Anda di halaman 1dari 10

Ketaatan Kepada Allah,

Penenteram Jiwa dan Raga














Amma badu

Hadist Nabi

Jamaah jumat rahimakumullah


Segala puji hanyalah bagi Allah azza wa jalla. Kita pun memuji-Nya, meminta
pertolongan-Nya, dan memohon ampunan kepada-Nya. Hanya untuk Allah segala
bentuk pengungkapan sanjungan dan sifat-sifat sempurna-Nya serta hanya kepada-
Nya lah kecintaan berdasarkan segala bentuk pujian dan sifat yang sempurna itu.
Kita memuji-Nya sebagaimana Ia memuji diri-Nya sendiri. Dialah yang menjadikan
seseorang memuji-Nya; menjadikannya sebagai muslim; mengerjakan shalat; dan
bertaubat. Dari Allah semata bermula segala nikmat dan hanya kepada-Nya
berakhir segalanya. Allahlah yang mengilhamkan hamba-Nya untuk bertaubat
kepada-Nya, dan Dia sangat bergembira dengan taubat hamba-Nya. Allahlah yang
yang mengilhamkan ketaatan dalam diri hamba-Nya dan Dia pula yang
membantunya melakukannya, lalu membalasnya dengan pahala; dan semua itu
tidak lepas dari karunia dan kemurahan-Nya. Maka, sebagai hamba, tidak ada
alasan untuk tidak bersyukur dan senantiasa memuji keagungan dan kebesaran-
Nya, serta senanntiasa berusaha untuk mengikhlaskan segala bentuk ibadah hanya
untu Allah semata. Ini merupakan konsekuensi dari kalimat syahadat pertama,
Asyhadu an laa ilaa ha illallah.
Kita berlindung kepada-Nya dari kejahatan diri dan kejelekan perbuatan-perbuatan
kita.
Sholawat dan salam semoga tetap tercurah kepada manusia terbaik dan suri
tauladan terbaik umat seluruh alam, Nabi Muhammad shollallahu alaihi wa sallam;
manusia yang membawa syariat Rabb-nya dengan sesempurna syariat; syariat yang
telah menyempurnakan syariat para nabi dan rasul terdahulu. Karena
kesempurnaan inilah tidak pantas bagi kita yang mengaku umatnya dengan sengaja
membuat syariat-syariat baru yang justru akan mengurangi dan menodai
kesempurnaan syariat yang beliau bawa. Maka, tidak ada cara yang terbaik bagi
kita selaku umatnya kecuali dengan membenarkan apa yang beliau kabarkan dan
menjalankan syariat ini sebagaimana yang dituntunkan oleh beliau. Tidak ada jalan
keselamatan dunia dan akhirat kecuali dengan mengikuti Nabi Muhammad
shollallahu alaihi wa sallam. Inilah merupakan konsekuensi dari kalimat syahadat
yang kedua, Asyhadu anna muhammadan abduhu wa rasuuluh.

Hadirin, jamaah jumat rahimakumullah

Pada kesempatan ini pula, khatib senantiasa berwasiat terutama untuk diri pribadi
dan kepada para jamaah sekalian untuk senantiasa meningkatkan ketaqwaan
kepada Allah subhanahu wa taala. Ketahuilah, bahwasannya tidak ada bekal yang
terbaik menuju kehidupan yang lebih kekal selain dengan bekal ketaqwaan. Karena
ketaqwaan itulah seorang akan berjalan di muka bumi ini dengan penuh rasa takut
dan berharap hanya kepada Allah; takut akan azab dan murka-Nya yang kemudian
berharap ridha dan kasih sayang serta rahmat-Nya, serta berharap dimasukkan ke
dalam surga. Di sanalah segala bentuk kenikmatan yang tidak mungkin dapat
diperoleh di dunia. Dengan rasa takut dan harap, seorang hamba akan senantiasa
berusaha melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Semoga Allah senantiasa memberikan hidayah dan taufiq kepada kita untuk
senantiasa meniti dan berjalan di Jalan-Nya, yakni jalan yang lurus sebagaimana
yang telah ditempuh oleh hamba-Nya dari kalangan nabi dan rasul, orang-orang
shidiqin, para syuhada, serta orang-orang shaleh.

Judul/tema khutbah pada hari ini adalah Ketaatan kepada Allah, Penenteram
Jiwa dan Raga.

Hadirin, jamaah jumat rahimakumullah

Allah azza wa jalla berfirman,










Dan tidak ada sesuatu pun melainkan pada sisi Kamilah khazanah
(perbendaharaan)nya. (QS. Al-Hijr: 21)

Ketahuilah, Allah adalah puncak segala tujuan dan seluruh keinginan setiap hamba.
Mencintai sesuatu bukan karena-Nya akan mengakibatkan keletihan dan siksa.
Seluruh perbuatan yang tidak ditujukan untuk-Nya akan sia-sia dan percuma. Setiap
hati yang tidak terkait dengan-Nya akan celaka, dan yang terparah ia terhalang dari
mendapatkan kebahagiaan dan keberuntungan. Hikmahnya adalah, hati tidak akan
tenang, tenteram, dan damai kecuali dengan tersambung sampai kepada Allah
azza wa jalla. Kecintaan serta keinginan terhadap sesama makhluk tidak boleh
ditujukan kepada dzatnya. Karena, tidak ada yang boleh diinginkan dan dicintai
karena dzatnya melainkan Allah, dan segala sesuatu pasti akan berpulang kepada-
Nya, hal ini sebagaimana yang Allah firmankan:







Dan sesungguhnya kepada Rabbmulah kesudahan (segala sesuatu). (QS. An-
Najm: 42)
Mustahil apabila segala sesuatu berakhir kepada dua zat yang berbeda,
sebagaimana mustahilnya penciptaan makhluk oleh dua dzat yang berbeda.
Maka itulah, siapa saja yang kecintaan, keinginan, kehendak, dan ketaatannya
ditujukan kepada selain Allah, niscaya semua itu sia-sia dan lenyap begitu saja,
bahkan orang tersebut akan ditinggalkan oleh sesuatu yang paling dibutuhkannya.
Sebaliknya, siapa saja yang cinta, harapan, dan kecemasannya hanya ditujukan
kepada Allah jalla wa ala, niscaya ia akan mendapatkan keuntungan abadi berupa
kenikmatan, kelezatan, kebahagiaan, dan keberkahan dari-Nya.

Ikhwani fiddin aazzaniayallahu wa iyakum

Sebagai hamba, sesungguhnya kita tidak akan terlepas dari perintah dan musibah
dari-Nya. Ia membutuhkan, bahkan sangat membutuhkan pertolongan Allah ketika
menerima perintah. Sedangkan tatkala mendapat musibah, seorang hamba
membutuhkan uluran kasih sayang-Nya.
Kasih sayang yang didapatkan hamba sewaktu ditimpa musibah sebanding dengan
kadar perintah Allah yang dikerjakannya. Jika seorang hamba melaksanakan
perintah secara sempurna, lahir dan bathin, niscaya ia akan mendapatkan kasih
sayang secara lahir dan bathin. Akan tetapi, apabila perintah itu dilaksanakan dalam
bentuk lahirnya saja, tanpa mencakup hakikatnya, niscaya ia hanya akan
memperoleh kasih sayang lahiriah, namun sedikit sekali kasih sayang bathiniyah
yang diraihnya.

Jamaah jumat rahimakumullah

Kasih sayang secara bathin adalah sesuatu yang akan mencipta ketenangan dan
kedamaian, serta menghilangkan keresahan, kegundahan, dan keluh kesah dari hati
seorang hamba ketika tertimpa suatu musibah.
Pada kondisi ini, seorang hamba akan merendahkan diri di hadapan Rabbnya
dengan penuh rasa hina, lalu memandang-Nya dengan hatinya, dan bersimpuh
kepada-Nya dengan segenap jiwanya. Pengakuan terhadap kasih sayang Allah
subhanahu wa taala telah menyibukkan dirinya dari kepedihan deritanya.
Keyakinannya tentang kebaikan takdir Allah membuatnya tidak merasakan lagi
pahit musibahnya. Ia pun menyadari kalau dirinya semata-mata seorang hamba
yang suka atau tidak suka mesti menjalani takdir Rabbnya. Apabila ridha akan
hal itu, niscaya ia akan mendapatkan keridhaan-Nya. Namun, apabila ia tidak ridha,
maka kemurkaan-Nyalah yang akan diperolehnya. Hal ini sebagaiman sabda
Rasulullah shollallahu alaihi wa sallam,






























Sesungguhnya besarnya balasan sesuai dengan besarnya ujian. Apabila Allah
mencintai suatu kaum, maka Dia akan mengujinya. Siapa yang ridha akan
mendapatkan keridhaan Allah, dan siapa yang benci akan mendapatkan kebencian-
Nya. (HR. at-Tirmidzi, dan Ibnu Maajah dari sahabat Anas bin Malik)

Kasih sayang secara bathin ini merupakan buah dari muammalah bathiniyah.
Semakin shalih batinnya, semakin bertambah kasih sayang secara bathin yang
diperolehnya. Sebaliknya, semakin berkurang keshalihan bathinnya, maka semakin
berkurang kasih sayang secara bathin yang diraihnya. Dengan demikian,
ketenangan dan ketenteraman jiwa dan raga bisa diraih manakala seorang hamba
melakukan ketaatan kepada Allah, baik ketaatan lahir maupun bathin. Hanya
kepada-Nyalah kita memohon keridhaan dan kasih sayang yang hakiki.









Khutbah kedua
























Marilah kita berdoa kepada Allah agar senantiasa diberikan hidayah dan taufiq
untuk senantiasa melakukan ketaatan kepada-Nya sesuai dengan ketentuan-Nya
sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah shollallahu alaihi wa sallam.

Anda mungkin juga menyukai