Anda di halaman 1dari 78

MAKALAH

HEPATITIS TOKSIK, GAGAL HATI FULMINAN DAN CA TIROID

DI SUSUN OLEH :

1. YUMNI RUMIWANG
2. HUSNIAWATI
3. BQ. DIAN NURMAYA
4. ERNAWATI
5. M. MAKSUM
6. DEBI ANANDA PUTRI
7. ROLY YULI A.M.P.
8. SUDARMAN

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JENJANG S1
MATARAM
2015

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT pantaslah kami ucapkan, karena berkat
bantuan dan petunjuk-Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah ini. Untuk itu
kepada berbagai pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah
ini kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Kami membuat makalah ini dengan seringkas-ringkasnya dan bahasa yang
jelas agar mudah dipahami. Karena kami menyadari keterbatasan yang kami
miliki, kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca, agar pembuatan
makalah kami yang berikutnya dapat menjadi lebih baik.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Mataram, Mei 2015

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 3
2.1 Konsep Dasar Penyakit Hepatitis Toksik ........................................... 3
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Hepatitis Toksik ............................... 17
2.3 Konsep Dasar Penyakit Gagal Hati Fulminan ................................ 31
2.4 Konsep Asuhan Keperawatan Gagal Hati Fulminan ....................... 46
2.5 Konsep Dasar Penyakit Ca Tiroid .................................................... 52
2.6 Konsep Asuhan Keperawatan Ca Tiroid ......................................... 65
BAB 3 PENUTUP ...................................................................................... 74
3.1 Simpulan ......................................................................................... 74
3.2 Saran ................................................................................................ 74
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hepatitis virus akut merupakan penyakit infeksi yang penyebarannya
luas dalam tubuh walaupun efek yang menyolok terjadi pada hepar. Telah
ditemukan 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab yaitu Virus Hepatitis
A (HAV), Virus Hepatitis B (HBV), Virus Hepatitis C (HVC), Virus Hepatitis
D (HDV), Virus Hepatitis E (HEV).
Walaupun kelima agen ini dapat dibedakan melalui petanda
antigeniknya, tetapi kesemuanya memberikan gambaran klinis yang mirip,
yang dapat bervariasi dari keadaan sub klinis tanpa gejala hingga keadaan
infeksi akut yang total.
Bentuk hepatitis yang dikenal adalah HAV (Hepatitis A) dan HBV
(Hepatitis B). Kedua istilah ini lebih disukai daripada istilah lama yaitu
hepatitis infeksiosa dan hepatitis serum, sebab kedua penyakit ini dapat
ditularkan secara parenteral dan non parenteral. Hepatitis virus yang tidak
dapat digolongkan sebagai Hepatitita A atau B melalui pemeriksaan serologi
disebut sebagai Hepatitis non-A dan non-B (NANBH) dan saat ini disebut
Hepatitis C (Dienstag, 1990). Selanjutnya ditemukan bahwa jenis hepatitis ini
ada 2 macam, yang pertama dapat ditularkan secara parenteral (Parenterally
Transmitted) atau disebut PT-NANBH dan yang kedua dapat ditularkan secara
enteral (Enterically Transmitted) disebut ET-NANBH (Bradley, 1990; Centers
for Disease Control, 1990). Tata nama terbaru menyebutkan PT-NANBH
sebagai Hepatitis C dan ET-NANBH sebagai Hepatitia E (Bradley,1990;
Purcell, 1990).
Virus Delta atau Virus Hepatitis D (HDV) merupakan suatu partikel
virus yang menyebabkan infeksi hanya bila sebelumnya telah ada infeksi
Hepatitis B, HDV dapat timbul sebagai infeksi pada seseorang pembawa
HBV.
Hepatitis menjadi masalah kesehatan masyarakat yang penting tidak
hanya di Amerika tetapi juga diseluruh dunia. Penyakit ini menduduki

1
peringkat ketiga diantara semua penyakit menular yang dapat dilaporkan di
Amerika Serikat (hanya dibawah penyakit kelamin dan cacar air dan
merupakan penyakit epidemi di kebanyakan negara-negara dunia ketiga.
Sekitar 60.000 kasus telah dilaporkan ke Center for Disease Control di
Amerika Serikat setiap tahun, tetapi jumlah yang sebenarnya dari penyakit ini
diduga beberapa kali lebih banyak. Walaupun mortalitas akibat hepatitis virus
ini rendah, tetapi penyakit ini sering dikaitkan dengan angka morbiditas dan
kerugian ekonomi yang besar.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulisan mengambil
rumusan masalah sebagai berikut
1. Apa definisi hepatitis ?
2. Apa etiologi hepatitis ?
3. Bagaimana klasifikasi dan penyebab hepatitis ?
4. Manifestasi hepatitis ?
5. Bagaimana patofisiologi hepatitis ?
6. Bagaimana pathway hepatitis ?
7. Bagaimana penatalaksanaan hepatitis ?
8. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien hepatitis ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi hepatitis
2. Untuk mengetahui etiologi hepatitis
3. Untuk mengetahui klasifikasi dan penyebab hepatitis
4. Untuk mengetahui manifestasi hepatitis
5. Untuk mengetahui patofisiologi hepatitis
6. Untuk mengetahui pathway hepatitis
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan hepatitis
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien hepatitis

2
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Penyakit Hepatitis Toksik


2.1.1 Definisi
Hepatitis adalah suatu proses peradangan difusi pada jaringan
yang dapat disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik
terhadap obat-obatan serta bahan-bahan kimia (Sujono Hadi, 1999).
Hepatitis adalah keadaan radang/cedera pada hati, sebagai reaksi
terhadap virus, obat atau alkohol (Patofisiologi Untuk Keperawatan,
2000;145).
Hepatitis virus merupakan infeksi sistemik oleh virus disertai
nekrosis dan klinis, biokimia serta seluler yang khas (Smeltzer, 2001).
Hepatitis adalah suatu peradangan pada hati yang terjadi karena
toksin seperti; kimia atau obat atau agen penyakit infeksi (Asuhan
Keperawatan Pada Anak, 2002; 131).
Sebagian besar obat masuk melalui saluran cerna, dan hati
terletak diantara permukaan absorbsi dari saluran cerna dan organ target
obat dimana hati berperan sentral dalam metabolisme obat.
Hepatotoksiksisitas imbas obat merupakan komplikasi potensial yang
hampir selalu ada pada setiap obat yang diberikan, karena hati
meruoakan pusat disposisi metabolik dari semua obat dan bahan
bahan asing yang masuk tubuh. Kejadian jejas hati karena obat
mungkin jarang terjadi namun akibat yang dapat ditimbulkan bisa fatal.
Sebagian besar obat bersifat lipofilik sehingga membuat mereka
mampu menembus membran sel intestinal. Obat kemudian diubah lebih
hidrofilik melalui proses proses biokimiawi di dalam hepatosit,
menghasilkan produk produk larut air di ekskresi ke dalam urin atau
empedu. Biotransformasi hepatik ini melibatkan jalur oksidatif
utamanya melalui enzim sitokrom P-450.
Zat zat kimia tertentu memiliki efek pada hati dan bila
diberikan per oral atau secara parenteral menimbulkan nekrosis sel hati

3
yang akut atau hepatitis toksik. Zat kimia yang paling sring terlibat
dalam kelainan ini adalah karbon tetraklorida, fosfor, kloroform dan
senyawa emas. Semua substansi ini merupakan hepatotoksin sejati.
Banyak obat yang menimbulkan hepatitis meskipun lebih
bersifat sensitisasi ketimbang toksik. Akibatnya adalah hepatitits yang
disebabkan oleh obat ,serupa dengan hepatitits virus yang akut,
meskipun demikian, kerusakan parenkim hati cenderung lebih luas.
beberapa contoh obat yang dpat menimbulkan hepatitis adalah
inzoniasid, halotan, asetaminofen, dan antibiotik tetentu, antimetabolit
serta obat- obat anestesi.
2.1.2 Etiologi
Dua penyebab utama hepatitis adalah virus dan non virus.
Sedangkan insidensi yang muncul tersering adalah hepatitis yang
disebabkan oleh virus.
1. Hepatitis virus dapat dibagi ke dalam hepatitis :
a. Hepatitis A (HAV)
b. Hepatitis B (HBV)
c. Hepatitis C (HCV)
d. Hepatitis D (HDV)
e. Hepatitis E (HEV)
Semua jenis virus tersebut merupakan virus RNA kecuali
virus hepatitis B yang merupakan virus DNA.
2. Hepatitis non virus yaitu :
a. Alkohol
Menyebabkan alkohol hepatitis dan selanjutnya menjadi alkohol
sirosis.
b. Obat-obatan
Menyebabkan toksik untuk hati, sehingga sering disebut
hepatitis toksik dan hepatitis akut.
c. Bahan Beracun (Hepatotoksik)
d. Akibat Penyakit lain (Reactive Hepatitis)

4
3. Penyebab Hepatitis Toksik
a. Acetaminophen ( Tylenol )
Overdosis acetaminophen dapat merusak hati.
Kemungkinan kerusakan serta keparahan dari kerusakan
tergantung pada dosis acetaminophen yang dikonsumsi ; lebih
tinggi dosisnya, lebih mungkin akan ada kerusakan dan lebih
mungkin bahwa kerusakan akan menjadi lebih berat / parah.
Reaksi pada acetaminophen adalah tergantung dosis dan dapat
diprediksikan, bukan idiosyncratic. Luka hati dari overdosis
acetaminophen adalah hal yang serius kerana kerusakan dapat
berat / parah dan berakibat pada gagal hati dan kematian.
b. Statins
Statins adalah obat obat yang paling luas digunakan
untuk menurunkan kolesterol LDL dalam rangka mencegah
serangan serangan jantung dan stroke. Yang menjadi
pertimbangan adalah peninggian yang ringan pada tingkat
tingkat darah dari enzim hati (ALT dan AST) tanpa gejala. Studi
studi klinik telah menemukan peninggian sebanyak 0.5 %
sampai 3 % dari pasien yang mengkonsumsi statins. Kelainan
ini biasanya membaik atau menghilang sepenuhnya atas
penghentian statins atau pengurangan dosis. Tidak ada
kerusakan hati yang menetap.
c. Nicotinic acid (Niacin)
Niacin telah digunakan untuk merawat tingkat tingkat
kolesterol darah yang tinggi serta tingkat tingkat triglyceride
yang tinggi. Niacin dapat menyebabkan peninggian
peninggian ringan yang sementara pada tingkat tingkat darah
dari AST dan ALT, jaundice dan pada kejadian kejadian yang
jarang, gagal hati. Keracunan hati dengan niacin adalah
tergantung dosis; dosis dosis yang beracun biasanya melebihi
2 gram per hari. Pasien dengan penyakit hati yang mempunyai

5
kebiasaan meminum alcohol sebelumnya berada pada resiko
yang lebih tinggi menghasilkan keracunan niacin.
d. Amiodarone (Cordaronez)
Amiodarone (Cordarone) adalah obat yang penting
digunakan untuk aritmia seperti atrial fibrillation dan ventricular
takikardia. Amiodarone dapat menyebabkan kerusakan hati
yang berkisar dari kelainan kelainan enzim hati yang ringan
sampai ke gagal hati akut lalu sampai ke tahap akhir yaitu
sirosis. Kelainan kelainan tes darah yang ringan adalah umum
dan secara khas menghilang berminggu minggu sampai
berbulan bulan setelah penghentian obat. Kerusakan hati yang
serius terjadi pada kurang 1% dari pasien. Amiodarone berbeda
dari kebanyakan obat obat lain karena jumlah yang substansial
dari amiodarone disimpan didalam hati. Obat yang disimpan
mampu menyebabkan perlemakan hati, hepatitis dan obat ini
dapat merusak hati walaupun obat ini telah lama dihentikan.
Kerusakan hati yang serius dapat menjurus pada gagal hati akut,
sirosis dan keperluan untuk transplantasi.
e. Antibiotik antibiotik
1) Isoniazid (Nydrazid, Laniazid)
Isoniazid telah digunakan berpuluh tahun untuk
merawat pasien tuberculosis. Kebanyakan pasien dengan
penyakit hati yang diinduksi isoniazid hanya membuat
peninggian yang ringan dari enzim AST dan ALT dan tanpa
gejala hanya 1-2 % pasien yang terjadi hepatitis. Resiko
terjadinya hepatitis lebih sering terjadi pada pasien yang
sudah tua dibandingkan dengan yang masih muda. Resiko
terjadinya penyakit hati yang serius terjadi sekitar 0,3 %
pada pasien dewasa muda dan meningkat 2 % pada pasien
yang berumur lebih dari 50 tahun. 5-10 % pasien terjadi
gagal hati dan memerlukan transplantasi hati. Resiko

6
semakin meningkat jika ditambah dengan mengkonsumsi
alcohol.
2) Rifampisin
Rifampisin adalah obat antituberkulosis. Rifampisin bisa
merusak hati dengan 3 cara :
a) Mengganggu proses metabolisme bilirubin dan asam
empedu. Efeknya reversible dan mekanismenya tidak
diketahui, walaupun ada yang mengatakan efeknya
merusak hepatosit.
b) Rifampisin menginduksi metabolisme obat di retukulum
endoplasma yang mengganggu biotransformasi dari zat
zat yang hepatotoksik, apalagi jika digabung dengan
isoniazid.
c) Rifampisin sendiri bisa mengakibatkan efek seperti
hepatitis akibat virus. Namun karena rifampisin
diberikan bersamaan obat antituberkulosis yang lain,
maka hepatitis akibat rifampisinnya sendiri masih belum
dapat dipastikan.
3) Nitrofurantoin
Nitrofurantoin adalah obat anti mikroba yang
digunakan untuk infeksiinfeksi saluran kencing yang
disebabkan oleh banyak bakteribakteri gram negatif dan
beberapa gram positif. Nitrofurantoin disetujui oleh FDA
pada tahun 1953. Ada tiga bentuk dari nitrofurantoin yaitu:
furadantin, macrodantin dan bentuk sustained realease.
Nitrofurantoin dapat mengakibatkan peninggian enzim
enzim hati yang asimpomatik. Nitrofurantoin jarang
mengakibatkan hepatitis.
f. Non-steroid anti inflammatory drugs (NSAID)
NSAID yang sering digunakan adalah aspirin,
indometasin, ibuprofen, naproxen, piroksikam, dan nabumeton.
NSAID aman dikonsumsi jika sesuai dengan aturan. Pada pasien

7
pasien dengan penyakit hati kronik seperti hepatitis kronik dan
sirosis harus menghindari penggunaan NSAID karena obat
obat ini dapat memperburuk fungsi hati. Secara statistik Sekitar
1-10 % pasien menderita penyakit hati yang serius akibat
penggunaan NSAID.
g. Diclofenac
Dilaporkan lebih sering menyebabkan hepatitis pada
kirakira 1-5 kasus per 100.000 orang pemakai diclofenac.
Hepatitis menghilang dengan menghentikan obat ini. Sirosis
jarang terjadi pada pasien pasien yang menggunakan
diclofenac.
h. Tacrine (Cognex)
Tacrine adalah obat oral yang digunakan untuk merawat
penyakit Alzheimer. FDA menyetujui tacrine pada tahun 1993.
Tacrine dapat menyebabkan peninggian enzim enzim hati.
Pada umumnya pasien mengeluh mual. Kasus hepatitis dan
sirosis dilaporkan jarang terjadi. Pasien akan membaik dengan
menghentikan obat.
i. Disulfiram
Disulfiram adalah obat yang adakalanya diresepkan
untuk orang pecandu alkohol. Obat ini menghilangkan
keinginan untuk meminum alkohol dengan menyebabkan rasa
mual, muntah dan reaksi reaksi lain yang tidak
menyenangkan. Disulfiram dilaporkan dapat menyebabkan
hepatitis akut.
j. Vitamin A dan obat herbal
Pemasukan vitamin A yang berlebihan dan terjadi
bertahun tahun dapat merusak hati. Lebih dari 30 % populasi
amerika memakai suplemen dari vitamin A. Penyakit hati yang
diinduksi oleh vitamin A pada awalnya hanya peningkatan
enzim enzim hati namun dapat menjadi hepatitis akut,
hepatitis kronis sampai terjadinya sirosis. Gejala gejala dari

8
keracunan vitamin A terdiri dari nyeri sendi, nyeri tulang kulit
menjadi kuning, lelah dan sakti kepala. Pada kasus lanjut dapat
terjadi pembesaran hatu dan limpa, jaundice dan asites apalagi
pasien juga mengkonsumsi alkohol tentu akan memperparah
keadaan. Perbaikan terjadi secara berangsur angsur setelah
penghentian vitamin A.
2.1.3 Klasifikasi dan Penyebab Hepatitis
Hepatitis A B C D E
Masa Inkubasi 14 49 hari 30-180 hari 15-150 35 hari 14-63 hari
(+/- 28 hari) (+/= 75 hari) hari
Cara penularan
fekal oral Ya Tidak Tidak Tidak Ya
parenteral Ya Ya Ya Tidak
lain lain Akhir ini bisa Kontak seks, Kontak Kontak water
? kontak seks seks borne
water borne serumah Kontak Kontak
Transmisi serumah serumah
Vertikal
Tipe penyakit Biasanya akut Bervariasi Bervariasi Biasanya Biasanya
akut akut
(fulminan)
Carrier kronik Tidak 5-10% 80% 70-80% Tidak
Cah Tidak 50% Ya Ya Tidak
Sirosis 20% 20%
Hepatoma Ya
Mortalitas 0.1-0.2% 0.5-2% 30% pada 15-20%
Tanpa pasien pada
Komplikasi kronis wanita
hamil

9
2.1.4 Patofisiologi
Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat
disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-
obatan dan bahan-bahan kimia. Unit fungsional dasar dari hepar
disebut lobul dan unit ini unik karena memiliki suplai darah sendiri.
Seiring dengan berkembangnya inflamasi pada hepar, pola normal
pada hepar terganggu. Gangguan terhadap suplai darah normal pada
sel-sel hepar ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar.
Setelah lewat masanya, sel-sel hepar yang menjadi rusak dibuang dari
tubuh oleh respon sistem imun dan digantikan oleh sel-sel hepar baru
yang sehat. Oleh karenanya, sebagian besar klien yang mengalami
hepatitis sembuh dengan fungsi hepar normal.
Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan
peningkatan suhu badan dan peregangan kapsula hati yang memicu
timbulnya perasaan tidak nyaman pada perut kuadran kanan atas. Hal
ini di manifestasikan dengan adanya rasa mual dan nyeri di ulu hati.
Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati.
Walaupun jumlah billirubin yang belum mengalami konjugasi masuk
ke dalam hati tetap normal, tetapi karena adanya kerusakan sel hati dan
duktuli empedu intrahepatik, maka terjadi kesukaran pengangkutan
billirubin tersebut didalam hati. Selain itu juga terjadi kesulitan dalam
hal konjugasi. Akibatnya billirubin tidak sempurna dikeluarkan
melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel
ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami
konjugasi (bilirubin indirek), maupun bilirubin yang sudah mengalami
konjugasi (bilirubin direk). Jadi ikterus yang timbul disini terutama
disebabkan karena kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi dan
eksresi bilirubin.
Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja
tampak pucat (abolis). Karena bilirubin konjugasi larut dalam air,
maka bilirubin dapat dieksresi ke dalam kemih, sehingga menimbulkan
bilirubin urine dan kemih berwarna gelap. Peningkatan kadar bilirubin

10
terkonjugasi dapat disertai peningkatan garam-garam empedu dalam
darah yang akan menimbulkan gatal-gatal pada ikterus.

11
12
Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat
disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-
obatan dan bahan-bahan kimia. Unit fungsional dasar dari hepar
disebut lobul dan unit ini unik karena memiliki suplai darah sendiri.
Sering dengan berkembangnya inflamasi pada hepar, pola normal pada
hepar terganggu. Gangguan terhadap suplai darah normal pada sel-sel
hepar ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar. Setelah
lewat masanya, sel-sel hepar yang menjadi rusak dibuang dari tubuh
oleh respon sistem imun dan digantikan oleh sel-sel hepar baru yang
sehat. Oleh karenanya, sebagian besar klien yang mengalami hepatitis
sembuh dengan fungsi hepar normal.
Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan
peningkatan suhu badan dan peregangan kapsula hati yang memicu
timbulnya perasaan tidak nyaman pada perut kuadran kanan atas. Hal
ini dimanifestasikan dengan adanya rasa mual dan nyeri di ulu hati.
Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati.
Walaupun jumlah billirubin yang belum mengalami konjugasi masuk
ke dalam hati tetap normal, tetapi karena adanya kerusakan sel hati dan
duktuli empedu intrahepatik, maka terjadi kesukaran pengangkutan
billirubin tersebut didalam hati. Selain itu juga terjadi kesulitan dalam
hal konjugasi. Akibatnya billirubin tidak sempurna dikeluarkan
melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel
ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami
konjugasi (bilirubin indirek), maupun bilirubin yang sudah mengalami
konjugasi (bilirubin direk). Jadi ikterus yang timbul disini terutama
disebabkan karena kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi dan
eksresi bilirubin.
Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja
tampak pucat (abolis). Karena bilirubin konjugasi larut dalam air,
maka bilirubin dapat dieksresi ke dalam kemih, sehingga menimbulkan
bilirubin urine dan kemih berwarna gelap. Peningkatan kadar bilirubin

13
terkonjugasi dapat disertai peningkatan garam-garam empedu dalam
darah yang akan menimbulkan gatal-gatal pada ikterus.
2.1.5 Tanda dan Gejala
1. Masa Tunas
a. Virus A : 15-45 hari (rata-rata 25 hari)
b. Virus B : 40-180 hari (rata-rata 75 hari)
c. Virus non A dan non B : 15-150 hari (rata-rata 50 hari)
2. Fase Pre Ikterik
Keluhan umumnya tidak khas. Keluhan yang disebabkan
infeksi virus berlangsung sekitar 2-7 hari. Nafsu makan menurun
(pertama kali timbul), nausea, vomitus, perut kanan atas (ulu hati)
dirasakan sakit. Seluruh badan pegal-pegal terutama di pinggang,
bahu dan malaise, lekas capek terutama sore hari, suhu badan
meningkat sekitar 39C berlangsung selama 2-5 hari, pusing, nyeri
persendian. Keluhan gatal-gatal mencolok pada hepatitis virus B.
3. Fase Ikterik
Urine berwarna seperti teh pekat, tinja berwarna pucat,
penurunan suhu badan disertai dengan bradikardi. Ikterus pada
kulit dan sklera yang terus meningkat pada minggu I, kemudian
menetap dan baru berkurang setelah 10-14 hari. Kadang-kadang
disertai gatal-gatal pasa seluruh badan, rasa lesu dan lekas capek
dirasakan selama 1-2 minggu.
4. Fase Penyembuhan
Dimulai saat menghilangnya tanda-tanda ikterus, rasa mual,
rasa sakit di ulu hati, disusul bertambahnya nafsu makan, rata-rata
14-15 hari setelah timbulnya masa ikterik. Warna urine tampak
normal, penderita mulai merasa segar kembali, namun lemas dan
lekas capek.
Hepatitis toksik memiliki awitan yang menyerupai hepatitis
virus. Mendapatkan riwayat pejanan atau kontak dengan zat zat
kimia, obat atau preparat lain yang bersifat hepatotoksik akan
membantu dalam memulai terapi dan menghilangkan penyebab secara

14
dini.anoreksia, mual, muntah merupakan gejala yang sering dijumpai,
ikterus dan hepatomegali ditemukan pada pemeriksaan fisik. Gejala
akan lebih intensif bagi pasien toksik yang lebih berat.
Pemulihan dari hepatitis toksik yang akut berjalan cepat jika
hepatoksin dikenali dan dihilagkan secara dini atau jika kontak dengan
penyebabnya terbatas. Namun demikian, pemulihan cenderung tidak
terjadi bila antara pejanan dan awitan gejala terdapat periode waktu
yang panjang. Antidot yang efektif tidak ada. Gejala panas bertambah;
pasien sangat keracunan dan lemah. Muntah dapat persisten dan
mengandung darah. Kelainan pembekuan dapat berlangsung hebat
sehingga tampak perdarahan di bawah kulit. Gejala gastrointestinal
yang berat dapat menimbulkan kolps vaskuler. Delirium, koma serta
kejang akan terjadi dan biasanya pasien meninggal dalam waktu
beberapa jam akibat gagal hati fulminan.
Selain transplantasi hati yang masih jarang dilakukan, tersedia
beberapa pilihan terapi lain. Terapi ditujukan kepada tindakan untuk
memulihkan dan mempertahankan keseimbangan cairan serta
elektrolit, penggantian darah, memeberikan perasaan nyaman dan
tindakan pendukung. Beberapa pasien pulih dari hepatitis toksik yang
akut untuk kemudian mengalami penyakit hati yang kronis. Jika hati
mengalami penyembuhan, maka jaringan parut dapat tebentuk dalam
hati yang diikuti oleh serosisi pasca nekrotik. Manifestasi Hepatitis
yang ditimbulkan oleh obat :
1. Manifestasi sensitivitas suatu obat dapat ditemukan pada hari
pertama penggunaan obat tersebut atau baru terjadi setelah
beberapa bulan kemudian, sesuai dengan jenis obatnya. Biasanya
awitan hepatitis ini bersifat mendadak dengan gejala mengigil,
panas, ruam, pleruritis, atralgia, anoreksia, dan mual. Belakangan
terjadi gejala ikterus serta urin yang berwarna gelap dan hati yang
membesar serta nyeri ketika ditekan. Apabila obat yang
menyebabkan hepatitis ini dihentikan maka gejala dapat mereda
berangsur angsur. Walaupun begitu, reaksi dapat berlangsung

15
hebat dan bahkan fatal meskipun pemberian obatnya sudah
dihentikan. Apabila gejala panasa, ruam atau peruritis timbul
karena obat apapun, maka penggunaanny harus dihentikan dengan
segera.
2. Meskipun setiap obat dapat mempengaruhi fungsi hati, namun obat
dapat mempengaruhi funsi hati. Namun obat yang paling berkaitan
dengan cedera hati tidak hanya terbatas pada obat obat anastesi
tetapi juga mencakup obat obat yang dipakai untuk mengobati
penyakit rematik serta muskuloskeletal, obat obat antidepresan,
psikotropik, antikonvulsan, dan antituberkulosa.
Halothan (fluothan), suatu preparat ansietas inhalasi
nenoeksplosif yang sering digunakan, dapat menimbulkan kerusakan
hati yang serius dan kadang kadang fatal. Karena itu, penggunaan
obat ansietas ini merupakan kontraindikasi pada :
1. Pasien yang diketahui menderita penyakit hati
2. Kasus yang berulang, khususnya pada pasien yang tidak diketahui
penyebabnya setelah pemberian halothan untuk pertama kalinya
3. Pasien dengan bukti adanya riwayat sensitasi akan tampak dalam
minggu kedua pascaoperasi dengan manifestasi seperti panas,
ruam, eosinofilia, atralgia, atau ikterus.
2.1.6 Penatalaksanaan Medis
1. Penderita yang menunjukkan keluhan berat harus istirahat penuh
selama 1-2 bulan.
2. Diet harus mengandung cukup kalori dan mudah dicerna.
3. Pada umumnya tidak perlu diberikan obat-obat, karena sebagian
besar obat akan di metabolisme di hati dan meningkatkan SGPT.
4. Wanita hamil yang menderita hepatitis perlu segera di rujuk ke
rumah sakit.
5. Pemeriksaan enzim SGPT dan gamma-GT perlu dilakukan untuk
memantau keadaan penderita. Bila hasil pemeriksaan enzim tetap
tinggi maka penderita dirujuk untuk menentukan apakah perjalanan
penyakit mengarah ke hepatitis kronik.

16
6. Hepatitis B dapat dicegah dengan vaksin. Pencegahan ini hanya
dianjurkan bagi orang-orang yang mengandung resiko terinfeksi.
7. Pada saat ini belum ada obat yang dapat memperbaiki kerusakan
sel hati.
2.2 Asuhan Keperawatan Hepatitis Toksik
2.2.1 Pengkajian
1. Identitas Pasien
Meliputi : nama, usia (bisa terjadi pada semua usia), alamat, agama,
pekerjaan, pendidikan.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Pasien mengatakan suhu tubuhnya tinggi dan nyeri perut kanan
atas.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Gejala awal biasanya sakit kepala, lemah anoreksia, mual
muntah, demam, nyeri perut kanan atas.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat kesehatan masa lalu berkaitan dengan penyakit yang
pernah diderita sebelumnya, kecelakaan yang pernah dialami
termasuk keracunan, prosedur operasi dan perawatan rumah
sakit.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Berkaitan erat dengan penyakit keturunan, riwayat penyakit
menular khususnya berkaitan dengan penyakit pencernaan.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Review Of Sistem (ROS)
1) Kedaan umum : kesadaran compos mentis, wajah tampak
menyeringai kesakitan, konjungtiva anemis, suhu badan
38,50C
2) Sistem respirasi : frekuensi nafas normal (16-20x/menit),
dada simetris, ada tidaknya sumbatan jalan nafas, tidak ada

17
gerakan cuping hidung, tidak terpasang O2, tidak ada
ronchi, wheezing, stridor.
3) Sistem kardiovaskuler : TD 110/70 mmHg, tidak ada
oedema, tidak ada pembesaran jantung, tidak ada bunyi
jantung tambahan.
4) Sistem urogenital : Urine berwarna gelap.
5) Sistem muskuloskeletal : kelemahan disebabkan tidak
adekuatnya nutrisi (anoreksia).
6) Abdomen
Inspeksi : abdomen ada benjolan
Auskultasi : Bising usus (+) pada benjolan
Palpasi : pada hepar teraba keras
Perkusi : hypertimpani
b. Pengkajian Fungsional Gordon
1) Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pasien mengatakan kesehatan merupakan hal yang penting,
jika ada keluarga yang sakit maka akan segera dibawa ke
pelayanan kesehatan terdekat.
2) Pola nutrisi dan metabolik
Makan : tidak nafsu makan, porsi makan tidak habis, habis
3 sendok disebabkan Mual muntah.
Minum : minum air putih tidak banyak sekitar 400-500cc.
3) Pola eliminasi
BAK : urine warna gelap,encer seperti teh
BAB : Diare feses warna tanah liat
4) Pola aktivitas dan latihan
Pasien tidak bisa melakukan aktivitas seperti biasanya
karena pasien lemah terkulai di atas tempat tidur, lelah,
malaise dan membutuhkan bantuan orang lain untuk
memenuhi kebutuhan dasarnya.
5) Pola istirahat tidur

18
Pasien tidak bisa istirahat total seperti biasanya karena ada
nyeri pada abdomen, mialgia, atralgia, sakit kepala dan
pluritus.
6) Pola persepsi sensori dan kognitif
Pasien sudah mengerti tentang keadaanya dan merasa harus
segera berobat
7) Pola hubungan dengan orang lain
Pasien dapat berhubungan dengan orang lain secara baik
tetapi akibat kondisinya pasien malas untuk keluar dan
memilih untuk istirahat.
8) Pola reproduksi / seksual
Pola hidup/perilaku meningkatkan risiko terpejan (contoh
homoseksual aktif/biseksual pada wanita).
9) Pola persepsi diri dan konsep diri
Pasien ingin cepat sembuh dan tidak ingin mengalami
penyakit seperti ini lagi.
10) Pola mekanisme koping
Pasien apabila merasakan tidak nyaman selalu memegangi
perutnya dan meringis kesakitan.
11) Pola nilai kepercayaan / keyakinan
Pasien beragama islam dan yakin akan cepat sembuh
menganggap ini merupakan cobaan dari Allah SWT.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. ASR (SGOT) / ALT (SGPT)
Awalnya meningkat. Dapat meningkat 1-2 minggu sebelum
ikterik kemudian tampak menurun. SGOT/SGPT merupakan
enzim enzim intra seluler yang terutama berada dijantung,
hati dan jaringan skelet, terlepas dari jaringan yang rusak,
meningkat pada kerusakan sel hati.
b. Darah Lengkap (DL)
SDM menurun sehubungan dengan penurunan hidup SDM
(gangguan enzim hati) atau mengakibatkan perdarahan.

19
c. Leukopenia
Trombositopenia mungkin ada (splenomegali).
d. Diferensia Darah Lengkap
Leukositosis, monositosis, limfosit, atipikal dan sel plasma.
e. Alkali Phosfatase
Sedikit meningkat (kecuali ada kolestasis berat).
f. Feses
Warna tanah liat, steatorea (penurunan fungsi hati).
g. Albumin Serum
Menurun, hal ini disebabkan karena sebagian besar protein
serum disintesis oleh hati dan karena itu kadarnya menurun
pada berbagai gangguan hati.
h. Gula Darah
Hiperglikemia transien / hipeglikemia (gangguan fungsi hati).
i. Anti HAVIgM
Positif pada tipe A.
j. HbsAG
Dapat positif (tipe B) atau negatif (tipe A).
k. Masa Protrombin
Kemungkinan memanjang (disfungsi hati), akibat kerusakan
sel hati atau berkurang. Meningkat absorbsi vitamin K yang
penting untuk sintesis protombin.
l. Bilirubin Serum
Diatas 2,5 mg/100 ml (bila diatas 200 mg/ml, prognosis buruk,
mungkin berhubungan dengan peningkatan nekrosis seluler).

m. Tes Eksresi BSP (Bromsulfoptalein)


Kadar darah meningkat.
BPS dibersihkan dari darah, disimpan dan dikonyugasi dan
diekskresi. Adanya gangguan dalam satu proses ini
menyebabkan kenaikan retensi BSP.
n. Biopsi Hati

20
Menunjukkan diagnosis dan luas nekrosis.
o. Skan Hati
Membantu dalam perkiraan beratnya kerusakan parenkin hati.
p. Urinalisa
Peningkatan kadar bilirubin.
Gangguan eksresi bilirubin mengakibatkan hiperbilirubinemia
terkonyugasi. Karena bilirubin terkonyugasi larut dalam air, ia
disekresi dalam urin menimbulkan bilirubinuria.
5. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1 DS : Pembengkakan Gangguan rasa
Pasien mengatakan bahwa nyeri hepar nyaman (nyeri)
pada daerah perut kanan atas
DO :
P : Nyeri pada saat ditekan
Q : Seperti ditusuk tusuk
R : Nyeri pada kuadran kanan
atas
S : Skala 6-8
T: Menetap
2 DS : Anoreksia Nutrisi kurang dari
Pasien mengatakan mual tidak kebutuhan
nafsu makan
DO :
Klien tampak lemah dan lemas,
porsi makan tidak habis hanya
habis 3 sendok
BB turun
Hb < 12
Konjungtiva anemis
Diet makan tinggi serat dan
protein

21
3 DS : Penurunan kekuatan Intoleransi Aktivitas
Pasien mengatakan bahwa dia / ketahanan tubuh
malas untuk beraktivitas
DO :
Tonus Otot 4 4
4 4
Aktivitas sehari hari
memerlukan bantuan
Pasien nampak terkulai lemas di
atas tempat tidur
4 DS : Gatal sekunder Resiko tinggi
Pasien mengatakan dengan akumulasi terhadap kerusakan
bahwa tubuhnya gatal -gatal garam empedu pada integritas kulit
DO : jaringan
Tanda garukan pada kulit
5 DS : Mual muntah Resiko tinggi
Pasien mengatakan bahwa kekurangan volume
sering muntah cairan
DO :
Pasien muntah 1x/ lebih sehari
Turgor Kulit kembali > 2 Detik
Mukosa Bibir Kering
Mata Cowong
Konjungtiva Anemis
6 DS : Infasi agen dalam Hipertermi
Pasien mengatakan tubuhnya sirkulasi darah
panas sekunder terhadap
DO : inflamasi hepar
Suhu tubuh pasien 38,50 C

22
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan
pembengkakan hepar.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia.
3. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan penurunan kekuatan /
ketahanan tubuh.
4. Resiko Tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan Gatal sekunder dengan akumulasi garam empedu pada
jaringan.
5. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan
dengan mual muntah.
6. Hipetermi berhubungan dengan infasi agen dalam sirkulasi darah
sekunder terhadap inflamasi hepar.
2.2.3 Intervensi Keperawatan
1. DX 1 : Gangguan rasa nyaman (Nyeri) berhubungan dengan
pembengkakan hepar.
Tujuan : Setelah dilakukan proses keperawatan selama 4 x 24
diharapkan pasien nyeri hilang, dengan
KH :
a. TTV normal : (TD : 110/70 120/90 mmHg, RR : 16-20
x/mnt, N : 60-100x/mnt, S : 36,5- 37,50.C).
b. Pasien mengungkapkan rasa nyeri berkurang.
c. Pasien mampu mengendalikan nyeri dengan teknik relaksasi
dan distraksi.
d. Skala nyeri 0-3
e. Wajah pasien rileks

Intervensi Rasional
1. Kolaborasi dengan individu untuk Nyeri yang berhubungan dengan
menentukan metode yang dapat hepatitis sangat tidak nyaman, oleh
digunakan untuk intensitas nyeri karena terdapat peregangan secara
kapsula hati, melalui pendekatan

23
kepada individu yang mengalami
perubahan kenyamanan nyeri
diharapkan lebih efektif mengurangi
nyeri.
2. Observasi TTV Untuk mengetahui keadaan umum
klien
3. Tunjukkan pada klien penerimaan Klienlah yang harus mencoba
tentang respon klien terhadap nyeri meyakinkan pemberi pelayanan
kesehatan bahwa ia mengalami nyeri.
4. Berikan informasi akurat Klien yang disiapkan untuk
a. Jelaskan penyebab nyeri mengalami nyeri melalui penjelasan
b. Tunjukkan berapa lama nyeri nyeri yang sesungguhnya akan
akan berakhir, bila diketahui. dirasakan (cenderung lebih tenang
dibanding klien yang penjelasan
kurang/tidak terdapat penjelasan).
5. Bahas dengan dokter penggunaan Kemungkinan nyeri sudah tak bisa
analgetik yang tak mengandung efek dibatasi dengan teknik untuk
hepatotoksi mengurangi nyeri.

2. DX 2 :Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan


anoreksia
Tujuan : Setelah dilakukan selama 5 x 24 jam diharapkan nutrisi
klien terpenuhi, dengan
KH :
a. Nafsu makan pasien meningkat
b. Porsi makan habis
c. Pasien mampu mengungkapkan bagaimana cara mengatasi
malas makan
d. Pasien tidak lemas
e. BB naik

24
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Awasi pemasukan diet / jumlah Makan banyak sulit untuk mengatur bila
kalori. Berikan makan sedikit dalam pasien anoreksi. Anoreksi juga paling
frekuensi sering dan tawarkan buruk selama siang hari, membuat
makan pagi paling besar. masukan makanan yang sulit pada sore
hari.
2. Berikan perawatan mulut sebelum Menghilangkan rasa tak enak dapat
makan. meningkatkan nafsu makan.
3. Anjurkan makan pada posisi duduk Menurunkan rasa penuh pada abdomen
tegak. dan dapat meningkatkan nafsu makan.
4. Dorong pemasukan sari jeruk, Bahan ini merupakan ekstra kalori dan
minuman karbonat dan permen berat dapat lebih mudah dicerna / toleran bila
sepanjang hari. makanan lain ini.
Kolaborasi
1. Konsul pada ahli gizi, dukung tim Berguna dalam membuat program diet
nutrisi untuk memberikan diet untuk memenuhi kebutuhan individu.
sesuai kebutuhan pasien, dengan Metabolisme lemak bervariasi tergantung
masukan lemak dan protein sesuai pada produksi dan pengeluaran empedu
toleransi. dan perlunya masukan normal atau lebih
protein akan membantu regenerasi hati.
2. Berikan obat sesuai indikasi : Diberikan jam sebelum makan, dapat
Antiematik, contoh metalopramide menurunkan mual dan meningkatkan
(Reglan) ; trimetobenzamid (Tigan). toleransi pada makanan.

3. DX 3 : Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan penurunan


kekuatan / ketahanan tubuh.
Tujuan : Setelah dilakukan proses keperawatan selama 4 X 24 jam
pasien diharapkan mampu beraktivitas dengan baik, dengan
KH :
a. Tonus otot 5 5
b. Pasien mampu melakukan aktivitas sendiri

25
c. Pasien mampu memenuhi kebutuhannya sendiri

Intervensi Rasional
Mandiri
1. Tingkatkan tirah baring / duduk. Meningkatkan istirahat dan
Berikan lingkungan tenang; batasi ketenangan. Menyediakan energi yang
pengunjung sesuai keperluan. digunakan untuk penyembuhan.
Aktivitas dan posisi duduk tegak
diyakini menurunkan aliran darah ke
kaki, yang mencegah sirkulasi optimal
ke sel hati.
2. Ubah posisi dengan sering. Berikan Meningkatkan fungsi pernafasan dan
perawatan kulit yang baik. meminimalkan tekanan pada area
tertentu untuk menurunkan resiko
kerusakan jaringan.
3. Lakukan tugas dengan cepat dan Memungkinkan periode tambahan
sesuai toleransi. istirahat tanpa gangguan.
4. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, Tirah baring lama dapat menurunkan
bantu melakukan latihan rentang kemampuan. Ini dapat terjadi karena
gerak sendi pasif / aktif. keterbatasan aktivitas yang
mengganggu periode istirahat.
5. Dorong penggunaan teknik Meningkatkan relaksasi dan
manajemen stres, contoh relaksasi penghematan energi, memusatkan
progresif, visualisasi, bimbingan kembali perhatian, dan dapat
imajinasi, berikan aktivitas hiburan meningkatkan koping.
yang tepat, contoh menonton TV,
radio, membaca.
6. Awasi terulangnya anoreksia dan Menunjukkan kurangnya resolusi /
nyeri tekan pembesaran hati eksaserbasi penyakit, memerlukan
istirahat lanjut, mengganti program
terapi.

26
Kolaborasi
1. Berikan antidot atau bantu dalam Membuang agen penyebab pada
prosedur sesuai indikasi (contoh hepatitis toksik dapat membatasi
lavase, katarsis, hiperventilasi) derajat kerusakan jaringan.
tergantung pada pemajanan.
2. Berikan obat sesuai indikasi : sedatif, Membantu dalam manajemen
agen antiansietas, contoh diazepam kebutuhan tidur. Catatan : penggunaan
(Valium); lorazepam (Ativan). berbiturat dan tranquilizer seperti
Compazine dan Thorazine,
dikontraindikasikan sehubungan
dengan efek hepatotoksik.
3. Awasi kadar enzim hati. Membantu menentukan kadar aktivitas
tepat, sebagai peningkatan prematur
pada potensial risiko berulang.

4. Dx 4 : Resiko Tinggi terhadap kerusakan integritas kulit


berhubungan denganGatal sekunder dengan akumulasi garam
empedu pada jaringan.
Tujuan : Setelah dilakukan proses keperawatan selama 2 x 24 jam
diharapkan gatal pada pasien hilang.
KH :
a. Pasien merasa nyaman
b. Tubuh pasien tidak gatal lagi
c. Tubuh pasien tidak lecet

Intervensi Rasional
- Mulai tindakan kenyamanan : Tindakan ini meningkatkan istirahat.
Mandi pancuran dingin Istirahat menurunkan kebutuhan
Gosokan punggung energi yang menghasilkan tegangan
Air hangat pada hepar.
- Aktivitas hiburan rendah (membaca,

27
menonton TV, permainan papan)
- Kompres dingin pada dahi untuk
sakit kepala
- Lingkungan tenang
Berikan antipiretik yang diresepkan dan Untuk mengatasi demam. Demam
evaluasi keefektifan. berhubungan dengan peningkatan
kehangatan dan berkeringat saat
demam membaik. Hangat disertai
dengan lembab meningkatkan rasa
gatal.
Pertahankan linen dan pakaian kering. Pakaian basah dari berkeringat adalah
sumber ketidaknyamanan.
Dorong kunjungan dari keluarga dan Isolasi dapat menyebabkan kebosanan
teman. yang mencetuskan depresi dan
meningkatkan ketidaknyamanan.
- Mulai tindakan untuk menghilangkan Suhu dingin membatasi vasodilatasi
puritus : jadi menurunkan pengeluaran garam
Berikan mandi pancuran dingin empedu ke permukaan kulit. Soda kue
Gunakan soda kue atau tepung sagu dan sagu membantu menetralkan asam
pada air pada permukaan kulit. Sabun alkalin
- Hindari sabun alkalin mempunyai efek mengeringkan, yang
- Berikan losin Caladryl meningkatkan rasa gatal. Losion
- Gunakan pakaian yang longgar Caladryl mengandung antihistamin,
- Pertahankan suhu kamar dingin benadryl yang juga menetralkan
keasaman permukaan kulit, dan
menekan ujung saraf sensori yang
mencetuskan sensasi gatal.
Pertahankan kuku pasien terpotong Untuk menurunkan resiko kerusakan
pendek. Instruksikan pasien kulit bila buruk.
menggunakan bantalan jari untuk
menggaruk kulit atau menggunakan
ujung jari untuk menekan pada kulit bila

28
sangat perlu menggaruk.

5. Dx 5 : Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan


berhubungan denganmual muntah.
Tujuan : Setelah dilakukan selama 2 x 24 jam diharapkan volume
cairan pasien terpenuhi, dengan
KH :
a. TTV normal :(TD :110/70 120/ 90 mmHg, RR : 16- 20
x/mnt, N : 60-100x/mnt, S : 36,5- 37,50.C )
b. Turgor Kulit kembali< 2 Detik
c. Mukosa Bibir lembab
d. Mata tidak Cowong
e. Konjungtiva tidak Anemis
f. Muntah tidak terjadi

Intervensi Rasional
Mandiri
1. Awasi masukan dan haluaran, Memberikan informasi tentang
bandingkan dengan berat badan kebutuhan penggantian / efek terapi.
harian. Catat kehilangan melalui usus,
contoh muntah dan diare.
2. Kaji tanda vital, nadi perifer, Indikator volume sirkulasi / perfusi.
pengisian kapiler, turgor kulit, dan
membran mukosa.
3. Periksa asites atau pembentukan Menurunkan kemungkinan perdarahan
edema. Ukur lingkar abdomen sesuai kedalam jaringan.
indikasi.
4. Biarkan pasien menggunakan lap Menghindari trauma dan perdarahan
katun / spon dan pembersih mulut gusi.
untuk sikat gigi.
5. Observasi tanda perdarahan, contoh Kadar protombin menurun dan waktu

29
hematuria / melena, ekimosis, koagulasi memanjang bila absorbsi
perdarahan terus menerus dari gusi / vitamin K terganggu pada traktus GI
bekas injeksi. dan sintesis protrombin menurun
karena mempengaruhi hati.
Kolaborasi
1. Awasi nilai laboratorium, contoh Menunjukkan hidrasi dan
Hb/Ht, Na+ albumin, dan waktu mengidentifikasi retensi natrium /
pembekuan. kadar protein yang dapat
menimbulkan pembekuan edema.
Defisit pada pembekuan potensial
beresiko perdarahan.
2. Berikan cairan IV (biasanya glukosa), Memberikan cairan dan penggantian
elektrolit. elektrolit.

6. Dx 6 : Hipetermi berhubungan dengan infasi agen dalam sirkulasi


darah sekunder terhadap inflamasi hepar
Tujuan: selelah dilakukan tindakan selama 3x24 suhu tubuh Pasien
kembali normal, dengan
KH:
a. Klien tidak mengeluh panas
b. Suhu tubuh Normal 36,50 37,50C
c. Keluarga pasien mampu mengatasi panas dengan melakukan
kompres hangat.

Intervensi Rasional
1. Kaji adanya keluahan tanda tanda 1. Sebagai indikator untuk
peningkatan suhu tubuh. mengetahui status hypertermi.
2. Berikan kompres hangat pada lipatan 2. Menghambat pusat simpatis di
ketiak dan femur. hipotalamus sehingga terjadi
vasodilatasi kulit dengan
merangsang kelenjar keringat
untuk mengurangi panas tubuh

30
melalui penguapan.
3. Berikan HE kepada keluarga pasien 3. Keluarga mampu
tentang pemberian kompres yang melakukan kompres kepada pasien
benar. secara mandiri.
4. Anjurkan klien untuk memakai 4. Kondisi kulit yang mengalami
pakaian yang menyerap keringat. lembab memicu timbulnya
pertumbuhan jamur. Juga akan
mengurangi kenyamanan klien,
mencegah timbulnya ruam kulit.

2.3 Konsep Dasar Penyakit Gagal Hati Fulminan


2.3.1 Anatomi dan Fisiologi Hati
Hati adalah organ terbesar dan terpenting di dalam tubuh. Hati
adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg atau
lebih 25% berat badan orang dewasa dan merupakan pusat metabolisme
tubuh dengan fungsi sangat kompleks yang menempati sebagian besar
kuadran kanan atas abdomen. Batas atas hati berada sejajar dengan
ruangan interkostal V kanan dan batas bawah menyerong ke atas dari
iga IX kanan ke iga VIII kiri. Permukaan posterior hati berbentuk
cekung dan terdapat celah transversal sepanjang 5 cm dari sistem porta
hepatis. Permukaan anterior yang cembung dibagi menjadi 2 lobus oleh
adanya perlekatan ligamentum falsiform yaitu lobus kiri dan lobus
kanan yang berukuran kira-kira 2 kali lobus kiri. Hati terbagi 8 segmen
dengan fungsi yang berbeda. Pada dasarnya, garis cantlie yang terdapat
mulai dari vena cava sampai kandung empedu telah membagi hati
menjadi 2 lobus fungsional, dan dengan adanya daerah dengan
vaskularisasi relatif sedikit, kadang-kadang dijadikan batas reseksi.
2.3.2 Definisi
Gagal hati akut terjadi ketika hati dengan cepat kehilangan
kemampuan untuk berfungsi. Biasanya gagal hati berkembang secara
perlahan-lahan selama bertahun-tahun. Tetapi pada kasus gagal hati
akut, dapat berkembang dalam hitungan hari.

31
Gagal hati akut dapat menyebabkan banyak komplikasi,
termasuk perdarahan yang berlebihan dan peningkatan tekanan di otak.
Istilah lain untuk gagal hati akut adalah fulminant hepatic failure.
Gagal hati akut adalah keadaan darurat medis yang
membutuhkan rawat inap. Beberapa penyebab gagal hati akut dapat
diatasi dengan pengobatan. Namun dalam situasi lain, transplantasi hati
mungkin satu-satunya obat untuk gagal hati akut.
Kegagalan hati adalah suatu keadaan dimana terjadi
penurunan/kemunduran fungsi hati yang sangat berat.
Gagal hati fulminan ditandai oleh ensefalopati hepatik yang
terjadi dalam waktu beberapa minggu sesudah dimulainya paenyakit
pada pasien yang tidak terbukti menunjukan riwayat disfungsi hati.
Klasifikasi yang baru untuk gagal hati akut pernah diusulkan
berdasarkan kecepatan timbulnya enselopati sehubungan dengan
manifestasi ikterus yang pertama. Dalam sistem klasifikasi ini terdapat
3 kategori :
1. Gagal Hati Hiper Akut
Lama gejala ikterus sebalum timbuknya enselopati adalah 0 hingga
7 hari.
2. Akut
Lama gejalanya pada gagal hati akut adalah berdurasinberkisar dari
8 hingga 28 hari.
3. Sub Akut.
Lama gejala pada gagal hati sub akut adalah berdurasi 28 hingga 72
hari.
Penyebab (virus vs nonvirus) dan prognonis ketiga kategori
gagal hati akut tampak bervariasi (Tibbs & Williams, 1995). Ketiga tipe
gagal hati fulminan tersebut di tandai dengan kemunduran kondisi
klinik yang cepat serta dramatis akibat cedera dan nekrosis
hepatoseluler yang masif. Mortalitas pada keadan ini sangat tinggi (60%
hingga 85%) meskipun telah dilakukan terapi yang intensif.

32
2.3.3 Insidensi
1. Kurang lebih 30 % terjadi pada anak umur kurang dari 15 tahun.
2. Sering diasosiasikan dengan viral koinfeksi.
3. Anak yang terpapar HBV (pada negara berkembang gagal hati
fulminan lebih banyak disebabkan oleh karena infeksi HBV).
4. Anak yang terinfeksi HCV.
5. 5 30 % pada anak yang lahir dari ibu yang HCV dan HIV +.
6. Pasien superinfeksi Hepatitis D pada Hepatitis B.
7. Pasien superinfeksi Hepatitis A pada Hepatitis C.
8. Individu immunocompromised yang terpapar non hepatitis virus
seperti herpes simplex virus, cytomegalo virus, adenovirus, Epstein
Barr virus, dan varicella.
2.3.4 Etiologi
Sebab tersering adalah hepatitis virus baik A, B, maupun non-A
dan non-B. Pada sekitar 50% pasien positif hepatitis B, perjalanan
fulminan dicetuskan oleh faktor lain, biasanya akut atau superinfeksi
dengan virus hepatitis D. Pada pasien positif hepatitis B yang menerima
kemoterapi untuk keganasan bersamaan, hepatitis B bisa direaktivasi
dan menjadi fulminan.
Virus lain juga dapat menyebabkan nekrosis hati fatal pada
individu immunocompromised; antara lain herpes simplex,
cytomegalovirus, Ebstein-barr dan varicella.
Yang sering juga adalah reaksi obat hepatotoksis, yang
tersering meliputi obat anestesi, AINS, antidepresan dan isoniazid yang
diberikan bersama rifampicin, juga overdosis acetaminofen dan karbon
tetraklorida (CCl4).
Pada wanita hamil cukup bulan bisa timbul nekrosis hati
fulminan karena eklampsi atau perlemakan hati. Sebab vaskular
mencakup episode curah jantung rendah pada pasien penyakit jantung,
sindrom Budd-Chiari secara akut dan syok bedah. Infiltrasi masif hati
dengan sel blast, seperti pada histiositosis maligna, dapat menyebabkan
gagal hati fulminan.

33
Gagal hati akut terjadi ketika sel-sel hati yang rusak secara
signifikan dan tidak mampu lagi untuk berfungsi. Gagal hati akut dapat
disebabkan oleh, antara lain:
1. Overdosis acetaminophen
Mengonsumsi terlalu banyak acetaminophen (Tylenol, dan
lain-lain) adalah penyebab paling umum dari gagal hati akut di
Amerika Serikat. Gagal hati akut dapat terjadi jika mengonsumsi
acetaminophen dengan dosis yang sangat besar sekaligus.
2. Atau dapat terjadi jika mengonsumsi acetaminophen dengan dosis
yang lebih tinggi dari yang direkomendasikan setiap hari selama
beberapa hari berturut-turut, terutama pada orang dengan penyakit
hati kronis.
3. Resep obat
Beberapa resep obat, termasuk antibiotik, obat anti-inflamasi, dan
antikonvulsan dapat menyebabkan gagal hati akut.
a. Antibiotik (ampisilin-klavulanat, siprofloksasin, doksisiklin,
eritromisin, isoniazid, nitrofurantoin, tetracycline)
b. Antidepresan (amitriptilin, nortriptyline)
c. Antiepileptics (fenitoin, valproate)
d. Anestesi agen (halothane)
e. Lipid-obat penurun (atorvastatin, lovastatin, simvastatin)
f. Imunosupresif agen (cyclophosphamide, methotrexate)
g. Nonsteroid anti-inflamasi (NSAID)
h. Salisilat (sebagai akibat dari sindrom Reye)
i. Lain-lain (disulfiram, flutamide, emas, propylthiouracil)
Obat terlarang yang telah dikaitkan dengan reaksi
hipersensitivitas istimewa adalah sebagai berikut:
j. Ecstasy (3,4-methylenedioxymethamphetamine [MDMA])
k. Kokain (mungkin akibat dari iskemia hati)
4. Suplemen herbal
Obat dan suplemen herbal, termasuk kava, ephedra, skullcap, dan
pennyroyal, telah dikaitkan dengan kejadian gagal hati akut.

34
a. Ginseng
b. Pennyroyal minyak
c. Teucrium polium
d. Chaparral atau teh germander
e. Kawakawa
5. Hepatitis dan virus lainnya
Hepatitis A, hepatitis B, dan hepatitis E dapat menyebabkan
gagal hati akut. Virus lain yang dapat menyebabkan gagal hati akut
termasuk virus Epstein-Barr, cytomegalovirus, dan virus herpes
simpleks.
6. Racun
Racun yang dapat menyebabkan gagal hati akut termasuk
jamur liar beracun Amanita phalloides, yang kadang-kadang keliru
dengan spesies jamur yang dapat dimakan.
a. Amanita phalloides jamur racun
b. Bacillus cereus toksin
c. Cyanobacteria racun
d. Organik pelarut (misalnya, karbon tetraklorida)
e. Kuning fosfor
7. Penyakit autoimun
Gagal hati dapat disebabkan oleh hepatitis autoimun, yang
merupakan sebuah penyakit di mana sistem kekebalan tubuh
menyerang sel-sel hati, menyebabkan peradangan dan cedera.
8. Penyakit pembuluh darah di hati
Penyakit pembuluh darah, seperti sindrom Budd-Chiari,
dapat menyebabkan penyumbatan yang terbentuk dalam pembuluh
darah hati dan menyebabkan gagal hati akut.
9. Penyakit metabolik
Penyakit metabolik langka, seperti penyakit Wilson dan
lemak hati akut oleh karena kehamilan, jarang menyebabkan gagal
hati akut.
10. Kanker

35
Kanker yang dimulai di hati atau kanker yang menyebar ke
hati dari organ lain di tubuh dapat menyebabkan gagal hati.
11. Selain penyebab yang telah disebutkan diatas, banyak kasus gagal
hati akut tidak memiliki penyebab yang jelas.

2.3.5 Manifestasi Klinik


Gambaran neuropsikiatri adalah rangsangan sistem retikularis
otak yang diikuti oleh depresi akhir fungsi batang otak. Pasien bisa
memperlihatkan tingkah laku anti sosial atau gangguan karakter. Mimpi
buruk, nyeri kepala, dan dizziness merupakan gejala tak spesifik
lainnya. Delirium, mania, dan kejang menunjukkan rangsangan sistem
retikularis. Perilaku tak kooperatif sering berlanjut, sementara
kesadaran berkabut. Deliriumnya dari jenis mania, diawali gelisah, dan
serangan spontan atau diinduksi rangsangan cahaya. Flapping tremor
bisa sepintas dan terlewatkan. Biasanya ada foetor hepaticus.
Dalam stadium dini, ikterus menunjukkan hubungan kecil ke
perubahan neuropsikiatri yang kemudian bisa berkembang sebelum
ikterus. Kemudian ikterus hebat. Biasanya ukuran hati mengecil.
Pada stadium lebih lanjut, gambarannya rigiditas desebrasi
dengan spastisitas, ekstensi, dan hiperpronasi lengan, ekstensi tungkai
dan respon fleksor plantaris. Kejang bisa timbul. Respon plantaris tetap
fleksor sampai sangat lanjut. Gerakan mata diskonjugat dan posisi mata
melenceng bisa terlihat. Biasanya reflek pupil menetap sampai sangat
lanjut. Gagal pernapasan dan sirkulasi dengan hipotensi, aritmia jantung
dan henti pernapasan merupakan indikasi lain depresi fungsi batang
otak.

36
Muntah lazim terjadi, tetapi nyeri abdomen jarang. Takhikardi,
hipertensi, hiperventilasi dan demam merupakan gambaran lanjut.
Klinikus harus menyadari penundaan pengenalan kerusakan hati setelah
kelebihan dosis acetaminofen yang bisa terjadi setelah masa dua sampai
tiga hari atau pemulihan klinik yang jelas.
Tanda neurologi fokal, demam tinggi atau respon lambat
terhadap terapi konvensional seharusnya mendorong pencarian sebab
pengganti ensefalopati.
Gejala-gejala sebagian tergantung dari tipe dan jangkauan
penyakit hatinya. Pada banyak kasus, mungkin tidak terdapat gejala.
Tanda-tanda dan gejala-gejala yang umum pada sejumlah tipe-tipe
berbeda dari penyakit hati termasuk:
1. Jaundice atau kekuningan kulit
2. Urin yang coklat seperti teh
3. Mual
4. Hilang selera makan
5. Kehilangan atau kenaikan berat tubuh yang abnormal
6. Muntah
7. Diare
8. Warna tinja (feces)yang pucat
9. Nyeri abdomen (perut) pada bagian kanan atas perut
10. Tidak enak badan (malaise) atau perasaan sakit yang kabur
11. Gatal-gatal
12. Varises (pembesaran pembuluh vena)
13. Kelelahan
14. Hipoglikemia (kadar gula darah rendah)
15. Demam ringan
16. Sakit otot-otot
17. Libido berkurang (gairah sex berkurang)
18. Depresi
Gejala yang nampak dari penderita gagal hati bisa berupa sakit
kuning, mudah mengalami pendarahan, ascites, gangguan fungsi otak,

37
keadaan kesehatan yang menurun drastis, penurunan air seni dan panas
badan yang merupakan indikasi masuknya virus dalam tubuh.

2.3.6 Patofisiologi
Patogenesis gagal hati fulminan dimulai dengan terpaparnya
individu yang rentan pada agen yang dapat menimbulkan kerusakan
hati berat, meskipun etiologi yang sebenarnya sulit untuk diidentifikasi
(pada sebagian besar kasus).
Virus dapat menyebabkan kerusakan pada hepatosit baik
langsung (melalui efek sitotoksik) atau sebagai hasil dari respon imun
yang berlebihan. Interaksi antara agen dan host menentukan insidensi
gagal hati fulminan.
Mekanisme patofisiologi yang berlanjut ke arah ensefalopati
pada anak-anak dengan gagal hati fulminan masih belum diketahui
sepenuhnya. Meski demikian, peningkatan tekanan intraserebral akibat
edema serebral serta hipoglikemi merupakan salah satu penyebab
timbulnya defisit neurologis.

38
Salah satu teori menekankan efek dari akumulasi substansi
neurotoksik atau neuroaktif yang timbul akibat kegagalan hati.
Substansi ini meliputi neurotransmitter, amonia, peningkatan aktivitas
reseptor GABA, dan peningkatan kadar substansi endogen yang
menyerupai benzodiazepine pada sirkulasi.
Metabolit hepatotoksik, yang terakumulasi akibat gangguan
metabolisme atau mengkonsumsi obat-obat hepatotoksik, dapat
menimbulkan kerusakan pada hepatosit. Kadar amonia dalam serum
dapat normal atau sedikit meningkat, bahkan pada pasien koma.

2.3.7 Pemeriksaan Diagnostik


1. Serologi virus.
2. Skrining toksikologi (kadar asetaminofen tiap 1-2 jam hingga
puncaknya di tentukan).
3. Pemeriksaan pencitraan (USG pada abdomen kuadran kanan atas
atau CT abdomen, pemeriksaan Doppler terhadap vena porta dan
hepatica).
4. Uji lainnya: serologi autoimun,seruloplasmain dan tembaga dalam
urin).
5. Biopsi hati (kecuali ada koagulopati).
6. Perhitungan darah lengkap, yang melihat pada tipe dan jumlah dari
sel-sel darah didalam tubuh.
7. Scan hati dengan radiotagged substances untuk menunjukan
perubahan-perubahan struktur hati.

39
2.3.8 Diagnosis
Untuk mendiagnosis gagal hati fulminan, seorang dokter perlu
mempelajari riwayat medik dari pasien dan dilakukan pemeriksaan
fisik. Anamnesis dilakukan dengan seksama, akan ditemukan keluhan
perut membesar : asites, ada demam, sakit perut, kulit gatal-gatal, mual-
mual, badan terasa lemas, dan pasien mungkin mengeluhkan air
kencingnya berwarna gelap. Pada bayi, orang tua akan mengeluhkan
bayi tersebut menjadi rewel, sulit makan, dan adanya gangguan dari
siklus tidur dari bayi. Bila gagal hati fulminan semakin lanjut, akan
ditemukan gangguan kesadaran kurang lebih 2 minggu setelah
terjadinya kuning. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan kulit kuning,
asites, bisa terdapat hepatomegali atau justru hati menjadi kecil,
mungkin juga ditemukan perdarahan gastrointestinal. Perhatikan juga
gejala-gejala adanya oedem serebral yaitu adanya peningkatan dari
tonus otot, hipertensi, kejang, dan agitasi.
Untuk lebih yakin akan adanya gagal hati fulminan dilakukan
pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan enzim hati tidak dapat
memberi gambaran khas untuk gagal hati fulminan. Pada pemeriksaan
biokimia akan didapatkan bilirubin darah baik yang indirek maupun
yang direk meningkat. Hiperbilirubinemia conjugata/ direk biasanya
lebih sering terjadi. Pada bayi akan diperoleh kadar gula yang menurun.
Juga akan terjadi hiponatremi, hiperkalemi, alkalosis respiratori, atau
asidosis metabolik. Pada pemeriksaan darah akan didapatkan
pemanjangan dari protombin time yang tidak memberi respon pada
pemberian vitamin K, selain pemeriksaan tersebut dapat juga diperiksa
antigen/antibodi dari virus hepatitis A, B, C, EBV, CMV, HSV, dan
lain-lain. Pemeriksaan lain dapat dilakukan pemeriksaan urin, USG,
CT scan, dan biopsi hati. Biopsi hati tidak dapat dilakukan bila terdapat
koagulopati.
2.3.9 Prognosis
Prognosis jauh lebih buruk daripada gagal hati kronik, tetapi lesi
hati mungkin reversibel dan biasanya yang bertahan hidup lesi sembuh

40
sempurna. Hal ini membuat perawatan intensif dan sokongan hati
sementara amat penting.
Gagal hati fulminan sering pula dikaitkan dengan angka
kematian yang tinggi, dimana lebih dari setengah jumlah pasien yang
menderita gagal hati fulminan meninggal apabila tidak segera dilakukan
transplantasi hati.
Usia lebih dari 30 tahun dan adanya penyakit lain bersamaan
memperburuk prognosis. Hasilnya terbaik dalam anak-anak. Jika
pencetus apapun dapat dikenali, maka prognosisnya lebih baik.
Prognosis tergantung atas sebab gagal hati fulminan. Jika pasien
tingkat 3 dan yang lebih buruk dipertimbangkan, maka yang 40% yang
dengan virus A, 15% dengan virus B, 10% dengan non-A, non-B, serta
5% dengan penyakit yang berhubungan dengan obat akan bertahan
hidup. Prognosis terbaik untuk kelompok kelebihan dosis asetaminofen.
Prognosis dapat dihubungkan ke waktu antara mulainya
penyakit dan koma. Hasilnya buruk jika ini kurang dari tiga minggu.
Dengan peningkatan lama koma, maka kesempatan pemulihan menjadi
kurang. Jika pemulihan mengikuti perjalanan kurang dari empat
minggu, maka normalitas klinik akhirnya dapat diharapkan. Prognosis
tergantung atas kapasitas hati untuk beregenerasi. Yang bertahan hidup
tidak menderita sirosis.
Rigiditas deserebrasi, dengan kehilangan reflek okulo-
vestibularis dan gagal pernafasan merupakan gambaran yang
didapatkan jika mereka bertahan hidup dengan sisa lesi cortex cerebri
dan batang otak.
Perdarahan menghalangi biopsi hati. Tetapi jika penting, ia bisa
dilakukan dengan jalur transjugularis. Histologi menunjukkan bahwa
luas nekrosis sel hati dan nekrosis konfluens interlobularis kritis dalam
menentukan hasilnya. Tidak ada gambaran histologi tunggal yang
memungkinkan ramalan tertentu.

41
Sebab kematian adalah perdarahan, gagal pernapasan dan
sirkulasi, edema cerebrum, gagal ginjal, infeksi, hipoglikemia, dan
pankreatitis.
2.3.10 Terapi
1. Perhatian utama, meliputi:
a. Intensive care unit (ICU) dan pediatric hepatology setting
dengan fasilitas untuk transplantasi hati tersedia untuk
diagnosis dan penanganan yang tepat.
b. Mempertahankan urine output, dan koreksi hypoglycemia dan
gangguan elektrolit.
c. Kebutuhan administrasi calcium, phosphorous, magnesium,
factor concentrate, dan platelets secara I.V.
d. Infus glukosa 10-20%.
e. Menghindari fluid overload (restrict hydration mencapai 2
mL/kg/h). Monitoring hemodinamik central pressures
dianjurkan untuk mengatasi volume depletion dan volume
overload.
f. Parenteral vitamin K dan plasmapheresis untuk koreksi
coagulopathy dan mencegah terjadi sequelae. Walau
bagaimanapun, kecuali bila terdapat acute hemorrhage atau
prosedur invasif, transfusi dengan fresh frozen plasma (FFP)
tidak dilarang. Transfusi ini dapat menormalisasikan PT
(Prothrombine Time).
g. Platelet transfusion bila terdapat indikasi gagal hati fulminan
dengan coagulopathy dan thrombocytopenia. Platelet
transfusion dibutuhkan untuk mempertahankan jumlah platelet
lebih dari 50,000.
h. Parenteral H2-receptor blocker secara profilaksis untuk
mencegah perdarahan saluran cerna.
i. Menghindari nephrotoxic agents, benzodiazepines, dan
medikasi sedatif.

42
j. Penanganan langsung terhadap penyebab spesifik gagal hati
fulminan ketika etiologi teridentifikasi. Perawatan simptomatik
dan life support. Penggunaan antibiotik yang tepat untuk
penanganan infeksi berat, septikemia, peritonitis, dan
pneumonia.
k. Fokus penanganan dalam perbaikan ginjal akibat hepatorenal
syndrome (HRS) atau acute renal tubular necrosis.
l. Perhatikan penanganaanan terhadap cerebral edema. Proper
positioning dan menghindari manipulasi yang dapat
menyebabkan TTIK, dapat mencegah cerebral edema.
Monitoring TTIK berkesinambungan pada penyakit serius
adalah penting, terutama pada grade 3 or 4 dari hepatic
encephalopathy. Mannitol digunakan pada pasien dengan TTIK
lebih dari 30 mm Hg dan pada pasien dengan progressive
edema.
m. Stop protein intake sampai 0.5 g/kg/d atau kurang.
n. Lactulose enemas untuk evacuate the bowel.
o. Oral neomycin untuk menurunkan enteric bacteria
menghasilkan ammonia.
p. Monitoring glukosa darah teratur untuk kemungkinan
komplikasi hypoglycemia, dan administrasi glukosa I.V.
2. Perawatan khusus
a. Hepatitis dirawat dengan acyclovir untuk herpesvirus hepatitis
dan prednisone serta azathioprine untuk autoimmune hepatitis.
b. Overdosis acetaminophen dirawat dengan hepatotoxic drugs
(ie, N-acetylcysteine).
c. Galactosemia dan fructosemia dirawat dengan dietary
elimination.
3. Surgical Care: Orthotopic liver transplantation merupakan cara
yang efektif untuk perawatan FHF.
a. Pertimbangan transplantasi segera ketika international
normalized ratio (INR) mencapai 4, terutama pada anak kecil.

43
b. Pendekatan terbaru dengan liver-assist devices, seperti matrices
of cultured hepatocytes, untuk pasien FHF sampai hepatic
regeneration terjadi atau terdapat donir transplantasi hati.
c. Pada keadaan gawat, segment liver transplant atau living
related donor transplant dilaksanakan untuk menghindari anak
dengan FHF dari bahaya rapidly progressive liver necrosis.
d. Pendekatan inovatif, seperti auxiliary hepatic transplantation,
xenograft, extracorporeal human liver, dan artificial liver
support devices, juga untuk keadaan gawat.
4. Diet: Pasien dengan kalori tinggi, karbohidrat tinggi dan lemak
berlebih. Total parenteral nutrition (TPN) diperlukan untuk
mencukupi nutrisi, terutama bila nutrisi parenteral tidak dapat
dilakukan. Monitoring glukosa dan menghindari volume overload.
2.3.11 Komplikasi
1. Infeksi
Infeksi bakteri dan jamur sering terjadi, hal ini yang
menyebabkan terjadinya peritonitis, pneumonia, infeksi saluran
kencing atau septikemia.
2. Oedem cerebral
Cerebral oedem terjadi pada 80% pasien.
Kerusakan pada hati dapat menimbulkan gangguan dalam produksi
faktor-faktor pembekuan darah, yang berakibat antara lain
berkurangnya faktor VIII (diproduksi oleh hepatosit). Hal tersebut
dapat menimbulkan gangguan dalam pembekuan darah.
3. Koagulopati yang disebabkan karena penurunan sintesa faktor
pembekuan darah oleh hati, trombositopenia dan fungsi platelet
yang abnormal.
4. Perdarahan saluran pencernaan.
5. Elektrolit imbalance.
6. Disfungsi ginjal dengan gagal ginjal. Hal ini terjadi 50% dari
pasien.
7. Gangguan keseimbangan asam-basa.

44
8. Gangguan respirasi dan kardiovaskuler.
9. Sepsis, syok dan post necrotic cirrhosis
10. Kematian
2.3.12 Pencegahan
Gagal hati fulminan merupakan sindrom yang menyebabkan
kerusakan multi organ. Oleh karena itu perlu dilakukan metode-metode
pencegahan untuk menghindari terjadinya oedem cerebri, hepatik
ensefalopati, dan gagal ginjal. Dapat dilakukan monitoring tekanan
intrakranial menggunakan elektroda intrakranial, dan juga
mempertahankan volume sirkulasi dengan koloid atau dengan fresh
frozen plasma.
Terapi suportif hati dengan menggunakan porcrine hepatocytes
atau hepatoma cell lines telah terbukti memperbaiki koagulopati dan
mengurangi ensefalopati baik pada dewasa dan anak-anak.Penggunaan
obat seperti paracetamol, sodium valproat, dan obat anti konvulsi
dapat merupakan suatu penyebab terjadinya kerusakan hati fulminan
pada anak-anak. Toksisitas dapat terjadi apabila menggunakan dosis
parasetamol lebih dari 150mg/kg berat badan. Proses kerusakan hati
dapat terjadi 2-4 hari setelah mengonsumsi obat dengan dosis berlebih,
yang ditandai dengan terjadinya metabolik asidosis dan gagal ginjal.
2.3.13 Pengobatan
Orang dengan gagal hati akut biasanya dirawat di unit
perawatan intensif di rumah sakit. Dalam banyak kasus, pengobatan
melibatkan mengendalikan komplikasi dan memberikan waktu untuk
menyembuhkan gagal hati.
Pengobatan gagal hati akut dapat meliputi:
1. Obat untuk menyembuhkan keracunan
Gagal hati akut yang disebabkan oleh overdosis asetaminofen atau
keracunan jamur diobati dengan obat yang dapat menyembuhkan
efek dari racun.
2. Transplantasi hati

45
3. Kegagalan hati akut tidak dapat dipulihkan secara tuntas dalam
banyak kasus. Dalam situasi ini, pengobatan mungkin hanya dapat
dilakukan dengan transplantasi hati. Selama transplantasi hati, ahli
bedah akan mengambil hati yang rusak dan menggantinya dengan
hati sehat dari donor.
2.4 Asuhan Keperawatan Gagal Hati Fulminan
2.4.1 Pengkajian
1. Data Subjektif
a. Keluhan : anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen
b. Kulit, selaput lendir, sclera : kekuning-kuningan, gatal, urine
berwarna kuning tua dan berbuih.
c. Kebiasaan : merokok, minum alcohol, obat-obatan terlarang,
2. Data subjektif
a. Tanda vital : tekanan darah menunjukkan tekanan darah
ortostatik
b. Status cairan dan elektrolit : deficit volume, munyah,
pendarahan, dehidrasi akibat asites dan edema dan kelebihan
volume akibat retensi natrium dan air.
c. Abdomen : gerakan peristalsis (auskultasi), distensi abdomen,
nyeri tekan, pembesaran hepar dan limpa, asites, dilatasi vena
pada abdomen (kaput medusa).
2.4.2 Diagnosa keperawatan
1. Gangguan volume cairan: lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan terganggunya mekanisme pengaturan(penurunan plasma
protein).
2. Resiko gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat(ketidakmampuan
untuk mencerna makanan, anoreksia, mual/muntah, tidak mau
makan, mudah kenyang (asitas) fungsi usus abnormal).
3. Resiko tinggi terhadap cedera, hemoragi.
2.4.3 Intervensi Keperawatan

46
1. Gangguan volume cairan : lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan terganggunya mekanisme pengaturan (penurunan plasma
protein).
Ditandai dengan:
a. Edema, anasarka, peningkatan berat badan, intake lebih besar
dari output, oliguria, perubahan pada berat jenis urine.
b. Dispnea, bunyi nafas tambahan, efusi pleura.
c. Perubahan TD.
d. Gangguan elektrolit.
e. Perubahan status mental.
Tujuan/kriteria evaluasi :
Keseimbangan cairan tercapai dengan kriteria:
a. Berat badan stabil, edema berkurang/hilang,
b. Tanda vital dalam rentang normal.

Intervensi Rasional
1. Ukur intake dan output 1. Menunjukkan status volume
sirkulasi terjadinya perbaikkan /
perpindahan cairan.
2. Timbang berat badan tiap hari 2. Peningkatan berat badan sering
dan catat peningkatan lebih dari menunjukkan retensi cairan lanjut.
0,5 kg/hari.
3. Awasi tekanan darah, distensi 3. Peningkatan TD berhubungan
vena. dengan kelebihan volume cairan,
distensi jugular eksterna dan vena
abdominal berhubungan dengan
kongesti vaskular.
4. Auskultasi paru, adanya bunyi 4. Peningkatan kongesti pulmonal
tambahan krakles. mengakibatkan gangguan
pertukaran gas dan komplikasi
5. Awasi disritmia jantung, edema paru.
auskultasi bunyi jantung dari 5. Mungkin disebabkan oleh PJK,

47
Intervensi Rasional
irama gallop S3/S4. penurunan perfusi arteri koroner.
6. Kaji derajat perifer/edema 6. Perpindahan cairan pada jaringan
dependen. sebagai akibat retensi natrium dan
air, penurunan albumin, penurunan
ABH.
7. Ukur lingkaran abdomen. 7. Menunjukkan akumulasi cairan
(ascites) diakibatkan oleh
kehilangan protein plasma/cairan
ke dalam peritoneal.
8. Dorong tirah baring bila ada 8. Dapat meningkatkan posisi
ascites. rekumben untuk diuresis.
9. Berikan perawatan mulut sering, 9. Menurunkan rasa haus.
kadang-kadang beri es batu bila
puasa.
10. Kolaborasi, batasi natrium dan 10. Untuk meminimalkan retensi
cairan sesuai tindakan. cairan dalam area ekstra
vaskuler, pembatasan cairan
untuk mencegah pencernaan
hiponatremi:
a. Berikan albumin sesuai a. Untuk meningkatkan volume
indikasi sirkulasi efektif, penurunan
terjadi ascites.
b. Berikan diuretic. b. Meningkatkan sekresi air.
c. Berikan kalium. c. Kalium serum menurun.

2. Resiko gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan intake yang tidak adekuat (ketidakmampuan
untuk mencerna makanan, anoreksia, mual/muntah, tidak mau
makan, mudah kenyang (ascites) fungsi usus abnormal).
Ditandai:
a. Penurunan berat badan

48
b. Perubahan bunyi dan fungsi usus
c. Tonus otot menurun.
Tujuan:
Nutrisi terpenuhi dengan kriteria:
a. Berat badan meningkat.
b. Mual muntah berkurang.
c. Porsi makan yang dihabiskan pasien meningkat.

Intervensi Rasional
1. Ukur masukan diet harian dengan 1. Memberikan informasi tentang
jumlah kalori. kebutuhan pemasukan.
2. Timbang berat badan, ukur kulit 2. Mungkin sulit untuk
tricep. menggunakan berat badan sebagai
indikator langsung status nutrisi
karena gambaran edema/ascites,
lipatan kulit trisep berguna dalam
mengkaji simpanan lemak
subkutan.
3. Bantu dan dorong pasien untuk 3. Diet sangat penting untuk
makan. penyembuhan pasien, mungkin
makan lebih baik bila keluarga
terlibat dan makanan yang disukai
sebanyak mungkin.
4. Berikan makanan sedikit demi 4. Buruknya toleransi terhadap
sedikit dan sering. makan, mungkin berhubungan
dengan peningkatan tekanan
intraabdomen/ascites.
5. Berikan tambahan garam bila 5. Tambahan garam meningkatkan
diizinkan, hindari yang rasa makanan dan membantu
mengandung amonium. peningkatan selera makan,
amonia potensial resiko
ensephalopati.

49
Intervensi Rasional
6. Batasi masukan kafein, makanan 6. Membantu dalam menurunkan
yang menghasilkan gas atau iritasi gaster/diare dan
berbumbu dan terlalu panas atau ketidaknyamanan abdomen yang
terlalu dingin. dapat mengganggu pemasukan
oral.
7. Berikanan makanan halus, hindari 7. Perdarahan dari varises
makanan kasar sesuai indikasi. esophagus.
8. Berikan perawatan mulut sering 8. Pasien cenderung mengalami luka
dan sebelum makan. atau perdarahan gusi dan rasa tak
enak pada mulut dimana
menambah anoreksia.
9. Tingkatkan periode tidur tanpa 9. Penyimpanan energi menurunkan
gangguan, khususnya sebelum kebutuhan metabolik pada hati
makan. dan meningkatkan regenerasi
seluler.
10. Anjurkan berhenti merokok. 10. Menurunkan rangsangan gaster
berlebihan dan resiko
iritasi/perdarahan.
11. Awasi pemeriksaan laboratorium, 11. Glukosa menurun karena
glukosa serum, albumin, total glikogenesis, protein menurun
protein, amonia. dikarenakan gangguan
metabolisme atau kehilangan ke
rongga peritoneal (ascites)
peningkatan kadar amonia perlu
pembatasan masukan protein.
12. Pertahankan status puasa bila 12. Pengistirahatan G.I diperlukan
diindikasikan. untuk menurunkan kebutuhan
pada hati dan produksi urea G.I.
13. Konsul dengan ahli diet tinggi 13. Makanan tinggi kalori dibutuhkan
dalam kalori dan KH sederhana, pada setiap pasien, KH
rendah lemak dan fungsi protein memberikan energi siap pakai,

50
Intervensi Rasional
sedang. protein untuk perbaikan, protein
serum untuk menurunkan edema
dan meningkatkan regenerasi sel
hati.
14. Berikan makanan lewat selang 14. Untuk memberikan nutrisi bila
(NGT) sesuai indikasi. ada mual atau anoreksia.
15. Berikan obat sesuai indikasi: 15. Hati yang rusak tidak dapat
1) Tambahan vitamin, tiamin, menyimpan vitamin A, B
besi dan folat meningkatkan kompleks, D dan K. Kekurangan
pencernaan lemak, besi dan asam folat dapat
menurunkan diare, menimbulkan anemia.
menurunkan mual dan
muntah.
2) Enzime pencernaan.

3. Resiko tinggi terhadap cedera, hemoragi berhubungan dengan:


a. Gangguan faktor pembeku (penurunan protrombin, fibrinogen,
gangguan absorbsi Vit K dari pengeluaran tromboplastin.
b. Hipertensi portae.
Ditandai: Perdarahan gusi, muntah darah.
Tujuan : Mempertahankan homeostasis dengan tanpa perdarahan
Kriteria: Perdarahan dapat teratasi.

Intervensi Rasional
1. Kaji adanya tanda-tanda dan 1. Traktus GI paling biasa untuk
gejala-gejala perdarahan GI. sumber perdarahan sehubungan
dengan mukosa yang mudah
rusak.
2. Observasi adanya ptekie, 2. Sekunder terhadap gangguan
ekimosis dan peradarahan dari faktor pembekuan.
satu sumber atau lebih.

51
Intervensi Rasional
3. Awasi nadi dan tekanan darah. 3. Dapat menunjukan kehilangan
volume sirkulasi.
4. Catat perubahan mental. 4. Menunjukan penurunan perfusi
jaringan serebral sekunder
terhadap hipovolemi.
5. Dorong menggunakan sikat gigi 5. Trauma minimal dapat
halus, pengukur elektrik, hindari menyebabkan perdarahan mukosa.
mengejan saat defekasi.
6. Gunakan jarum kecil untuk 6. Meminimalkan kerusakan
injeksi, tekan lebih lama pada jaringan.
bekas suntikan.
7. Hindari penggunaan produk yang 7. Koagulasi memanjang, berpotensi
mengandung aspirasi. untuk resiko perdarahan.
8. Awasi Hb, Ht dan pembekuan. 8. Indikator anemia, perdarahan
aktivitas atau terjadinya
komplikasi.
9. Kolaborasi pemberian obat sesuai 9. Meningkatkan sintesis protrombin
indikasi: dan koagulasi bila hati berfungsi.
a. Vitamin K, D dan C. a. Kekurangan Vit C
b. Pelunak feces. meningkatkan kerentanan
terhadap GI untuk terjadi
iritasi/perdarahan.
10. Berikan lavase gaster dengan 10. Evaluasi darah dari traktus GI,
cairan NaCl 0,9% bersuhu dingin menurunkan resiko anemia.
atau air sesuai indikasi.

2.5 Konsep Dasar Penyakit Ca Tiroid


2.5.1 Definisi
Kanker tiroid adalah suatu keganasan pada tiroid yang memiliki
4 tipe yaitu : papiler, folikuler, anaplastik dan meduler. Kanker tiroid
jarang menyebabkan pembesaran kelenjar, lebih sering menyebabkan

52
pertumbuhan kecil (nodul) dalam kelenjar. Sebagian besar nodul tiroid
bersifat jinak, biasanya kanker tiroid bisa disembuhkan.
Kanker tiroid sering kali membatasi kemampuan menyerap
yodium dan membatasi kemampuan menghasilkan hormon tiroid, tetapi
kadang menghasilkan cukup banyak hormon tiroid sehingga terjadi
hipertiroidisme.
2.5.2 Etiologi
Etiologi dari penyakit ini belum pasti, yang berperan khususnya
untuk terjadi well differentiated (papiler dan folikuler) adalah radiasi
dan goiter endemis, dan untuk jenis meduler adalah factor genetic.
Belum diketahui suatu karsinoma yang berperan untuk kanker
anaplastik dan meduler. Diperkirakan kanker jenis anaplastik berasal
dari perubahan kanker tiroid berdiferensia baik (papiler dan folikuler),
dengan kemungkinan jenis folikuler dua kali lebih besar.
Radiasi merupakan salah satu faktor etiologi kanker tiroid.
Banyak kasus kanker pada anak-anak sebelumnya mendapat radiasi
pada kepala dan leher karena penyakit lain. Biasanya efek radiasi
timbul setelah 5-25 tahun, tetapi rata-rata 9-10 tahun. Stimulasi TSH
yang lama juga merupakan salah satu faktor etiologi kanker tiroid.
Faktor resiko lainnya adalah adanya riwayat keluarga yang menderita
kanker tiroid dan gondok menahun.
2.5.3 Patofisiologi
Karsinoma tiroid biasanya menangkap iodium radio aktif
dibandingkan dengan kelenjar tiroid normal yang terdapat di
sekelilingnya. Oleh karena itu, bila dilakukan scintiscan, nodula akan
tampak sebagai suatu daerah dengan pengambilan yang kurang, suatu
lesi dingin. Teknik diagnostik lain yang dapat digunakan untuk
diagnosis banding nodula tiroid adalah ekografi tiroid. Teknik ini
memungkinkan membedakan dengan cermat antara massa padat dan
massa kistik. Karsinoma tiroid biasanya padat, sedangkan massa kistik
biasanya merupakan kista jinak.

53
Karsinoma tiroid harus dicurigai berdasarkan tanda klinis jika
hanya ada satu nodula yang teraba, keras, tidak dapat digerakkan pada
dasarnya, dan berhubungan dengan limfadenopati satelit.
Secara umum telah disepakati bahwa kanker tiroid secara klinis
dapat dibedakan menjadi suatu kelompok besar neoplasma
berdeferensiasi baik dengan kecepatan pertumbuhan yang lambat dan
kemungkinan penyembuhan tinggi, dan suatu kelompok kecil tumor
anaplastik dengan kemungkinan fatal. Terdapat empat jenis kanker
tiroid menurut sifat morfologik dan biologiknya : papilaris, folikularis,
medularis, dan anaplastik (Price, 1995, hal:1078).
Karsinoma papiler kelenjar tiroid biasanya berbentuk nodul
keras, tunggal, dingin pada scan isotop, dan padat pada
ultrasonografi tiroid, yang sangat berbeda dengan bagian-bagian
kelenjar lainnya. Pada goiter multinodular, kanker berupa nodul
dominan lebih besar, lebih keras dan jelas dari bagian sekelilingnya.
Kira-kira 10% karsinoma papiler, terutama pada anak-anak, disertai
pembesaran kelenjar getah bening leher, tapi pemeriksaan teliti
biasanya akan mengungkapkan nodul dingin pada tiroid. Jarang, akan
perdarahan, nekrosis dan pembentukan kista pada nodul ganas tetapi
pada ultrasonografi tiroid, akan terdapat echo interna yang berbatas
jelas yang berguna untuk lesi ganas semi kistik dari kista murni yang
tidak ganas. Akhirnya, karsinoma papiler dapat ditemukan tanpa
sengaja sebagai suatu fakus kanker mikroskopik di tengah-tengah
kelenjar yang diangkat untuk alasan-alasan lain seperti misalnya :
penyakit graves atau goiter multinodular.
Secara mikroskopis, tumor terdiri dari lapisan tunggal sel-sel
tiroid teratur pada vascular stalk, dengan penonjolan papil ke dalam
ruang mikroskopis seperti kista. Inti sel besar dan pucat sering
mengandung badan inklusi intra nukleus yang jelas san seperti kaca.
Kira-kira 40% karsinoma papiler membentuk bulatan klasifikasi yang
berlapis, sering pada ujung dari tonjolan papil disebut psammoma
body, ini biasanya diagnostik untuk karsinoma papiler. Kanker ini

54
biasanya meluas dengan metastasis dalam kelenjar dan dengan invasi
kelenjar tiroid dan kelenjar getah bening lokal. Pada pasien tua, mereka
bisa jadi lebih agresif dan menginvasi secara lokal kedalam otot dan
trakea. Pada stadium lebih lanjut, mereka dapat menyebar ke paru.
Kematian biasanya disebabkan penyakit lokal, dengan invasi kedalam
pada leher, lebih jarang kematian bisa disebabka metastasis paru yang
luas. Pada beberapa penderita tua, suatu karsinoma papiler yang tumbuh
lambat akan mulai tumbuh cepat dan berubah menjadi karsinoma
anaplastik. Perubahan anaplastik lanjut ini adalah penyebab kematian
lain dari karsinoma papiler, banyak karsinoma papiler yang mensekresi
tiroglobulin, yang dapat digunakan sebagai tanda rekurensi atau
metastasis kanker.
Karsinoma folikular ditandai oleh tetap adanya folikel-folikel
kecil walaupun pembentukan koloid buruk. Memang karsinoma
folikular bisa tidak dapat dibedakan dari adenoma folikular kecuali
dengan invasi kapsul atau invasi vaskular. Tumor ini sedikit lebih
agresif daripada karsinoma papilar dan menyebar baik dengan invasi
lokal kelenjar getah bening atau dengan invasi pembuluh darah disertai
metastasis jauh ke tulang atau paru. Secara mikroskopis, sel-sel ini
berbentuk kuboid dengan inti besar yang teratur sekeliling folikel yang
sering kali mengandung koloid. Tumor-tumor ini sering tetap
mempunyai kemampuan untuk mengkonsentrasi iodium radioaktif
untuk membentuk tiroglubulin dan jarang, untuk mensintesis T3 dan
T4. Jadi, kanker tiroid yang berfungsi yang jarang ini hampir selalu
merupakan karsinoma folikular. Karakteristik ini membuat tumor-tumor
ini lebih ada kemungkinan untuk memberi hasil baik terhadap
pengobatan iodin radioaktif. Pada penderita yang tidak diobati,
kematian disebabkan karena perluasan lokal atau karena metastasis jauh
mengikuti aliran darah dengan keterlibatan yang luas dari tulang, paru,
dan visera.
Suatu varian karsinoma folikular adalah karsinoma sel
Hurthle yang ditandai dengan sel-sel sendiri-sendiri yang besar dengan

55
sitoplasma yang berwarna merah muda berisi mitokondria. Mereka
bersikap lebih seperti karsinoma papilar kecuali mereka jarang ada
ambilan radioiodin. Karsinoma campuran papilar dan folikular lebih
seperti karsinoma papilar. Sekresi tiroglobulin yang dihasilkan oleh
karsinoma folikular dapat digunakan untuk mengikuti perjalanan
penyakit.
Karsinoma medular adalah penyakit dari sel C (sel
parafolikular) yang berasal dari badan brankial utama dan mampu
mensekresi kalsitonin, histaminase, prostaglandin, serotonir, dan
peptida-peptida lain. Secara mikoroskopis, tumor terdiri dari lapisan-
lapisan sel-sel yang dipisahkan oleh substansi yang terwarnai dengan
merah. Amiloid terdiri dari rantai kalsitonin yang tersusun dalam pola
fibril atau berlawanan dengan bentuk-bentuk lain amiloid, yang bisa
mempunyai rantai ringan imunoglobulin atau protein-protein lain yang
dideposit dengan suatu pola fibri.
Karsinoma medular lebih agresif daripada karsinoma papilar
atau folikular tetapi tidak seagresif kanker tiroid undifferentiated. Ini
meluas secara lokal ke kelenjar getah bening dan ke dalam otot
sekeliling dan trakea. Bisa invasi limfatik dan pembuluh darah dan
metastasisi ke paru-paru dan visera. Kalsitonin dan antigen
karsinoembrionik (CEA = Carsinoembryonic antigen) yang disekresi
oleh tumor adalah tanda klinis yang membantu diagnosisdan follow-up.
Kira-kira sepertiga karsinoma medular adalah familial, melibatkan
kelenjar multipel (Multiple Endocrin Neoplasia tipe II = MEN II,
sindroma sipple). MEN II ditandai dengan dengan karsinoma medular,
feokromositoma, dan neuroma multipel pada lidah, bibir, dan usus.
Kira-kira sepertiga dalah kasus keganasan semata. Jika karsinoma
medular di diagnosis dengan biopsi aspirasi jarum halus atau saat
pembedahan, maka penting kiranya pasien diperiksa untuk kelainan
endokrin lain yang di jumpai pada MEN II dan anggota diperiksa untuk
adanya karsinoma medular dan juga MEN II. Pengukuran kalsitonin
serum setelah stimulasi pentagastrin atau infus kalsium dapat digunakan

56
untuk skrining karsinoma medular. Pentagastrin diberikan per intravena
dalam bentuk bolus 0,5 g/kg, dan contoh darah vena diambil pada
menit 1, 3, 5, dan 10. Peningkatan abnormal kalsitonin serum pada
menit ke 3 atau 5 adalah indikatif adanya keganasan. Gen untuk MEN
Iia telah dilokalisasi pada kromosom 10, dan sekarang memungkinkan
menggunakan pemeriksaan DNA polimorfik dan polimorfisme panjang
fragmen terbatas untuk identifikasi karier gen sindroma ini. Jadi
anggota keluarga yang membawa gen ini dapat diidentifikasi dan
diperiksa sebagai orang berisiko tinggi untuk timbulnya sindroma ini.
Karsinoma anaplastik, tumor kelenjar tiroid undifferentiated
termasuk karsinoma sel kecil, sel raksasa, dan sel kumparan. Biasanya
terjadi pada pasien-pasien tua dengan riwayat goiter yang lama dimana
kelenjar tiba-tiba dalam waktu beberapa minggu atau bulan mulai
membesar dan menghasilkan gejala-gejala penekanan, disfagia atau
kelumpuhan pita suara, kematian akibat perluasan lokal yang biasanya
terjadi dalam 6-36 bulan. Tumor-tumor ini sangat resisten terhadap
pengobatan.
2.5.4 Manifestasi Klinis
1. Sebuah benjolan, atau bintil di leher depan (mungkin cepat tumbuh
atau keras) di dekat jakun.
2. Nodul tunggal adalah tanda-tanda yang paling umum kanker tiroid.
3. Sakit di tenggorokan atau leher yang dapat memperpanjang ke
telinga.
4. Serak atau kesulitan berbicara dengan suara normal.
5. Pembengkakan kelenjar getah bening, terutama di leher. Mereka
dapat ditemukan selama pemeriksaan fisik.
6. Kesulitan dalam menelan atau bernapas atau sakit di tenggorokan
atau leher saat menelan. Ini terjadi ketika mendorong tumor
kerongkongan Anda.
7. Batuk terus-menerus, tanpa dingin atau penyakit lain.

57
2.5.5 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang membedakan tumor jinak
dan ganas tiroid belum ada yang khusus, kecuali kanker meduler,
yaitu pemeriksaan kalsitonin dalam serum. Pemeriksaan T3 dan T4
kadang-kadang diperlukan karena pada karsinoma tiroid dapat
terjadi tiroktositosis walaupun jarang. Human Tiroglobulin (HTG)
Tera dapat dipergunakan sebagai tumor marker dan kanker tiroid
diferensiasi baik. Walaupun pemeriksaan ini tidak khas untuk
kanker tiroid, namun peninggian HTG ini setelah tiroidektomi total
merupakan indikator tumor residif atau tumbuh kembali (barsano).
Kadar kalsitonin dalam serum dapat ditentukan untuk diagnosis
karsinoma meduler.
2. Radiologis
a. Foto X-Ray
Pemeriksaan X-Ray jaringan lunak di leher kadang-
kadang diperlukan untuk melihat obstruksi trakhea karena
penekanan tumor dan melihat kalsifikasi pada massa tumor.
Pada karsinoma papiler dengan badan-badan psamoma dapat
terlihat kalsifikasi halus yang disertai stippledcalcification,
sedangkan pada karsinoma meduler kalsifikasi lebih jelas di
massa tumor. Kadang-kadang kalsifikasi juga terlihat pada
metastasis karsinoma pada kelenjar getah bening. Pemeriksaan
X-Ray juga dipergunnakan untuk survey metastasis pada pary
dan tulang. Apabila ada keluhan disfagia, maka foto barium
meal perlu untuk melihat adanya infiltrasi tumor pada
esophagus.
b. Ultrasound
Ultrasound diperlukan untuk tumor solid dan kistik.
Cara ini aman dan tepat, namun cara ini cenderung terdesak
oleh adanya tehnik biopsy aspirasi yaitu tehnik yang lebih
sederhana dan murah.

58
c. Computerized Tomografi
CT-Scan dipergunakan untuk melihat perluasan tumor,
namun tidak dapat membedakan secara pasti antara tumor
ganas atau jinak untuk kasus tumor tiroid.
d. Scintisgrafi
Dengan menggunakan radio isotropic dapat dibedakan
hot nodule dan cold nodule. Daerah cold nodule dicurigai
tumor ganas. Teknik ini dipergunakan juga sebagai penuntun
bagi biopsy aspirasi untuk memperoleh spesimen yang
adekuat.
3. Biopsi Aspirasi
Pada dekade ini biopsy aspirasi jarum halus banyak
dipergunakan sebagai prosedur diagnostik pendahuluan dari
berbagai tumor terutama pada tumor tiroid. Teknik dan peralatan
sangat sederhana, biaya murah dan akurasi diagnostiknya tinggi.
Dengan mempergunakan jarum tabung 10 ml, dan jarum no.22 23
serta alat pemegang, sediaan aspirator tumor diambil untuk
pemeriksaan sitologi. Berdasarkan arsitektur sitologi dapat
diidentifikasi karsinoma papiler, karsinoma folikuler, karsinoma
anaplastik dan karsinoma meduler.
2.5.6 Penatalaksanaan Medik
1. Macam Pembedahan Tiroid, yaitu :
a. Ismektomi
Ismektomi adalah pengangkatan tonjolan tiroid jinak
yang berada pada ismus tiroid, beserta bagian ismus dari
kelenjar tiroid.
b. Lobektomi Subtotal
Lobektomi Subtotal adalah pengangkatan nodul tiroid
beserta jaringan tiroid sekitarnya pada satu sisi, dengan
meninggalkan sebanyak kurang lebih 5 gram jaringan tiroid
normal dibagian posterior. Operasi ini dilakukan pada tonjolan
jinak tiroid.

59
c. Lobektomi Total / Hemitiroidektomi
Lobektomi Total adalah pengangkatan nodul tiroid
beserta jaringan tiroid seluruhnya pada satu sisi.
Operasi ini dilakukan pada tonjolan jinak tiroid yang
mengenai seluruh jaringan tiroid satu lobus, atau pada tonjolan
tiroid dengan hasil pemeriksaan FNA menunjukkan neoplasma
folikuler. Bila hasil pemeriksaan histopatologis dari spesimen
menunjukkan karsinoma tiroid, maka tindakan lobektomi total
tersebut sudah dianggap cukup pada penderita dengan faktor
prognostik yang baik.
d. Tiroidektomi Subtotal
Tiroidektomi Subtotal adalah pengangkatan nodul tiroid
beserta jaringan tiroid disekitarnya pada kedua sisi, dengan
meninggalkan sebanyak kurang lebih 5 gram jaringan tiroid
normal dibagian posterior. Operasi ini dilakukan pada tonjolan
jinak tiroid yang mengenai kedua sisi.
e. Tiroidektomi hampir Total
Tiroidektomi hampir total adalah pengangkatan tonjolan
tiroid beserta seluruh jaringan tiroid pada satu sisi disertai
pengangkatan sebagian besar jaringan tiroid sisi kontralateral
dengan menyisakan 5 g saja pada sisi tersebut.
Operasi ini dilakukan pada tonjolan jinak tiroid yang
mengenai seluruh jaringan tiroid satu lobus dan sebagian
jaringan tiroid kontralateral. Tindakan tersebut juga dapat
dilakukan pada karsinoma tiroid deferensiasi baik pada satu
lobus dan belum melewati garis tengah, untuk menghindari
kelenjar paratiroid bilateral. Penderita karsinoma tiroid yang
dilakukan prosedur ini harus dilanjutkan dengan pemberian
ablasi sisa jaringan tiroid menggunakan yodium radioaktif.
f. Tiroidektomi Total
Tiroidektomi Total adalah pengangkatan tonjolan tiroid
beserta seluruh jaringan tiroid.

60
Operasi ini dikerjakan pada karsinoma tiroid
deferensiasi terutama bila disertai adanya faktor prognostik
yang jelek, karsinoma tiroid tipe meduler, karsinoma tiroid tipe
anaplastik yang masih operabel.
2. Non Pembedahan
a. Radioterapi
Radioterapi adalah penggunaan radiasi ion di bidang
kedokteran sebagai satu bagian pengobatan kanker dengan
mengontrol pertumbuhan sel ganas. Radioterapi digunakan
sebagai terapi kuratif maupun bersifat adjuvan. Lapangan
radiasi juga mencakup jaringan limfonodus dan pembuluh
darah yang menjadi risiko utama untuk metastase tumor.
Radioterapi adalah penggunaan radiasi untuk menghancurkan
sel kanker atau merusak sel tersebut sehingga tidak dapat
bermultiplikasi lagi. Walaupun radiasi ini akan mengenai
seluruh sel, tetapi umumnya sel normal lebih tahan terhadap
radiasi dibandingkan dengan sel kanker.
Kegunaan radioterapi adalah sebagai berikut:
1) Mengobati : banyak kanker yang dapat disembuhkan
dengan radioterapi, baik dengan atau tanpa dikombinasikan
dengan pengobatan lain seperti pembedahan dan
kemoterapi.
2) Mengontrol : Jika tidak memungkinkan lagi adanya
penyembuhan, radioterapi berguna untuk mengontrol
pertumbuhan sel kanker dengan membuat sel kanker
menjadi lebih kecil dan berhenti menyebar.
3) Mengurangi gejala : Selain untuk mengontrol kanker,
radioterapi dapat mengurangi gejala yang biasa timbul pada
penderita kanker seperti rasa nyeri dan juga membuat hidup
penderita lebih nyaman.
4) Membantu pengobatan lainnya : terutama post operasi dan
kemoterapi yang sering disebut sebagai adjuvant therapy

61
atau terapi tambahan dengan tujuan agar terapi bedah dan
kemoterapi yang diberikan lebih efektif.
Jenis radioterapi :
1) Radioterapi eksternal (radioterapi konvensional).
Pada terapi eksternal, mesin akan mengeluarkan
sinar radiasi pada tempat kanker dan jaringan sekitarnya.
Mesin yang digunakan dapat berbeda, tergantung dari lokasi
kanker.
2) Radioterapi internal (Radioisotope Therapy (RIT)).
Radioterapi diberikan melalui cairan infus yang
kemudian masuk ke dalam pembuluh darah atau dapat juga
dengan cara menelannya. Contoh obat radioterapi melalui
infus adalah metaiodobenzylguanidine (MIBG) untuk
mengobati neuroblastoma, sedangkan melalui oral
contohnya iodine-131 untuk mengobati kanker tiroid.
b. Kemoterapi
Kemoterapi memerlukan penggunaan obat untuk
menghancurkan sel kanker. Walaupun obat ideal akan
menghancurkan sel kanker dengan tidak merugikan sel biasa,
kebanyakan obat tidak selektif. Malahan, obat didesain untuk
mengakibatkan kerusakan yang lebih besar pada sel kanker
daripada sel biasa, biasanya dengan menggunakan obat yang
mempengaruhi kemampuan sel untuk bertambah besar.
Pertumbuhan yang tak terkendali dan cepat adalah ciri khas sel
kanker. Tetapi, karena sel biasa juga perlu bertambah besar, dan
beberapa bertambah besar cukup cepat (seperti yang di sumsum
tulang dan garis sepanjang mulut dan usus), semua obat
kemoterapi mempengaruhi sel biasa dan menyebabkan efek
samping.
Kemoterapi secara umum menyebabkan mual, muntah,
kehilangan selera makan, kehilangan berat badan, kepenatan,
dan sel darah hitung rendah yang menyebabkan anemia dan

62
risiko infeksi bertambah. Dengan kemoterapi, orang sering
kehilangan rambut mereka, tetapi akibat sampingan lain
bevariasi tergantung jenis obat.
1) Mual dan Muntah : gejala ini biasanya bisa dicegah atau
dikurangi dengan obat (kontra-obat emesis). Mual juga
mungkin dikurangi oleh makanan-makanan kecil dan
dengan menghindari makanan yang tinggi di serat, gas
barang hasil bumi itu, atau yang sangat panas atau sangat
dingin.
2) Sel Darah Hitung Rendah : Cytopenia, kekurangan satu atau
lebih tipe sel darah, bisa terjadi karena efek racun obat
kemoterapi pada sumsum tulang (di mana sel darah dibuat).
Misalnya, penderita mungkin membuat sel darah merah
yang rendah secara abnormal (anemia), sel darah putih
(neutropenia atau leukopenia), atau platelet
(thrombocytopenia). Jika anemia parah, faktor pertumbuhan
spesifik, seperti erythropoietin atau darbepoietin, bisa
diberikan untuk pertambahan pembentukan sel darah
merah, atau sel darah merah bisa ditransfusikan. Jika
thrombocytopenia hebat, platelet bisa ditransfusikan untuk
merendahkan risiko pendarahan.
c. Terapi Ablasi Iodium Radioaktif
Pada jaringan tiroid sehat dan ganas yang tertinggal
setelah operasi, selanjutnya diberikan terapi ablasi iodium
radioaktif. Mengingat adanya uptake spesifik iodium ke dalam
sel folikuler tiroid termasuk sel ganas tiroid yang berasal dari
sel folikuler.
Ada 3 alasan terapi ablasi pada jaringan sisa setelah operasi,
yaitu:
1) Merusak atau mematikan sisa fokus mikro karsinoma.
2) Untuk mendeteksi kekambuhan atau metastasis melalui
eliminasi uptake oleh sisa jaringan tiroid normal.

63
3) Meningkatkan nilai pemeriksaan tiroglobulin sebagai
petanda serum yang dihasilkan hanya oleh sel tiroid.
Untuk memaksimalkan uptake iodium radioaktif setelah
tiroidektomi total, kadar hormon tiroid diturunkan dengan
menghentikan obat L-tiroksin, sehingga TSH endogen
terstimulasi hingga mencapai kadar diatas 25-30 mU/L.
d. Terapi Supresi L-Tiroksin
Evaluasi lanjutan perlu dilakukan selama beberapa
dekade sebelum dikatakan sembuh total. Target kadar TSH
pada kelompok risiko rendah untuk kesakitan dan kematian
karena keganasan tiroid adalah 0,1-0,5 mU/L, sedang untuk
kelompok risiko tinggi adalah 0,01 mU/L.
2.5.7 Komplikasi
1. Perdarahan
Resiko ini minimum, namun hati-hati dalam mengamankan
hemostatis dan penggunaan drain pada pasien setelah operasi.
2. Masalah terbukanya vena besar (vena tiroidea superior) dan
menyebabkan embolisme udara.
3. Trauma pada nervus laringeus rekurens
Ini dapat menimbulkan paralisis sebagian atau total pada laring.
4. Sepsis yang meluas ke mediastinum
Seharusnya ini tidak boleh terjadi pada operasi bedah sekarang ini,
sehingga antibiotik tidak diperlukan sebagai pofilaksis lagi.
(Sutjahjo, 2006, hal:86)
Kompilkasi akibat tiroidektomi dibagi dalam 3 golongan, yaitu:
1. Minor : seroma
2. Jarang : kerusakan trunkus simpatikus
3. Mayor : perdarahan intraoperatif
Perdarahan pasca operatif :
Trauma pada n. laringeus rekuren/ superior
Hipoparatiroidisme
Hipotiroidisme

64
Krisis tiroid
Infeksi
2.5.8 Indikasi Tiroidektomi
Tiroidektomi pada umumnya dilakukan pada :
1. Penderita dengan tirotoksikosis yang tidak responsif dengan terapi
medikamentosa atau yang kambuh
2. Tumor jinak dan ganas tiroid
3. Gejala penekanan akibat tonjolan tumor
4. Tonjolan tiroid yang mengganggu penampilan seseorang
5. Tonjolan tiroid yang menimbulkan kecemasan seseorang
2.6 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Ca Tiroid
2.6.1 Pengkajian
1. Pre Operasi
a. Aktivitas / latihan
Insomnia, sensitivitas meningkat, otot lemah, gangguan
koordinasi, kelelahan berat, atrofi otot, frekuensi pernafasan
meningkat, takipnea, dispnea.
b. Eliminasi
Urine dalam jumlah banyak, diare.
c. Koping / pertahanan diri
Mengalami ansietas dan stres yang berat, baik
emosional maupun fisik, emosi labil, depresi.
d. Nutrisi dan metabolik
Mual dan muntah, suhu meningkat diatas 37,4C.
Pembesaran tiroid, edema non-pitting terutama di daerah
pretibial, diare atau sembelit.
e. Kognitif dan sensori
Bicaranya cepat dan parau, bingung, gelisah, koma,
tremor pada tangan, hiperaktif reflek tendon dalam (RTD),
nyeri orbital, fotofobia, palpitasi, nyeri dada (angina).
f. Reproduksi / seksual
Penurunan libido, hipomenorea, menorea dan impoten.

65
2. Post operasi
a. Dasar data pengkajian
1) Pertimbangan KDB menunjukkan merata dirawat : 3 hari
2) Pola aktifitas/istirahat : insomnia, kelemahan berat,
gangguan koordinasi
3) Pola neurosensori : gangguan status mental dan perilaku,
seperti : bingung, disorientasi, gelisah, peka rangsang,
hiperaktif refleks tendon dalam
b. Prioritas keperawatan
1) Mengembalikan status hipertiroid melalui praoperatif
2) Mencegah komplikasi
3) Menghilangkan nyeri
4) Memberikan informasi tentang prosedur
c. Tujuan pemulangan
1) Komplikasi dapat di cegah atau dikurangi
2) Nyeri hilang
3) Prosedur pembedahan/prognosis dan pengobatannya dapat
dipahami
4) Mungkin membutuhkan bantuan pada teknik pengobatan
sebagian atau seluruhnya,
5) Aktivitas sehari-hari, mempertahankan tugas-tugas rumah
2.6.2 Diagnosa Keperawatan
1. Pre operatif
a. Ansietas b.d. perubahan dalam status kesehatan.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan selama ... x 24 jam diharapkan
mampu mengurangi stressor yang membebani sumber-sumber
individu.
Kriteria Hasil :
1) Ansietas berkurang, bibuktikan dengan menunjukkan
kontrol agresi, kontrol ansietas, koping.

66
2) Merencanakan strategi koping untuk situasi-situasi yang
membuat stres
3) Manifestasi perilaku akibat kecemasan tidak ada
Intervensi
1) Observasi tingkah laku yang menunjukkan tingkat ansietas
Rasional : mengukur tingkat ansietas
2) Pantau respon fisik, palpitasi, gerakan yang berulang-ulang,
hiperventilasi, insomnia.
Rasional: Efek-efek kelebihan hormon tiroid menimbulkan
manifestasi klinik dari peristiwa kelebihan katekolamin
ketika kadar epinefrin dalam keadaan normal.
3) Berikan obat anti ansietas, contohnya : transquilizer, sedatif
dan pantau efeknya.
Rasional : membantu mengurangi ansietas klien dalam
menghadapi operasi.
Evaluasi :
Klien mampu mengurangi stressor yang membebani sumber
sumber individu.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan klien memasukkan atau
menelan makanan.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan selama ...x24 jam diharapkan
tingkat zat gizi yang tersedia mampu memenuhi kebutuhan
metabolik.
Kriteria Hasil :
1) Terpenuhi asupan makanan, cairan, dan zat gizi
2) Toleransi terhadap diet yang dianjurkan
3) Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas
normal
4) Melaporkan keadekuatan tingkat energi
Intervensi

67
1) Auskultasi bising usus
Rasional : bising usus hiperaktif mencerminkan
peningkatan motalitas lambung yang menurunkan atau
mengubah fungsi absorpsi.
2) Pantau masukan makanan setiap hari dan timbang berat
badan setiap hari serta laporkan adanya penurunan.
Rasional: penurunan berat badan terus menerus dalam
keadaan masukan kalori yang cukup merupakan indikasi
kegagalan terhadap terapi antitiroid.
3) Hindarkan pemberian makanan yang dapat meningkatkan
peristaltic usus.
Rasional : peningkatan motalitas saluran cerna dapat
mengakibatkan diare dan gangguan absorpsi nutrisi yang
diperlukan.
4) Kolaborasikan dengan dokter obat obat atau vitamin yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
Evaluasi :
Tingkat zat gizi yang tersedia untuk klien mampu memenuhi
kebutuhan metabolik.
c. Kerusakan komunikasi berhubungan dengan cedera pita suara.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan selama ... x 24 jam diharapkan
mampu mendemonstrasikan tidak ada cedera dengan
komplikasi minimal atau terkontrol
Kriteria Hasil :
Mampu menciptakan metode komunikasi dimana kebutuhan
dapat dipahami.
Intervensi :
1) Antisipasi kebutuhan sebaik mungkin, kunjungi pasien
secara teratur.
Rasional : Menurunkan ansietas dan kebutuhan pasien
untuk berkomunikasi.

68
2) Pertahankan lingkungan yang tenang
Rasional : Meningkatkan kemampuan mendengarkan
komunikasi perlahan dan menurunkan kerasnya suara yang
harus diucapkan pasien untuk dapat didengarkan
3) Anjurkan untuk tidak berbicara terus menerus.
Rasional : Suara serak dan sakit tenggorok akibat edema
jaringan atau kerusakan karena pembedahan pada syaraf
laringeal dan berakhir dalam beberapa hari.
4) Kolaborasikan dengan dokter obat obat yang diperlukan
untuk meringankan rasa nyeri.
Evaluasi :
Pasien mampu mendemonstrasikan tidak ada cedera dengan
komplikasi minimal atau terkontrol
2. Post operatif
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d. obstruksi jalan
napas(spasme jalan napas).
Tujuan :
Mempertahankan kepatenan jalan nafas setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama ... x 24 jam.
Kriteria Hasil :
1) Menunjukkan pembersihan jalan napas yang efektif
dibuktikan dengan pertukaran gas dan ventilasi tidak
berbahaya.
2) Mudah untuk bernapas.
3) Kegelisahan, sianosis, dan dispnea tidak ada.
4) Saturasi O2 dalam batas normal.
Intervensi :
1) Pantau frekuensi pernapasan, kedalaman, dan kerja
pernapasan.
Rasional : pernapasan secara normal kadang-kadang cepat,
tapi berkembangnya distres pada pernapasan merupakan
indikasi kompresi trakea karena edema atau perdarahan.

69
2) Auskultasi suara napas, catat adanya suara rhonki.
Rasional : rhonki merupakan indikasi adanya
obstruksi/spasme laryngeal yang membutuhkan evaluasi
dan intervensi yang cepat.
3) Periksa balutan leher setiap jam pada periode awal post
operasi, kemudian tiap 4 jam.
Rasional: Pembedahan didaerah leher dapat menyebabkan
obstruksi jalan nafas karena adanya edem post operasi.
b. Nyeri akut berhubungan dengan edema pasca operasi
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan selama ... x 24 jam diharapkan
dapat mengendalikan nyeri dan dapat berkurang.
Kriteria hasil :
1) Tidak ada rintihan
2) Ekspresi wajah rileks
3) Melaporkan nyeri dapat berkurang atau hilang, dari skala 7
berkurang menjadi 2.
Intervensi :
1) Kaji tanda-tanda adanya nyeri baik verbal maupun
nonverbal, catat lokasi, intensitas (skala 0-10), dan
lamanya.
Rasional : bermanfaat dalam mengevaluasi nyeri,
menentukan pilihan intervensi menentukan efektivitas
terapi.
2) Memberikan pasien pada posisi semi fowler dan sokong
kepala/leher dengan bantal kecil.
Rasional : mencegah hiperekstensi leher dan melindungi
integritas garis jahitan.
3) Anjurkan pasien menggunakan teknik relaksasi, seperti
imajinasi, musik yang lembut, relaksasi progresif.

70
Rasional : membantu untuk memfokuskan kembali
perhatian dan membantu pasien untuk mengatasi nyeri/rasa
tidak nyaman secara lebih efektif.
4) Berikan analgesik narkotik yang diresepkan dan evaluasi
keefektifannya.
Rasional : Analgesik narkotik perlu pada nyeri hebat untuk
memblok rasa nyeri.
Evaluasi :
Nyeri pada klien dapat berkurang
c. Resiko tinggi terhadap komplikasi perdarahan berhubungan
dengan tiroidektomi, edema pada dan sekitar insisi,
pengangkatan tidak sengaja dari para tiroid, perdarahan dan
kerusakan saraf laringeal.
Tujuan:
Mencegah terjadinya komplikasi perdarahan setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama ... x 24 jam.
Kriteria hasil :
1) Tidak ada manifestasi dari perdarahan yang hebat
2) Hiperkalemia
3) Kerusakan saraf laryngeal
4) Obstruksi jalan nafas
5) Ketidakseimbangan hormon tiroid dan infeksi
Intervensi :
1) Perdarahan:
a) Pantau:
TD, nadi, RR setiap 224 jam. Bila stabil setiap 4
jam.
Status balutan: inspeksi dirasakan dibelakang leher
setiap 2x 24 jam, kemudian setiap 8 jam setelahnya.
b) Beritahu dokter bila drainase merah terang pada
balutan/penurunan TD disertai peningkatan frekuensi
nadi dan nafas.

71
c) Tempatkan bel pada sisi tempat tidur dan instruksikan
klien untuk memberi tanda bila tersedak atau sensasi
tekanan pada daerah insisi terasa. Bila gejala itu terjadi,
kendur-kan balutan, cek TTV, inspeksi insisi,
pertahankan klien pada posisi semi fowler, beritahu
dokter.
Rasional : Untuk mendeteksi tanda-tanda awal perdarahan.
Temuan ini menandakan perdarahan berlebihan dan perlu
perhatian medis segera.
2) Obstruksi jalan nafas:
a) Pantau pernafasan setiap 224 jam.
Rasional : Untuk mendeteksi tanda-tanda awal obstruksi
pernafasan.
b) Beritahu dokter bila keluhan-keluhan kesulitan
pernafasan, pernafasan tidak tertur atau tersedak.
Rasional : Temuan-temuan ini menandakan kompresi
trakeal yang dapat disebabkan oleh perdarahan,
perhatian medis untuk mencegah henti nafas.
c) Pertahankan posisi semi fowler dengan bantal
dibelakang kepala untuk sokongan
Rasional : Posisi tegak memungkinkan ekspansi paru
lebih penuh dan membantu menurunkan bengkak.
d) Anjurkan penggunaan spirometri insentif setiap 2 jam
untuk merangsang pernafasan dalam.
Rasional : Pernafasan dalam mempertahankan alveoli
terbuka untuk mencegah ate-lektasis.
e) Jamin bahwa O2 dan suction siap tersedia di tempat.
Rasional : Untuk digunakan bila terjadi kompresi trakea.
3) Infeksi luka:
a) Ganti balutan sesuai program dengan menggunakan
teknik steril.
Rasional : Untuk melawan/mencegah masuknya bakteri.

72
b) Beritahu dokter bila ada tanda-tanda infeksi.
Rasional: Untuk melawan/mencegah masuknya bakteri.
4) Kerusakan saraf laringeal:
a) Instruksikan klien untuk tidak banyak bicara.
Rasional: Untuk menurunkan tegangan pada pita suara.
b) Laporkan peningkatan suara serak dan kelelahan suara.
Rasional: Perubahan-perubahan ini menunjukkan
kerusakan saraf laringeal, dimana hal ini tidak dapat
disembuhkan.
5) Hipokalsemia:
a) Pantau laporan-laporan kalsium serum.
Rasional : Perubahan kadar kalsium serum terjadi
sebelum manifestasi ketidak seimbangan kalsium.
b) Beritahu dokter bila keluhan-keluhan kebal, kesemutan
pada bibir, jari-jari/jari kaki, kedutam otot atau kadar
kalsium di bawah rentang normal.
Rasional : Temuan ini menandakan
hipokalsemia dan perlunya penggantian garam kalsium.
6) Ketidakseimbangan hormon tiroid:
a) Pantau kadar T3 dan T4 serum.
Rasional : Untuk mendeteksi indikasi awal
ketidakseimbangan hormon tiroid.
b) Berikan penggantian hormon tiroid sesuai pesanan.
Rasional : Hormon tiroid penting untuk fungsi
metabolik normal.

73
BAB 3
PENUTUP

3.1 Simpulan
Hepatitis adalah suatu proses peradangan difusi pada jaringan yang
dapat disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-
obatan serta bahan-bahan kimia (Sujono Hadi, 1999).
Gagal hati akut terjadi ketika hati dengan cepat kehilangan
kemampuan untuk berfungsi. Biasanya gagal hati berkembang secara
perlahan-lahan selama bertahun-tahun. Tetapi pada kasus gagal hati akut,
dapat berkembang dalam hitungan hari.
Gagal hati akut dapat menyebabkan banyak komplikasi, termasuk
perdarahan yang berlebihan dan peningkatan tekanan di otak. Istilah lain untuk
gagal hati akut adalah fulminant hepatic failure.
Kanker tiroid adalah sutu keganasan pada tiroid yang memiliki 4 tipe
yaitu: papiler, folikuler, anaplastik dan meduler. Kanker tiroid jarang
menyebabkan pembesaran kelenjar, lebih sering menyebabkan pertumbuhan
kecil (nodul) dalam kelenjar. Sebagian besar nodul tiroid bersifat jinak,
biasanya kanker tiroid bisa disembuhkan.
3.2 Saran
1. Meningkatkan kualitas belajar dan memperbanyak literatur dalam
pembuatan makalah agar dapat membuat makalah yang baik dan benar.
2. Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa kesehatan khususnya untuk
mahasiswa keperawatan agar mengetahui bagaimana asuhan keperawatan
pada pasien hepatitis, gagal hati fulminan, dan ca tiroid.

74
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Lilian et al. 1986. Manual of Nursing Practice. Philadelphia :


J.B.Lippincott.
Charlene J. Reeves, Gayle Roux dan Robin Lackhart. 2001 Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika
Clochesy et al.1996.Critical Care Nursing.Philadelphia:W.B.Saunders
Doenges Marlyn E, Moorhouse Mary Frances, Geissler Alice C, 1999, Pedoman
Asuhan Keperawatan, Edisi ke-3. Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Guyton A.C.,dan J.e.Hall.1997.Fisiologi Kedokteran.Ed.9.Jakarta:EGC
Guyton A.C.,dan J.e.Hall.1997.Fisiologi Kedokteran.Ed.9.Jakarta:EGC.
Hirano, T.; Kaplowitz, N.; Tsukamoto, H.; et al. Hepatic mitochondrial
glutathione depletion and progression of experimental alcoholic liver
disease in rats. Hepatology 16:14231427, 1992.
J. Corwin Elizabeth, BSN. BhD. 1996, Hand Book Of Pathophysiology, Buku
Kedokteran EGC.
Long Barbara C, 1996, Medical Bedah 2 Yayasan IAPK, Pajajaran, Bandung
Lynda Juall Carpenito. 2009 Diagnosis Keperawatan Aplikasi pada Praktik
Klinis. Jakarta : EGC
Mansjoer Arif. Edisi III Jilid I 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran UI
Price Sylvia A, Wilson Lorraine M, 1995 Patifosiologi, Edisi ke-4 Buku ke II,
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Price, Sylvia Anderson. 2005 : 485 Patofisiologi, Konsep Klinis Proses Proses
Penyakit. Edisi 6, Vol 1. Jakarta : EGC
Sylvia Anderson Price dan Lorrine Mccarty Wilson. 1981 Patofisiologi, Konsep
Klinis Proses Proses Penyakit. Edisi 2. Jakarta : EGC

75

Anda mungkin juga menyukai