rasa sakit dengan perenggangan pasif
pada otot yang terlibat, dan paresthesia. Komplikasi ini terjadi lebih sering pada fraktur
tulang kering (tibia) dan tulang hasta (radius atau ulna).

c. Fat Embolism Syndrom

Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan kondisi fatal. Hal ini
terjadi ketika gelembung gelembung lemak terlepas dari sumsum tulang dan mengelilingi
jaringan yang rusak. Gelombang lemak ini akan melewati sirkulasi dan dapat menyebabkan
oklusi pada pembuluh pembuluh darah pulmonary yang menyebabkan sukar bernafas.
Gejala dari sindrom emboli lemak mencakup dyspnea, perubahan dalam status mental
(gaduh, gelisah, marah, bingung, stupor), tachycardia, demam, ruam kulit ptechie.
d. Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi
dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur
terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.

e. Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu
yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkmans Ischemia.
Nekrosis avaskular dapat terjadi saat suplai darah ke tulang kurang baik. Hal ini paling sering
mengenai fraktur intrascapular femur (yaitu kepala dan leher), saat kepala femur berputar
atau keluar dari sendi dan menghalangi suplai darah. Karena nekrosis avaskular mencakup
proses yang terjadi dalam periode waktu yang lama, pasien mungkin tidak akan merasakan
gejalanya sampai dia keluar dari rumah sakit. Oleh karena itu, edukasi pada pasien
merupakan hal yang penting. Perawat harus menyuruh pasien supaya melaporkan nyeri yang
bersifat intermiten atau nyeri yang menetap pada saat menahan beban

f. Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang
bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.

g. Osteomyelitis

Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks tulang dapat berupa
exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogenous (infeksi yang berasal dari
dalam tubuh). Patogen dapat masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus, atau selama
operasi. Luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur terbuka yang terlihat tulangnya, luka
amputasi karena trauma dan fraktur fraktur dengan sindrom kompartemen atau luka
vaskular memiliki risiko osteomyelitis yang lebih besar

2. Komplikasi Dalam Waktu Lama

a. Delayed Union (Penyatuan tertunda)

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan supai darah ke
tulang.

b. Non union (tak menyatu)


Penyatuan tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh jaringan fibrosa. Kadang
kadang dapat terbentuk sendi palsu pada tempat ini. Faktor faktor yang dapat menyebabkan
non union adalah tidak adanya imobilisasi, interposisi jaringan lunak, pemisahan lebar dari
fragmen contohnya patella dan fraktur yang bersifat patologis..
c. Malunion
Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk menimbulkan deformitas, angulasi
atau pergeseran.

I. STADIUM PENYEMBUHAN FRAKTUR


Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang tubuh
untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung
patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium
penyembuhan tulang, yaitu:
1. Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel darah
membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler
baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 48 jam dan perdarahan berhenti sama
sekali.

2. Stadium Dua-Proliferasi Seluler


Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang berasal
dari periosteum,`endosteum, dan bone marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang
mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah
osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah
tulang baru yg menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung
selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.
3. Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Selsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan
keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini
dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi
sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago,
membentuk kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang
yang imatur (anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur
berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.

4. Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi lamellar.
Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos melalui
reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang
tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan
mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.
5. Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan atau
tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang
terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih
tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya
dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.

Gambar 9.Fase Penyembuhan Tulang

J. PENATALAKSANAAN MEDIS
Empat tujuan utama dari penanganan fraktur adalah :
1. Untuk menghilangkan rasa nyeri.
Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri, namun karena terluka
jaringan disekitar tulang yang patah tersebut. Untuk mengurangi nyeri tersebut, dapat
diberikan obat penghilang rasa nyeri dan juga dengan tehnik imobilisasi (tidak menggerakkan
daerah yang fraktur). Tehnik imobilisasi dapat dicapai dengan cara pemasangan bidai atau
gips.
Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang.
Pemasangan gips
Merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang patah. Gips yang ideal
adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan bentuk tubuh. Indikasi dilakukan pemasangan
gips adalah :
o Immobilisasi dan penyangga fraktur
o Istirahatkan dan stabilisasi
o Koreksi deformitas
o Mengurangi aktifitas
o Membuat cetakan tubuh orthotik
Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips adalah :
o Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan
o Gips patah tidak bisa digunakan
o Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan klien
o Jangan merusak / menekan gips
o Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips / menggaruk
o Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama
2. Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.
Bidai dan gips tidak dapat mempertahankan posisi dalam waktu yang lama. Untuk itu
diperlukan lagi tehnik yang lebih mantap seperti pemasangan traksi kontinyu, fiksasi
eksternal, atau fiksasi internal tergantung dari jenis frakturnya sendiri.
a. Penarikan (traksi) :
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada ekstermitas
pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah tarikan segaris dengan
sumbu panjang tulang yang patah. Metode pemasangan traksi antara lain :
Traksi manual
Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan pada keadaan emergency
Traksi mekanik, ada 2 macam :
o Traksi kulit (skin traction)
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk sturktur yang lain misal otot. Digunakan dalam
waktu 4 minggu dan beban < 5 kg.
o Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced traction. Dilakukan
untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal / penjepit melalui tulang / jaringan
metal.
Kegunaan pemasangan traksi, antara lain :
Mengurangi nyeri akibat spasme otot
Memperbaiki & mencegah deformitas
Immobilisasi
Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)
Mengencangkan pada perlekatannya
Prinsip pemasangan traksi :
Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya tarik
Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan pemberat agar reduksi
dapat dipertahankan
Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan khusus
Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol
Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai

b. Dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang logam pada pecahan-
pecahan tulang.
Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak keunggulannya mungkin adalah
pembedahan. Metode perawatan ini disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka. Pada
umumnya insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan diteruskan sepanjang
bidang anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur. Hematoma fraktur dan fragmen-
fragmen tulang yang telah mati diirigasi dari luka. Fraktur kemudian direposisi dengan
tangan agar menghasilkan posisi yang normal kembali. Sesudah direduksi, fragmen-fragmen
tulang ini dipertahankan dengan alat-alat ortopedik berupa pen, sekrup, pelat, dan paku.
Keuntungan perawatan fraktur dengan pembedahan antara lain :
Ketelitian reposisi fragmen tulang yang patah
Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf yang berada didekatnya
Dapat mencapai stabilitas fiksasi yang cukup memadai
Tidak perlu memasang gips dan alat-alat stabilisasi yang lain
Perawatan di RS dapat ditekan seminimal mungkin, terutama pada kasus-kasus yang tanpa
komplikasi dan dengan kemampuan mempertahankan fungsi sendi dan fungsi otot hampir
normal selama penatalaksanaan dijalankan
1) FIKSASI INTERNA
Intramedullary nail ideal untuk fraktur transversal, tetapi untuk fraktur lainnya
kurang cocok. Fraktur dapat dipertahankan lurus dan terhadap panjangnya dengan nail, tetapi
fiksasi mungkin tidak cukup kuat untuk mengontrol rotasi. Nailing diindikasikan jika hasil
pemeriksaan radiologi memberi kesan bahwa jaringan lunak mengalami interposisi di antara
ujung tulang karena hal ini hampir selalu menyebabkan non-union.
Keuntungan intramedullary nailing adalah dapat memberikan stabilitas longitudinal
serta kesejajaran (alignment) serta membuat penderita dpat dimobilisasi cukup cepat untuk
meninggalkan rumah sakit dalam waktu 2 minggu setelah fraktur. Kerugian meliput anestesi,
trauma bedah tambahan dan risiko infeksi.
Closed nailing memungkinkan mobilisasi yang tercepat dengan trauma yang
minimal, tetapi paling sesuai untuk fraktur transversal tanpa pemendekan. Comminuted
fracture paling baik dirawat dengan locking nail yang dapat mempertahankan panjang dan
rotasi.

2) FIKSASI EKSTERNA
Bila fraktur yang dirawat dengan traksi stabil dan massa kalus terlihat pada
pemeriksaan radiologis, yang biasanya pada minggu ke enam, cast brace dapat dipasang.
Fraktur dengan intramedullary nail yang tidak memberi fiksasi yang rigid juga cocok untuk
tindakan ini.
2. Agar terjadi penyatuan tulang kembali
Biasanya tulang yang patah akan mulai menyatu dalam waktu 4 minggu dan akan
menyatu dengan sempurna dalam waktu 6 bulan. Namun terkadang terdapat gangguan
dalam penyatuan tulang, sehingga dibutuhkan graft tulang.
4. Untuk mengembalikan fungsi seperti semula
Imobilisasi yang lama dapat mengakibatkan mengecilnya otot dan kakunya sendi.
Maka dari itu diperlukan upaya mobilisasi secepat mungkin.

K. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk
itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat
bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
1. Pengumpulan Data
a. Anamnesa
1) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut
atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap
tentang rasa nyeri klien digunakan:
a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi
nyeri.
b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah
seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau
menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari
atau siang hari.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya
membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi
terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan
bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya
kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa
lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan
penyakit pagets yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung.
Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis
akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor
predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada
beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik
6) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam
keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik
dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
7) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus
menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu,
pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat
mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu
keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak
b) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti
kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang.
Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah
muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama
kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi
masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat
degenerasi dan mobilitas klien.
c) Pola Eliminasi
Pada pola eliminasi urine dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua
pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu
pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur,
suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
d) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi
berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu
dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk
pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain

e) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien harus
menjalani rawat inap

f) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan akibat
frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)

g) Pola Sensori dan Kognitif


Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedang pada
indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami
gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur
h) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus
menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu
juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya
i) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan timbul
kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak
efektif.
j) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama
frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien
8) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum
Pada klien imobilisasi biasanya mengalami, kelemahan kebersihan diri kurang bentuk tubuh
kurus akibat penurunan berat badan kesadarannya kompementis.
b) Sistem Pernapasan
Dikaji ada tidaknya sekret, gerak dada saat bernapas auskultasi bunyi napas, ada tidaknya
nyeri tekan pada daerah dada serta frekuensi napas.
c) Kajian Nyeri
- Klien mengeluh nyeri pada kaki kiri
- Mengeluh kaki kirinya tidak bisa digerakkan
- Saat dikaji skala nyeri 1 10 klien mengatakan nyerinya berada di no. 3
Fokus pengkajian pada Pemeriksaan fisik
a. Mengidentifikasi tipe fraktur
b. Inspeksi daerah mana yang terkena :
- Deformitas yang nampak jelas
- Edema, ekimosis sekitar lokasi cedera
- Laserasi
- Perubahan warna kulit
- Kehilangan fungsi daerah yang cidera
c. Palpasi
- Bengkak, adanya nyeri dan penyebaran
- Krepitasi
- Nadi teraba cepat /lambat.
- akral dingin
- Observasi spasme otot sekitar daerah fraktur

L. Analisa Data

Data yang telah dikumpulkan kemudian dikelompokkan dan dianaisa untuk


menemukan masalah kesehatan klien. Untuk mengelompokkannya dibagi menjadi dua data
yaitu, data sujektif dan data objektif, dan kemudian ditentukan masalah keperawatan yang
timbul.

M. Diagnosa Keperawatan

a) Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul pada tahap Pre Operatif


1. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak,
stress/ansietas.
2. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan membran
alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
3. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri.
4. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka.
5. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, trauma jaringan
lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang
terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang
akurat/lengkapnya informasi yang ada
7. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, adanya ancaman terhadap konsep diri,
gambaran diri dan proses pembedahan.
RENCANA KEPERAWATAN
DIANGOSA
NO
KEPERAWATAN DAN TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
DX
KOLABORASI
1 Nyeri akut b/d spasme otot, NOC
gerakan fragmen tulang, Pain Level, NIC
edema, cedera jaringan Pain control,
lunak, pemasangan traksi, Comfort level Pain Management
stress/ansietas, luka Kriteria Hasil : Lakukan pengkajian nyeri
operasi. Mampu mengontrol nyeri (tahu secara komprehensif
penyebab nyeri, mampu menggunakan termasuk lokasi,
tehnik nonfarmakologi untuk karakteristik, durasi,
mengurangi nyeri, mencari bantuan) frekuensi, kualitas dan faktor
Melaporkan bahwa nyeri berkurang presipitasi
dengan menggunakan manajemen nyeri Observasi reaksi nonverbal
Mampu mengenali nyeri (skala, dari ketidaknyamanan
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) Gunakan teknik komunikasi
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri terapeutik untuk mengetahui
berkurang pengalaman nyeri pasien
Tanda vital dalam rentang normal Evaluasi pengalaman nyeri
masa lampau
Evaluasi bersama pasien dan
tim kesehatan lain tentang
ketidakefektifan kontrol
nyeri masa lampau
Bantu pasien dan keluarga
untuk mencari dan
menemukan dukungan
Kurangi faktor presipitasi
nyeri
Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan dokter
jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil
Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri

2 Gangguan pertukaran gas NOC : NIC :


b/d perubahan aliran darah, Respiratory Status : Gas exchange
emboli, perubahan Respiratory Status : ventilation Airway Management
membran alveolar/kapiler Vital Sign Status Buka jalan nafas, guanakan
(interstisial, edema paru, Kriteria Hasil : teknik chin lift atau jaw
kongesti) Mendemonstrasikan peningkatan thrust bila perlu
ventilasi dan oksigenasi yang adekuat Posisikan pasien untuk
Memelihara kebersihan paru paru dan memaksimalkan ventilasi
bebas dari tanda tanda distress Identifikasi pasien perlunya
pernafasan pemasangan alat jalan nafas
Mendemonstrasikan batuk efektif dan buatan
suara nafas yang bersih, tidak ada Pasang mayo bila perlu
sianosis dan dyspneu (mampu Lakukan fisioterapi dada jika
mengeluarkan sputum, mampu bernafas perlu
dengan mudah, tidak ada pursed lips) Keluarkan sekret dengan
Tanda tanda vital dalam rentang normal batuk atau suction
Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
Lakukan suction pada mayo
Berika bronkodilator bial
perlu
Barikan pelembab udara
Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
Monitor respirasi dan status
O2

Respiratory Monitoring
Monitor rata rata,
kedalaman, irama dan usaha
respirasi
Catat pergerakan dada,amati
kesimetrisan, penggunaan
otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan
intercostal
Monitor suara nafas, seperti
dengkur
Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
Monitor kelelahan otot
diagfragma (gerakan
paradoksis)
Auskultasi suara nafas, catat
area penurunan / tidak
adanya ventilasi dan suara
tambahan
Tentukan kebutuhan suction
dengan mengauskultasi
crakles dan ronkhi pada jalan
napas utama
auskultasi suara paru setelah
tindakan untuk mengetahui
hasilnya
3 Gangguan mobilitas fisik NOC : Latihan Kekuatan
b/d kerusakan rangka Joint Movement : Active Ajarkan dan berikan
neuromuskuler, nyeri, Mobility Level dorongan pada klien untuk
terapi restriktif Self care : ADLs melakukan program latihan
(imobilisasi). Transfer performance secara rutin
Kriteria Hasil : Latihan untuk ambulasi
Klien meningkat dalam aktivitas fisik Ajarkan teknik Ambulasi &
Mengerti tujuan dari peningkatan perpindahan yang aman
mobilitas kepada klien dan keluarga.
Memverbalisasikan perasaan dalam Sediakan alat bantu untuk
meningkatkan kekuatan dan klien seperti kruk, kursi
kemampuan berpindah roda, dan walker
Memperagakan penggunaan alat Bantu Beri penguatan positif untuk
untuk mobilisasi (walker) berlatih mandiri dalam
batasan yang aman.
Latihan mobilisasi dengan
kursi roda
Ajarkan pada klien &
keluarga tentang cara
pemakaian kursi roda & cara
berpindah dari kursi roda ke
tempat tidur atau sebaliknya.
Dorong klien melakukan
latihan untuk memperkuat
anggota tubuh
Ajarkan pada klien/ keluarga
tentang cara penggunaan
kursi roda
Latihan Keseimbangan
Ajarkan pada klien &
keluarga untuk dapat
mengatur posisi secara
mandiri dan menjaga
keseimbangan selama latihan
ataupun dalam aktivitas
sehari hari.
Perbaikan Posisi Tubuh
yang Benar
Ajarkan pada klien/ keluarga
untuk mem perhatikan
postur tubuh yg benar untuk
menghindari kelelahan,
keram & cedera.
Kolaborasi ke ahli terapi
fisik untuk program latihan.

4 Gangguan integritas kulit NOC : NIC : Pressure


b/d fraktur terbuka, Tissue Integrity : Skin and Mucous Management
pemasangan traksi (pen, Membranes Anjurkan pasien untuk
kawat, sekrup) Kriteria Hasil : menggunakan pakaian yang
Integritas kulit yang baik bisa longgar
dipertahankan Hindari kerutan padaa tempat
Melaporkan adanya gangguan sensasi tidur
atau nyeri pada daerah kulit yang Jaga kebersihan kulit agar
mengalami gangguan tetap bersih dan kering
Menunjukkan pemahaman dalam proses Mobilisasi pasien (ubah
perbaikan kulit dan mencegah terjadinya posisi pasien) setiap dua jam
sedera berulang sekali
Mampumelindungi kulit dan Monitor kulit akan adanya
mempertahankan kelembaban kulit dan kemerahan
perawatan alami Oleskan lotion atau
minyak/baby oil pada derah
yang tertekan
Monitor aktivitas dan
mobilisasi pasien
Monitor status nutrisi pasien
Memandikan pasien dengan
sabun dan air hangat
5 Risiko infeksi b/d NOC : NIC :
ketidakadekuatan Immune Status Infection Control (Kontrol
pertahanan primer Risk control infeksi)
(kerusakan kulit, taruma Bersihkan lingkungan setelah
jaringan lunak, prosedur Kriteria Hasil : dipakai pasien lain
invasif/traksi tulang) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi Pertahankan teknik isolasi
Menunjukkan kemampuan untuk Batasi pengunjung bila perlu
mencegah timbulnya infeksi Instruksikan pada
Jumlah leukosit dalam batas normal pengunjung untuk mencuci
Menunjukkan perilaku hidup sehat tangan saat berkunjung dan
setelah berkunjung
meninggalkan pasien
Gunakan sabun antimikrobia
untuk cuci tangan
Cuci tangan setiap sebelum
dan sesudah tindakan
kperawtan
Gunakan baju, sarung tangan
sebagai alat pelindung
Pertahankan lingkungan
aseptik selama pemasangan
alat
Ganti letak IV perifer dan
line central dan dressing
sesuai dengan petunjuk
umum
Gunakan kateter intermiten
untuk menurunkan infeksi
kandung kencing
Tingktkan intake nutrisi
Berikan terapi antibiotik bila
perlu
Infection Protection
(proteksi terhadap infeksi)
Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
Monitor hitung granulosit,
WBC
Monitor kerentanan terhadap
infeksi
Batasi pengunjung
Saring pengunjung terhadap
penyakit menular
Partahankan teknik aspesis
pada pasien yang beresiko
Pertahankan teknik isolasi
k/p
Berikan perawatan kuliat
pada area epidema
Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
Ispeksi kondisi luka / insisi
bedah
Dorong masukkan nutrisi
yang cukup
Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai
resep
Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
Ajarkan cara menghindari
infeksi
Laporkan kecurigaan infeksi
Laporkan kultur positif

6 Kurang pengetahuan NOC : NIC :


tentang kondisi, prognosis Kowlwdge : disease process Teaching : disease Process
dan kebutuhan pengobatan Kowledge : health Behavior Berikan penilaian tentang
b/d kurang terpajan atau Kriteria Hasil : tingkat pengetahuan pasien
salah interpretasi terhadap Pasien dan keluarga menyatakan tentang proses penyakit yang
informasi, keterbatasan pemahaman tentang penyakit, kondisi, spesifik
kognitif, kurang prognosis dan program pengobatan Jelaskan patofisiologi dari
akurat/lengkapnya Pasien dan keluarga mampu penyakit dan bagaimana hal
informasi yang ada melaksanakan prosedur yang dijelaskan ini berhubungan dengan
secara benar anatomi dan fisiologi,
Pasien dan keluarga mampu menjelaskan dengan cara yang tepat.
kembali apa yang dijelaskan Gambarkan tanda dan gejala
perawat/tim kesehatan lainnya yang biasa muncul pada
penyakit, dengan cara yang
tepat
Gambarkan proses penyakit,
dengan cara yang tepat
Identifikasi kemungkinan
penyebab, dengna cara yang
tepat
Sediakan informasi pada
pasien tentang kondisi,
dengan cara yang tepat
Hindari harapan yang kosong
Sediakan bagi keluarga atau
SO informasi tentang
kemajuan pasien dengan
cara yang tepat
Diskusikan perubahan gaya
hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang
akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat
Rujuk pasien pada grup atau
agensi di komunitas lokal,
dengan cara yang tepat
Instruksikan pasien mengenai
tanda dan gejala untuk
melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan, dengan
cara yang tepat

7. Ansietas berhubungan Tujuan : Ansietas berkurang atau Intervensi :


dengan krisis situasi, adanya hilang.
1) Diskusikan dalam
ancaman terhadap konsep Kriteria hasil : Pasien tampak rileks dan
tindakan keamanan.
diri, gambaran diri dan melaporkan ansietas menurun sampai
proses pembedahan. Rasional : Menenangkan
dapat ditangani, pasien mengakui dan
dan menurunkan ansietas
mendiskusikan rasa takut, pasien
karena ketidaktahuan dan atau
menunjukkan tentang perasaan yang tepat
takut menjadi kesepian.
2) Dorong pasien dalam
mengekspresikan ketakutan
atau masalah.
Rasional : Mendefinisikan
masalah dan pengaruh pilihan
intervensi.
3) Akui kenyataan atau
normalitas perasaan, termasuk
marah.
Rasional : Memberikan
dukungan emosi yang dapat
membantu pasien melalui
penilaian awal, juga selama
pemulihan.
4) Dorong pasien dalam
menggunakan manajemen
stress
Rasional : Membantu
memfokuskan kembali
perhatian, meningkatkan
relaksasi dan dapat
meningkatkan kemampuan
koping.

b) Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul pada tahap Post Operatif

Diagnosis keperawatan yang dapat ditemukan pada klien pascaoperasi ortopedi adalah
sebagai berikut.

1. Nyeri berhubungan dengan prosedur pembedahan, pembengkakan, dan imobilisasi.


2. Risiko perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan pembengkakan, alat
yang mengikat, gangguan peredaran darah.
3. Perubahan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan kehilangan kemandirian.
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, pembengkakan, prosedur
pembedahan, adanya alat imobilisasi (misal bidai, traksi, gips).
5. Perubahan konsep diri; citra diri, harga diri dan peran diri berhubungan dengan
dampak masalah musculoskeletal
6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya prosedur invasive.

c) Rencana Keperawatan Post Operasi fraktur

Rencana asuhan keperawatan pada klien postoperatif ortopedi disusun seperti berikut
ini meliputi diagnosis keperawatan, tindakan, dan kriteria
1. Diagnosis Keperawatan: Nyeri berhubungan dengan prosedur pembedahan,
pembengkakan, dan imobilisasi.

Hasil yang diharapkan :

1. Klien melaporkan nyeri berkurang/ hilang:


2. Menggunakan berbagai pendekatan untuk mengurangi nyeri.
3. Kadang menggunakan obat per oral untuk mengontrol ketidaknyamanan.
4. Meninggikan ekstremitas untuk mengontrol pembengkakan dan
ketidaknyamanan.
5. Bergerak dengan lebih nyaman.

Intervensi :
1.) Lakukan pengkajian nyeri meliputi skala, intensitas, dan jenis nyeri.

Rasional : Untuk mengetahui karakteristik nyeri agar dapat menentukan diagnosa


selanjutnya.

2.) Kaji adanya edema, hematom, dan spasme otot.

Rasional : Adanya edema, hematom dan spasme otot menunjukkan adanya penyebab
nyeri

3.) Tinggikan ekstremitas yang sakit.

Rasional : Meningkatkan aliran balik vena dan mengurangi edema dan mengurangi nyeri.

4.) Berikan kompres dingin (es).

Rasional : Menurunkan edema dan pembentukan hematum

5.) Ajarkan klien teknik relaksasi, seperti distraksi, dan imajinasi terpimpin.

Rasional : Menghilangkan / mengurangi nyeri secara non farmakologis

6.) Laporkan kepada tim medik, bila nyeri tidak terkontrol.

Rasional : Agar dapat menentukan terapi yang tepat

7.) Berikan obat-obatan analgetik sesuai order.

Rasional : Pemberian rutin mempertahankan kadar analgesic darah secara adekuat,


mencegah fluktuasi dalam menghilangkan nyeri.
2. Diagnosis Keperawatan: Risiko perubahan perfusi jaringan perifer
berhubungan dengan pembengkakan, alat yang mengikat, gangguan peredaran
darah.

Hasil yang diharapkan :

1. Klien memperlihatkan perfusi jaringan yang adekuat:


2. Warna kulit normal.
3. Kulit hangat.
4. Respons pengisian kapiler normal (c 3 detik).
5. Perasaan dan emosi normal.
6. Memperlihatkan pengurangan pembengkakan.

Intervensi :

1. Kaji status neurovaskular (misal warna kulit, suhu, pengisian kapiler, denyut
nadi, nyeri, edema, parestesi, gerakan).

Rasional : Untuk menentukan intervensi selanjutnya

2. Tinggikan ekstremitas yang sakit.

Rasional : Meningkatkan aliran balik vena dan mengurangi edema dan


mengurangi nyeri.

3. Balutan yang ketat harus dilonggarkan.

Rasional : Untuk memperlancar peredaran darah.

4. Anjurkan klien untuk melakukan pengesetan otot, latihan pergelangan kaki,


dan "pemompaan" betis setiap jam untuk memperbaiki peredaran darah.

Rasional : Latihan ringan sesuai indikasi untuk mencegah kelemahan otot


dan memperlancar peredaran darah.

5. Laporkan kepada tim medis jika peredaran darah mengalami gangguan

Rasional : Agar dapat menentukan intervensi yang tepat.


3. Diagnosis Keperawatan: Perubahan pemeliharaan kesehatan berhubungan
dengan kehilangan kemandirian

Hasil yang diharapkan :

1. Klien memperlihatkan upaya memperbaiki kesehatan.


2. Mengubah posisi sendiri untuk menghilangkan tekanan pada kulit.
3. Menjaga hidrasi yang adekuat.
4. Berhenti merokok.
5. Melakukan latihan pernapasan.
6. Bergabung dalam latihan penguatan otot.

Intervensi :

1. Bantu klien untuk merubah posisi setiap 2 jam.

Rasional : Untuk mencegah tekanan pada kulit sehingga terhindar pada


luka decubitus.

2. Pantau adanya luka akibat tekanan.

Rasional : Untuk mengetahui tindakan selanjutnya.

3. Lakukan perawatan kulit, lakukan pemijatan dan minimalkan tekanan pada


penonjolan tulang.

Rasional : Untuk menjaga kulit tetap elastic dan hidrasi yang baik.

4. Kolaborasi kepada tim gizi; pemberian menu seimbang dan pembatasan susu.

Rasional : Untuk membantu mempercepat proses penyembuhan.

3. Diagnosis Keperawatan: Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri,


pembengkakan, prosedur pembedahan, adanya alat imobilisasi (misal bidai, traksi,
gips)

Hasil yang diharapkan :

1. Klien memaksimalkan mobilitas dalam batas terapeutik.


2. Meminta bantuan bila bergerak.
3. Meninggikan ekstremitas yang bengkak setelah bergeser.
4. Menggunakan alat imobilisasi sesuai petunjuk.
5. Mematuhi pembatasan pembebanan sesuai anjuran

Intervensi :

1. Bantu klien menggerakkan bagian cedera dengan tetap memberikan sokongan


yang adekuat.

Rasional : Agar dapat membantu mobilitas secara bertahap.

2. Ekstremitas ditinggikan dan disokong dengan bantal.

Rasional : Meningkatkan aliran balik vena dan mengurangi edema dan


mengurangi nyeri

3. Nyeri dikontrol dengan bidai dan memberikan obat anti-nyeri sebelum


digerakkan.

Rasional : Mengurangi nyeri sebelum latihan mobilitas

4. Ajarkan klien menggunakan alat bantu gerak (tongkat, walker, kursi roda), dan
anjurkan klien untuk latihan.

Rasional : Alat bantu gerak membantu keseimbangan diri untuk latihan


mobilisasi

5. Diagnosis Keperawatan: Perubahan konsep diri; citra diri, harga diri, dan peran diri
berhubungan dengan perubahan penampilan diri.

Hasil yang diharapkan :

1. Klien memperlihatkan konsep diri yang positif:


2. Mendiskusikan perubahan sementara atau menetap terhadap perubahan citra
tubuh.
3. Mendiskusikan kinerja peran.
4. Mempunyai pandangan diri dan mampu menerima tanggung jawab.
5. Berpartisipasi aktif dalam merencanakan perawatan dan dalam program
terapeutik.
Hasil yang diharapkan :

a) Dorong klien mengungkapkan perasaan dan rasa ketakutan, mengenai


perubahan konsep diri.

Rasional : Ekspresi emosi membantu pasien mulai menerima


kenyataan dan realitas hidup

b) Bantu klien dalam penerimaan perubahan citra diri sesuai kebutuhan klien.

Rasional : Agar pasien dapat memahami perubahan citra diri dengan


proses rekonstruksi perbaikan pada dirinya.

c) Jelaskan setiap kesalahpahaman yang di alami klien, untuk membantu


penyesuaian terhadap perubahan kapasitas fisik dan konsep diri.

Rasional : Salah memberikan informasi akan berakibat salah persepsi.

d) Susun sasaran dan tujuan yang akan dicapai bersama klien.

Rasional : Agar proses penyampaian informasi tersusun sesuai rencana.

e) Anjurkan dan motivasi klien untuk melakukan perawatan diri sendiri mandiri
sesuai kemampuan.

Rasional : Perawatan diri secara mandiri dapat menambah kepercayaan


dalam diri klien.

f) Berikan dukungan dan pujian terhadap upaya klien.

Rasional : Dukungan bantuan orang terdekat memotivasi dan membantu


proses rehabilitasi.

g) Anjurkan keluarga/orang terdekat untuk mendukung penyembuhan klien


dengan dampak masalah muskuloskeletal.

Rasional : Keluarga merupakan orang terdekat yang dapat membantu


proses penyembuhan penyakit klien.

6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.

Hasil yang diharapkan : Tidak terjadi Infeksi


Intervensi :

1. Kaji respon pasien terhadap pemberian antibiotik

Rasional : Untuk menentukan antibiotic yang tepat untuk pasien

2. Pantau tanda-tanda vital

Rasional : Peningkatan suhu tubuh di atas normal menunjukkan adanya


tanda-tanda infeksi

3. Pantau luka operasi dan cairan yang keluar dari luka

Rasional : Adanya cairan yang keluar dari luka menunjukkan adanya


tanda infeksi dari luka.

4. Pantau adanya infeksi pada saluran kemih

Rasional : Retensi urine sering terjadi setelah pembedahan

4. Pelaksanaan Keperawatan

Pada tahap ini dilakukan pelaksanaan dari perencanaan yang telah ditentukan, dengan
tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal. Pelaksanaan adalah melaksanakan
tindakan keperawatan berdasarkan rencana keperawatan yang telah disusun.

5. Evaluasi

o Nyeri berkurang sampai dengan hilang


o Tidak terjadi perubahan perfusi jaringan perifer
o Pemeliharaan kesehatan terjaga dengan baik
o Dapat melakukan mobilitas fisik secara mandiri.
o Tidak terjadi perubahan konsep diri; citra diri, harga diri dan peran diri
Kesimpulan Hasil Diskusi

Pertanyaan

1. A. Apa maksud dari penjelasan penyaji mengenai nadi teraba


dingin
B. fokus pengkajian pada pre dan post operasi frakturri
(Novika ana lely h dari kelompok cranial)
2. bagaimaNA penatalaksanaan pertama pada fraktur tulang panggul
pada saat pertama kali sampai ke rumah sakit?
( feri adianto dari kelompok bph)

3. bagamina perhitungan pada penatalaksanaan traksi sesuai tingkat


keparahan dan jenis raksi ( chandra jfri anja dari kelompok bedah
jantung)

Jawaban

1. a. mohon maaf mengenai penjelasan pemateri mengenai nadi teraba


dingin itu adalah kesalahan dari penyaji untuk pemeriksaan pada nadi
itu lebih pada pemeriksaan nadi teraba atau tidak bagaimana frekuensi
dan kekuataanya. Untuk teraba dingin pemeriksaan ini dilakukan untuk
mengecek daerah akral apakah teraba dingin atau tidak.

b. Fokus pengkajian pada operasi fraktur adalah


1)Mengidentifikasi tipe fraktur
2)Inspeksi daerah mana yang terkena :
- Deformitas yang nampak jelas
- Edema, ekimosis sekitar lokasi cedera
- Laserasi
- Perubahan warna kulit
- Kehilangan fungsi daerah yang cidera
3)Palpasi
- Bengkak, adanya nyeri dan penyebaran
- Krepitasi
- Nadi teraba cepat /lambat.
- akral dingin
- Observasi spasme otot sekitar daerah fraktur

2. Pengertian Fraktur Tulang panggul : Fraktur merupakan diskontinuitas


struktural pada tulang. Hip Adalah bagian dari tulang panggul yang
berartikulasi dengan pangkal tulang femur pada asetabulum.

Penatalaksanaanya pertama pada fraktur tulang panggul pada saat pertama


kali sampai ke rumah sakit:
1. mengamankan pasien
2. pemeriksaan Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat
adalah tanda-tanda, seperti:
a. Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah,
komposmentis tergantung pada keadaan klien.
b. Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang,
berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.
c. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik
fungsi maupun bentuk
a. Menjaga posisi klien dengan pemasangan Traksi Panggul
(Disempurnakan dengan pemasangan sebuah ikat pinggang di atas
untuk mengikat punca iliaka )
3. Melihat apakah ada pendarahan atau kerusakan jaringan
4. Berikan bantuan cairan, pernafasan, dan cek tanda-tanda vital

https://id.scribd.com/document/97333877/Asuhan-Keperawatan-
Pada- Pasien-Fraktur-Tulang-Panggul

3 . Penatalaksanaan pada traksi sesuai tingkat keparahan dan jenis raksi


Menurut Mansjoer (2000) penatalaksanaan fraktur di antaranya :
Pada fraktur femur tertutup, untuk sementara dilakukan traksi kulit dengan
metode ekstensi Buck, atau didahului pemakaian Thomas splint, tungkai ditraksi
dalam keadaan ekstensi. Tujuan traksi kulit tersebut untuk mengurangi rasa sakit
dan mencegah kerusakan jaringan lunak lebih lanjut di sekitar daerah yang patah.
Setelah dilakukan traksi kulit dapat dipilih pengobatan non-operatif atau
operatif. Fraktur batang femur pada anak-anak umumnya dengan terapi non-
operatif, karena akan menyambung baik. Perpendekan kurang dari 2 cm masih
dapat diterima karena di kemudian hari akan sama panjangnya dengan tungkai
yang normal. Hal ini dimungkinkan karena daya proses remodelling anak-anak.
a. Pengobatan non-operatif
Dilakukan traksi skeletal, yang sering metode perkin dan metodebalance
skeletal traction, pada anak di bawah 3 tahun digunakan traksi kulit Bryant,
sedangkan anak usia 3-13 tahun dengan traksi Russell.
1. Metode perkin.
Pasien tidur terlentang. Satu jari dibawah tuberositas tibia dibor dengan
Steinman pin, lalu ditarik dengan tali. Paha ditopang dengan 3-4 bantal. Tarikan
dipertahankan sampai 12 minggu lebih sampai terbentuk kalus yang cukup kuat.
Sementara itu tungkai bawah dapat dilatih untuk gerakan ekstensi dan fleksi.
2. Metode balance skeletal traction.
Pasien tidur terlentang dan satu jari di bawah tuberositas tibia dibor
dengan Steinman pin. Paha ditopang dengan Thomas splint, sedang tungkai
bawah ditopang oleh pearson attachment. Tarikan dipertahankan sampai 12
minggu atau lebih sampai tulangnya membentuk kalus yang cukup. Kadang-
kadang untuk mempersingkat waktu rawat, setelah ditraksi 8 minggu dipasang
gips hemispica atau cast bracing.
3. Traksi kulit Bryant.
Anak tidur terlentang di tempat tidur. Kedua tulang dipasang traksi kulit,
kemudian ditegakan ke atas, ditarik dengan tali yang diberikan beban 1-2 kg
sampai kedua bokong anak tersebut terangkat dari tempat tidur.
4. Traksi russel.
Anak tidur terlentang, di pasang plester dari batas lutut. Dipasang sling di
daerah popliteal, sling dihubungkan dengan tali yang dihubungkan dengan beban
penarik. Untuk mempersingkat waktu rawat, setelah 4 minggu ditraksi, dipasang
gips hemispica karena kalus yang terbentuk belum kuat benar.

https://id.wikipedia.org/wiki/Traksi

Anda mungkin juga menyukai