Anda di halaman 1dari 24

BAB 1

PENDAHULUAN

A. KASUS

Kau Ku Lepas Aku Terhempas

Seorang ibu hamil 30 tahun datang ke IGD RS UMM pkl 10.00 WIB klien mengalami
kecelakaan lalu lintas ketika hendak ke pasar pkl 09.00 WIB menggunakan sepeda motor dan
diboncengi suami dalam posisi duduk miring tidak berpegangan dengan suaminya, karena hendak
mengikat rambutnya yang tertiup angin. Tiba-tiba dari arah berlawanan ada sepeda motor lain
dengan kecepatan tinggi ingin menyalip mobil didepannya hingga melewati marka jalan sehingga
kecelakaan tidak terelakkan lagi. Sepeda motor tersebut menabrak suami dan klien yang
mengendarai sepeda motor berlawanan. Klien jatuh keaspal dalam keadaan duduk dan terhempas
dari sepeda motornya sejauh 1 meter. Klien ditemukan saksi dalam keadaan tidak sadarkan diri
dengan posisi terlentang, terlihat darah segar kearah kaki, dari keterangan keluarga usia
kehamilannya 29 minggu. Dari pengkajian di RS didapatkan : klien hanya membuka mata saat
diberi rasa nyeri, klien hanya menggumam tidak jelas, ketika diberi rangsang nyeri terdapat respon
abnormal ekstensi. TD 90/70 mmHg, nadi 110 x/menit, suhu 36,10C, RR 29 x/menit, nafas cepat
dan dangkal, akral dingin, CRT > 3 detik, konjungtiva anemis, ditemukan laserasi pada ulna sinistra,
contusio pada daerah inguinalis, krepitasi pelvis (+), perdarahan pervaginam (+), hasil
pemeriksaan ketuban intact, hasil pemeriksaan G1 P0000 Ab000, janin didapatkan hasil DJJ 178
x/menit, TFU 29 cm, dokter menyarankan untuk terminasi kehamilan

B. DAFTAR KATA SULIT


1. Terminasi Kehamilan
2. G1 P0000 Ab0000
3. Perdarahan Pervaginam
C. DAFTAR PERTANYAAN
1. Bagaimana penatalaksanaan pre-hospital pada pasien dengan trauma kehamilan?
2. Bagaimana penatalaksanaan di hospital pada pasien dengan trauma kehamilan?
3. Apa saja indikasi dilakukannya terminasi kehamilan?
4. Apa saja komplikasi yag dapat terjadi pada trauma kehamilan?
5. Apa saja macam-macam trauma kehamilan?
6. Bagaimana asuhan keperawatan untuk pasien trauma kehamilan (berdasarkan
kasus Kau kulepas aku terhempas)?
7. Bagaimana algoritma pada kejadian trauma kehamilan?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Jawaban Kata Sulit


1. Terminasi Kehamilan
Merupakan metode tertua keluarga berencana yang berarti pengguguran
kandungan.
(Manuaba, Ida Ayu Chandranita. 2008. Gawat darurat obstetric-ginekologi &
obstetric-ginekologi social untuk profesi bidan. Jakarta: EGC)

Terminasi kehamilan adalah pengakhiran kehamilan dengan upaya pengeluaran


janin dari rahim. Terminasi dilakukan saat usia kehamilan 12 minggu pertama.
Abortion act menyatakan bahwa kehamilan dapat diterminasi sampai usia
kehamilan 24 minggu dengan syarat bahwa kriteria untuk melakukan terminasi
sudah terpenuhi . terminasi kehamilan juga bisa dilakukan apabila dalam situasi
darurat yang memerlukan terminasi untuk menyelamatkan jiwa ibu.
(Simkin, Penny.2005.Buku Saku Persalinan.Jakarta:EGC)

2. G1 P0000 Ab0000
G1 P0000 Ab000 adalah contoh istilah dalam persalinan. Istilah ini dapat
diartikan sebagai :
G: Gravida (kehamilan ke ), angka setelah G menunjukkan kehamilan ke
berapa. Di sini G1 menunjukkan bahwa Ibu mengalami kehamilan yang
pertama.
P : Para (Jumlah kehamilan yang diakhiri dengan kelahiran janin yang
memenuhi syarat untuk melangsungkan kehidupan (28 minggu atau 1000
gram))
Digit Pertama : Jumlah Aterm atau bayi cukup bulan (> 36 minggu atau > 2500
gram)
Digit kedua : Jumlah kelahiran Prematur ( 28 36 minggu atau 1000 2499
gram )
Digit Ketiga : Jumlah immatur atau kehamilan yang diakhiri dengan aborsi
sponta atau terinduksi pada usia 28 minggu atau berat janin
<1000 gram.
Digit Keempat : Jumlah bayi yang lahir hidup

Ab : Abnormal
Digit pertama : Jumlah abortus atau keguguran
Digit kedua : Jumlah Ektopik atau kehamilan diluar kandungan
Digit Ketiga : Jumlah kehamilan Mola Hidatidosa atau kehamilan
anggur
(Simkin, Penny.2005.Buku Saku Persalinan.Jakarta:EGC)

3. Perdarahan Pervaginam
Pada Trimester II kehamilan , perdarahan sering disebabkan karna
terjadinya partus prematurus, solusio plasenta, mola dan inkompetensi servik.

Pada Trimester III (Perdarahan Ante Partum), adalah perdarahan setelah


29 minggu atau lebih, perdarahan dapat terjadi di akibatkan karena terjadinya
selusio plesenta atau plasenta previa, Perdarahan pada trimester III lebih
berbahaya dibanding umur kehamilan kurang dari 28 minggu, sebab faktor
plasenta, dimana perdarahan plasenta biasanya hebat sehingga mengganggu
sirkulasi O2 dan CO2 serta nutrisi dari ibu kepada janin. Terlepasnya sebagian
atau seluruh plasenta, pada lokalisasi yang normal, sebelum janin lahir pada
umur kehamilan 20 minggu atau lebih Atau terlepasnya plasenta pada
fungus/korpus uteri sebelum janin lahir. Komplikasi pada selusio plasenta
biasanya adalah berhubungan dengan banyaknya darah yang hilang, infeksi,
syok neurogenik oleh karena kesakitan, gangguan pembekuan darah dan gagal
ginjal akut. Pada janin akan terjadi asfiksi, prematur, infeksi dan berat badan
lahir rendah.
(Wheler.2004. Perawatan Pranatal dan Pasca Partum. Jakarta: EGC)
B. Jawaban Pertanyaan
1. Bagaimana penatalaksanaan pre-hospital pada pasien dengan trauma
kehamilan?
TRAUMA KEHAMILAN

Since size up : Gunakan APD, perhatikan Jumlah


korban dan situasi lingkungan (imobilisasi spinal
yang dilakukan pada ibu hamil trauma tumpul
diletakkan di papan dengan posisi terlentang
dengan uterus menghadap kekiri dengan
kemiringan 15 untuk menghindari kompresi vena
cava oleh uterus dan berakibat hipotensi.

Primary assesment & management

Circulation

1. Nadi carotis (+)?

- Inspeksi secara cepat &


Airway: menyeluruh orofaring,
lakukan head til chin lift &
1. Jalan napas paten? jaw trust, hilangkan bnda
2. Penggunaan otot bntu nafas yg menghalangi jln napas
3. tdk terdapat suara abnormal? - Pasang neck collar/
servical collar
- Lakukan intubasi oral

Breathing:

1. Periksa frekuensi napas?


2. Perhatikan gerakan respirasi
Memberikan oksigen 3. Palpasi thorak
dengan konsentrasi tinggi 4. Auskultasi suara napas?
5. Deviasi trakea
6. Perkusi dinding thorak

1. IV line 2 jalur (20cc/kg/jam) dan


Circulation: tranfusi darah
2. Control bleeding
1. takikardi?
3. DJJ
2. Distended vena
4. Pasien load and go
jugularis?
Secondary Asessment

- Cek reaski
pupil dengan Disability:
pen light 1. GCS?
- Periksa AVPU 2. Reaksi pupil?

Eksprosure: - Selimuti pasien


Hipotermi?

Full vital sign:

1. TTV
2. EKG
3. Monitor pasien
4. Pengukuran TFU

Give Comfortable

1. Hadirkan Keluarga
2. Beri kenyamanan pasien

Head to toe &History trauma

1. Kepala : inspeksi DCAP BTLS, palpasi TIC,


2. Leher : inspeksi DCAP BTLS, palpasi deviasi trakhea, JVD, nyeri leher
3. Dada : inspeksi DCAPPP BTLS, palpasi TIC, perkusi , auskultasi suara
nafas antara dada kiri dan kanan simetris
4. Abdomen : inspeksi DCAP BTLS, auskultasi bising usus, perkusi di 4
kuadran , palpasi
5. Pelvis : inspeksi DCAP BTLS, palpasi TIC,
6. Ekstremitas bawah : inspeksi DCAP BTLS, palpasi TIC dan PMS
7. Ektrimita atas : inspeksi DCAP BTLS, palpasi TIC dan PMS
8. Hiatori kaji riwayat kesehatan lalu dan mekanisme trauma
Inspeksi back posterior

1. Log up
2. DCAP BTLS

Lakukan pengecekan/ Ongoing assessment


observasi TTV kembali,
USG

Dokumentasi

2. Bagaimana penatalaksanaan di rumah sakit pada pasien dengan trauma


kehamilan?
1. Survei primer
a. Resusitasi tanda-tanda vital, identivikasi dan manajemen trauma yang
mengancam jiwa seperti pada penanganan pasien lainnya.
b. Pertimbangkan intubasi dini dan ventilasi mekanik pada pasien hamil
manapun dengan memonitor status ventilasi untuk mencegah hipoksia
janin.
c. Karena dapat terjadi hipervolemia fisiologis, pasien hamil dapat
mengalami kehilangan volume darah (1.500 mL) tanpa adanya tanda-
tanda hipovolemia; walaupun tanda-tanda vital ibu dalam keadaan
normal, janin dapat mengalami perfusi yang tidak adekwat.
d. Akses intravena pada ekstrimitas atas lebih diutamakan, dan inisiasi
resusitasi cairan segera dilakukan. Pertimbangkan untuk transfusi RBC.
Obat-obat vasopresor dapat menyebabkan penurunan aliran darah dan
harus dihindari dalam mengendalikan hipotensi maternal
2. Survei sekunder
a. Riwayat obstetri
1) Hari pertama menstruasi terakhir
2) Perkiraan kelahiran
3) Presepsi awal pergerakan fetus
4) Status kehamilan saat ini dan sebelumnya
b. Tentukan ukuran uterus dengan mengukur tinggi fundus dalam
sentimeter dari simfisis pubis untuk mengetahui umur janin (1 cm = 1
minggu usia kehamilan).
c. Pemeriksaan perut pada pasien hamil harus disertai pemeriksaan uterine
tendernessi and consistency, adanya kontraksi, dan letak serta pergerakan
janin. Pemeriksaan pelvis dilakukan dengan memperhatikan adanya
darah pada vagina atau cairan amnion, dan lainnya. Pemeriksaan pH
amnion (pH > 7) dan vagina (pH = 5) harus dilakukan.

3. Fetal assessment
a. Pada janin berusia > 20 minggu, dapat dilakukan auskultasi jantung janin
untuk mengetahui nadi janin (normal = 120 160 x/menit). Bradikardia
janin merupakan indikasi terjadinya fetal distress.
b. Kardiotopografi dapat dilakukan pada janin berusia 20 24 minggu
untuk menentukan viabilitas janin.
c. USG dapat digunakan untuk evaluasi umur janin, aktivitas jantung, dan
pergerakan janin.
4. Modalitas diagnostik
a. Pemeriksaan radiologi (termasuk CT scan), dan jika dimungkinkan,
lindungi perut bagian bawah dengan menggunakan apron timbal dan
hindari pengulangan.
b. Paparan radiasi pada embrio preimplantasi (<3 minggu) bersifat letal.
Pada fase organogenesis (2-7 minggu), embrio sensitif terhadap
teratogen, keterbelakangan pertumbuhan, dan efek neoplastik akibat
radiasi. Paparan radiasi <0,1 Gy secara umum bersifat aman.
c. DPL (diagnostic peritoneal lavage)atau FAST (focused abdominal
sonography for trauma) dapat dilakukan sama seperti pada pasien biasa.
d. FAST dapat sangat membantu untuk mengetahui cairan bebas pada perut
setelah terjadi trauma.
5. Penanganan devinitif
a. Jika ditemukan kelainan pada pemeriksaan fisik dan modalitas
diagnostik maka dapat dilakukan operasi.
b. Pasien hamil dengan trauma yang keadaannya sangat kritis harus
dipantau di intensive care unit dan disediakan onsite obstetric care dan
bedside fetal monitoring.
c. Pasien hamil yang stabil yang memerukan rawat inap harus diobservasi
keadaan obstetrinya selama 24 hingga 48 jam. Pasien yang memiliki
janin berusia 20 24 minggu harus dimonitor mengunakan
kardiotopografi (continuous cardiotokographic monitoring/CTM)
d. Pasien hamil yang asimptomatik dengan janin berusia 20-24 minggu
dengan trauma minor dan tidak memerlukan rawat inap dengan temuan
normal pada CTM selama 4 jam dapat pulang dengan instruksi yang jelas
dan follow-up.

3. Apa saja indikasi dilakukannya terminasi kehamilan?


1. Indikasi terminasi kehamilan
Dunia kedokteran membenarkan pelaksanaan pengguguran kandungan,
tetapi yang berdasarkan indikasi medis (indikasi vital) artinya apabila
dengan berlanjutnya kehamilan akan membahayakan kesehatan ibu,
sehingga sebaiknya diterminasi.
a. Indikasi medis (vital)
Beberapa indikasi medis yang menjadi pertimbangan terminasi
kehamilan, yaitu
1) Ibu dengan penyakit (jantung yang berat, penyakit ginjal, penyakit
hepar, penyakit keturunan yang membahayakan, hiperemesis
gravidarum )
2) Indikasi berdasarkan hasil pemeriksaan janin (terdapat cacat
bawaan yang berat, terdapat penyakit keturunan)
b. Indikasi social
Perkembangan pelaksanaan keluarga berencana, beratnya keadaan
social ekonomi, hak wanita untuk menentukan nasib kandungannya
serta terjadinya kehamilan yang tidak dikehendaki mendorong
timbulnya indikasi social.
Indikasi social merupakan suatu indikasi yang sifatnya seperti karet,
yaitu terbatas panjangnya atau dapat ditarik sejauh kepentingan
individu tersebut. Dalam pengertian hidup insane, terdapat tiga
pendapat, sebagai berikut :
1. Kelompok masyarakat yang menganggap bahwa hasil konsepsi
mempunyai hak untuk hidup. Kelompok demikian tidak akan
pernah membenarkan tindakan pengguguran kandungan dengan
alasan apapun.
2. Kelompok masyarakat yang menganggap bahwa hasil konsepsi
merupakan bentuk kehidupan dan mempunyai potensi untuk
hidup. Kelompok demikian akan dapat membenarkan pelaksanaan
pengguguran kandungan yang mempunyai alasan tertentu.
3. Kelompok masyarakat yang menganggap bahwa hasil konsepsi
hanya merupakan sebagian kecil dari kehidupan. Pelaku
pengguguran kandungan yang setuju dengan pendapat demikian
dapat melayani permohonan pengguguran kandungan setiap
diminta.
(Manuaba, Ida Ayu Chandranita. 2008. Gawat darurat obstetric-ginekologi &
obstetric-ginekologi social untuk profesi bidan. Jakarta: EGC)

4. Apa saja komplikasi yag dapat terjadi pada trauma kehamilan?


Hasil akhir atau komplikasi yang terjadi pada trauma kehamilan adalah
- Cedera ibu atau janin
- Kematian ibu atau janin
- Perdarahan fetomaternal
- Persalinan dan partus yang premature
- Rupture uteri

(Oman, Kathleen S. 2008. Panduan Belajar Keperawatan Emergensi. Jakarta:


EGC)

Trauma untuk wanita hamil, dapat memiliki efek yang signifikan pada
kesehatan ibu dan janin. Berikut adalah beberapa komplikasi yang paling sering
terjadi ketika cedera trauma pada pasien hamil :
1. Kontraksi uterus

Kontraksi rahim, yang terjadi pada 39% pasien trauma hamil, bisa
berkembang menjadi kelahiran prematur. Frekuensi, kekuatan dan durasi
kontraksi harus dinilai, dimonitor dan didokumentasikan di seluruh
perawatan pasien.
2. Kelahiran premature
Kelahiran sebelum minggu ke-38 kehamilan, terlepas dari penyebabnya.
Kelangsungan janin akan ditentukan sebagian oleh usia kehamilan
tersebut.Untuk setiap kesempatan hidup di luar rahim, janin biasanya
harus gestasi paling sedikit 24 minggu.
3. Aborsi spontan

Luka trauma dapat mengakibatkan aborsi spontan jika luka terjadi


sebelum minggu ke-20 kehamilan. Tanda-tanda paling umum dan gejala
yang berhubungan dengan aborsi spontan karena trauma termasuk rasa
sakit perut atau kram dan perdarahan vagina.
4. Abruption plasenta

Abruptio plasenta adalah salah satu cedera yang paling umum, biasanya
berhubungan dengan trauma tumpul, dan menyumbang 50% -70% dari
kerugian janin. Plasenta abruptio adalah pemisahan parsial atau lengkap
dini plasenta dari dinding rahim.Ketika perpisahan terjadi, pertukaran gas
normal antara ibu dan janin akan terhambat, menyebabkan hipoksia
janin.Perdarahan rahim dapat terjadi dengan atau tanpa kehadiran
perdarahan vagina, tergantung pada lokasi janin dalam saluran vagina dan
apakah darah yang terperangkap di belakang margin plasenta utuh.Sekitar
63% kasus plasenta abruptio melibatkan trauma tidak memiliki
pendarahan eksternal.Tanda dan gejala yang berhubungan dengan kondisi
ini adalah sakit perut ibu, nyeri rahim, pendarahan vagina dan
hipovolemia.
5. Ruptur uterine

Pecah rahim adalah peristiwa langka yang terjadi pada kurang dari 1%
dari pasien trauma hamil, namun merupakan salah satu yang paling fatal
bagi ibu dan janin. Penyebab paling umum dari rahim pecah parah trauma
tumpul pada perut, yang sering terjadi dari kecelakaan kendaraan ketika
serangan panggul rahim. Beberapa pecah rahim juga melibatkan penetrasi
trauma. Pecah rahim sering muncul dengan kejutan ibu dan janin teraba di
dalam perut.
6. Frakur panggul

Patah tulang panggul, paling sering akibat trauma tumpul pada perut,
adalah kekhawatiran lain. Seiring dengan perdarahan yang signifikan
dalam area retroperitoneal, ibu mungkin mengalami cedera kandung
kemih, uretra atau usus. Patah tulang panggul ibu secara signifikan
meningkatkan kerentanan janin untuk cedera kepala, yang menyumbang
25% kematian janin. Pasien dengan cedera panggul dapat hadir dengan
nyeri panggul dan tanda-tanda dan gejala hipovolemia.5

7. Perdarahan dan shock

Perdarahan selama kehamilan dapat mengakibatkan kontak dari salah


satu kondisi di atas atau dari cedera lainnya. Pendarahan, baik internal
maupun eksternal, harus dicurigai dan dinilai setelah adanya trauma pada
pasien hamil.Perubahan kardiovaskular selama kehamilan dapat membuat
sulit untuk mendeteksi tanda-tanda dan gejala yang berhubungan dengan
hipotensi ibu dan syok.Kehilangan darah akut mengakibatkan hipovolemia
disembuyikan oleh vasokonstriksi ibu dan takikardia.Vasokonstriksi parah
dampak aliran darah uterus sekitar 30%, umumnya mengakibatkan
hipoksia janin dan bradikardi.Shock sering merupakan penyebab
kematian untuk kedua janin dan ibu.Adalah penting bahwa mengantisipasi
shock dan hipotensi ibu dan tidak hanya mengandalkan perubahan tanda
vital untuk agresif mengelola pasien. Jika tanda-tanda tradisional dan
gejala syok hipovolemik yang dipamerkan, kematian janin dapat setinggi
85%.
8. Henti jantung paru

Penangkapan kardiorespirasi dalam wanita hamil merupakan ancaman


signifikan terhadap kelangsungan hidup janin.Diperkirakan bahwa 41%
dari janin mati ketika sang ibu menderita luka yang mengancam jiwa, dan
banyak lagi terjadi dengan serangan jantung.Sulit untuk menilai janin di
lapangan, sehingga manajemen agresif ibu perlu meningkatkan
kelangsungan hidup janin.Meskipun kemungkinan janin ibu bertahan
penangkapan cardiopulmonary karena trauma yang miskin, upaya
rescuscitative harus disediakan untuk pasien yang lebih dari 24 minggu

5. Apa saja macam-macam trauma kehamilan?


a. Trauma tumpul :
1) Penganiayaan fisik

Wanita yang mengalami penganiayaan fisik cenderung dating terlambat


untuk perawatan prenatal, itupun kalau dating.Resikonya mengalami
persalinan preterm dan korioamnionitis dua kali lipat dari pada wanita
hamil kontrol (Berenson dkk, 1994).Wanita yang mengalami
penganiayaan selama hamil juga beresiko lebih besar melahirkan bayi
berat lahir rendah serta menjalani seksio sesarea (Curry dkk, 1998 ;
Parker, 1994).1
Faktor-faktor resiko untuk penganiayaan fisik pada kehamilan secara
umum dibagi menjadi tiga kategori (Stewart dan Ceccuti, 1993).
Instabilitas Sosial mencakup faktor-faktor seperti usia muda, tidak
menikah, cerai, atau hidup terpisah, tingkat pendidikan yang rendah
atau menganggur dan kehamilan yang tidak direncanakan.Gaya hidup
yang tidak sehat mencakup diet yang buruk, penyalahgunaan zat
termasuk tembakau, alkohol, dan obat terlarang, serta masalah emosi.

2) Penganiayaan seksual

Trauma fisik terkait lebih jarang dijumpai daripada korban perkosaan


yang tidak hamil, dan hanya sepertiga serangan terjadi setelah
kehamilan 20 minggu.Dari segi forensik, pengumpulan bukti tidak
mengalami perubahan. Satin dkk (1992) juga mewawancarai 2404
wanita pascapartum dan mendapatkan bahwa prevalensi kontak
seksual paksa seumur hidup adalah 5%.
3) Kecelakaan lalu lintas

Kecelakaan mobil merupakan penyebab tersering dari kematian ini,


yang dapat dicegah dengan menggunakan sabuk pengaman tiga
titik.Memang, Pearlman dkk (2000) mendapatkan bahwa pemakaian
sabuk pengaman yang benar serta keparahan tabrakan merupakan
predicator terbaik hasil ibu-janin.Meski demikian, Pearlman dan Phlipis
(1996) mendapatkan bahwa sepertiga wanita tidak menggunakan nya
dengan benar saat hamil.Demikian juga, Tyroch dkk (1999) melaporkan
bahwa walaupun 86 % menggunakan sabuk selagi hamil, hampir
separuh dari mereka salah mengenakannya.
4) Trauma tumpul lainnya

Sebagian dari kausa umum trauma tumpul adalah jatuh dan


penyerangan yang parah (Luger dkk, 1995).Bentuk-bentuk trauma
tumpul yang lebih jarang adalah cedera ledakan atau cruh injury
(Awwad dkk, 1994).Cedera intra-abdomen yang serius merupakan hal
yang dikhawatirkan dan mungkin berkaitan dengan peningkatan
mencolok vaskularitas panggul dan abdomen, perdarahan
retroperitoneum lebih sering dijumpai dibandingkan dengan pada
wanita tidak hamil.Sebaliknya, cedera usus lebih jarang karena efek
protektif dari uterus yang berukuran besar.Mungkin juga terjadi cedera
diafragma, lien, hati dan ginjal (Flick dkk, 1999 ; Icely dan Chez, 1999).1

5) Solusi plasenta traumatic

Terlepasnya plasenta kemungkinan disebabkan oleh deformasi


miometrium elastic di sekeliling plasenta yang relative tidak elastic
(Crosby dkk, 1968).Solusio menjadi penyulit pada 1 sampai 6% cedera
minor dan sampai 50% cedera mayor (Goodwin dkk, 1990 ;
Pearlman dkk, 1990).Reis dkk (2000) mendapatkan bahwa solusio
lebih sering terjadi pada kecelakaan lalu lintas dengan kecepatan lebih
dari 30 mil/ jam.1
6) Ruptur uteri

Hal ini jarang terjadi pada trauma tumpul dan dijumpai pada kurang
dari 1% kasus parah.Kelainan ini biasanya disebabkan oleh tumbukan
langsung oleh suatu gaya yang cukup besar.Temuan-temuan mungkin
serupa dengan temuan pada solusio plasenta, sedangkan perburukan
keadaan ibu dan janin segera tampak.Dash dan lupetin (1991)
melaporkan satu kasus kehamilan 24 minggu yang diagnosis rupture
traumatic uterusnya dipastikan dengan CT scan.
7) Perdarahan janin-ibu

Apabila trauma menimbulkan gaya yang cukup besar pada abdomen,


dan terutama apabila plasenta mengalami laserasi, dapat terjadi
perdarahan janin-ibu yang mengancam nyawa (Pritchard dkk,
1990).Pada 10 sampai 30 % kasus trauma, sedikit banyak dijumpai
perdarahan dari sirkulasi janin ke ibu (Goodwin dan Breen, 1990 ;
Pearlmen dkk, 1990).Namun, pada 90% kasus-kasus ini perdarahan
yang terjadi kurang dari 15 ml.Kami menjumpai tiga kasus perdarahan
masif janin ke ibu pada delapan wanita dengan solusio traumatik.
Perdarahan ini tampaknya disebabkan oleh solusio plasenta karena
biasanya tidak terjadi perdarahan janin ke dalam ruang antarvilus.
Perdarahan janin lebih mungkin disebabkan oleh robekan atau
fraktur plasenta akibat peregangan.Pada tiga kasus perdarahan janin
yang masif di atas, dua diakibatkan oleh laserasi plasenta dan bayinya
lahir mati.
8) Cedera janin
Menurut Kissinger dkk (1991), risiko kematian janin akibat trauma
cukup bermakna apabila terjadi cedera fetoplasenta langsung, syok ibu,
fraktur panggul, cedera kepala ibu, atau hipoksia.Walaupun cedera dan
kematian janin jarang terjadi, banyak laporan kasus manarik yang
menyajikannya.Cedera tengkorak dan otak janin adalah yang
tersering.Cedera-cedera ini lebih mungkin terjadi apabila kepala sudah
cakap, dan panggul ibu mengalami fraktur akibat tumbukan (Palmer
dan Sparrow, 1994).Sebaliknya, cedera kepala janin, mungkin akibat
countercoup, dapat terjadi pada puncak kepala yang belum cakap atau
presentasi selain puncak kepala.Weyerts dkk (1992) melaporkan
bahwa seorang neonates dengan paraplegia dan kontraktur yang
disebabkan oleh suatu kecelakaan lalu lintas beberapa bulan sebelum
lahir.

b. Trauma tembus/tajam

Luka tusuk dan tembakan merupakan cedera tembus yang tersering


dijumpai dan mungkin diakibatkan oleh penyerangan yang parah, usaha
bunuh diri, atau upaya untuk melakukan abortus.Insidens cedera visera
akibat trauma tembus hanyalah 15 sampai 40% dibandingkan dengan
80 sampai 90% pada orang tidak hamil.Apabila uterus mengalami luka
tembus, janin lebih besar kemungkinannya mengalami cedera lebih
serius dibandingkan dengan ibunya.Memang walaupun janin
mengalami cedera pada dua pertiga kasus semacam ini, cedera visera
pada ibu hanya dijumpai pada 20%.
Tiga hal yang dapat diamati adalah :
1.Apabila luka masuk terletak di punggung atau abdomen atas, akan
terjadi cedera visera.
2.Apabila luka masuk terletak di anterior dan di bawah fundus uterus,
tidak dijumpai cedera visera pada keenam wanita tersebut.
3.Kematian perinatal terjadi pada separuh kasus dan disebabkan oleh
syok ibu, cedera utero plasenta, atau cedera langsung pada janin.

c. Cedera suhu
Walaupun Parkland hospital adalah pusat luka bakar utama di Amerika
Serikat, kami jarang menjumpai wanita hamil yang mengalami luka
bakar parah.Prognosis janin pada luka bakar buruk.Biasanya wanita
yang bersangkutan mengalami persalinan spontan dalam beberapa hari
sampai seminggu, dan sering melahirkan bayi yang sudah
meninggal.Faktor-faktor yang berperan adalah hipovolemia, cedera
paru, septikemia, dan keadaan katabolik berat yang diakibatkan oleh
luka bakar.

d. Kejutan listrik
Laporan-laporan kasus terdahulu mengisyaratkan bahwa kejutan listrik
berkaitan dengan mortalitas janin yang tinggi.Namun, dalam sebuah
studi kohort prospektif, Einarson dkk, (1997) memperlihatkan hasil
perinatal yang setara pada 31 wanita yang terpajan dibandingkan
dengan control wanita hamil normal.Mereka menyimpulkan bahwa
arus listrik yang lazim di Amerika Utara, yaitu 110 volt, lebih aman dari
pada arus 220 volt seperti terdapat di Eropa.Fish (2000) menguraikan
efek neurologis dan vascular dari cedera tersambar petir.

Perawatan prioritas yang sama ketika mengelola hamil dan tidak hamil
membakar korban. Pemeliharaan volume intravaskuler normal,
menghindari hipoksia, dan pencegahan infeksi adalah penting.Silver
cream sulfadiazin harus digunakan hemat karena risiko kernicterus
terkait dengan penyerapan sulfonamide.

6. Bagaimana asuhan keperawatan untuk pasien trauma kehamilan (berdasarkan


kasus Kau kulepas aku terhempas)?

DIAGNOSA KEPERAWATAN

NO ANALISA DATA ETIOLOGI MASALAH KEPERAWATAN


1 DS : Trauma Ketidakefektifan Perfusi
1. Saksi mengatakan terdapat Jaringan Perifer (00204) b.d
darah segar ke arah kaki. trauma
2. Saksi mengatakan saat Domain : 4
Kelas : 4
ditemukan pasien tidak
Aksis :
sadarkan diri dalam posisi 1. Perfusi jaringan
terlentang. perifer
DO : 2. Individu
1. Akral dingin
3. Ketidakefektifan
2. Kunjungtiva anemis
4. Vaskuler perifer
3. CRT > 3 detik
5. Dewasa
4. GCS 2 2 2
6. Akut
5. TD 100/80 mmHg
7. Aktual
6. Contusio pada daerah
inguinalis
7. Krepitasi pelvis (+)
8. Perdarahan pervaginam (+)
9. Laserasi pada ulna sinistra

2 DS : Kahilangan Kekurangan Volume Cairan


1. Saksi mengatakan terdapat cairan aktif (00027) b.d kehilangan
darah segar ke arah kaki. cairan aktif
2. Saksi mengatakan saat Domain : 2
Kelas : 5
ditemukan pasien tidak
Aksis :
sadarkan diri dalam posisi 1. Volume cairan
terlentang. 2. Individu
DO : 3. Deficit
1. GCS 2 2 2
4. Vaskuler perifer
2. TD 90/70 mmHg
5. Dewasa
3. Nadi 110 x/menit
6. Akut
4. Contusio pada daerah 7. Aktual
inguinalis
5. Perdarahan pervaginam (+)

3 DS : Agens cedera Nyeri Akut (00132) b.d


1. Klien menggumam tidak Agens cedera
jelas. Domain : 4
2. Saksi mengatakan klien Kelas : 4
Aksis :
terjatuh dalam keadaan
1. Nyeri
duduk dan terhempas 1
2. Individu
meter.
3. Gangguan
4. Vaskuler perifer
DO :
1. Laserasi pada ulna sinistra 5. Dewasa
2. TD 90/70 mmHg 6. Akut
3. Pola napas cepat dan dangkal 7. Aktual
4. Krepitasi pelvis (+)
5. Nadi 110x/mnt

4 DS : b.d trauma Risiko infeksi (00004)


1. Dari keterangan keluarga Domain : 11
usia kehamilannya 29 Kelas : 1
minggu. Aksis :
2. Saksi mengatakan terdapat
1. Infeksi
darah segar ke arah kaki.
DO : 2. Individu
1. Laserasi pada ulna sinistra 3. Risiko
2. Perdarahan pervaginam (+) 4. Kulit
5. Dewasa
6. Akut
7. Actual
INTERVENSI KEPERAWATAN

No. Kode Diagnosa NOC NIC


Keperawatan
1 Ketidakefektifan Pasien dapat menunjukkan - Perawatan sirkulasi
Perfusi Jaringan Perfusi Jaringan : Perifer Definisi :
Perifer dalam waktu 1 x 24 jam. Peningkatan sirkulasi arteri
(00204) Indikator : dan vena.
1. Tekanan darah dalam Aktivitas :
rentan yang 1. Melakukan sirkulasi
diharapakan (1) perifer secara
2. Nadi perifer teraba (1) komprehensif (misalnya :
3. Suhu jaringan, sensasi, periksa nadi perifer,
elastisitas, hidrasi, edema, pengisian kapiler,
pigmentasi, warna dan warna dan suhu
ketebalan (1) ekstremitas).
4. Jaringan bebas dari lesi 2. Pantau status cairan,
(1) meliputi asupan dan
5. Kulit utuh, warna haluan.
normal (1) 3. Pantau perbedaan
6. Suhu ekstrimitas ketajaman/ tumpul dan
hangat (1) panas/dingin [perifer]
4. Pantau parestesia : kebas,
kesemutan, hipertesia,
dan hipoestesia,
5. Pentingkan pencegahan
statis vena (misalnya tidak
menyilangkan kaki,
meninggikan kaki tanpa
menekuk lutut, dan
latihan)
6. Memberikan obat anti
trombosit atau
antikoagulan jika
diperlukan.

2 Kekurangan Volume Pasien dapat menunjukkan Pengelolaan syok, volume.


Cairan (00027) Keseimbangan Cairan Definisi :
dalam waktu 1 x 24 jam. Peningkatan keadekuatan perfusi
Indikator : jaringan untuk pasien dengan
1. Memiliki hidrasi yang gangguan volume intravaskuler
baik (membran mukosa yang berat.
lembab, mampu Pengelolaan cairan
berkeringat) (1) Definisi :
2. Tekanan darah dalam
Peningkatan keseimbangan
rentang yang
diharapkan (1) cairan dan pencegahan
3. Memiliki keseimbangan komplikasi akibat dari kadar
asupan dan haluan yang cairan yang tidak normal atau
seimbang dalam 24 jam diluar harapan.
(1) Aktivitas :
4. Memiliki asupan cairan 1. Pantau warna, jumlah, dan
oral dan/atau intravena frekuensi kehilangan cairan.
yang adekuat (1) 2. Pantau perdarahan (misalnya
periksa semua sekresi dari
adanya darah nyata atau
darah samar).
3. Pantau status hidrasi
(misalnya kelembapan
membrane mukosa,
keadekuatan nadi, dan
tekanan darah)
4. Berikan cairan sesuai dengan
kebutuhan.
5. Tinjau ulang elektrolit,
terutama natrium, kalium,
klorida dan kreatinin.
6. Kaji orientasi terhadap
tempat, orang, dan waktu.
7. Tingkatkan asupan oral
(misalnya berikan cairan oral
yang disukai pasien, letakkan
pada tempat yang mudah
dijangkau, berikan sedotan
dan berikan air segar), sesuai
dengan keinginan.
8. Pertahankan keakuratan
catatan asupan dan haluan.

3 Nyeri Akut (00132) Pasien dapat menunjukkan - Management nyeri


Tingkat Nyeri dalam waktu Definisi :
1 x 24 jam. Meringankan atau mengurangi
nyeri sampai tingkat kenyaman
Indikator :
yang dapat diterima oleh pasien.
1. Ekspresi nyeri lisan - Pemberian analgesic
atau pada wajah (2) Definisi :
2. Kegelisahan dan Penggunaan agens-agens
ketegangan otot (2)
3. Perubahan dalam farmakologi untuk mengurangi
kecepatan pernapasan, atau menghilangkan nyeri.
denyut jantung, atau Aktivitas :
tekanan darah (2) 1. Lakukan pengkajian nyeri
yang komprehensif meliputi
lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas,
atau keparahan nyeri, dan
factor presipitasinya.
2. Observasi isyarat
ketidaknyaman nonverbal.
3. Kolaborasi pemberian
analgesic
4. Sesuaikan frekuensi dosis
sesuai indikasi dengan
pengkajian nyeri dan efek
sampingnya.
5. Kendalikan factor lingkungan
yang dapat mempengaruhi
respon pasien terhadap
ketidaknyamanan (misalnya
suhu ruangan, cahaya dan
kegaduhan).
6. Berikan informasi tentang
nyeri,, seperti penyebab nyeri,
seberapa lama akan
berlangsung dan antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur.

Anda mungkin juga menyukai