Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Pneumotorak adalah keadaan terdapat udara atau gas dalam rongga
pleura. Pada keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya paru-
paru eluasa mengembang terhadap rongga udara pneumotoraks dapat terjadi
secara spontan maupun traumatic. Pneumotoraks spontan dibagi menjadi
primer dan sekunder, pneumotorak traumatic dibagi menjadi iatrogenic dan
bukan itrogenik. (Barmawy. H)
Insidens pneumotoraks sedikit diketahui, karena episodenya banyak
yang tidak diketahui. Pria lebih banyak dari pada wanita dengan
perbandingan 5:1. pneumotorak spontan primer (PSP) sering juga dijumpai
pada individu sehat, tanpa riwayat penyakit paru sbelumnya. PSP banyak
dijumpai pada pria dengan usia antara 2 dan 4. salah satu penelitian
menyebutkan sekitar 81% kasus PSP berusia kurang dari 45 tahun. Seaton
dkk melaporkan bahwa pasien tuberculosis aktif mengalami komplikasi
pneumotorak sekitar 2,4% dan jika ada kavitas paru komplikasi
pneumotoraks meningkat lebih dari 90%. (Barmawy. H)
Di Olmsted country, Minnesota, amerika, meiton et al melakukan
penelitian selama 25 tahun pada pasien yang terdiagnosis sebagai
pneumotoraks, didapatkan 75 pasien karena trauma, 102 pasien karena
iatrogenic da sisanya 141 pasien karena pneumotoraks spontan. Dari 141
pasien tersebut 77 pasien PSP dan 64 pasien PSS. Pada pasien pneumotorak
spontan didapatkan angka incident sebagai berikut: PSP terjadi pada 7,4 per
100.000 pertahun untuk peria dan 2,0 per 100.000 tahun untuk wanita.
(Barmawy. H)
Sesuai perkembangan dibidang pulmunologi telah sering
dikerjakan pendekatan baru berupa tindakan torakostomi disertai video
(video-assisted thoracostomi), ternyata memberikan banyak keuntungan pada
pasien yang mengalami pneumotoraks relaps dan lama rawat inap di RS yang
lebih sigkat.

1
1.2 Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan yang ingin dicapai dalam penyusunan makalah ini adalah
penulis mempu mengungkapkan pola pikir ilmiah dalam memberikan
asuhan keperawatan pada klien dengan pneumotoraks secara
komprehensif dan memperoleh pengalaman secara nyata tentang
pneumotoraks.
2. Tujuan Khusus.
Setelah dilakukan askep ini penulis mampu:
a. Melakukan pengkajian klien dengan pneumotoraks.
b. Mengidentifikasi data klien.
c. Menganalisa data yang diperoleh dari pengkajian.
d. Merumuskan diagnosa keperawatan.
e. Menentukan prioritas masalah keperawatan.
f. Menyusun rencana keperawatan.
g. Melaksanakan tindakan keperawatan, berdasarkan rencana yang
telah disusun dalam intervensi keperawatan.
h. Melaksanakan evaluasi tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan berdasarkan criteria standard.
1.3 Manfaat Penulisan
a. Mampu Melakukan pengkajian klien dengan pneumotoraks.
b. Mampu Mengidentifikasi data klien.
c. Mampu Menganalisa data yang diperoleh dari pengkajian.
d. Mampu Merumuskan diagnosa keperawatan.
e. Mampu Menentukan prioritas masalah keperawatan.
f. Mampu Menyusun rencana keperawatan.
g. Mampu Melaksanakan tindakan keperawatan, berdasarkan rencana yang
telah disusun dalam intervensi keperawatan.
h. Mampu Melaksanakan evaluasi tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan berdasarkan criteria standard.

2
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar


2.1.1 Pengertian
Pneumotorak adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam
rongga pleura. Pneumotoraks adalah menggambarkan individu yang
mengalami atau beresiko tinggi untuk mengalami akumulasi udara
pada pleura yang berhubungan dengan cedera. Pada keadaan normal
rongga pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru leluasa
mengembang terhadap rongga dada.
2.1.2 Anatomi
1. Anatomi Rongga Thoraks
Kerangka dada yang terdiri dari tulang dan tulang rawan,
dibatasi oleh:
1. Depan : Sternum dan tulang iga.
2. Belakang : 12 ruas tulang belakang (diskus
intervertebralis).
3. Samping : Iga-iga beserta otot-otot intercostal.
4. Bawah : Diafragma
5. Atas : Dasar leher.
2. Isi
1. Sebelah kanan dan kiri rongga toraks terisi penuh oleh paru-
paru beserta pembungkus pleuranya.
2. Mediatinum : ruang di dalam rongga dada antara kedua paru-
paru. Isinya meliputi jantung dan pembuluh-pembuluh darah
besar, oesophagus, aorta desendens, duktus torasika dan vena
kava superior, saraf vagus dan frenikus serta sejumlah besar
kelenjar limfe (Pearce, E.C., 1995).

3
2.1.3 Etiologi.
Berdasarkan Penyebabnya
1. Pneumotoraks Spontan
a. Pneumotoraks Spontan Primer.
Terjadi tanpa ada riwayat penyakit paru yang
mendasari sebelumnya umumnya pada individu sehat dewasa
muda, tidak berhubungan. Dengan aktifitas fisik yang berat
tetapi justru terjadi pada saat istirahat da sampai sekarang
belum diketahui penyebabnya.
b. Pneumotoraks Spontan Sekunder
Suatu pneumotoraks yang terjadi karena penyebab
paru yang mendasarinya (tuberculosis paru, PPOK, asma
bronchial, pneumonia, tumor paru, dan sebagainya).
c. Pneumotoraks traumatic
Pneumotoraks yang terjadi akibat suatu penetral
kedalam rongga pleura karena luka tusuk atau luka tembak
atau tusukan jarum atau kanul.
a) Pneumotorak Traumatic Bukan Iatrogenic.
Terjadi karena jejas kecelakaan, jejas dada terbuka
atau tertutub, barotraumas.
b) Pneumotoraks traumatic bukan iatrogenic.
Terjadi Akibat Tindakan Oleh Tenaga Medis,
Dibedakan Lagi:
1) Pneumotoraks traumatic iatrogenic aksidental
Akibat tindakan medis karena kesalahan atau
komplikasi indakan tersebut, missal: pada tindakan
parasentetis dada, biopsy pleural dan lain-lain.
2) Pneumotoraks traumatic iatrogenic artificial
(deliberate)
Sengaja dikerjakan dengan cara mengisis udara ke
dalam rongga pleura melalui jarum dengan suatu alat
Maxwell box.

4
2.1.4 Patofisiologi

Trauma dada

Mengenai rongga toraks sampai Terjadi robekan Pembuluh Darah


rongga pleura, udara bisa masuk intercostal, pembuluh darah
(pneumothorax) jaringan paru-paru.

Terjadi perdarahan :
Karena tekanan negative
(perdarahan jaringan intersititium,
intrapleuraMaka udara luar akan
perarahan intraalveolar diikuti
terhisap masuk kerongga pleura
kolaps kapiler kecil-kecil dan
(sucking wound)
atelektasi)

Tahanan perifer pembuluh paru naik


(aliran darah turun)

1. Ringa
n kurang 300 cc ---- di punksi
Oper penumothorax 2. Seda
Close pneumotoraks ng 300 - 800 cc ------ di pasang
Tension pneumotoraks drain
3. Berat
lebih 800 cc ------ torakotomi

Mendesak paru-paru
Tek. Pleura meningkat terus (kompresi dan dekompresi),
pertukaran gas berkurang

Sesak napas yang progresif 4. Sesa


(sukar bernapas/bernapas berat) k napas yang progresif
Bising napas berkurang/hilang 5. Nyeri
Bunyi napas sonor/hipersonor bernapas / pernafsan asimetris /
Foto toraks gambaran udara lebih adanya jejas atau trauma

5
6. Nyeri
bernapas
7. Peka
k dengan batas jelas/tak jelas.
8. Bisin
g napas tak terdenga
1/4 dari rongga torak
9. Nadi
cepat/lemah
10. Ane
mis / pucat
11. Poto
toraks 15 - 35 % tertutup
bayangan

WSD/Bullow Drainage

- Kerusakan integritas kulit


- Resiko terhadap infeksi
Terdapat luka pada WSD - Perubahan kenyamanan :
Nyeri pada luka bila untuk Nyeri perawatan WSD harus
bergerak diperhatikan. Gangguan
Ketidak efektifan pola pernapasan mobilitas fisik
Inefektif bersihan jalan napas - Potensial Kolaboratif :
Atelektasis dan Pergeseran
mediatinum

2.1.5 Pemeriksaan Penunjang


1. Photo toraks (pengembangan paru-paru).
2. Laboratorium (Darah Lengkap dan Astrup).
3. X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)
4. Diagnosis fisik :

6
1) Bila pneumotoraks < 30% atau hematotorax ringan (300cc)
terap simtomatik, observasi.
2) Bila pneumotoraks > 30% atau hematotorax sedang (300cc)
drainase cavum pleura dengan WSD, dainjurkan untuk
melakukan drainase dengan continues suction unit.
3) Pada keadaan pneumotoraks yang residif lebih dari dua kali
harus dipertimbangkan thorakotomi
4) Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui
drain lebih dari 800 cc segera thorakotomi.

2.1.6 Penatalaksanaan
1. Bullow Drainage / WSD
Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :
a. Diagnostik :
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau
kecil, sehingga dapat ditentukan perlu operasi torakotomi
atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam shoks.
b. Terapi :
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga
pleura. Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga
"mechanis of breathing" dapat kembali seperti yang
seharusnya.
c. Preventive :
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga
pleura sehingga "mechanis of breathing" tetap baik.
2. Perawatan WSD dan pedoman latihanya :
a. Mencegah infeksi di bagian masuknya slang.
Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti
verband 2 hari sekali, dan perlu diperhatikan agar kain kassa
yang menutup bagian masuknya slang dan tube tidak boleh
dikotori waktu menyeka tubuh pasien.

7
b. Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa
sakit yang hebat akan diberi analgetik oleh dokter.
c. Dalam perawatan yang harus diperhatikan :
a) Penetapan slang.
Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang
dimasukkan tidak terganggu dengan bergeraknya pasien,
sehingga rasa sakit di bagian masuknya slang dapat
dikurangi.
b) Pergantian posisi badan.
Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan
memasang bantal kecil dibelakang, atau memberi tahanan
pada slang, melakukan pernapasan perut, merubah posisi
tubuh sambil mengangkat badan, atau menaruh bantal di
bawah lengan atas yang cedera.
d. Mendorong berkembangnya paru-paru.
1. Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru
mengembang.
2. Latihan napas dalam.
3. Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk,
jangan batuk waktu slang diklem.
4. Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.
e. Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction.
Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800
cc. Jika perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus
dilakukan torakotomi. Jika banyaknya hisapan
bertambah/berkurang, perhatikan juga secara bersamaan
keadaan pernapasan.
f. Suction harus berjalan efektif :
Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah
operasi dan setiap 1 - 2 jam selama 24 jam setelah operasi.

8
1. Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan
pasien, warna muka, keadaan pernapasan, denyut nadi,
tekanan darah.
2. Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai
petunjuk jika suction kurang baik, coba merubah posisi
pasien dari terlentang, ke 1/2 terlentang atau 1/2 duduk
ke posisi miring bagian operasi di bawah atau di cari
penyababnya misal : slang tersumbat oleh gangguan
darah, slang bengkok atau alat rusak, atau lubang slang
tertutup oleh karena perlekatanan di dinding paru-paru.
g. Perawatan "slang" dan botol WSD/ Bullow drainage.
1) Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa
cairan yang keluar kalau ada dicatat.
2) Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan
dan adanya gelembung udara yang keluar dari bullow
drainage.
3) Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara
masuk yaitu meng"klem" slang pada dua tempat dengan
kocher.
4) Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan
sterilitas botol dan slang harus tetap steril.
5) Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja
diri-sendiri, dengan memakai sarung tangan.
6) Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam
rongga dada, misal : slang terlepas, botol terjatuh karena
kesalahan dll.
h. Dinyatakan berhasil, bila :
1) Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik
dan radiologi.
2) Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage.
3) Tidak ada pus dari selang WSD.

9
3. Terapi
a. Antibiotika.
b. Analgetika.
c. Expectorant
2.1.7 Komplikasi
1. Tension Penumototrax
2. Penumotoraks Bilateral
3. Emfiema

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
1. Aktivitas Atau Istirahat
Gejala : Dispnea dengan aktifitas atau istirahat
2. Sirkulasi
Tanda:
a. Takikardi
b. Frekuensi tidak teratur atau disritmia.
c. S3 atau S4 atau irama gantung gallop.
d. Nadi apical berpindah.
e. Tanda homman.
f. Tekanan darah hipertensi atau hipotensi
g. DVJ (Denyut Ventrikel Jantung).
3. Integritas Ego
Tanda: Ketakutan atau gelisah.
4. Makanan atau Cairan.
Tanda: Ada pemasangan infuse
5. Nyeri Atau Kenyamanan
Gejala : (tergantung pada ukuran atau area yang terlibat):

10
Nyeri dada unilateral, meningkat karena pernafasan, batuk.
Timbul tiba-tiba. Gangguan sementara atau regangan
(pneumotoraks spontan) tajam dan nyeri, menusuk yang
diperberat oleh nafas dalam, kemungkinan menyebar keleher,
bahu, abdomen (ekfusi pleura).
Tanda:
1) Berhati-hati pada area yang sakit.
2) Perilaku dismaksi.
3) Mengerutkan wajah.
6. Pernafasan
Gejala:
1) Kesulitan bernafas.
2) Batuk (mungkin).
3) Riwayat bedah dada atau trauma, penyakit paru kronis.
Inflamasi atau infeksi paru interitislal menyebar, keganasan.
4) Pneumotoraks spontan sebelumnya, rupture emfisema bula
spontan, bleb sub pleural (PPOM).
Tanda:
1) peningkatan fekuensi pernafasan, peningkatan kerja nafas,
penggunaan otot aksesori, pernafasan pada dada, leher,
retraksi interkostae, ekspirasi abdominal kuat, bunyi nafas
menurun atau tidak ada, fremitus menurun, perkusi dada
hiperesonan, dilatasi area terisi udara, bunyipekat pada area
yang terisi cairan (hematorak), observasi dan palpasi dada :
gerakan dada. Tidak sama bila trauma atau kempes,
penurunan pengembangan toraks (area yang sakit).
2) Kulit: pucat, stenosis, berkeringat, krebitasi sub kutan
(udara pada jaringan dengan palpasi).
3) Mental: asietas, gelisah, bingung, pingsan.
4) Penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif atau terapi
PEEP.
7. Diagnosa Penunjang.

11
1. BGA
Suhu : 36,1 C
PH : 7,315
PCO2 : 34,2 mmHg
PO2 : 99,6 mmHg
HCO3- : 17,6 mmCl/l
O2Sat : 97,1 %
Base Exece : -7,9 mmCl/l
2. Darah lengkap:
Leukosit : 24.800/ml
Hb : 17,7 gr/dl
PCV : 33,7 %
Trombosit : 297.000/ ml
8. Keamanan
gejala :
1) Adanya trauma dada.
2) Radiasi atau kemoterapi untuk keganasan.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Pola Pernafsan Tidak Efektif Berhubungan Dengan Penurunan
Ekspansi Paru.
Kemungkinan dibuktikan oleh : dispnea, takipnea, perubahan
kedalaman atau kesamaan pernafasan, penggunaan otot aksesori,
pelebaran nasal, gangguan pengembangan dada, sianosis, GDA
tidak normal.
2. Resiko Tinggi Terhadap Trauma Atau Penghentian Nafas
Factor Resiko Meliputi :
1) Penyakit saat ini atau proses cidera.
2) Tergantung pada alat dari luar (system drainase dada).
3) Kurang pendidikan keamanan atau pencegahan.
3. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan
berhubungan dengan kurang terpajan pada informasi.

12
Kemungkinan dibuktikan oleh mengekpresikan masalah,
meminta informasi, berulangnya masalah.
2.2.3 Rencana Keperawatan
1. Pola Pernafsan Tidak Efektif Berhubungan Dengan Penurunan
Ekspansi Paru
1) Mengidentifikasi etiologi / factor pencetus
R/ Pemahaman penyebab kolap perlu pemasangan selang
dada.
2) Evaluasi fungsi pernafasan.
R/ Distress pernafasan dan perubahan pada tanda vital dapat
terjadi sebagai akibat stress fisiologi.
3) Awasi kesesuaian pola pernafasan bila menggunakan
ventilasi mekanik.
R/ Kesulitan bernafas dengan ventilator dan peningkatan
tekanan jalan nafas diduga memperburuknya komplikasi.
4) Auskultasi bunyi nafas.
R/ Bunyi nafas menurun atau tidak ada pada lobus, segmen
paru atau sluruh area paru.
5) Catat perkembangan dada dan posisi trakea.
R/ Pengembangan dada sama dengan ekspansi paru.
6) Kaji fremitus
R/ Suara dan taktil premitus menurun pada jaringan yang
terisi cairan
7) Kaji pasien adanya area nyeri tekan bila batuk, nafas dalam.
R/ Sokongan terhadap dada dan otot abdominal membuat
batuk lebih efektif.
8) Pertahankan posisi nyaman
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal.
9) Pertahankan perilaku tenang.
R/ Membantu pasien mengalami efek fisiologi hipoksia
10) Bila selang dada dipasang: periksa pengontrol penghisap
untuk jumlah hisapan yang benar.

13
R/ Mempertahankan tekanan negative intrapleural sesuai
yang diberikan.
11) Periksa batas cairan pada botol penghisap.
R/ Air botol penampung bertindak sebagai pelindung yang
mencegah udara masuk ke area pleural.
12) Observasi gelembung udara botol penampung.
R/ Gelembung udara selama ekspirasi menunjukan lubang
angina dari pneumotorak.
13) Evaluasi ketidaknormalan gelembung botol penampung.
R/ Dengan bekerjanya penghisapan, menunjukan kebocoran
udara menetap yang mungkin berasal dari pneumotorak besar
pada pemasangan selang dada.
14) Tentukan lokasi kebocoran udara dengan mengklem kateter
torak pada hanya bagian distal sampai keluar dari dada.
R/ Bila gelembung berhenti pada saat diklem kebocoran
terjadi pada pasien.
15) Berikan kasa minyak disekitar sisi pemasangan sesuai
indikasi.
R/ Biasanya memperbaiki kebocoran pada sisi insersi.
16) Klem selang pada bagian bawah unit drainase bila bocor
berlanjut.
R/ Mengisolasi lokasi kebocoran udara pusat system.
17) Tutup rapat sambungan selang drainase dengan aman
menggunakan plaster.
R/ Mencegah kebocoran pada sambungan.
18) Awasi pasang surutnya air penampung.
R/ Botol penampung bertindak sebagai manometer
intrapleural.
19) Posisikan system drainase selang untuk fungsi optimal.
R/ Posisi tak tepat, penggumpalan bekuan pada selang
mengubah tekanan negative yang diinginkan.
20) Catat karakter drainase selang dada.

14
R/ Berguna dalam mengevaluasi perbaikan kondisi
komplikasi yang memerlukan upaya intervensi.
21) Evaluasi kebutuhan untuk memijat selang.
R/ Meskipun tidak seperti drainase serosa akan menghambat
selang.
22) Pijat selang hati-hati sesuai protocol.
R/ Pemijatan biasanya tidak nyaman pada pasien karena
perubahan tekanan intratorakal.
23) Bila kateter torak terputus observasi tanda distress
pernafasan.
R/ Pneumotorak dapat terulang dan memerlukan intervensi
cepat untuk mencegah pulmonal fatal dan gangguan sirkulasi.
24) Setelah kateter torak dilepas tutup sisi lubang masuk dengan
kasa setiril.
R/ Deteksi dini terjadi komplikasi penting
Kolaborasi.
1. Kaji seri foto torak.
R/ Mengawasi kemajuan perbaikan hemotorak dan
ekspansi paru.
2. Awasi gambaran seri gda dan nada oksimetri.
R/ Mengkaji status pertukaran gas dan ventilasi.
3. Berikan oksigen tambahan melalui kanula sesuai indikasi.
R/ Alat dalam menurunkan kerja nafas. Meningkatkan
penghilangan distress.
2. Resiko Tinggi Terhadap Trauma Atau Penghentian Nafas
1) Kaji dengan pasien tujuan unit drainase dada, catat gambaran
keamanan.
R/ Informasi tentang bagaimana system bekerja memberikan
keyakinan, menurunkan ansietas pasien.
2) Pasangkan kateter torak ke dinding dada dan berikan panjang
selang ekstra sebelum memindahkan atau mengubah posisi
pasien.

15
R/ Mencegah terlepasnya kateter dada.
3) Amankan sisi sambungan selang.
R/ Mencegah terlepasnya selang.
4) Beri bantalan pada sisi dengan kasa.
R/ Melindungi kulit dari iritasi.
5) Amankan unit drainase pada tempat tidur pasien.
R/ Mempertahankan posisi duduk tinggi dan menurunan resiko
kecelakaan jatuh pecah.
6) Berikan transportasi aman bila pasien dikirim keluar yunit
untuk tujuan diagnostic.
R/ Meningkatkan kontinuitas evakuasi optimal cairan selama
pemindahan.
7) Awasi sisi lubang pemasangan selang, catat kondisi kulit.
R/ Memberikan pengenalan diri dan mengobati adanya erosi
kulit.
8) Anjurkan pasien untuk menghindari berbaring menarik selang.
R/ Menurunkan resiko opstruksi drainase selang.
9) Identifikasi perubahan yang harus dilaporkan pada perawat.
R/ Intervensi tepat waktu dapat mencegah komplikasi serius.
10) Observasi tanda distress pernafasan bila kateter torak lepas.
R/ Pneumotorak dapat terulang, karena mempegaruhi fungsi
pernafasan dan memerlukan intervensi darurat.
3. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan
berhubungan dengan kurang terpajan pada informasi.
1) Kaji patologi masalah individu.
R/ Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan.
2) Identifikasi kemungkinan kambuh jangka panjang.
R/ Penyakit paru yang ada seperti PPOM berat dan
keganasan dapat meningkatkan insiden kambuh.
3) Kaji ulang tanda yang memerlukan evaluasi medik cepat.
R/ Berulangnya pneumotorak memerlukan intrervensi medik
untuk potensial komplikasi.

16
4) Kaji ulang praktik kesehatan yang baik.
R/ Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan
penyembuhan dan dapat mencegah kekambuhan.
2.2.4 Implementasi Keperawatan
Dalam pelaksanaan asuhan keperawatan secara nyata
dilakukan serangkaian kegiatan sistematik berdasarkan perencanaan
untuk mencapai hasil yang optimal, adapun langkah atau petunjuk
dalam tahap pelaksanaan adalah persiapan, pelaksanaan dan
dokumentasi.
Pada tahap persiapan perawat dituntut memiliki pengetahuan
dan keterampilan, selain itu juga perawat harus mampu mengatasi
situasi dan kondisi klien baik fisik maupun mentalnya sehingga dalam
merencanakan, memvalidasi rencana serta dalam pelaksanaan perawat
akan terhindar dari kesalahan.
Untuk tahap pelaksanaan, perawat berorientasi pada
pemenuhan kebutuhan bio, psiko, sosio, kultural dan spiritual. Pada
saat dokumentasi, semua tindakan yang telah dilaksanakan harus di
dokumentasikan ke dalam catatan keperawatan klien oleh perawat
yang melaksanakan tindakan tersebut.
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian fase keperawatan dan menunjukkan
perkembangan klien terhadap pencapaian tujuan. Dalam hal ini
diperlukan pengetahuan tentang kesehatan dan strategi evaluasi.
Tujuan dilakukan evaluasi adalah untuk umpan balik rencana
keperawatan, menilai dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan,
membandingkan pelayanan keperawatan yang diberikan dengan
standar yang telah ditentukan sebelumnya. Menurut Doenges (2000)
Hasil yang diharapkan yaitu:
a. Ventilasi atau oksigenisasi adekuat dipertahankan
b. Mempertahankan jalan nafas yang efektif
c. Analisa gas darah klien kembali normal
d. Nyeri tidak ada atau terkontrol

17
e. Tidak menunjukan terjadinya infeksi
f. Proses penyakit atau prognosis dan kebutuhan terapi dipahami.
g. Menunjukan tingkat pengetahuan yang adekuat

BAB 3
PENUTUP

3.1 Simpulan
Pneumotorak adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga
pleura. Pneumotoraks adalah menggambarkan individu yang mengalami atau
beresiko tinggi untuk mengalami akumulasi udara pada pleura yang
berhubungan dengan cedera. Pada keadaan normal rongga pleura tidak berisi
udara, supaya paru-paru leluasa mengembang terhadap rongga dada.
Berdasarkan Penyebabnya : Pneumotoraks Spontan, Pneumotoraks traumatic.
Komplikasi yang dapat terjadi :
a. Tension Penumototrax
b. Penumotoraks Bilateral
c. Emfiema

18
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Linda Jual. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis,
edisi 6 : Jakarta. EGC.
Doengoes, M.et.al. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi III. Jakarta : EGC
Price. A. Silvia, Wilson. M. Lorrame. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit, Jakarta : EGCono, Stamet. 2001. Buku Ajar IPD Jilid 2
Edisi III. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Slamet Suyono, (2001). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II, FKUL : Jakarta
Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II Ed. IV. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia

19

Anda mungkin juga menyukai