Amma badu
Hadist Nabi
Pada kesempatan ini pula, khatib senantiasa berwasiat terutama untuk diri pribadi
dan kepada para jamaah sekalian untuk senantiasa meningkatkan ketaqwaan
kepada Allah subhanahu wa taala. Ketahuilah, bahwasannya tidak ada bekal yang
terbaik menuju kehidupan yang lebih kekal selain dengan bekal ketaqwaan. Karena
ketaqwaan itulah seorang akan berjalan di muka bumi ini dengan penuh rasa takut
dan berharap hanya kepada Allah; takut akan azab dan murka-Nya yang kemudian
berharap ridha dan kasih sayang serta rahmat-Nya, serta berharap dimasukkan ke
dalam surga. Di sanalah segala bentuk kenikmatan yang tidak mungkin dapat
diperoleh di dunia. Dengan rasa takut dan harap, seorang hamba akan senantiasa
berusaha melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Semoga Allah senantiasa memberikan hidayah dan taufiq kepada kita untuk
senantiasa meniti dan berjalan di Jalan-Nya, yakni jalan yang lurus sebagaimana
yang telah ditempuh oleh hamba-Nya dari kalangan nabi dan rasul, orang-orang
shidiqin, para syuhada, serta orang-orang shaleh.
Judul/tema khutbah pada hari ini adalah Ketaatan kepada Allah, Penenteram
Jiwa dan Raga.
Dan tidak ada sesuatu pun melainkan pada sisi Kamilah khazanah
(perbendaharaan)nya. (QS. Al-Hijr: 21)
Ketahuilah, Allah adalah puncak segala tujuan dan seluruh keinginan setiap hamba.
Mencintai sesuatu bukan karena-Nya akan mengakibatkan keletihan dan siksa.
Seluruh perbuatan yang tidak ditujukan untuk-Nya akan sia-sia dan percuma. Setiap
hati yang tidak terkait dengan-Nya akan celaka, dan yang terparah ia terhalang dari
mendapatkan kebahagiaan dan keberuntungan. Hikmahnya adalah, hati tidak akan
tenang, tenteram, dan damai kecuali dengan tersambung sampai kepada Allah
azza wa jalla. Kecintaan serta keinginan terhadap sesama makhluk tidak boleh
ditujukan kepada dzatnya. Karena, tidak ada yang boleh diinginkan dan dicintai
karena dzatnya melainkan Allah, dan segala sesuatu pasti akan berpulang kepada-
Nya, hal ini sebagaimana yang Allah firmankan:
Dan sesungguhnya kepada Rabbmulah kesudahan (segala sesuatu). (QS. An-
Najm: 42)
Mustahil apabila segala sesuatu berakhir kepada dua zat yang berbeda,
sebagaimana mustahilnya penciptaan makhluk oleh dua dzat yang berbeda.
Maka itulah, siapa saja yang kecintaan, keinginan, kehendak, dan ketaatannya
ditujukan kepada selain Allah, niscaya semua itu sia-sia dan lenyap begitu saja,
bahkan orang tersebut akan ditinggalkan oleh sesuatu yang paling dibutuhkannya.
Sebaliknya, siapa saja yang cinta, harapan, dan kecemasannya hanya ditujukan
kepada Allah jalla wa ala, niscaya ia akan mendapatkan keuntungan abadi berupa
kenikmatan, kelezatan, kebahagiaan, dan keberkahan dari-Nya.
Sebagai hamba, sesungguhnya kita tidak akan terlepas dari perintah dan musibah
dari-Nya. Ia membutuhkan, bahkan sangat membutuhkan pertolongan Allah ketika
menerima perintah. Sedangkan tatkala mendapat musibah, seorang hamba
membutuhkan uluran kasih sayang-Nya.
Kasih sayang yang didapatkan hamba sewaktu ditimpa musibah sebanding dengan
kadar perintah Allah yang dikerjakannya. Jika seorang hamba melaksanakan
perintah secara sempurna, lahir dan bathin, niscaya ia akan mendapatkan kasih
sayang secara lahir dan bathin. Akan tetapi, apabila perintah itu dilaksanakan dalam
bentuk lahirnya saja, tanpa mencakup hakikatnya, niscaya ia hanya akan
memperoleh kasih sayang lahiriah, namun sedikit sekali kasih sayang bathiniyah
yang diraihnya.
Kasih sayang secara bathin adalah sesuatu yang akan mencipta ketenangan dan
kedamaian, serta menghilangkan keresahan, kegundahan, dan keluh kesah dari hati
seorang hamba ketika tertimpa suatu musibah.
Pada kondisi ini, seorang hamba akan merendahkan diri di hadapan Rabbnya
dengan penuh rasa hina, lalu memandang-Nya dengan hatinya, dan bersimpuh
kepada-Nya dengan segenap jiwanya. Pengakuan terhadap kasih sayang Allah
subhanahu wa taala telah menyibukkan dirinya dari kepedihan deritanya.
Keyakinannya tentang kebaikan takdir Allah membuatnya tidak merasakan lagi
pahit musibahnya. Ia pun menyadari kalau dirinya semata-mata seorang hamba
yang suka atau tidak suka mesti menjalani takdir Rabbnya. Apabila ridha akan
hal itu, niscaya ia akan mendapatkan keridhaan-Nya. Namun, apabila ia tidak ridha,
maka kemurkaan-Nyalah yang akan diperolehnya. Hal ini sebagaiman sabda
Rasulullah shollallahu alaihi wa sallam,
Sesungguhnya besarnya balasan sesuai dengan besarnya ujian. Apabila Allah
mencintai suatu kaum, maka Dia akan mengujinya. Siapa yang ridha akan
mendapatkan keridhaan Allah, dan siapa yang benci akan mendapatkan kebencian-
Nya. (HR. at-Tirmidzi, dan Ibnu Maajah dari sahabat Anas bin Malik)
Kasih sayang secara bathin ini merupakan buah dari muammalah bathiniyah.
Semakin shalih batinnya, semakin bertambah kasih sayang secara bathin yang
diperolehnya. Sebaliknya, semakin berkurang keshalihan bathinnya, maka semakin
berkurang kasih sayang secara bathin yang diraihnya. Dengan demikian,
ketenangan dan ketenteraman jiwa dan raga bisa diraih manakala seorang hamba
melakukan ketaatan kepada Allah, baik ketaatan lahir maupun bathin. Hanya
kepada-Nyalah kita memohon keridhaan dan kasih sayang yang hakiki.
Khutbah kedua
Marilah kita berdoa kepada Allah agar senantiasa diberikan hidayah dan taufiq
untuk senantiasa melakukan ketaatan kepada-Nya sesuai dengan ketentuan-Nya
sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah shollallahu alaihi wa sallam.