Anda di halaman 1dari 9

Material

KINERJA LABORATORIUM DARI CAMPURAN BETON ASPAL LAPIS AUS (AC-


WC) MENGGUNAKAN ASPAL MODIFIKASI POLIMER NEOPRENE
(253M)

Eri Susanto Hariyadi1, Bambang Sugeng Subagio1 dan Ruli Koestaman1

1
Program Magister Sistem dan Teknik Jalan Raya-ITB Jalan Ganesha 10 Bandung 40153, Indonesia
Email :erisdi@yahoo.com

ABSTRAK
Beban lalu lintas dan temperatur yang tinggi menjadi salah satu faktor penyebab kerusakan
perkerasan jalan. Penggunaan modifikasi polimer dalam perkerasan aspal menjadi salah satu solusi
untuk dipertimbangkan. Penelitian ini menguraikan kinerja laboratorium dari campuran AC-WC
menggunakan 3% dan 6% polimer Neoprene sebagai aditif, dibandingkan dengan campuran AC-
WC menggunakan aspal PEN 60/70. Nilai Kadar Aspal Optimum yang didapat dari pengujian
Marshall, yaitu 5,71% untuk penggunaan aspal PEN 60/70, 5,64% untuk 3% Neoprene dan 5,72%
untuk 6% Neoprene. Nilai Modulus Resilien hasil dari pengujian UMATTA pada suhu tinggi
(45oC) mengalami peningkatan dengan ditambahkannya Neoprene sebesar 3% berturut-turut 474
MPa, 560,8 MPa dan 616,6 MPa. Sedangkan Nilai Stabilitas Dinamis hasil pengujian Wheel
Tracking pada suhu 60% mengalami kenaikan dan penurunan dengan ditambahkannya Neoprene
sebesar 3% berturut-turut 2.423 lintasan/mm, 2.739 lintasan/mm dan 2.333 lintasan/mm. Dari semua
hasil pengujian laboratorium, dapat disimpulkan bahwa polimer Neoprene dapat menunjukkan
kinerjanya yang baik pada suhu tinggi. Sementara persentase optimum polimer Neoprene
diperkirakan berada di antara 3% dan 6%.
Kata kunci: Aspal Modifikasi, Polimer Neoprene, Stabilitas Dinamis, AC-WC

1. PENDAHULUAN
Ketahanan pada umur perkerasan jalan tidak terlepas dari sifat bahan terutama aspal sebagai bahan pengikat. Saat ini
aspal yang digunakan untuk perkerasan jalan belum mampu mengatasi berbagai permasalahan kerusakan pada awal
umur rencana terutama yang diakibatkan oleh suhu tinggi, berat beban dan lalu lintas padat. Tingginya kadar parafin
dalam aspal tersebut juga menjadi penyebab menurunnya kelengketan, titik lembek dan kelenturan pada perkerasan
beton aspal. Sehingga diperlukan suatu langkah terobosan baru dengan memodifikasi aspal yang ada yaitu dengan
menambahkan suatu bahan polimer yang mampu untuk memperbaiki performa kelengketan, titik lembek dan
kelenturan, pertimbangan bahan polimer yang mampu mengantisipasi kondisi tersebut diatas adalah dengan polimer
berjenis elastomerik yang memiliki kelenturan tinggi diharapkan mampu bersinergi dengan campuran aspal
bergradasi menerus yaitu Lapis Beton Aspal (Laston), atau lebih dikenal dengan AC (Asphaltic Concrete). Laston
adalah campuran beton aspal yang memiliki susunan agregat dengan gradasi menerus mengandalkan ikatan saling
mengunci diantara butir-butir agregat, merupakan hal yang sangat penting untuk mencapai penyebaran tegangan.
Kendala rentannya Laston terhadap retak setidaknya mampu diatasi oleh campuran beton aspal yang mengandung
aspal polimer tersebut.

2. TUJUAN PENELITIAN
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengevalusi kinerja laboratorium campuran berasapal
Aspal Beton Lapis Aus (AC-WC) yang menggunakan aspal modifikasi polimer Neoprene. Secara rinci tujuan dari
penelitian ini terdiri dari :
1. Mengevaluasi karakteristik aspal polimer Neoprene.
2. Mengevaluasi karakteristik Marshall dari campuran Beton Aspal Lapis Aus (AC-WC) memakai aspal
polimer Neoprene sebagai bahan additif.
3. Mengukur, dan menganalisis nilai Modulus Resilien dari Campuran Perkerasan Laston Lapis Aus (AC-
Wearing Course) memakai aspal polimer Neoprene menggunakan mesin uji Universal Material Testing
Apparatus Asphalt (UMATTA).
4. Membandingkan dan menganalisis kinerja ketahanan deformasi campuran Beton Aspal Lapis Aus (AC-
WC) memakai aspal polimer Neoprene menggunakan Wheel Tracking Test

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)


Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013 M - 253
Material

3. POLIMER NEOPRENE
Polimer atau dalam perdagangan dikenal dengan nama plastik adalah gugusan molekul yang terdiri dari banyak
monomer. Polimer didefinisikan sebagai molekul panjang yang mengandung rantai dari atom yang disatukan dengan
ikatan kovalen. Nama polimer sesuai dengan nama monomer yang dikandungnya misalkan akrilonitril, polimernya
dinamakan polyakrilonitril. Polimer secara umum dibagi ke dalam dua kategori yaitu plastomer dan elastomer.
Plastomer adalah suatu polimer yang membentuk jaringan tiga dimensi yang kaku dan tahan terhadap deformasi.
Jenis polimer ini akan cepat memberikan kekuatan jika diberi beban, akan tetapi mudah patah bila diberi regangan
yang berlebihan, contoh dari plastomer adalah plastik. Elastomer selain menambah elastisitas aspal secara
signifikan, juga dengan penambahan elastomer, kuat tarik aspal akan meningkat sepanjang penguluran (Brown
dkk.,1990).
Klasifikasi polimer dan penggunaan aspal modifikasi polimer yang digunakan untuk keperluan jalan raya dijelaskan
pada Tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi Polimer Untuk Jalan Raya
Plastomer Elastomer
PP (Poly Propylene) Karet Alam (Natural Rubber)
PE (Poly Ethylene) SBR (Stryene Butadiene Rubber)
EVA (Ethyil Vinyl Acetate) SBS (Stryene butadiene Stryrene)
Neoprene (Rubber Sintetic)
Sumber: Suroso, T. W (2000)
Neoprene pertama kali ditemukan oleh Du pont (1931), yaitu satu jenis karet sintesis yang diciptakan oleh
laboratorium Carothers. Neoprene terbentuk dari materi Acetylene, yaitu berupa gas hidrokarbon yang tidak
berwarna dan tersimpan menjadi Acetone akibat proses pemampatan. Beberapa minggu kemudian, di bawah
pengawasan dan pimpinannya, timnya mampu menciptakan materi kimia baru yang diberi nama Polimer 3-16, yaitu
berupa materi plastik dengan struktur seperti rantai yang membuatnya sangat kuat. Neoprene merupakan salah satu
jenis polimer yang termasuk Polychloroprene yang berasal dari suatu monomer berbentuk cairan.

4. DATA DAN ANALISIS


Karakteristik Aspal Pen 60/70 dengan Neoprene 3% dan 6%
Hasil pengujian aspal dengan campuran bahan polimer Neoprene mengalami penurunan pada nilai penetrasinya
tetapi untuk nilai titik lembeknya mengalami peningkatan dibandingkan dengan nilai Pen 60/70. Dilihat dari
spesifikasi aspal polimer jenis elastomer untuk nilai penetrasi dan titik lembek polimer Neoprene 6% tidak
memenuhi syarat. Hal ini dikarenakan aspal yang menggunakan polimer Neoprene dengan prosentase yang banyak
akan menyebabkan campuran aspal polimer menjadi semakin keras, sehingga untuk nilai penetrasinya pada polimer
Neoprene menjadi menurun. Sedangkan pada pengujian lain nilai titik nyala dan titik bakar untuk polimer Neoprene
mengalami penurunan dibandingkan dengan nilai Pen 60/70 sehingga dengan semakin rendahnya nilai titik nyala
dan titik bakarnya akibat penambahan prosentase polimer Neoprene akan menyebabkan polimer Neoprene mudah
terbakar tetapi untuk spesifikasi untuk aspal polimer jenis elastomer pada pengujian titik nyala dan titik bakar masih
memenuhi syarat. Data hasil pengujian aspal polimer Neoprene dapat dilihat pada Tabel 2, Tabel 3 dan Tabel 4.
Tabel 2. Hasil Pengujian Sifat Fisik Aspal dengan Neoprene 3%
No. Jenis Pengujian Metode Uji Unit Hasil Uji
Penetrasi, 25 oC; 0,1 mm
1. SNI-06-2456-1991 50,8
100 gram; 5 detik
o
2. Titik Lembek SNI-06-2434-1991 C 51
3. Berat Jenis SNI-06-2441-1991 - 1,038
4. Daktilitas SNI-06-2432-1991 cm 100
Titik Nyala o 336
5. SNI-06-2433-1991 C
Titik Bakar 340

Tabel 3 Hasil Pengujian Sifat Fisik Aspal dengan Neoprene 6%


No. Jenis Pengujian Metode Uji Unit Hasil Uji
Penetrasi, 25 oC; 0,1 mm
1. SNI-06-2456-1991 46
100 gram; 5 detik
o
2. Titik Lembek SNI-06-2434-1991 C 52

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)


M - 254 Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Material

3. Berat Jenis SNI-06-2441-1991 - 1,034


4. Daktilitas SNI-06-2432-1991 cm 94
Titik Nyala o 321
5. SNI-06-2433-1991 C
Titik Bakar 334

Tabel 4 Nilai Indeks Penetrasi


Nilai Neoprene 0% Neoprene 3% Neoprene 6%
A 0,0536 0,0460 0,0459
PI -2,536 -1,313 -1,293
Dari hasil pengujian bahwa campuran aspal dengan menggunakan aspal polimer Neoprene 3% memenuhi nilai aspal
pen 50 sebesar 50,8 mm dengan nilai PI sebesar -1,313 dan penggunaan aspal polimer Neoprene 6% memenuhi
nilai aspal pen 40 sebesar 46 mm dengan nilai PI sebesar -1,293. Temperatur pencampuran aspal polimer Neoprene
3% dan 6% menggunakan metode British Standard (BS 598 PART III-1985) dimana suhu pencampuran adalah
110oC diatas suhu titik lembek dan suhu pemadatan adalah 92oC diatas suhu titik lembek. Sehingga hasil yang
diperoleh untuk suhu pencampuran dan suhu pemadatan untuk aspal Neoprene 3% sebesar 161oC dan 143oC
sedangkan untuk campuran Neoprene 6% didapat suhu campuran 162oC dan suhu pemadatan 144oC.
Perbandingan Nilai KAO Terkait Penambahan Kadar Neoprene
Lapis Beton Aspal Lapis Aus (AC-WC) adalah merupakan lapisan paling atas dari struktur perkerasan yang
berhubungan langsung dengan roda kendaraan, mempunyai tekstur yang lebih halus dibandingkan dengan Lapis
Beton Aspal Lapis Pengikat (AC-Binder Course). Disamping sebagai pendukung lalu lintas, lapisan ini mempunyai
fungsi utama sebagai pelindung konstruksi di bawahnya dari kerusakan akibat pengaruh air dan cuaca, sebagai
lapisan aus dan menyediakan permukaan jalan yang rata dan tidak licin (Bina Marga Dept. PU,1987).
Menurut spesifikasi baru campuran beraspal Departemen Kimpraswil 2005, Laston (AC) terdiri dari tiga macam
campuran, Laston Lapis Aus (AC-WC), Laston Lapis Pengikat (AC-BC) dan Laston Lapis Pondasi (AC-Base)
dengan ukuran maksimum agregat masing-masing campuran adalah 19 mm, 25,4 mm, 3,75 mm. Setiap jenis
campuran yang menggunakan bahan aspal dimodifikasi disebut AC-WC Modified, AC-BC Modified dan AC-Base
Modified. Ketentuan mengenai sifat-sifat campuran Laston dengan Aspal Modifikasi (AC-Modified) dapat dilihat
pada Tabel 5.
Tabel 5. Ketentuan Sifat-Sifat Campuran Laston Modifikasi (AC-Modified)
Laston
Sifat-sifat Campuran
WC BC Base
Penyerapan aspal (%) Maks. 1,7
Jumlah tumbukan per bidang 75 112
Min. 3,5
Rongga dalam campuran (%)
Maks. 5,5
Rongga dalam Agregat (VMA) (%) Min. 15 14 13
Rongga terisi aspal (%) Min. 65 63 60
Min. 1000 1800
Stabilitas Marshall (kg)
Maks. - -
Pelelehan (mm) Min. 3 5
Marshall Quotient (kg/mm) Min. 300 350
Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah
Min. 75
perendaman selama 24 jam, 60C
Rongga dalam campuran(%) pada
Min. 2,5
Kepadatan membal (refusal)
Stabilitas Dinamis, Lintasan/mm Min. 2500
Sumber : Dept. Pekerjaan Umum, 2005
Pada pengujian ini, dibuat benda uji Marshall untuk mencari Kadar Aspal Optimum (KAO) dengan kepadatan
mutlak (KAORef ) sehingga didapat KAORef 5,71% untuk campuran aspal pen 60/70, 5,64% untuk campuran aspal
polimer Neoprene 3%, 5,72% untuk campuran aspal polimer Neoprene 6%. Perbandingan nilai kadar aspal optimum
dapat dilihat pada Gambar 1. Untuk ketiga jenis campuran benda uji dengan menggunakan aspal polimer Neoprene

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)


Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013 M - 255
Material

6% memiliki nilai kadar aspal optimum yang lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan aspal Pen 60/70 dan
campuran aspal polimer Neoprene 3%.

Gambar 1. Perbandingan Nilai KAOrefusal terhadap perubahan kadar Neoprene


Penggunaan polimer Neoprene terhadap aspal pen 60/70 pada campuran semakin meningkatkan nilai Kadar Aspal
Optimum dibandingkan tanpa menggunakan polimer Neoprene. Ini menunjukan bahwa penggunaan aspal polimer
Neoprene 6% terhadap aspal pen 60/70 memiliki nilai penetrasi yang lebih rendah, sehingga relatif sulit untuk
dipadatkan, karena dengan aspal yang keras rongga agregat campuran kurang terisi.
Analisis Hasil Pengujian Marshall
Stabilitas merupakan parameter empiris untuk mengukur kemampuan dari campuran aspal untuk menahan
deformasi yang disebabkan oleh suatu pembebanan. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai stabilitas diantaranya
adalah gradasi agregat dan kadar aspal. Selain itu stabilitas dipengaruhi oleh interlocking, kohesi, adhesi dan
internal friction. Jenis agregat dan gradasi sama maka yang berpengaruh berarti jenis aspal. Jenis aspal sangat
berkaitan dengan viskositas dan viskositas berpengaruh terhadap kohesi. Dilihat dari Gambar 2 dan Gambar 3 dapat
dilihat bahwa campuran yang menggunakan aspal polimer Neoprene 3% memiliki nilai stabilitas yang tinggi
dikarenakan nilai penetrasi yang dihasilkan dari pencampuran aspal polimer Neoprene 3% lebih rendah
dibandingkan dengan aspal pen 60/70. Kecilnya nilai penetrasi menunjukkan aspal tersebut lebih tahan terhadap
temperatur, sehingga mampu memberi daya dukung terhadap nilai stabilitas. Namun nilai stabilitas untuk ketiga
jenis campuran memiliki nilai optimum pada kadar aspal tertentu. Perbandingan nilai stabilitas terhadap kadar aspal
dan prosentase aspal polimer Neoprene disajikan pada Gambar 4 dan Gambar 5.

Gambar 4. Nilai Stabilitas sebagai fungsi dari Kadar Aspal

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)


M - 256 Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Material

Gambar 5. Perbandingan Nilai Stabilitas terhadap Prosentase Neoprene


Kelelehan (Flow) merupakan parameter empiris yang menjadi indikator terhadap kelenturan atau perubahan bentuk
plastis campuran beraspal yang diakibatkan oleh beban. Tingkat kelelehan campuran dipengaruhi oleh kadar aspal
dalam campuran, suhu, viskositas aspal dan bentuk partikel agregat. Campuran yang mempunyai nilai kelelehan
relatif rendah pada Kadar Aspal Optimum biasanya memiliki daya tahan deformasi yang lebih baik. Nilai flow yang
rendah bila dikombinasikan dengan stabilitas yang tinggi, menunjukan suatu campuran yang peka terhadap
keretakan. Kecenderungan nilai kelelehan akan naik seiring dengan penambahan prosentase kadar aspal. Hasil
pengujian terhadap kelelehan (flow) menunjukan bahwa campuran yang menggunakan aspal polimer Neoprene 6%
lebih memiliki kepekaan terhadap kelelehan seperti terlihat pada Gambar 6. Nilai kelelehan yang besar dan stabilitas
tinggi mengakibatkan campuran tersebut bersifat flexible sehingga lebih tahan terhadap deformasi. Perbandingan
nilai kelelehan semua campuran terhadap perubahan kadar aspal dan prosentase aspal polimer Neoprene ditunjukkan
pada Gambar 7.

Gambar 6. Nilai Kelelehan sebagai fungsi dari Kadar Aspal

Gambar 7. Perbandingan Nilai Kelelehan terhadap Prosentase Neoprene

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)


Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013 M - 257
Material

Analisis Hasil Pengujian Perendaman Marshall


Pengujian perendaman Marshall merupakan salah satu jenis pengujian untuk mengetahui durabilitas campuran. Uji
rendaman panas dilakukan untuk mengukur kinerja ketahanan campuran terhadap perusakan oleh air. Dari pengujian
ini diperoleh stabilitas Marshall campuran setelah dipengaruhi oleh air. Hasil perbandingan antara stabilitas benda
uji setelah perendaman dan stabilitas benda uji standar dinyatakan dalam persen, yang disebut Indeks Kekuatan
Marshall Sisa (Marshall Index of Retained Strength). Pengujian perendaman Marshall dilakukan pada Kadar Aspal
Optimum Refusal seperti terlihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rangkuman Hasil Pengujian Perendaman Marshall

Sifat-Sifat Campuran Neoprene 0% Neoprene 3% Neoprene 6%

Kadar Aspal; % 5.71% 5.64% 5.72%


Stabilitas Perendaman 24 jam (S2); Kg 1047 1298 1332
Stabilitas awal (S1); Kg 1310 1587 1600
IKS (S2/S1); % 80 82 83

Pengujian Marshall rendaman untuk mengetahui ketahanan atau keawetan campuran terhadap pengaruh air dan
perubahan temperatur. Nilai stabilitas diukur pada kondisi KAO dengan VIM 6%. Nilai perbandingan Stabilitas
setelah rendaman terhadap Stabilitas pada kondisi standar disyaratkan 80%. Gambar 8 memperlihatkan nilai Indeks
kekuatan Sisa (IKS) untuk campuran tanpa polimer Neoprene 0% sebesar 80%, campuran Neoprene 3% sebesar
82%, campuran Neoprene 6% sebesar 83%. Hasil pengujian menunjukkan ketahanan campuran terhadap pengaruh
air pada campuran dengan aspal polimer Neoprene lebih baik dibandingkan dengan campuran konvensional, dan
nilai IKS campuran aspal polimer Neoprene sudah memenuhi spesifikasi yang ditentukan yaitu sebesar 80%.

Gambar 8. Perbandingan Nilai Stabilitas Standar dan Rendaman

Analisis Hasil Pengujian UMATTA


Modulus kekakuan lentur merupakan salah satu sifat campuran beraspal yang sangat penting, dimana hal ini akan
mempengaruhi penyebaran tegangan akibat beban kendaraan ke lapisan tanah dasar dibawahnya. Semakin besar
nilai modulus kekakuan lentur campuran beraspal semakin besar pula daerah penyebaran tegangan ke bagian
bawahnya (Brown, 1982). Hasil pengujian modulus kekakuan lentur campuran beraspal baik menggunakan aspal
minyak (aspal pen 60/70). Campuran yang menggunakan aspal pen 60/70 pada suhu 30oC memiliki nilai modulus
kekakuan lentur yang lebih besar dibandingkan dengan campuran yang menggunakan aspal polimer Neoprene 3%
dan 6%. Hal ini diakibatkan karena campuran yang menggunakan aspal pen 60/70 memiliki nilai KAO yang lebih
rendah dibandingkan dengan nilai KAO pada campuran yang menggunakan aspal polimer Neoprene, sehingga nilai
deformasi horisontal yang diperoleh sebagai pembanding dari beban yang diterima lebih kecil dan menghasilkan
nilai modulus resilien yang besar.

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)


M - 258 Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Material

Gambar 9. Nilai Modulus Resilien pada Suhu 30oC Dan 45oC


Nilai modulus resilien pada temperatur 30oC untuk pen 60/70 sebesar 2510 MPa, campuran 3% sebesar 2.484
MPa,dan campuran 6% sebesar 2.477 MPa. Terjadinya penurunan modulus resilien pada campuran aspal polimer
Neoprene dibandingkan tanpa menggunakan aspal polimer Neoprene hal ini menunjukkan dengan penggunaan aspal
polimer Neoprene memiliki modulus yang kecil dan memiliki nilai kekakuan yang besar hal ini dipengaruhi oleh
aspal polimer Neoprene yang memiliki nilai penetrasi yang kecil dan memiliki titik lembek yang tinggi, sehingga
aspal yang dicampur oleh aspal polimer Neoprene tahan terhadap temperatur rendah dan waktu pembebanan yang
singkat maka modulus resilien yang dihasilkan pada suhu 30oC cenderung menurun. Namun pada suhu 45oC, aspal
pen 60/70 memiliki nilai modulus resilien sebesar 474 MPa, campuran aspal polimer Neoprene 3% memiliki nilai
modulus resilien sebesar 560.8 MPa dan untuk campuran aspal polimer Neoprene 6% didapat nilai modulus
resiliennya sebesar 616.6 MPa sehingga dapat dikatakan meskipun pada temperatur 45oC kinerja campuran aspal
yang menggunakan aspal polimer Neoprene terlihat lebih baik ada peningkatan pada suhu 30oC dibandingkan
dengan nilai modulus campuran aspal pen 60/70.
Analisis hasil Pengujian Wheel Tracking
Hasil pengujian Wheel Tracking terhadap tiga campuran menunjukkan bahwa deformasi yang terjadi pada campuran
aspal polimer Neoprene 3% untuk suhu 45oC memiliki nilai ketahanan yang lebih baik dengan nilai stabilitas
dinamis 12600 lintasan/mm dengan laju deformasi sebesar 0.0033 mm/menit pada suhu 45oC. Campuran yang
memiliki ketahanan yang paling rendah adalah campuran aspal polimer Neoprene 6% yaitu dengan nilai stabilitas
dinamis 9000 lintasan/mm dengan laju deformasi 0.0047 mm/menit. Kemungkinan hal ini terjadi campuran aspal
polimer Neoprene 6% memiliki nilai VIM yang lebih besar dibanding dengan aspal polimer neoprene 3%.
Menurunnya nilai stabilitas dinamis pada campuran aspal polimer Neoprene 6% dipengaruhi oleh nilai kepadatan
yang kecil pada campuran, sehingga campuran memiliki pori yang besar. Campuran yang memiliki pori yang besar
akan mengakibatkan tingkat impermeabilitas atau kekedapan campuran akan menurun, sehingga kekuatan menjadi
berkurang. Hal ini berbeda dengan campuran aspal polimer Neoprene 3% pada suhu 45oC maupun 60oC yang
memiliki nilai stabilitas dinamis yang paling tinggi, yaitu dengan nilai stabilitas dinamis 2739 lintasan/menit dan
laju deformasi sebesar 0.0153 mm/menit.
Dari ketiga jenis campuran aspal nilai deformasi pada suhu 45oC campuran aspal polimer Neoprene 6% memiliki
nilai deformasi yang besar, hal ini didukung oleh aspal polimer Neoprene 6% yang memiliki nilai stabilitas yang
lebih besar. Selain itu nilai deformasi untuk campuran aspal polimer Neoprene 6% pada suhu 45oC didukung oleh
aspal yang keras sehingga campuran memiliki sifat skid resistance yang baik dan sifat kohesi aspal yang cukup baik.
Begitu juga pada suhu 60oC campuran aspal polimer Neoprene 6% memiliki nilai deformasi yang besar pula.
Namun pada campuran aspal polimer neoprene 3% memiliki nilai laju deformasi yang kecil, hal ini dipengaruhi oleh
kadar aspal yang sedikit sehingga mampu menahan repetisi beban, karena pada temperatur tinggi dan pembebanan
yang lama aspal polimer Neoprene 3% akan berprilaku atau mempunyai sifat liquid. Sedangkan untuk aspal polimer
Neoprene 6% memiliki laju deformasi yang tinggi hal ini dipengaruhi oleh jumlah campuran aspal polimer
Neoprene yang banyak, sehingga lebih tahan terhadap perubahan suhu atau mempunyai sifat impermeabilitas yang
baik. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 10 dan Gambar 11.

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)


Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013 M - 259
Material

Gambar 10. Nilai Laju Deformasi pada Temperatur 45oC dan 60oC

Gambar 11. Nilai Stabilitas Dinamis pada Temperatur 45oC dan 60oC

5. KESIMPULAN
Dari hasil analisis pada penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Aspal polimer Neoprene menjadi relatif lebih peka terhadap temperatur tinggi, sehingga efektif tahan terhadap
suhu panas.
2. Nilai KAO mempunyai kecenderungan meninggkat sejalan dengan penmabahan neoprene, walaupun untuk
campuran aspal Pen 60/70 sebesar 5,71%, dan untuk campuran dengan 3% dan 6% Neoprene masing-masing
sebesar 5,64% dan 5,72%.
3. Hasil pengujian Marshall rendaman memberikan nilai IKS tertinggi untuk campuran 6% Neoprene sebesar
83%, berikutnya adalah campuran 3% Neoprene sebesar 82% dan campuran 0% Neoprene sebesar 80%.
4. Hasil pengujian UMATTA pada temperatur lebih tinggi memberikan nilai Modulus Resilien yang besar dengan
penambahan Neoprene. Hal ini menunjukkan bahwa Neoprene mempunyai ketahanan terhadap suhu tinggi.
5. Hasil pengujian Wheel Tracking pada temperatur yang lebih tinggi juga menunjukkan nilai Stabilitas Dinamis
yang tinggi dengan penambahan Neoprene. Hasil ini juga membuktikan bahwa campuran dengan polimer
Neoprene mempunyai ketahanan terhadap suhu tinggi.

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pekerjaan Umum (1999), Pedoman Perencanaan Campuran Beraspal Panas Dengan Pendekatan
Kepadatan Mutlak, No. 025/T/BM/1999, Direktorat Jenderal Bina Marga.
Departemen Pekerjaan Umum (2005), seksi 6.3 Spesifikasi Campuran Beraspal Panas.
Hall, C (1989), Polymer Materials. Second Edition. Mc Millan Education
Huang, Y. H (1993), Pavement Analysis and Design, Prentice-Hall, Inc, New Jersey.
Irsan, M (2006), Kinerja Laboratorium Beton Aspal Lapis Aus-2 Dengan Aspal Modifikasi Polimer, Tesis Magister,
Program Magister Sistem Dan Teknik Jalan Raya (STJR), Institut Teknologi Bandung.
O. Hamid, D. M, (2006), Tinjauan Laboratorium Sifat-sifat Teknik Campuran Beton Aspal Lapis Aus (AC-WC)
menggunakan Aspal Minyak dan Aspal Polimer, Tesis Magister, Program Magister Sistem Dan Teknik Jalan
Raya (STJR), Institut Teknologi Bandung.
Shell (1978), Shell Pavement Design Manual, Asphalt Pavement and Overlays for Road Traffic, Shell International
Petroleum, London.

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)


M - 260 Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Material

Shell Bitumen (1990), The Shell Bitumen Handbook, Published By Shell Bitumen U.K
SHRP, (1994), Superior Performing Asphalt Pavement (Superpave) : The Product of the SHRP Asphalt Research
Program., SHRP-A-410, Strategic Highway Research Program, National Research Council, Washington DC.
The Asphalt Institute, (1983), Principles of Construction of Hot Mix Asphalt Pavements, Manual Series No.22, The
Asphalt Institute.
The Asphalt Institute, (1993), Mix DesignMethods for Asphalt Concrete and Other Hot-Mix Types, Manual Series
No.2, Sixth Edition, The Asphalt Institute.
Suroso, T. W (2000), Penelitian Peningkatan Mutu Aspal Dengan polimer Dalam Negeri Untuk Jaringan Prasarana
Jalan Wilayah, Laporan Akhir, Pusat Penelitian Dan Pengembangan Teknologi Prasarana Jalan, Bandung.
Suroso, T. W (2001), Aplikasi Penggunaan Polimer dan Mikro Karbon dalam Meningkatkan Mutu Aspal untuk
Jaringan Jalan Wilayah, Laporan Akhir, Pusat Penelitian Dan Pengembangan Teknologi Prasarana Jalan,
Bandung.
Yoder, E. J., And Witczak, M.W., (1975), Principles Of Pavement Design, 2nd Edition, John Wiley & Sons, Inc,
New York.

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)


Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013 M - 261

Anda mungkin juga menyukai