Anda di halaman 1dari 22

ATURAN-ATURAN HUKUM PERDAGANGAN MENURUT GATT

(General Agreement on Tariff and Trade)

I
PENDAHULUAN

Tulisan ini akan membahas tentang aturan-aturan yang mengacu terhadap


hukum perdagangan melalui kesepakatan yang telah dilakukan oleh negara-negara
di dunia, yaitu General Agreement on Tariff and Trade atau yang saat ini sudah
lebih terangkum secara komprehensif melalui World Trade Organization (WTO).
Perdagangan menjadi sesuatu hal yang tidak bisa dilepaskan dalam memenuhi
kebutuhan individu maupun kelompok karena keterbatasan yang dimiliki untuk
memenuhi setiap kebutuhan.Oleh karena itu, manusia memilih untuk melakukan
perdagangan agar kebutuhan mendasarnya dapat terpenuhi untuk menjalani hidup
yang layak.

Berdasarkan akan kebutuhan, perdagangan telah dilakukan sejak zaman


dahulu dengan diawali oleh sistem barter atau pertukaran hingga saat ini mencapai
ke titik yang sangat kompleks melalui e-commerce dan beberapa hal yang lainnya.
Perdagangan tidak lagi hanya menjadi aktivitas yang dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan dasar saja, akan tetapi sudah semakin luas dan kompleks. Peningkatan
peradaban juga mendorong peningkatan kegiatan perekonomian yang didasari
oleh perdagangan.Hal yang awalnya hanya terjadi antar individu, meningkat
menjadi antar kelompok, antar kerajaan atau negara, antar pulau dan bahkan
sekarang sudah mendunia.

Pengaturan di dalam perdagangan sangat diperlukan untuk menghindari


tindakan tidak adil dan seimbang dari pihak-pihak yang terlibat.Aturan-aturan ini
dahulunya hanya berdasarkan kesepakatan oleh para pedagang yang
melaksanakan praktek-praktek perdagangan diantara mereka. Hal ini dikenal
sebagai dasar dari hukum perdagangan itu sendiri, yaitu lex mercatoria atau
hukum para pedagang1.Perkembangan ini terus terjadi seiring munculnya banyak
negara-negara dan juga aktor-aktor internasional non-negara lainnya, seperti

1
Adolf, Huala. 2013. Hukum Perdagangan Internasional. Jakarta: PT. Rajawali Pers

1
organisasi internasional, Transnational Corps/Multinational Corps, bank dan
individu.

Aturan-aturan yang jelas dibutuhkan untuk mengatur di dalam


perdagangan internasional.Kebutuhan ini diakibatkan karena setiap negara
menginginkan kepentingannya terlebih dahulu untuk dipenuhi dan juga
kepentingan yang berselisih dengan negara lainnya sehingga menciptakan
konflik.Perdagangan ini semakin penting ketika munculnya teori merkantilisme
yang menjadi hal ini sebagai bagian dari kebijakan nasional masing-masing
negara.Negara-negara membentuk peraturannya sendiri melalui kedaulatan hukum
yang dimiliki di dalam mengatur perdagangan, baik itu internal maupun eksternal.

Setelah berakhirnya Perang Dunia II, negara-negara mulai menambah


fokusnya, yang awalnya hanya militer dan politik, sekarang sudah bertambah
tentang perdagangan dan perekonomian. Beberapa negara pemenang Perang
Dunia II, dalam hal ini Amerika Serikat dan para sekutunya, melakukan
perundingan untuk mengkodefikasi suatu peraturan konkret tentang ekonomi
secara keseluruhan pada tahun 1941-19472 dan hal inilah yang menghasilkan
General Agreement on Tariff and Trade yang bersifat provisional (sementara)
pada tahun 1947, namun digunakan sampai tahun 1994 serta dikomprehensifkan
melalui pembentukan World Trade Organization.

2
U.S Department of State. 2015. MILESTONES: 19371945. Office of the Historian
(https://history.state.gov/milestones/1937-1945/bretton-woods) diakses 7 Mei 2015

2
II
PEMBAHASAN

II.1. Sejarah GATT

Etensitas yang luas dan kompleks terjadi di dalam perekonomian dunia


internasional tepatnya pada akhir Perang Dunia II. liberalisme perdagangan
menjadi salah satu pemicu dari luas dan kompleksnya etensitas perekonomian
dunia yang mulai diterapkan di dalam menjalin hubungan kerjasama antar negara,
membentuk suatu gagasan pendirian suatu organisasi perekonomian yang
mendorong terbentuknya International Monetary Fund (IMF).IMF kemudian
membentuk suau badan khusus yakni General Agreements on Tariffs and Trade
atau yang lebih dikenal dengan GATT sebagai fokus utama menyelesaikan dan
mengatur persoalan perdagangan pada tahun 1947.

Sebagai awal dari rencana pembentukan International Trade


Organization (ITO), yang merupakan satu dari 3 (tiga) kerangka Bretton Woods
Institution. Kedua organisasi lainnya adalah International Monetary Fund (IMF)
dan International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) yang sering
dikenal dengan World Bank. GATT sebenarnya hanya salah satu dari ChaptersIX
yang direncanakan menjadi isi dari Havana Charter mengenai pembentukan
International Trade Organization (ITO) pada tahun 1947, yaitu Chapter IV:
Commercial Policy.General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) adalah
sebagai suatu persetujuan internasional yang mengatur mengenai tarif tarif
perdagangan yang dirumuskan di Jenewa, Swiss.

Tidak adanya aturan-aturan terkait perdagangan internasional yang


mengakibatkan terjadinya pelanggaran-pelanggaran dan deskriminasi dalam
perdagangan internasional menjadi faktor pendorong lahirnya GATT. Perlakuan
yang sama pada setiap anggota GATT (General Agrement on Tariffs and Trade)
mengusung transparansi dan kompetitifitas yang mewajibkan setiap negara
mengetahui kebijakan dari masing-masing negara terkait perdagangan
internasional.Karena rezim ini berprinsip Most Favored Nations (MFN).

3
Meskipun begitu, International Trade Organization (ITO) gagal didirikan
ketika Havana Charter sudah disepakati dan ditandatangani oleh 53 negara pada
Maret 1948.Hal tersebut dikarenakan Amerika Serikat menolak untuk
meratifikasinya di mana Kongres Amerika Serikat khawatir wewenangnya dalam
menentukan kebijakan Amerika Serikat semakin berkurang. GATT kemudian
dimasukkan hanya sebagai perjanjian sementara (interim) melalui sebuah
Protocol of Provisional Application sampai Havana Charter dapat diberlakukan
dan sebagai badan pelaksana GATT adalah Committee-ITO/GATT yang dipimpin
oleh seorang Direktur Jenderal.

Perkembangan dan perubahan yang terjadi di dalam hubungan


perdagangan internasional sejak berdirinya GATT menimbulkan pandangan
perlunya beberapa peraturan dan prosedur diperbaharui, khususnya didasarkan
akan kebutuhan untuk memperketat prosedur penyelesaian sengketa. Timbul
pemikiran untuk membentuk suatu badan tingkat tinggi yang permanen untuk
mengawasi kerja sistem perdagangan multilateral dan diarahkan pula untuk
menjamin agar negara-negara peserta (Contracting parties) GATT mematuhi
peraturan-peraturan yang telah disepakati dan memenuhi kewajiban-
kewajibannya.

Dalam Perundingan Perdagangan Multilateral Putaran Uruguay (Uruguay


Round), Punta Del Este, 20 September 2006, pemikiran tentang pembentukan
suatu organisasi perdagangan multilateral dimaksud secara implisit termuat di
dalam Deklarasi Punta del Este. Hal tersebut merupakan salah satu dari 15 bidang
perundingan dalam Putaran Uruguay, yaitu negosiasi mengenai upaya untuk
meningkatkan fungsi sistem GATT.

Tujuan yang hendak dicapai dalam negosiasi fungsi sistem GATT ini
adalah:

1. Meningkatkan fungsi pengawasan GATT agar dapat memantau kebijakan


dan perdagangan yang dilakukan oleh contracting parties (CPs) dan
implikasi terhadap sistem perdagangan internasional.

4
2. Memperbaiki seluruh aktivitas dan pengambil keputusan GATT sebagai
suatu lembaga, termasuk keterlibatan para menteri yang berwenang
menangani masalah perdagangan
3. Meningkatkan kontribusi GATT untuk mencapai greater coherence
dalam pembuatan kebijakan ekonomi global melalui peningkatan
hubungan dengan organisasi internasional lainnya yang berwenang dalam
masalah moneter dan keuangan.

Sesudah melalui tahapan-tahapan proses perundingan yang alot dan


konsultasi-konsultasi maraton yang intensif atas draft-draft yang diusulkan lebih
dari 120 negara, akhirnya pada Pertemuan Tingkat Menteri Contracting Parties
GATT di Marrakesh, Maroko, pada tanggal 12-15 April 1994, disahkan Final Act
tanggal 15 April 1994 dan tanggal berlakunya WTO.

II. 2. Tujuan dan Fungsi GATT

Menciptakan suatu iklim perdagangan internasional yang aman dan jelas


bagi masyarakat bisnis, serta juga untuk menciptakan liberalisasi perdagangan
yang berkelanjutan, lapangan kerja dan iklim perdagangan yang sehat merupakan
tujuan dari pembentukan GATT. Pada pokoknya ada empat tujuan pentingyang
hendak dicapai GATT3:

1) Meningkatkan taraf hidup umat manusia


2) Meningkatkan kesempatan kerja
3) Meningkatkan pemanfaatan kekayaan alam dunia
4) Meningkatkan produksi dan tukar-menukar barang

Dan fungi dari dibentuknya, antara lain:

1. Sebagai perangkat aturan multilateral yang mengatur transaksi


perdagangan yang dilakukan oleh negara-negara anggota GATT dengan
memberikan suatu perangkat ketentuan perdagangan.
2. Sebagai suatu forum (wadah) perundingan perdagangan.

3
Adolf, Huala. 2013.

5
Berupaya agar praktek perdagang, dibebaskan dari rintangan-
rintangan yang mengganggu (liberalisasi perdagangan).
Mengupayakan agar aturan atau praktek perdagangan menjadi
jelas (predictable), melalui pembukaan pasar nasional atau
melalui penegakan dan penyebarluasan pemberlakuan
peraturannya.
3. Sebagai suatu pengadilan internasional dimana para anggotanya
menyelesaikan sengketa dagangnya dengan anggota GATT lainnya.

II. 3. Prinsip-Prinsip GATT


Ada beberapa prinsip di dalam pelaksanaan kerja sama perdagangan sesuai
dengan GATT, antara lain:
1. Prinsip Non Diskriminasi
a) Prinsip Most Favoured Nation (MFN Principle)

Prinsip ini diatur dalam Pasal I ayat (1) GATT 1947, yang berjudul General
Favoured Nation Treatment, merupakan prinsip Non Diskriminasi terhadap
produk sesama negara-negara anggota WTO.

Menurut Pasal I ayat (1) GATT, mengharuskan perlakuan MFN atas semua
konsesi tarif yang diperjanjikan yang menyatakan bahwa:

With respect to custom duties and charges and any kind imposed on or in
connection with importation or exportation or imposed or the international
transfer of payment for imports and exports, and with respect to all rules and
formalities in connection with importation and exportation; and with respect to
all matters referred to paragraph 2 and 4 of Article III, any advantage, favour,
privilege, or immunity granted by contracting, party to any product originating in
or destined for any other country shall be accorded immediately and
unconditionally to like product originating in or destined for the territories of all
other contracting parties

6
Maksud dari prinsip ini, adalah apabila suatu negara pertama (pengimpor)
memberikan kemudahan atau fasilitas perdagangan internasional kepada negara
kedua (pengekspor), maka kemudahan serupa harus pula diberikan kepada negara
ketiga, keempat, dan seterusnya (pengekspor lainya). Dengan kata lain, suatu
negara yang memberikan keuntungan kepada negara yang satu, wajib
menyebarluaskan keuntungan yang serupa kepada negara lainnya, asalkan negara-
negara tersebut sama-sama berada dalam satu free trade area (FTA), misalnya
antara sesame negara-negara anggota AFTA, dan produk diimpor tersebut adalah
barang yang serupa.

Pengecualian terhadap prinsip Most Favored Nations (MFN),sebagaimana


diatur Pasal XXIV GATT 1947, bahwa prinsip ini tidak berlaku:
1. Dalam hubungan ekonomi antara negara-negara anggota Free Trade
Area/Customs Union dengan negara-negara yang bukan anggota, misalnya
antara negara anggota AFTA (Indonesia) dengan India.
2. Dalam hubungan dagang antara negara-negara maju dengan negaranegara
berkembang melalui GSP (Generalized System of Preferences) sejak tahun
1971).

b) Prinsip National Treatment (NT Principle)

Prinsip ini diatur diatur dalam Pasal III GATT 1947, berjudulNational
Treatment on International Taxtation and Regulation. Prinsip ini menyatakan
bahwa, this standard provides for inland parity that is say equality for treatment
between nation and foreigners.

Dengan demikian, prinsip ini merupakan prinsip non diskriminasi antar


produk dalam negeri dengan produk serupa dari luar negari. Artinya, apabila suatu
produk impor telah memasuki wilayah suatu negara karena diimpor, maka produk
impor itu harus mendapat perlakuan yang sama, seperti halnya perlakuan
pemerintah terhadap produk dalam negeri yang serupa (produk lokal). Prinsip ini
dipergunakan, dengan maksud untuk menciptakan harmonisasi dalam
perdagangan internasional agar tidak terjadi perlakukan yang diskriminatif antara

7
produk domestik dan produk impor, artinya kedua produk tersebut harus
mendapatkan perlakukan yang sama.

2. Prinsip Resiprositas (Reciprocity), Pasal II GATT 1947

Prinsip ini mensyaratkan adanya perlakuan timbal balik di antara sesama


negara anggota WTO dalam kebijaksanaan perdagangan internasional. Artinya,
apabila suatu negara, dalam kebijaksanaan perdagangan internasionalnya
menurunkan tarif masuk atas produk impor dari suatu negara, maka negara
pengekspor produk tersebut wajib juga menurunkan tarif masuk untuk produk dari
negara yang pertama tadi. Berdasarkan prinsip ini diharapkan setiap negara secara
timbal balik saling memberikan kemudahan bagi lalulintas barang dan jasa.
Dengan demikian, pada akhirnya diharapkan setiap negara akan saling menikmati
hasil perdagangan internasional yang lancar dan bebas.

Prinsip Resiprositas merupakan prinsip fundamental dalam perdagangan


internasional, sebagaimana dinyatakan dalam Pembukaan (Preambule) GATT
antara lain, bahwa, being desirous of contributing to these objectives desirous of
contributing to these objectives but entering into reciprocal and mutually
advantageous arrangement....

Prinsip ini diterapkan terutama dalam hal terjadinya pertukaran barang


antara dua negara secara timbal balik yang menghendaki adanya kebijaksanaan
atau konsesi yang seimbang dan saling menguntungkan antara negara yang satu
dengan yang lainnya dalam perdagangan perdagangan internasional.

3. Prinsip Penghapusan Hambatan Kuantitatif.


Prinsip penghapusan hambatan kuantitatif diatur dalam Pasal XI GATT
1947. Hambatan kuantitatif dalam perdagangan internasional yang disebutkan
dalam persetujuan GATT/WTO adalah hambatan perdagangan yang bukan
merupakan tarif atau bea masuk. Termasuk dalam kategori hambatan ini, adalah
kuota danpembatasan ekspor secara sukarela (voluntary export restraints).

8
Menyadari bahwa kuota cenderung tidak adil, dan dalam prakteknya justru
menimbulkan diskriminasi dan peluang-peluang subyektif lainnya. Oleh karena
itu maka hukum perdagangan internasional melaui WTO menetapkan untuk
menghilangkan jenis hambatan kuantitatif. Adanya prinsip transparansi membawa
akibatkan bahwa negara-negara anggota WTO apabila hendak melakukan proteksi
perdagangan internasional, tidak boleh menggunakan kuota sebagai penghambat,
melainkan hanya tarif yang diizinkan untuk diterapkan. Karenanya prinsip ini
seringkali disebut sebagai tarifikasi hambatan perdagangan.
Prinsip ini dikecualikan dalam hal:
1. Negara yang mengalami kesulitan neraca pembayaran diizinkan untuk
membatasi impor dengan cara kuota (Pasal XII - XIV GATT 1947).
2. Karena industri domestik negara pengimpor mengalami kerugian yang
serius akibat meningkatnya impor produk sejenis, maka negara itu boleh
tidak tunduk pada prinsip ini (Pasal XIX GATT 1947).
3. Demi kepentingan kesehatan publik, keselamatan dan keamanan nasional
negara pengimpor, negara tersebut diizinkan untuk membebaskan diri dari
kewajiban tunduk pada prinsip ini (pasal XX dan XXI GATT 1947).

4. Prinsip Perdagangan yang Adil (Fairness)


Prinsip fairness dalam perdagangan internasional yang
melarangDumping(Pasal VI) dan Subsidi (Pasal XVI), dimaksudkan agar jangan
sampai terjadi suatu negara menerima keuntungan tertentu dengan melakukan
kebijaksanaan tertentu, sedangkan di pihak lain, kebijaksanaan tersebut justru
menimbulkan kerugian bagi negara lainnya. Dalam perdagangan internasional,
prinsip fairness ini diarahkan untuk menghilangkan praktek-praktek ekonomi
yang disebut dengan praktek subsidi dan dumping.
Oleh karena subsidi dan dumping dinilai sebagai praktek ekonomi yang
tidak adil atau curang, maka WTO mengaturnya dengan menyatakankan bahwa,
apabila suatu negara terbukti melakukan praktek tersebut, maka negara pengimpor
yang dirugikan oleh praktek itu mempunyai hak untuk menjatuhkan sanksi
balasan, Sanksi balasan itu adalah berupa pengenaan bea masuk tambahan yang
disebut dengan "bea masuk anti dumping" yang dijatuhkan terhadap produk-

9
produk yang diekspor secara dumping dan countervailing duties atau bea masuk
untuk barang-barang yang terbukti telah diekspor dengan fasilitas subsidi.

5. Prinsip Tarif Mengikat (Tariff Binding Principle)


Setiap negara anggota WTO harus mematuhi berapapun besarnya tarif yang
telah disepakatinya atau disebut dengan prinsip tarif mengikat, prinsip ini diatur
dalam Pasal II ayat (1) GATT-WTO 1995. Pembatasan perdagangan bebas
dengan menggunakan tarif oleh WTO dipandang sebagai suatu model yang masih
dapat ditoleransi, misalnya melakukan tindakan proteksi terhadap industri
domestik melalui kenaikan tarif bea masuk). Perlindungan ini masih
memungkinkan adanya kompetisi yang sehat. Namun demikian, dalam
kesepakatan perdagangan internasional tetap diupayakan mengarah kepada sistem
perdagangan bebas yang menghendaki pengurangan tarif secara bertahap.
Penerapan tarif impor mempunyai beberapa fungsi adalah sebagai berikut:4
1. Tarif sebagai pajak, adalah tarif terhadap barang impor (pajak barang impor)
yang merupakan pengutan oleh negara untuk untuk dijadikan kas negara
2. Tarif untuk melindungai produk domestik dari praktik dumping yang
dilakukan oleh negara eksportir.
3. Tarif untuk memberikan balasan terhadap negara pengekspor yang
melakukan proteksi produk melalui praktik subsidi terhadap produk ekspor.

II. 4. Garis-Garis Besar Ketentuan GATT

GATT mempunyai garis-garis besar ketentuan yang menjadi dasar di


dalam pelaksanaannya dan hal ini dirangkum di dalam 38 pasal, antara lain5-6:

Pasal I berkaitan dengan prinsip Most Favoured Nations.


Pasal II berkaitan tentang penurunan tarif.

4
Munir Fuady. 2004.Hukum Dagang Internasional (Aspek Hukum dari WTO).Bandung: PT.Citra
5
Adolf, Huala. 2013.
6Dokumen General Agreement on Tariff and Trade

10
Pasal III berkaitan dengan larangan pengenaan pajak dan upaya
diskrimantif terhadap produk impor.
Pasal IV berkaitan dengan ketentuan khusus mengenai sinematografi pada
film.
Pasal V mengatur kebebasan transit.
Pasal VI mengatur tentang anti-dumping dan bea masuk tambahan.
Dumping adalah jika sebuah perusahaan menjual produknya lebih murah
(berada dibawah harga wajar) di luar negri dari pada di dalam negri.
Adapun efek dumping adalah melemahnya industri produksi barang
sejenis yang diproduksi domestik akibat melonjaknya impor. Dalam
ketentuan GATT diatur apa yang boleh dan tidak dilakukan oleh sebuah
negara untuk mengatasi dumping yaitu sejak dimulainya putaran pertama
GATT 1947. Ketetuan implementasi anti dumping sekarang ini terdapat
dalam Agreement on Implementation of Article VI of GATT 1994 yang
dihasilkan melalui Uruguay Round7.

Berdasarkan hal ini negara dapat memberlakukan bea masuk terhadap


produk dari sebuah negara yang dianggap telah melakukan dumping.
Dengan kata lain sebuah negara dapat bertindak tidak sesuai dengan prisip
tarif yang diikat dan prinsip non diskriminasi yang seharusnya
diberlakukan terhadap produk-produk dari negara pengekspor. Tindakan
ini dapat mencegah kerusakan industri dalam negri karena lonjakan
substansial produk sejenis.

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah


sebuah produk merupakan produk dumping8 :
1) Membandingkan harga jual dengan harga jual produk di negara
asalnya

7
Dewi kartika. 2008.Ketentuan anti dumping dalam GATT dan ketentuan anti dumping di
Indonesia. (http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/124933-
SKFIS%20011%202008%20KAR%20a%20-%20ANALISIS%20PENGENAAN-
ANALISIS.pdf)5 Mei 2015
8
Kemenlu. 2013.Sekilas WTO ( edisi ketujuh ). Jakarta: Direktorat Perdagangan, Perindustrian,
Investasi dan Hak Kekayaan Intelektual Direktorat Jendral Multilateral Kementrian Luar Negri,
hal.41

11
2) Membandingkan harga jual dengan harga jual produk sejenis dari
negara pengekspor lainnya
3) Menggunakan perhitungan biaya produksi, biaya lain dan marjin
keuntungan normal

Dalam melakukan tindakan anti dumping oleh negara, sebuah pengukuran


dumping harus memerlukan dukungan bukti yang diakibatkannya yaitu,
kerugian industri domestik maka diperlukan investigasi serinci-rincinya
dan sesuai dengan aturan yang berlaku, selain itu negara sebelum
melakukan tindakan dumping perlu untuk memperhatikan kondisi dari
perekonomian negara pengekspor.

Dalam pengenaan anti dumping juga diatur bahwa setelah 5 tahun


dilakukan, maka harus dicabutkan kecuali ditemukan bukti bahwa
pencabutan anti dumping tersebut akan kembali merugikan industri dalam
negri. Negara juga tidak dapat menginvestigasi jika marjin dumping tidak
dianggap signifikan ( dibawah 2% dari harga ekspor ) atau jika volume
impor kurang dari 3% dari jumlah ekspor negara tersebut.9
Pasal VII megatur tentang penilaian atas barang-barang impor untuk
maksud-maksud kepabeanan.
Pasal VIII mensyaratkan bahwa semua biaya dan pungutan yang
dikenakan atas dalam hubungan ekspor-impor harus dibatasi.
Pasal IX mensyarakatkan setiap negara anggota harus memberikan
perlakuan yang sama terhadap barang hasil produksi dari negara-negara
anggota.
Pasal X mengatur persyaratan publikasi dan administrasi pengaturan-
pengaturan perdagangan.
Pasal XI XV mengatur restriksi kuantitatif, seperti pengenaan kuota,
lisesnsi impor dan ekspor, atau upaya-upaya lainnya disamping bea masuk
maupun pajak.

9
Ibid, hal.42

12
Khusus pasal XI menegaskan rekstriksi ini dilarang, pasal XII
membolehkan dengan syarat untuk mengamankan neraca pembayarannya,
pasal XIII restriksi tidak boleh mendiskriminasi, pasal XIV mengatur
pengecualian restriksi kuantitatif dan pasal XV mengatur tentang
pembayaran.
Pasal XVI mengatur tentang subsidi. Subsidi secara mendasar merupakan
bantuan yang diberikan oleh negara terhadap warganya untuk mendorong
kegiatan perekonomian. Ada tiga jenis atas hal ini, yaitu yang dibolehkan,
dilarang, dan yang dapat ditindak. Namun, pada perkembangannya hal ini
benar-benar dilarang oleh GATT10.
Pasal XVII mengatur tentang perusahaan dagang negara.
Pasal XIX mengatur tentang tindakan darurat atas impor produk-produk
negara tersebut.
PASAL XX mengatur tentang Pengecualian Umum dalam proses
perdagangan antar negara antar tidak adanya diskriminasi sepihak dan agar
tidak adanya pembatasan dalam perdagangan Internasional
PASAL XXI mengatur tentang Pengecualian dengan tujuan Keamanan
bagi pihak pihak yang terlibat dalam mengamankan kepetingannya yang
tentunya harus sesuai dengan Piagam PBB mengenai pemeliharaan
perdamaian dan keamanan internasional.
PASAL XXII mengatur tentang Konsultasi dari tiap-tiap pihak yang
terikat dalam perjanjian untuk dapat berkerjasama apabila teerdapat
masalah dalam perjanjian ini
PASAL XXIII mengatur tentang Pembatalan dalam perjanjian apabila
pihak yang terlibat merasa dirugikan dan tiap-tiap pihak yang terkait dapat
mengajukan protes tertulis agar dapat di tinjau dan di cari
penyelesaiannya.

PASAL XXIV mengatur tentang Aplikasi Teritorial, Lalu Lintas Frontier,


tujuan Perjanjian dan Area Free-Trade

10
Adolf, Huala. 2013

13
PASAL XXV mengatur tentang Aksi gabungan pihak yang terlibat dalam
pertemuan berkala yang bertujuan memajukan dan mencapai tujuan dari
perjanjian ini dal juga melibatkan Sekjen PBB.
1. Perwakilan dari pihak kontraktor harus melakukan pertemuan dari
waktu kewaktu untuk tujuan memberikan efek ketentuan-ketentuan
Perjanjian ini yang melibatkan aksi bersama dan, secara umum,
dengan tujuan untuk memfasilitasioperasi dan memajukan tujuan
Persetujuan ini.
2. Sekretaris Jenderal PBB diminta untukmengadakan pertemuan
pertama PIHAK KONTRAK, yang harus dilaksanakan paling
lambat 1 Maret 1948.
3. Masing-masing pihak kontraktor berhak memiliki satu suara di
tiapPertemuan Para Pihak yang terikat Kontrak.
4. Kecuali dalam ketentuan lain dalam Perjanjian ini, keputusan dari
para Pihak akan diambil oleh mayoritas suara.
5. Dalam keadaan luar biasa tidak lain diatur dalam ini Kesepakatan,
Pihak Kontrak dapat mengabaikan kewajiban yang
dikenakanpadanya Asalkan disetujui oleh dua pertiga mayoritas
suara dan mayoritas tersebut terdiri lebih dari setengah dari pihak
kontraktor.

PASAL XXVI mengatur tentang Penerimaan, Pemberlakuan dan


Pendaftaran serta bahasa yang digunakan dalam perjanjian dan juga
transparansi perjanjian ini bila ada pemerintahan yang merasa tertarik
untuk ikut dalam perjanjian.
PASAL XXVII mengatur tentang Pemotongan atau Penarikan Konsesi
PASAL XXVIII mengatur tentang perubahan Jadwal yang dapat dilakukan
oleh pihak pihak yang terlibat kontrak namun juga harus memenuhi syarat
dan melalui Prosedur yang ada.
PASAL XXVIII BIS yang mengatur tentang negosiasi tarif tarif yang akan
digunakan secara umum yang bila tidak dilakukan nantinya ditakutkan
dapat mengganggu proses Perdagangan Internasional.
PASAL XXIX yang mengatur tentang Hubungan Pejanjian ini dengan
Piagam Havana.

14
PASAL XXX yang mengatur tentang Amandemen Perjanjian ini yang
dapat dilakukan apabila disetujui oleh setidaknya 2/3 dari semua pihak
yang terlibat.
PASAL XXXI yang menatur mengenai Pengunduran Diri dari tiap tiap
pihak yang erikat dengan mengajukan pemberitahuan tertulis kepada
Sekjen PBB.
PASAL XXXII yang mengatur tentang Pihak-pihak yang dianggap
Sebagai Pihak yang terikat Kontrak yang dimaksud adalah Pemerintahan
yang telah menyetujui dan menerapkan perjanjian ini di wilayah
kedaulatannya.
PASAL XXXIII yang mengatur tentang penambahan pihak yang dianggap
terikat, mereka baru dapat di terima apabila disetujui setidaknya oleh 2/3
pihak yang sudah ada dan sudah menyepakati Perjanjian ini.
PASAL XXXIV yang mengatur tentang Lampiran perjanjian yang
berisikan aturan-aturan perjanjian ini.
PASAL XXXV yang mengatur tentang pembatalan Penerapan isi
perjanjian antara pihak tertentu dalam perjanjian ini sendiri yang mana ke
dua pihak tersebut belum menyetujui salah satu isi perjanjian dan juga
belum nmenyetujui Tarif yang telah ditentukan dan juga berhak membuat
rekomendasi yang diangga lebih sesuai.

PASAL XXXVI yang mengatur mengernai proses Perdagangan itu sendiri


terutama bagian Prinsip/ aturan serta Tujuan dari Perjanjian ini.
PASAL XXXVII yang mengatur mengenai Komitmen bagi tiap tiap pihak
terkait dalam menerapkan isi dari perjanjian ini.
PASAL XXXVIII yang mengatur Aksi Kerjasama antar pihak yang terikat
perjanjian dengan didasasari niat pengembangan, pelaksanaan dan
pencapaian tujuan Perjanjian ini.

15
II. 5.Kelemahan GATT
Segala sesuatu yang dibuat dan dibentuk oleh manusia akan selalu
memiliki kelemahan begitu pula dengan berdirinya organisasi tertentu juga
memiliki kelemahan disamping kelebihan-kelebihan yang dimiliki, berikut ini
beberapa hal yang kemudian menjadi kelemahan GATT sehingga posisinya
digantikan oleh WTO:Dalam mengatur hubungan perdagangan internasional,
GATT hanya berfokus pada arus jual beli barang antar negara saja. GATT tidak
hirau pada perdagangan jasa yang sama- sama termasuk ke dalam aktifitas
perdagangan. GATT tidak dapat dijalankan secara menyeluruh karena hanya
membahas suatu tujuan atau bersifat ad hoc dan berlaku pada kurun waktu
tertentu. Segala jenis kesepakatan dan hasil perjanjian yang dihasilkan oleh GATT
tidak membutuhkan ratifikasi oleh parlemen dari negara anggota.

16
III
KESIMPULAN

Pengaturan di dalam perdagangan sangat diperlukan untuk menghindari


tindakan yang tidak adil dan seimbang dari pihak-pihak yang terlibat, dengan
adanya aturan tersebut diharapkan tercapainya hasil yang maksimal dalam
perdagangan dan dapat dihindarinya konflik antar pihak yang mana dalam
perdagangan sarat akan kepentingan. Dengan berkembangnya perdagangan
Internasional, baik subjek maupun subjeknya dan maka dilakukanlah
pengkodefikasian suatu peraturan konkret tentang ekonomi secara keseluruhan
pada tahun 1941-1947 dan lahirlah General Agreement on Tariff and Trade yang
kemudian dikomprehensifkan melalui pembentukan World Trade Organization.

Tujuan umum dari pembentukan GATT adalah berupaya untuk


menciptakan suatu iklim perdagangan internasional yang aman dan jelas bagi
masyarakat bisnis, serta juga untuk menciptakan liberalisasi perdagangan yang
berkelanjutan, lapangan kerja dan iklim perdagangan yang sehat. Untuk mencapai
tujuan tersebut didalam GATT sendiri telah diatur mengenai prinsip-prinsip,
fungsi-fungsi, dan garis besar aturan GATT yang dicantum kedalam 38 Pasal.
Dan terlepas dari hal tersebut, GATT juga memiliki beberapa kelemahan yang
menjadikan GATT bersifat sementara dan kemudian ditransformasikan menjadi
WTO.

17
CONTOH KASUS :
Komplain Chile terhadap Uruguay dalam kasus perlakuan pajak khusus
pada tahun 2002

Pada tanggal 18 Juni 2002, Chile mengajukan permohonan konsultasi


terhadap Uruguay mengenai pemberlakuan pajak yang diterapkan oleh Uruguay
pada beberapa produk. Lebih khususnya, Chile mengacu pada Pajak Khusus
Dalam Negeri Uruguay (IMESI) yang mengenakan pajak pada barang asing dan
barang impor oleh pihak yang tidak kena pajak terhadap barang tertentu,
termasuk inter alia, minuman (minuman beralkohol, jus, air mineral), tembakau
dan rokok, automobil, pelumas dan bahan bakar.

Chile menyatakan bahwa, di beberapa kasus, penghasilan kena pajak bagi


pajak jenis ini ditentukan dengan menggunakan harga fiktif. Menurut Chile,
sistem seperti ini dapat menaikkan harga penghasilan kena pajak jika
dibandingkan dengan harga jual sebenarnya, terutama dalam kasus barang luar
negeri. Chile menganggap bahwa IMESI telah melanggar Pasal I (Most Favoured
Nation) dan Pasal III (National Treatment) GATT 1994, karena telah
mengeluarkan sistem perpajakan dengan berdasar pada penggunaan harga fiktif
untuk menentukan penghasilan kena pajak. Menurut Chile sistem ini
mendiskriminasikan antara produk nasional dan produk impor, juga dalam
beberapa kasus, pendiskriminasian antara produk impor tergantung dari mana
asalnya. Lebih jauh lagi, Chile mengklaim bahwa diskriminasi yang tidak
beralasan ini mengesahkan pencegahan impor secara de facto berkaitan dengan
produk tertentu.

Chile mengingatkan bahwa dalam review kebijakan perdagangan Uruguay


pada tahun 1998, sistem ini masih harus melewati beberapa tahapan diskusi dan
pada saat itu Uruguay mengindikasikan bahwa mereka masih dalam proses
menetapkan standar yang dapat memastikan perlakuan yang sama terhadap semua
produk dari manapun asalnya produk tersebut.
a. Bentuk Aturan Yang Dipermasalahkan Chile

18
The Specific Internal Tax (Impuesto Especfico Interno IMESI)
merupakan perlakuan pajak khusus terhadap beberapa barang tertentu termasuk
minuman (minuman beralkohol, jus, air mineral), tembakau dan rokok,
automobiles, dan pelumas dan bahan bakar. Skema pajak IMESI terdiri dari
Chapter 11 of the Harmonized Text of 1996, Decree 96/990 of 21 February 1990
of the Ministry of the Economy and Finance, and bimonthly resolutions of the
Directorate-General of Taxation (DGI), and was recently amended, for cigarettes,
by Decree 200/002 of 3 June 2002.
b. Esensi Isi Peraturan Uruguay Yang Dipermasalahkan Chile
Pajak ini diberlakukan dengan beberapa variasi, yang paling banyak
menggunakan metode pemberlakuan dengan basis khusus. Hasilnya, harga akan
lebih tinggi dari harga jual sebenarnya, terutama untuk produk luar negeri. Dalam
beberapa kasus hal ini bukan saja merupakan pelanggaran terhadap kewajiban
internasional Uruguay berupa penghormatan terhadap national treatment tapi juga
dari segi jumlah pada prakteknya merupakan larangan impor (import prohibition).
c. Mengapa Chile Mempermasalahkan Aturan Uruguay ?
Pajak untuk masing-masing produk bervariasi mempertimbangkan dan
dibedakan tergantung dari asal mereka, Chile menganggap Uruguay melakukan
diskriminasi dalam praktek perdagangan internasionalnya. Chile mengkomplain
bahwa Uruguay telah melanggar aturan pasal II dan III GATT karena
memberlakukan pajak khusus tersebut.

Analisis Kasus :

a. Pengenaan Pajak Untuk Produk Anggur


Anggur dan liquers dibagi dalam dua, tiga dan empat kategori tergantung
dari harga jual sebenarnya (actual sales price). Untuk masing-masing kategori,
otoritas Uruguay memberlakukan harga dengan basis memperhitungkan pembayar
pajak. Dengan kata lain, rate 20,2% atau 80% diberlakukan oleh otoritas setiap
dua bulan untuk tiap-tiap kateogori. Dalam memberlakukan kategorisasi produk
tersebut, otoritas Uruguay melakukan diskriminasi, pada prakteknya, melawan
produk impor. Anggur Chile misalnya, umumnya diklasifikasikan pada kategori

19
kedua, yang harganya hampir dua kali lipat dari kategori pertama (termasuk
kebanyakan anggur yang diproduksi didalam negeri Uruguay ).

b. Pengenaan Pajak Untuk Produk Bir, Air Mineral dan Jus


Untuk kasus minuman lain (bir, air mineral dan jus), otoritas menetapkan
harga tiap dua bulanan dengan tarif khusus. Untuk produk impor pajaknya
dikalikan faktor 2. Ini dikenal di Uruguay dengan double IMESI. Dengan kata
lain, pajak untuk produk domestik tidak ditentukan oleh otoritas, tapi tergantung
produk impor yaitu setengah yang dikenakan produk impor.

c. Pengenaan Pajak Untuk Produk Tembakau dan rokok


Untuk rokok dari negara-negara tetangga, harganya ditetapkan dengan
berdasarkan harga tertinggi produk rokok domestik dikalikan 1.3; pada kasus
negara-negara lain (diluar negara tetangga) faktor pengalinya adalah 2. Ini artinya
pajak IMESI untuk rokok dari negara tetangga atau negara ketiga lebih tinggi dari
harga tertinggi produk rokok domestik Uruguay , karena pajak yang dikenakan
untuk produk impor dua kali lipat produk Uruguay . Dengan kata lain pajak yang
harus dibayar oleh produk non-Uruguay lebih tinggi dari yang dibayar oleh
produk dalam negeri Uruguay .

Aturan dalam GATT


a. Perlakuan yang sama untuk semua anggota (Most Favoured Nations Treatment-
MFN)
Prinsip ini diatur dalam pasal I GATT 1994 yang mensyaratkan semua
komitman yang dibuat atau ditandatangani dalam rangka GATT-WHO harus
diperlakukan secara sama kepada semua negara anggota WTO (azas non
diskriminasi) tanpa syarat. Misalnya suatu negara tidak diperkenankan untuk
menerapkan tingkat tarif yang berbeda kepada suatu negara dibandingkan dengan
negara lainnya.

b. Perlakuan nasional (National treatment)

20
Prinsip ini diatur dalam pasal III GATT 1994 yang mensyaratkan bahwa
suatu negara tidak diperkenankan untuk memperlakukan secara diskriminasi
antara produk impor dengan produk dalam negeri (produk yang sama) dengan
tujuan untuk melakukan proteksi. Jenis-jenis tindakan yang dilarang berdasarkan
ketentuan ini antara lain, pungutan dalam negeri, undang-undang, peraturan dan
persyaratan yang mempengaruhi penjualan, penawaran penjualan, pembelian,
transportasi, distribusi atau penggunaan produk, pengaturan tentang jumlah yang
mensyaratkan campuran, pemrosesan atau penggunaan produk-produk dalam
negeri.

Dengan demikian Uruguay telah melakukan praktek perdagangan


internasional yang dianggap Chile melanggar ketentuan pasal I GATT tentang
MFN dan pasal III GATT tentang national treatment.

21
Referensi

Buku

Adolf, Huala. 2013. Hukum Perdagangan Internasional. Jakarta: PT. Rajawali


Pers

Fuady, Munir. 2004. Hukum Dagang Internasional (Aspek Hukum dari WTO).
Bandung: PT.Citra

Kemenlu. 2013. Sekilas WTO (Edisi ketujuh). Jakarta: Direktorat Perdagangan,


Perindustrian, Investasi dan Hak Kekayaan Intelektual Direktorat Jendral
Multilateral Kementrian Luar Negri, hal.41

Website

(www.bakorkamla.go.id/.../isbn9786028741019.pdf) diakses 30 April 2015


(http://www.bppk.depkeu.go.id/webbc/index.php?option=com_docman&tas k=do
c_download&gid=344&Itemid=128) diakses 1 Mei 2015
(http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/505/jbptunikompp-gdl-erikanaing-25222-5-
unikom_e-i.pdf) diakses1 Mei 2015
(https://groups.yahoo.com/neo/groups/hpi-uai/conversations/messages/47) diakses
8 Mei 2015
(https://history.state.gov/milestones/1937-1945/bretton-woods) diakses 7 Mei
2015
(http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/124933-
SKFIS%20011%202008%20KAR%20a%20-
%20ANALISIS%20PENGENAAN-ANALISIS.pdf) diakses 5 Mei 2015
(www.tabloiddiplomasi.org/.../928--sejarah-rezim-huk...) diakses 1 Mei 2015
(www.tnial.mil.id/tabid/79/articleType/.../Default.aspx) 1Mei 2015
(http://www.itgagal.com/2011/12/08/world-trade-organization-wto-organisasi-
perdagangan-dunia/) diakses 1 Mei2014

22

Anda mungkin juga menyukai