Anda di halaman 1dari 75

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Preeklampsia/Eklampsia

2.1.1 Pengertian Preeklampsia/Eklampsia

Preeklampsia/eklampsia timbul pada wanita hamil atau dalam keadaan

persalinan dan nifas dengan tanda-tanda preeklampsia. Eklampsia

merupakan kelanjutan preeklampsia berat ditambah dengan kejang dan

koma yang berlansung mendadak. Preeklampsia berat/eklampsia yang

disebut juga Pregnancy Induced Hipertention (PIH) atau kehamilan yang

menginduksi tekanan darah adalah penyakit pada wanita hamil yang

secara langsung disebabkan oleh kehamilan (Jones, 2002).

Preeklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi,

proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi

dalam triwulan ketiga pada kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya

misalnya pada mola hidatidosa (Winkjosastro, 2005).

Preeklampsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa

berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang

ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuria (Cunningham

et al, 2005).

Preeklampsia adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil,

bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias yaitu hipertensi,

proteinuria yang kadang-kadang disertai konvulsi sampai koma, ibu

11
12

tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan vascular atau hipertensi

sebelumnya (Mochtar, 2008).

Kejadian preeklampsia dan eklampsia bervariasi di setiap negara

bahkan pada setiap daerah. Dijumpai berbagai faktor yang mempengaruhi

terjadinya preeklampsia dan eklampsia diantaranya jumlah primigravida,

terutama primigravida muda, distensi rahim berlebihan hidramnion, hamil

kembar, mola hidatidosa, penyakit yang menyertai hamil seperti diabetes

melitus, kegemukan, jumlah usia ibu lebih dari 35 tahun, preeklampsia

berkisar antara 3-% dari kehamilan yang dirawat (Manuaba, 2010).

2.1.2 Epidemiologi Preeklampsia/Eklampsia

Frekuensi kejadian preeklampsia/eklampsia pada masing-masing

negara tidaklah sama sebab kejadian preeklampsia/eklampsia dipengaruhi

berbagai faktor. Dalam kepustakaan frekuensi preeklampsia/eklampsia

dilaporkan berkisar 3-10% (Prawirohardjo, 2008).

insiden dari eklampsia pada negara berkembang sekitar 1 kasus per

100 kehamilan sampai 1 kasus per 1700 kehamilan. Pada negara Afrika

seperti Afrika Selatan, Mesir, Tanzania dan Etiopia bervariasai sekitar

1,8% sampai dengan 7,1%. Di Nigeria prevalensinya sekitar 2% sampai

dengan 16,7% (Osungbade, 2011).

Komplikasi kehamilan yang berkaitan dengan hipertensi terjadi sekitar

5-10% pada kehamilan dan bersama-sama dengan perdarahan dan infeksi,

merupakan trias penyebab morbiditas dan mortalitas ibu. Kejadian

preeclampsia sendiri teridentifikasi terjadi 3,9% dari semua kehamilan.


13

Kejadian hipertensi dalam kehamilan di negara berkembang

menyumbangkan 16% dari angka kematian ibu yaitu perdarahan 13%,

aborsi 8%, dan sepsis 2% (Cunningham et al, 2010).

Menurut Manurung dan Wiknjosastro (2007) antara tahun 2003-2005

tercatat 9.437 persalinan di RSCM. Kasus preeklampsia berat dan

eklampsia secara keseluruhan tercatat 1.453 kasus (15,3%) sebanyak 221

(2,31%) diantaranya merupakan kasus eklampsia. Sehingga rata-rata tiap

bulan terdapat 34 pasien preeklampsia berat dan 6 pasien eklampsia.

Preeklampsia dapat dijumpai pada masa antenatal, intrapartum atau

postnatal. Selama masa kehamilannya seorang ibu memiliki kemungkinan

sekitar 10% untuk mengalami hipertensi akibat kehamilan. Dalam

kelompok tersebut diperkirakan sekitar 3-4% mengalami preeklampsia,

5% mengalami hipertensi akibat kehamilan dan sisanya 1-2% mengalami

hipertensi kronis (Elizabeth dan Jason, 2012).

2.1.3 Etiologi Preeklampsia/Eklampsia

Menurut Prawirohardjo (2006) penyebab preeklampsia saat ini tidak

dapat diketahui dengan pasti, walaupun penelitian yang dilakukan

terhadap penyakit ini sudah sedemikian maju. Semuanya baru didasarkan

pada teori yang dihubung-hubungkan dengan kejadian. Itulah sebabnya

preeklampsia disebut juga disease of theory, gangguan kesehatan yang

berasumsi pada teori. Menurut Rukiyah (2010) adapun teori-teori tersebut

antara lain :
14

a. Peran prostasiklin dan tromboksan

Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada

endotel vaskuler, sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin

yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan

fibrinolisis, yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin.

Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi deposit

fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan dan

serotonin, sehingga terjadi vasopasme dan kerusakan endotel.

b. Peran faktor imunologis

Pada Perempuan normal, respon imun tidak menolak adanya hasil

konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan human leukocyte

antigen protein G (HLA-G), yang dapat melindungi trofoblas janin

dari lisi oleh natural killer (NK) ibu (Angsar, 2009). Wanita dengan

PE-E mempunyai komplek imun dalam serum yang mengaktivasi

sistem komplemen pada PE-E diikuti proteinuria (Cunningham, 2010).

Plasenta ibu dengan PE-E, terjadi penurunan ekspresi HLA-G,

yang mengakibatkan terhambatnya invasi trofoblas ke dalam desidua.

Kemungkinan terjadi Immune-Maladaptation pada PE-E (Benson,

2013).

c. Faktor genetik

Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada

kejadian Preeklampsia/eklampsia antara lain: (1) Preeklampsia hanya

terjadi pada manusia, (2) Terdapatnya kecenderungan meningkatnya


15

frekuensi preeklampsia-eklampsia pada anak-anak dari ibu yang

menderita preeklampsia-eklampsia, (3) Kecende-rungan meningkatnya

frekuensi pada preeklampsia-eklampsia pada anak dan cucu ibu hamil

dengan riwayat preeklampsia-eklampsia dan bukan pada ipar mereka,

(4) Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron System (RAAS).

2.1.4 Patofisiologi Preeklampsia/Eklamspia

Pada preeklampsia-eklampsia serum anti oksidan kadarnya menurun

dan plasenta menjadi sumber terjadinya peroksidase lemak. Sedangkan

pada wanita hamil normal, serumnya mengandung transferin, ion tembaga

dan sulfhidril yang berperan sebagai antioksidan yang cukup kuat.

Peroksidase lemak beredar dalam aliran darah melalui ikatan lipoprotein.

Peroksidase lemak ini akan sampai ke semua komponen sel yang dilewati

termasuk sel-sel endotel yang akan mengakibatkan rusaknya sel-sel

endotel tersebut. Rusaknya sel-sel endotel tersebut akan mengakibatkan

antara lain: adhesi dan agregasi trombosit, gangguan permeabilitas lapisan

endotel terhadap plasma, terlepasnya enzim lisosom, tromboksan dan

serotonin sebagai akibat rusaknya trombosit, produksi prostasiklin

terhenti, terganggunya keseimbangan prostasiklin dan tromboksan, terjadi

hipoksia plasenta akibat konsumsi oksigen oleh peroksidase lemak

(Manuaba, 2008).

Preeklampsia dikategorikan oleh beberapa penelitian menjadi dua

kondisi yaitu preeklampsia onset awal (early onset preeclampsia) dan

preeklampsia onset lanjutan (late onset preeclampsia). Preklampsia


16

dikatakan pada onset awal apabila preeklampsia berkembang sebelum usia

kehamilan 34 minggu, sedangkan dikatakan onset lanjutan bila

preeklampsia berkembang pada usia kehamilan 34 minggu atau lebih

(Wikstrom, 2007).

Penelitian terbaru tentang morfologi plasenta, didapatkan bahwa

plasenta pada wanita dengan PE onset awal (<34 minggu) memiliki

morfologi plasenta yang abnormal sedangkan pada PE onset lanjutan (34

minggu) memiliki morfologi plasenta yang sesuai dengan usia kehamilan.

Selain itu, hasil penelitian lain menunjukkan terjadi peningkatan jumlah

STBM (Syncytiotrophoblast Microparticles) hanya pada wanita dengan

PE onset awal. STBM telah terbukti menyebabkan difungsi sel endotel.

Peningkatan jumlah STBM dapat disebabkan oleh hipoksia sebagai akibat

dari proses plasenta yang buuruk. Pengamatan klinik bahwa pada PE onset

awal disertai pertumbuhan janin terhambat namun tidak pada PE onset

lanjutan. Semua temuan ini mendukung adanya dua bagian preeklampsia

yaitu onset awal dan onset akhir serta mendukung hipotesis bahwa PE

onset akhir merupakan penyakit maternal, dan bukan penyakit plasenta

(Wikstrom, 2007).
17

Detective Placental Implantation

Step 1
Placental Ischemia

Placental Factor Systematic Hemodynamic Adaptation

Endothelial Dysfunction

Step 2
Reduced Perfussion of Affected Organ

Clinical Manifestation of Preeclampsia

Sumber : Noris M dkk (2005)


Gambar 2.1 Patofisiologi Preeklampsia

Pada gambar 2.2 diatas dijelaskan mengenai patofisiologi

preeklampsia yang terjadi melalui dua tahap yaitu tahap 1 (plasenta

abnormal) menyebabkan gangguan dilatasi arteri spiralis yang merupakan

titik awal pathogenesis preeklampsia, berakibat menurunnya aliran darah

ke maternal feta interface. Penurunan perfusi plasenta akan mengaktivasi

faktor plasenta dan menginduksi perubahan hemodinamik sistemik. Tahap

2 (sindroma maternal) adalah gangguan sirkulasi disebabkan disfungsi

endotel pembuluh darah maternal secara menyeluruh yang mengakibatkan

reaktivitas vaskuler, aktivasi system koagulasi dan hilangnya integritas

vaskuler.

2.1.5 Perubahan Patologi

Menurut Manuaba (2010) perubahan patologis berbagai organ penting

dijabarkan sebagai berikut :


18

a. Perubahan hati

Perdarahan yang tidak teratur, terjadi nekrosis, trombosis pada

lobus hati.

b. Rasa nyeri di epigastrium karena perdarahan subkapsuler.

c. Retina

Spasme pembuluh darah arteriol otak menyebabkan anemia

jaringan otak, perdarahan dan nekrosis, menimbulkan nyeri kepala

yang berat.

d. Otak

Spasme pembuluh darah arteriol otak menyebabkan anemia

jaringan otak, perdarahan dan nekrosis, menimbulkan nyeri kepala

yang berat.

e. Paru-paru

Berbagaitingkat edema, bronkopneumonia sampai abses,

menimbulkan sesak napas sampai sianosis.

f. Jantung

Perubahan degenerasi lemak dan edema, perdarahan

subendokardial, menimbulkan dekompensai kordis sampai terhentinya

fungsi jantung.

g. Aliran darah ke plasenta

Spasme arteriol yang mendadak menyebabkan asfiksia berat

sampai kematian janin. Spasme yang berlangsung lama, mengganggu

pertumbuhan janin.
19

h. Perubahan ginjal

Spasme arteriol menyebabkan aliran darah ke ginjal menurun

sehingga filtrasi glomerulus berkurang, penyerapan air dan garam

tubulus tetap, terjadi retensi air dan garam, edema pada tungkai dan

tangan, paru organ lain.

i. Perubahan pembuluh darah

Permeabilitasnya terhadap protein makin tinggi sehingga terjadi

vasasi protein dan jaringan, protein ekstravaskular menarik air dan

garam menimbulkan edema.

2.1.6 Klasifikasi Preeklampsia/Eklampsia

Menurut Rukiyah (2010) jenis-jenis preeklampsia adalah sebagai berikut :

a. Preeklampsia ringan

Preeklampsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai

proteinuria setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah

kehamilan. Gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20

minggu pada penyakit trofoblas. Penyakit preeklampsia ringan belum

diketahui secara jelas. Penyakit ini dianggap sebagai maladaptation

syndrome akibat vasospasme general dengan segala akibatnya.

Gejala klinis preeklampsia ringan meliputi : (1) Kenaikan

tekanan darah sistole 30 mmHg atau lebih, diastole 15 mmHg atau

lebih dari tekanan darah sebelum hamil pada kehamilan 20 minggu

atau lebih atau sistolik 140 mmHg sampai kurang 160 mmHg, diastole

90 mmHg sampai kurang 110 mmHg. (2)Proteinuria: secara kualitatif


20

lebih 0,3 gr/liter dalam 24 jam atau secara kualitatif positif 2 (+2), (3)

Edema pada pretibia, dinding abdomen, lumbosakral, wajah atau

tangan.

Pemeriksaan dan diagnosis untuk menunjang keyakinan petugas

kesehatan atas kemungkinan ibu mengalami preeklampsia ringan jika

ditandai dengan kehamilan lebih 20 minggu, kenaikan tekanan darah

140/90 mmHg atau lebih dengan pemeriksaan 2 kali selang 6 jam

dalam keadaan istirahat (untuk pemeriksaan pertama dilakukan 2 kali

setelah istirahat 10 menit), edema tekan pada tungkai (pretibia),

dinding perut, lumbosakral, jari, wajah atau tangan, proteinuria lebih

0,3 gr/liter/24 jam, kualitatif +2.

Penanganan preeklampsia ringan dapat dilakukan dengan dua

cara tergantung gejala yang timbul, yakni :

1) Penatalaksanaan rawat jalan pasien preeklampsia ringan, dengan

cara: ibu dianjurkan banyak istirahat (berbaring tidur/miring), diet

: cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam, pemberian

sedative ringan: tablet Phenobarbital 3 x 30 mg atau diazepam 3 x

2 mg per oral selama 7 hari (atas instruksi dokter), roborantia,

kunjungan ulang setiap 1 minggu,. Pemeriksaan laboratorium:

hemoglobin, hematokrit, trombosit, urin lengkap, asam urat darah,

fungsi hati, fungsi ginjal.

2) Penatalaksanaan rawat tinggal pasien preeklampsia ringan

berdasarkan kriteria: setelah 2 minggu pengobatan rawat jalan


21

tidak menunjukkan adanya perbaikan dari gejala-gejala

preeklampsia, kenaikan berat badan ibu 1 kg atau lebih per

minggu selama 2 kali berturut-turut (2 minggu), timbul salah satu

atau lebih gejala atau tanda-tanda preeklampsia berat.

b. Preeklampsia berat

Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang

ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih

disertai proteinuria pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Gejala dan

tanda preeklampsia berat: tekanan darah sistolik >160 mmHg, tekanan

darah diastolik >110 mmHg, peningkatan kadar enzim hati atau/dan

ikterus, trombosit <100.000/mm2, oliguria <400 ml/24 jam, proteinuria

>3 gr/liter per 24 jam atau +3 atau lebih, nyeri epigastrium atau

kuadran kanan atas, skotoma dan gangguan visus lain atau nyeri frontal

yang berat, perdarahan retina, odem pulmonium, gangguan kesadaran,

gangguan serebral atau penglihatan, gangguan fungsi hati,

trombositopenia, dan pertumbuhan janin terhambat.

Penyulit lain juga bisa terjadi, yaitu kerusakan organ-organ tubuh

seperti gagal jantung, gagal ginjal, gangguan fungsi hati, gangguan

pembekuan darah, sindroma HELLP (hemolysis, elevated liver enzyme,

low platelet), bahkan dapat terjadi kematian pada janin, ibu, atau

keduanya bila preeklampsia tidak segera diatasi dengan baik dan benar.

Selain itu pemeriksaan laboratorium juga bisa digunakan untuk

menegakkan diagnose preeklampsia berat, yaitu : peningkatan


22

hemoglobin danhematoicrit, anemia karena hemolysis, trombosit

<100.000/mm3, asam urat >6mg/dl, peningkatan serum retina, dan

peningkatan kadar enzim hati/icterus.

Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala

preeklampsia berat selama perawatan maka perawatan dibagi menjadi:

(1)Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau determinasi

ditambah pengobatan medicinal, (2) Perawatan konservatif yaitu

kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan medicinal.

1) Perawatan aktif, sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada

setiap penderita dilakukan pemeriksaan fetal assessment yakni

pemeriksaan Non Stress Test (NST) dan Ultrasonografi (USG),

dengan indikasi (salah satu atau lebih) yakni :

a) Ibu : usia kehamilan 37 minggu atau lebih, adanya tanda-

tanda atau gejala impending eklampsia, kegagalan terapi

konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi

kenaikan desakan darah atau setelah 24 jam perawatan

medicinal, ada gejala-gejala status quo (tidak ada perbaikan).

b) Janin: hasil fetal assessment jelek (NST & USG): adanya

tanda intra uterin growth retardation (IUGR).

c) Hasil laboratorium: adanya HELLP Syndrome (hemolisis

dan peningkatan fungsi hepar, trombositopenia).

2) Pengobatan medicinal pasien preeklampsia berat (dilakukan di

rumah sakit atau atas instruksi dokter) yaitu: segera masuk rumah
23

sakit, tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital diperiksa setiap

30 menit, refleks patella setiap jam, infus dextrose 5% dimana

setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60- 125 cc/jam) 500cc,

berikan Antasida, diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak

dan garam, pemberian obat anti kejang: MgSO4 : diuretikum tidak

diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah jantung

kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemide injeksi 40

mg/IM.

3) Anti hipertensi diberikan bila: tekanan darah sistolik lebih 180

mmHg, diastolic lebih 110 mmHg atau MAP lebih 125 mmHg.

Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolis kurang 105 mmHg

(bukan kurang 90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi

plasenta, dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi

pada umumnya.

4) Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat

diberikan obat-obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinu),

catapres injeksi. Dosis yang biasa dipakai 5 ampul dalam 500 cc

cairan infus atau press disesuaikan dengan tekanan darah.

c. Eklampsia

Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil dalam

persalinan atau nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang atau

koma. Sebelumnya wanita ini menunjukkan gejala-gejala preeklampsia


24

berat (kejang timbul bukan akibat kelainan neurologik) (Rukiyah,

2010).

Sebagai batasan yang disebut hipertensi dalam kehamilan adalah

kenaikan tekanan darah daistolik 90 mmHg dan tekanan darah sistolik

140 mmHg pada dua kali pemeriksaan yang berjarak 4 jam atau lebih dan

proteinuria, jika dijumpai protein dalam urine melebihi 0,3 gr/24 jam atau

dengan pemeriksaan kualitatif minimal positif (+) satu.

Secara ringkas, Manuaba (2004) mengklasifikasikan preeklampsia

sebagai berikut :

Tabel 2.1. Klasifikasi Preeklampsia/Eklampsia


Tipe Tanda dan Gejala
Preeklampsia
Preeklampsia 1. Tekanan darah sistolik 140 atau kenaikan 30
Ringan mmHg dengan interval pemeriksaan 6 jam.
2. Tekanan darah diastolik 90 atau kenaikan 15
mmHg dengan interval pemeriksaan 6 jam.
3. Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam 1
minggu.
4. Proteinuria 0,3 g atau lebih dengan tingkat
kualitatif +1 sampai 2 pada urine kateter atau
urine aliran pertengahan.
5. Edema ringan
Preeklampsia 1. Bila salah satu di antara gejala atau tanda
Berat ditemukan pada ibu hamil, sudah dapat
digolongkan preeklampsia berat
2. Tekanan darah 160/110 mmHg.
3. Oligouria, urine <400 cc/24 jam.
4. Proteinuria >3 g/liter
5. Keluhan subjektif: nyeri epigastrium,
gangguan penglihatan, nyeri kepala, edema
paru dan sianosis.
6. Gangguan kesadaran.
7. Pemeriksaan kadar enzim hati meningkat
disertai ikterus
8. Perdarahan pada retina
9. Trombosit <100.000/mm.
10. Janin mungkin : IUGR, Asfiksia
25

Impending 1. Gangguan visus


Eklampsia 2. Muntah-muntah
3. Kenaikan progresif tekanan darah
4. Nyeri epigastrium
5. Nyeri kepala hebat
6. Sesak sianosis
7. Hiperaktif reflex
Eklampsia Gejala preeklampsia berat ditambah dengan :
1. Konvulsi (kejang)
2. Kesadaran turun sampai koma
Sumber : Manuaba (2004)

2.1.7 Gambaran klinis Preeklampsia/Eklampsia

Gambaran klinis mulai dengan kenaikan berat badan diikuti edema

kaki atau tangan, peningkatan tekanan darah, dan terakhir terjadi

proteinuria. Pada preeklampsia ringan, gejala subjektif belum di jumpa,

tetapi pada preeklampsia berat diikuti keluhan subjektif berupa sakit

kepala terutama daerah frontalis, rasa nyeri di daerah epigastrium,

gangguan mata, penglihatan menjadi kabur, terdapat mual sampai muntah,

gangguan pernapasan sampai sianosis, dan terjadi gangguan kesadaran.

Dengan pengeluaran proteinuria, keadaan penyakit semakin berat, karena

terjadi gangguan fungsi ginjal (Manuaba, 2010).

2.1.8 Diagnosa Preeklampsia/Eklampsia

Diagnosa dini harus diutamakan bila diinginkan angka morbiditas dan

mortalitas rendah bagi ibu dan anaknya. Walaupun terjadinya

preeklampsia sukar dicegah, namun preeklampsia berat dan eklampsia

biasanya dapat dihindarkan dengan mengenal secara dini penyakit itu dan

dengan penanganan secara sempurna (Rukiyah, 2010).


26

Pada umumnya diagnosis preeklampsia didasarkan atas adanya 2 dari

trias tanda utama: hipertensi dan proteinuria. Hal ini memang berguna

untuk kepentingan statistik, tetapi dapat merugikan penderita karena tiap

tanda dapat merupakan bahaya kendatipun ditemukan tersendiri (Rukiyah,

2010).

Diagnosis diferensial antara preeklampsia dengan hipertensi menahun

atau penyakit ginjal tidak jarang menimbulkan kesukaran. Pada hipertensi

menahun adanya tekanan darah yang meninggi sebelum hamil, pada

kehamilan muda, atau 6 bulan postpartum akan sangat berguna untuk

membuat diagnosis. Pemeriksaan funduskopi juga berguna karena

perdarahan dan eksudat jarang ditemukan pada preeklampsia, kelainan

tersebut biasanya menunjukkan hipertensi menahun. Untuk diagnosa

penyakit ginjal saat timbulnya proteinuria banyak menolong, proteinuria

pada preeklampsia jarang timbul sebelum trimester 3, sedang pada

penyakit ginjal timbul lebih dahulu. Tes fungsi ginjal juga banyak

berguna, pada umumnya fungsi ginjal normal pada preeklampsia ringan

(Manuaba, 2008).

2.1.9 Faktor Risiko Preeklampsia/Eklampsia

a. Faktor Predisposisi

Menurut Rozikhan (2007) wanita hamil cenderung dan mudah

mengalami preeklampsia bila mempunyai faktor-faktor predisposisi

sebagai berikut :

1) Nulipara
27

2) Kehamilan ganda (kembar)

3) Usia < 20 atau > 35 tahun

4) Riwayat pre-eklampsia, eklampsia pada kehamilan sebelumnya

5) Riwayat dalam keluarga pernah menderita pre-eklampsia

6) Hipertensi kronik dan diabetes mellitus yang sudah ada sebelum

ibu mengalami kehamilan

7) Gangguan ginjal

8) Penyakit thyroid

9) Obesitas

10) Mola hidatiformis

b. Faktor Status kesehatan

1) Faktor Umur

Umur merupakan bagian dari status kesehatan yang

penting. Umur berkaitan dengan peningkatan atau penurunan

fungsi tubuh sehingga mempengaruhi status kesehatan seseorang.

Umur yang baik untuk hamil adalah 20-35 tahun (Depkes RI,

2000). Royston & Armstrong (2004) juga menyebutkan bahwa

umur 20-35 tahun merupakan umur yang paling aman bagi wanita

untuk hamil dan melahirkan. Royston & Armstrong (2004) juga

menyatakan bahwa wanita usia remaja yang hamil untuk pertama

kali dan wanita yang hamil pada usia >35 tahun akan mempunyai

risiko yang sangat tinggi untuk mengalami preeklampsia.


28

Hubungan antara usia ibu dan insiden preeklampsia oleh

banyak penelitian digambarkan sebagi kurva berbentuk J artinya

semakin tua usia ibu maka risiko semakin besar. Risiko bertambah

menjadi 3-4 kali lipat pada wanita dengan usia 35 tahun

dibandingkan dengan wanita yang lebih muda. Selain itu, insiden

preeklampsia pada gadis remaja khususnya yang berusia 15 tahun

meningkat siginifikan. Hal ini masih belum jelas apakah

meningkat akibat usia yang masih muda atau hal ini cenderung

berkaitan dengan faktor sosial, antenatal care yang buruk, nutrisis

yang tak layak dan peningkatan insiden kehamilan yang

disembunyikan (Myers dan Brocklesby, 2005).

Penelitian yang dilakukan oleh Phupong dan Luealon

(2010) di King Chulalongkorn Memotial Hospital Bangkok

didapatkan hasil bahwa usia ibu 35 tahun meningkatkan risiko

kejadian preeklampsia sebesar 1,7 kali lipat. Hal ini diduga

berkaitan dengan kerusakan vaskuler endotel yang progresif yang

terjadi seiring dengan proses penuaan maternal serta obstruksi

arteri spirialis akibat atherosis.

Hipertensi karena kehamilan paling sering mengenai wanita

nulipara. Wanita yang lebih tua, yang dengan bertambahnya usia

akan menunjukkan peningkatan insiden hipertensi kronis,

menghadapi risiko yang lebih besar untuk menderita hipertensi

karena kehamilan atau superimposed pre-eklampsia. Jadi wanita


29

yang berada pada awal atau akhir usia reproduksi, dahulu

dianggap rentan (Phupong & Luealon, 2010).

2) Paritas

Dari kejadian delapan puluh persen semua kasus hipertensi

pada kehamilan, 3-8 persen pasien terutama pada primigravida,

pada kehamilan trimester kedua. Catatan statistik menunjukkan

dari seluruh incidence dunia, dari 5%-8% pre-eklampsia dari

semua kehamilan, terdapat 12% lebih dikarenakan oleh

primigravida (WHO, 2002).

Faktor yang mempengaruhi preeklampsia frekuensi

primigravida lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida,

terutama primigravida muda. Persalinan yang berulang-ulang akan

mempunyai banyak risiko terhadap kehamilan, telah terbukti

bahwa persalinan kedua dan ketiga adalah persalinan yang paling

aman (WHO, 2002).

Pada umumnya preeklampsia diperkirakan sebagai penyakit

pada kehamilan pertama. Bila kehamilan sebelumnya normal,

maka insidens preeklampsia akan menurun. Hal ini disebabkan

pada primigravida pembentukan antibodi penghambat belum

sempurna sehingga meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia

(WHO, 2002).

Waluyo (2001) menyatakan bahwa perfusi penurunan

plasenta baru cukup untuk dapat menyebabkan preeklampsia


30

adalah pada kehamilan kedua. Penelitian Helda (2001)

mendapatkan hasil bahwa primigravida tidak berhubungan dengan

preeklampsia.

Taber (2010) menyebutkan bahwa preeklampsia merupakan

gangguan yang terutama pada primigravida dan proporsi

primigravida lebih tinggi daripada wanita yang pernah hamil

sebelumnya.

3) Kehamilan Ganda

WHO (2002) preeklampsia dan eklampsia 3 kali lebih

sering terjadi pada kehamilan ganda dari 105 kasus kembar dua

didapat 28,6% preeklampsia dan satu kematian ibu karena

eklampsia. Dari hasil pada kehamilan tunggal, dan sebagai faktor

penyebabnya ialah dislensia uterus. Dari penelitian Sofoewan

(2003) menyebutkan bahwa 8 (4%) kasus preeklampsia berat

mempunyai jumlah janin lebih dari satu, sedangkan pada

kelompok kontrol, 2 (1,2%) kasus mempunyai jumlah janin lebih

dari satu.

Insiden preeklampsia tiga kali lebih tinggi pada kehamilan

kembar dibandingkan dengan kehamilan tunggal (Zhang, 1997).

4) Faktor usia gestasi

Menurut A English Fred et.al (2015) preeklampsia paling

sering ditemukan pada usia kehamilan trimester kedua, keadaan


31

ini timbul setelah umur kehamilan 20 minggu tetapi dapat pula

berkembang sebelum saat tersebut pada penyakit trofoblastik.

5) Faktor imunologis

Beberapa penelitian menemukan bahwa durasi hubungan

seksual pra konsepsi dan jumlah unprotected intercourse

berbanding terbalik dengan kejadian preeklampsia/eklampsia.

Hipotesis yang popular saat ini adalah hipotesis gangguan adaptasi

imunologis. Janin mengandung antigen dari ayahnya yang asing

bagi ibu yang sedang hamil tersebut. Dukungan terhadap teori ini

datang dari studi epidemiologi yang memperlihatkan dampak dari

bergantiganti pasangan dan indeminasi dari donasi (Duley L,

2003).

c. Status Kesehatan yang lain

1) Riwayat Hipertensi

Salah satu faktor predisposing terjadinya preeklampsia atau

eklampsia adalah adanya riwayat hipertensi kronis, atau penyakit

vaskuler hipertensi sebelumnya, atau hipertensi esensial. Sebagian

besar kehamilan dengan hipertensi esensial berlangsung normal

sampai cukup bulan (Cunningham et al, 2010).

Pada kira-kira sepertiga diantara para wanita penderita

tekanan darahnya tinggi setelah kehamilan 30 minggu tanpa

disertai gejala lain. Kira-kira 20% menunjukkan kenaikan yang

lebih mencolok dan dapat disertai satu gejala preeklampsia atau


32

lebih, seperti edema, proteinuria, nyeri kepala, nyeri epigastrium,

muntah, gangguan visus (Supperimposed preeklampsia), bahkan

dapat timbul eklampsia dan perdarahan otak (Cunningham et al,

2010).

2) Riwayat preeklampsia sebelumnya

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rozikhan (2007)

diperoleh bahwa dari 42 responden yang sebelumnya ada riwayat

preeklampsia mengalami preeklampsia berat sebesar 36%

sedangkan pada kelompok kontrol terdapat 6% mempunyia riwayat

preeklampsia berat.

3) Riwayat keluarga dengan preeklampsia

Bahwa risiko insiden preeklampsia pada anak wanita dengan

ibu yang menderita preeklampsia sebesar 2-4%. Pada wanita yang

memiliki saudara perempuan yang menderita preeklampsia

risikonya sebesar 11-37% dan pada saudara kembar risikonya 22-

47%. Faktor predisposisi herediter ini kemungkinan besar

merupakan hasil interaksi ratusan gen yang diturunkan baik ibu

maupun ayah yang dikontrol oleh banyak enzim dan fungsi

metabolik melalui sistem organ. Namun penting untuk diketahui

bahwa ekspresi fenotip akan berbeda diantara genotip yang serupa

tergantung dari interaksi dengan faktor lingkungan (Ward dan

Liandheimer dalam Cunningham, 2010).


33

Terdapat bukti bahwa preeklampsia merupakan penyakit

yang diturunkan, penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak

wanita dari ibu penderita preeklampsia. Atau mempunyai riwayat

preeklampsia/eklampsia dalam keluarga. Faktor ras dan genetik

merupakan unsur yang penting karena mendukung insiden

hipertensi kronis yang mendasari (Royston & Armstrong, 2004).

Bila ada riwayat preeklampsia pada ibu, anak perempuan,

saudara perempuan, cucu perempuan, dari seorang ibu hamil,

maka akan berisiko 2-5 kali lebih tinggi mengalami preeklampsia

dibandingkan bila riwayat tersebut terdapat pada ibu mertua atau

saudara ipar perempuannya (Rochjati, 2003).

4) Obesitas

Obesitas pregestasional berhubungan dengan meningkatnya

risiko kejadian preeklampsia. Hal ini dijelaskan bahwa terjadi

peningkatan kadar serum trigliserida, kadar LDL rendah dan

pembentukan partikel kecil LDL pada wanita dengan obesitas,

dimana profil lipid ini juga ditemukan pada wanita dengan

preeklampsia. Profil lipid ini dapat meningkatkan stress oksidatif,

disebabkan oleh mekanisme skemi-reperfusi atau aktivitas neutrofil

yang menyebabkan disfungsi sel endotel (Pupong dan Luealon,

2010).

Penelitian yang dilakukan oleh Sibai (2011) didapatkan

bahwa hubungan antara berat badan ibu dan faktor risiko


34

preeclampsia bersifat progresif. Kejadian preeclampsia meningkat

dari 4,3% pada wanita dengan indeks massa tubuh (IMT) BMI <20

kg/m2 mennjadi 13,3% pada wanita dengan IMT >30kg/m2

(Cunningham et al, 2010).

Bahwa wanita obesitas mempunyai risiko mengalami

preeklampsia/eklampsia sebesar 3,5 kali lebih tinggi dibandingkan

dengan wanita yang berat badannya ideal dan kurus (Zhang,

1997).

5) Riwayat Penderita Diabetes Melitus

Hasil penelitian Agung Supriandono dan Sulchan Sofoewan

(2003) menyebutkan bahwa dalam pemeriksaan kadar gula darah

sewaktu lebih dari 140 mg % terdapat 23 (14,1%) kasus

preeklampsia, sedangkan pada kelompok kontrol (bukan

preeklampsia) terdapat 9 (5,3%).

Selain faktor-faktor diatas Lawlor, dkk (2005) dalam Cunningham

(2010) menyebutkan bahwa faktor lingkungan juga berpengaruh terhadap

preeklampsia. Faktor lingkungan tersebut antara lain :

a. Pendidikan

Pendidikan bagi kaum wanita sangatlah penting bagi ibu hamil.

Dengan pendidikan yang baik dapat membantu ibu hamil untuk

mengetahui kehamilannya. Sikap dan perilaku dapat berubah seiiring

dengan meningkatnya tingkat pendidikan dimana ini merupakan salah

satu indikator sosial dalam masyarakat (Langelo, 2013).


35

Hasil penelitian Agung Supriandono dan Sulchan Sofoewann

(2003) menyebutkan bahwa 80 (49,7) kasus preeklampsia berat

mempunyai pendidikan kurang 12 tahun, dibandingkan 72 (44,2%)

kasus bukan preeklampsia berat berpendidikan kurang dari 12 tahun.

Rozikhan (2012) mendapatkan tidak terdapat perbedaan status

pendidikan ibu hamil dengan kejadian preeklampsia.

b. Pekerjaan

Aktivitas pekerjaan seseorang dapat mempengaruhi kerja otot

dan peredaran darah. Begitu juga bila terjadi pada seorang ibu hamil,

dimana peredaran darah dalam tubuh dapat terjadi perubahan seiring

dengan bertambahnya usia kehamilan akibat adanya tekanan dari

pembesaran rahim. Semakin bertambahnya usia kehamilan akan

semakin bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan, selama proses

kehamilan ibu hamil yang tidak bekerja mempunyai risiko 2,01 kali

untuk terjadi preeklampsia berat dibandingkan dengan seorang ibu

hamil bekerja (Rozikhan, 2007).

c. Pemeriksaan kehamilan

Beberapa penelitian menyebetukan tentang hubungan

pemeriksaan kehamilan dengan kejadian preeklampsia. Langelo (2013)

dalam penelitiannya didaptkan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara pemeriksaan kehamilan (ANC) dengan kejadian

preeklampsia.
36

Pemeriksaan kehamilan adalah suatu proses pemeriksaan yang

dilakukan mulai pada trimester pertama kehamilan sampai masa

postpasrtum untuk mengawasi dan memonitor kesehatan ibu dan bayi.

Pengawasan antenatal memberikan manfaat dengan ditemukannya

berbagai kelainan yang menyertai kehamilan secara dini, sehingga

dapat diperhitungkan dan dipersiapkan langkah-langkah dalam

pertolongan persalinannya. Sebagaiamana diketahui bahwa janin

dalam rahin dan ibunya merupakan suatu kesatuan yang saling

mempengaruhi sehingga kesehatan ibu yang optimal akan

meningkatkan kesehatan, pertumbuhan, dan perkembangan janin

(Karlsen dkk, 2011).

2.1.10 Komplikasi Preeklampsia/Eklampsia

Bila preeklampsia tidak ditangani dengan baik, maka dapat

berkembang menjadi eklampsia yang mana tidak hanya membahayakan

ibu tapi juga janin dalam rahim ibu (Utomo, 2007). Kemungkinan yang

terberat adalah terjadinya kematian pada ibu dan janin, solusio plasenta,

nekrosis hati, kelainan hati, sindroma HELLP (Hemolysis Elevated Liver

Enzym Low Plat) (Wiknjosastro, 2002). Menurut Cunningham (2006)

menemukan adanya oedem cerebri sebagai komplikasi terjadinya

eklampsia.

Andrea P. Mackay, et.al (2001) preeklampsia terjadi pada janin juga

dihubungkan dengan tingginya kelahiran prematur, dismaturitas,

pertumbuhan janin intrauterine terlambat, small for gestational age (SGA),


37

dan kematian perinatal, bahwa bayi prematur dan SGA lebih sering terjadi

pada ibu yang mengalami preekampsia/eklampsia dibandingkan dengan

ibu yang persalinannya normal.

Penelitian lain meyebutkan bahwa berat lahir bayi pada ibu

preeklampsia rata-rata lebih kecil dari bayi yang lahir dari ibu yang tidak

preeklampsia. Selain itu, penelitian juga menemukan bahwa rata-rata usia

kehamilan ibu yang preeklampsia adalah 37-39 minggu dan pada ibu yang

bukan preeklampsia rata-rata 39 minggu (Phupong & Luealon, 2010).

Benzion Taber (2010) menyebutkan bahwa komplikasi-komplikasi

potensial maternal meliputi eklampsia, solusiao plasenta, kelainan ginjal

(gagal ginjal), nekrosis hati, ruptur hepar, sindrom HELLP (hemolysis),

hipofibrinogenemia, anemia hemolitik mikroangiopatik, perdarahan otak,

edema paru, dan kelainan mata (pelepasan retina). Sedangkan komplikais-

komplikasi pada janin meliputi prematuritas, asfiksia, insfusiensi utero-

oplasenta, BBLR retardasi pertumbuhan intrauterine, dan kematian janin

intrauterine.

2.1.11 Pencegahan Preeklampsia/Eklampsia

Walaupun timbulnya preeklampsia tidak dapat dicegah sepenuuhnya,

namun frekuensi dapat dikurangi dengan pemberian penyuluhan dan

pelaksanaan pengawasan pada ibu hamil (Prawirohardjo, 2001).

Menurut Manuaba (2010) untuk mencegah kejadian preeklampsia

dapat diberikan nasehat sebagai berikut :


38

a. Diet-makanan

Makanan tinggi protein, tinggi karbohidrat, cukup vitamin, dan

rendah lemak, kurangi garam apabila berat badan bertambah atau

edema, makanan berorientasi pada empat sehat lima sempurna, untuk

meningkatkan jumlah protein dengan tambahan satu butir telur setiap

hari.

b. Cukup istirahat

Istirahat yang cukup sesuai pertambahan usia kehamilan berarti

bekerja seperlunya dan disesuaikan dengan kemampuan, lebih banyak

duduk atau berbaring ke arah punggung janin sehingga aliran darah

menuju plasenta tidak mengalami gangguan.

c. Pengawasan antenatal (hamil)

Bila terjadi perubahan perasaan dan gerak janin dalam rahim

segera datang ke tempat pemeriksaan. Keadaan yang memerlukan

perhatian yaitu :

1) Uji kemungkinan preeklampsia :

a) Pemeriksaan tekanan darah atau kenaikannya

b) Pemeriksaan tinggi fundus uteri

c) Pemeriksaan kenaikan berat badan atau edema

d) Pemeriksaan protein dalam urine

e) Jika mungkin dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal, fungsi

hati, gambaran darah umum, dan pemeriksaan retina mata.


39

2) Penilaian kondisi janin dalam rahim :

a) pemantauan tinggi fundus uteri

b) Pemeriksaan janin: gerakan janin dalam rahim, denyut jantung

janin, pemantauan air ketuban

c) Usulkan untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografi.

Kusmiyati (2009) mengatakan bahwa strategi untuk mencegah

preeklampsia dan eklampsia adalah sebagai berikut :

a. Asuhan antenatal dan mengenali hipertensi

b. Identifikasi dan perawatan preeklampsia oleh penolong yang terampil

c. Kelahiran tepat waktu

d. Penggunaan magnesium sulfat

2.1.12 Penatalaksanaan Preeklampsia/Eklampsia

Bila tekanan darah meningkat, ibu hamil perlu istirahat sampai

tekanan darah turun kembali. Hentikan makanan yang mengandung garam,

makanan kemasan atau yang diawetkan. Istirahat dan lakukan relaksasi

secukupnya, karena relaksasi dapat menurunkan tekanan darah tinggi.

Awasi tanda-tanda komplikasi kehamilan. Periksa teratur tekanan darah

ibu hamil. Anjuran diet khusus dapat dilakukan bagi wanita hamil beresiko

tinggi. Kurangi makanan tinggi sodium dan perbanyak minum (Indiarti,

2009).

Menurut himpunan Kedokteran Fetomaternal (HKFM) tahun 2010

bahwa penatalaksanaan preeklampsia dapat secara rawat jalan dan rawat

inap.
40

Penatalaksanaan secara rawat jalan (ambulatoir) adalah sebagai

berikut :

a. Tidak mutlak harus tirah baring, dianjurkan ambulasi sesuai

keinginannya. Di Indonesia tirah baring masih diperlukan.

b. Diet regular: tidak perlu diet khusus.

c. Vitamin prenatal.

d. Tidak perlu restriksi konsumsi garam.

e. Tidak perlu pemberian diuretik, anithipertensi, dan sedativum.

f. Kunjungan ke rumah sakit tiap minggu

Penatalaksanaan secara rawat inap (hospitalisasi) yaitu :

a. Indikasi preeklampsia dirawat inap (hospitalisasi) :

1) Hipertensi yang menetap selama >2 minggu

2) Proteinuria menetap selama >2 minggu

3) Hasil tes laboratorium yang abnormal

4) Adanya gejala au tanda 1 (satu) atau lebih preeklamisa berat

b. Pemeriksaan dan monitoring pada ibu :

1) Pengukuran tekanan darah setiap 4 jam kecuali ibu tidur

2) Pengamatan yang cermat adanya edema pada muka dan abdomen

3) Penimbangan berat badan pada waktu ibu masuk rumah sakit dan

penimbangan dilakukan setiap hari

4) Pengamatan dengan cermat gejala preeklamsi dengan impending

eklampsia :

a) Nyeri kepala frontal atau oksipital


41

b) Gangguan visus

c) Nyeri kuadran kanan atas perut

d) Nyeri epigastrum

c. Pemeriksaan laboratorium :

1) Proteinuria pada dipstick pada waktu masuk dan sekurang-

kurangnya diikuti 2 hari setelahnya

2) Hematokrit dan trombosit: 2 x seminggu

3) Tes fungsi hepar : 2 x seminggu

4) Tes fungsi ginjal dengan pengukuran kreatinin serum, asam urat,

dan BUN

5) Pengukuran produksi urine setiap 3 jam (tidak perlu dengan

kateter tetap)

d. Pemeriksaan kesejahteraan janin :

1) Pengamatan gerakan janin setiap hari

2) NST 2 x seminggu

3) Profil biofisik janin, bila NST non reaktif

4) Evaluasi pertumbuhan janin dengan USG, setiap 3-4 minggu

5) Ultrasound Doppler arteri umbilikus, arteri uterine

Terapi medika mentosa adalah sebagai berikut :

a. Pada dasarnya sama dengan terapi ambulatory

b. Bila terdapat perbaikan gejala dan tanda-tanda preeklampsia dan umur

kehamilan 37 minggu, ibu masih perlu diobservasi selama 2-3 hari

kemudian boleh dipulangkan.


42

Penatalaksanaan obstetrik tergantung usia kehamilan. Bila umur

kehamilan <37 minggu dan tanda gejala tidak memburuk, kehamilan dapat

dipertahankan sampai aterm. Bila umur kehamilan 37 minggu: 1)

kehamilan dipertahankan sampai timbul onset partu, 2) bila serviks matang

pada tanggal taksiran persalinan dapat dipertimbangkan untuk dilakukan

induksi persalinan.

Sedangkan penatalaksanaan untuk ibu dengan eklampsia adalah tujuan

utama pengobatan pada eklampsia yaitu menghentikan kejang dan

mencegah berulangnya kejang. Obat yang diberikan adalah sodium

penthotal, sulfas magnekus, lytic cocktail. Bila kejanghdapat diatasi, maka

segera direncanakan untuk mengakhiri kehamilan dengan yang aman

(Prawirohardjo, 2001). Alur prosedur tetap (protap) penanganan penderita

preeklampsia/eklampsia yaitu :
43

Preeklampsia/Eklampsia

Pemeriksaan Dasar diagnosis klinis :


1. Fisik ibu 1. Kenaikan berat
a. Tekanan darah badan
b. Berat badan-edema 2. Kenaikan tekanan
c. Proteinuria darah
1. Janin 3. Proteinuria
a. Gerakan janin 4. Oliguria
b. Jantung janin 5. Kejang atau koma
c. Air ketuban 6. Nyeri
2. Konsultasi dokter kepala/epigastrium
a. Laboratorium 7. Penglihatan kabur
b. Rujukan 8. Edema paru-paru
9. Gangguan kesadaran

Konservatif: Terapi Aktif:


1. Kamar isolasi 1. Indikasi vital
2. Observasi: 2. Gagal pengobatan 2 x
a. Keseimbangan 24 jam
cairan 3. Medis teknis:
b. Infus 2000 cc/24 a. Induksi persalinan
jam b. Pecahkan ketuban
3. Pengobatan: c. Kala II Forsep
a. StroganolPenthotal
b. Diazepam
c. Litik koktif
d. Magnesium sulfat
4. Evaluasi pengobatan:
a. Diuresis Seksio sesarea:
b. Kesadaran 1. Gagal induksi
membaik 2. Indikasi obstetri
c. Kejang berkurang
d. Nadi dan tekanan
darah turun
e. Keluhan berkurang

Pengobatan konservatif
berhasil:
1. Pengawasan hamil intensif
2. Kehamilan mencapai aterm
3. Persalinan per vaginam

Sumber : Manuaba (2010)


Gambar 2.2 Skema Alur Protap Penanganan Preeklampsia/Eklamspsia
44

2.1.13 Prognosis Preeklampsia/Eklamspia

Penderita preeklampsia/eklampsia yang terlambat penanganannya

akan dapat berdampak pada ibu dan janin yang dikandungnya. Pada ibu

dapat terjadi perdarahan otak, dekompensasi kordis dengan edema paru,

payah ginjal, dan masuknya isi lambung kedalam pernafasan saat kejang.

Pada janin dapat terjadi kematian karena hipoksia intrauterine dan

kelahiran premature (Wiknjosastro, 2002).

Dampak jangka pendek dan jangka panjang penyakit ini dapat dilihat

pada bagan dibawah ini :

Preeklampsia

Ringan Berat Mati

Eklampsia HELLP

Bayi Hamil lagi ;


IUGR/PJT Solusio Plasenta
Hidup (2,5%),
preeklampsia (22%)
eklampsia (1,9%

Sumber : Wiknjosastro (2005)


Gambar 2.3 Alur Prognosis Ibu dan Bayi Pada Kasus
Preeklampsia/Eklampsia

Hipertensi essensial menjadi penyulit pada 1-3% kehamilan dan lebih

sering terdapat pada wanita diatas usia 35 tahun. Alur penilaian klinik

untuk preeklampsia/eklampsia adalah sebagai berikut :


45

Tekanan darah

Meningkat (TD140/90) Normal

Gejala/tanda lain:
1. Nyeri kepala
2. Gangguan penglihatan
3. Proteinuria
4. koma

Hamil <20 minggu Hamil >20 minggu

Kejang (-) Kejang (+)


Hipertensi kronik Superimposed
preeklampsia

Hipertensi PE Ringan PE Berat

Eklampsia

Sumber : Manuaba (2010)


Gambar 2.4 Alur Penilaian Klinik Preeklampsia/Eklampsia

2.2 Konsep Pemeriksaan Kehamilan (ANC)

2.2.1 Pengertian Asuhan Antenatal

Asuhan antenatal atau antenatal care (ANC) adalah suatu program

yang terencana berupa observasi, edukasi dan penanganan medik pada ibu

hamil, untuk memperoleh suatu proses kehamilan dan persalinan yang

aman dan memuaskan (Wiknjosastro, 2005). Sedangkan Pusdiknakes


46

(2003) menyatakan bahwa ANC adalah asuhan yang diberikan untuk ibu

sebelum persalinan (prenatal care).

Pemeriksaan ANC adalah pemeriksaan kehamilan untuk

mengoptimalkan kesehatan mental dan fisik ibu hamil, hingga mampu

menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan pemberiaan ASI dan

kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar (Manuaba, 2008).

Menurut Prawiroharjo (2006) pemeriksaan kehamilan merupakan

pemeriksaan ibu hamil baik fisik dan mental serta menyelamatkan ibu dan

anak dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas, sehingga keadaan

mereka post partum sehat dan normal, tidak hanya fisik tetapi juga mental.

Kunjungan ANC adalah kunjungan ibu hamil ke bidan atau dokter

sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan

pelayanan/asuhan antenatal. Pada setiap kunjungan ANC, petugas

mengumpulkan dan menganalisis data mengenai kondisi ibu melalui

anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mendapatkan diagnosis kehamilan

intrauterine serta ada tidaknya masalah atau komplikasi (Saifuddin, 2002).

Depkes (2010) dalam pelayanan antenatal terpadu, tenaga

kesehatan harus dapat memastikan bahwa kehamilan berlangsung normal,

mampu mendeteksi dini masalah dan penyakit yang dialami ibu hamil,

melakukan intervensi secara adekuat sehingga ibu hamil siap untuk

menjalani persalinan normal.

Setiap kehamilan, dalam perkembangannya mempunyai risiko

mengalami penyulit atau komplikasi. Oleh karena itu, pelayanan antenatal


47

harus dilakukan secara rutin, sesuai standar dan terpadu untuk pelayanan

antenatal yang berkualitas (Depkes, 2010).

Depkes (2010) pelayanan antenatal terpadu dan berkualitas secara

keseluruhan meliputi hal-hal sebagai berikut :

a. Memberikan pelayanan dan konseling kesehatan termasuk gizi agar

kehamilan berlangsung sehat;

b. Melakukan deteksi dini masalah, penyakit dan penyulit/komplikasi

kehamilan ;

c. Menyiapkan persalinan yang bersih dan aman;

d. Merencanakan antisipasi dan persiapan dini untuk melakukan rujukan

jika terjadi penyulit/komplikasi.;

e. Melakukan penatalaksanaan kasus serta rujukan cepat dan tepat waktu

bila diperlukan;

f. Melibatkan ibu dan keluarganya terutama suami dalam menjaga

kesehatan dan gizi ibu hamil, menyiapkan persalinan dan kesiagaan bila

terjadi penyulit/komplikasi.

2.2.2 Tujuan Asuhan Antenatal

Tujuan Asuahan Antenatal Menurut Kusmiyati (2009) yaitu :

a. Mempromosikan dan menjaga fisik dan mental ibu dan bayi dengan

pendidikan, nutrisi, kebersihan diri, dan proses kelahiran bayi.

b. Mendeteksi dan menatalaksanakan komplikasi medis, bedah, atau

obstetri selama kehamilan.


48

c. Mengembangkan persiapan persalinan serta kesiapan menghadapi

komplikasi.

d. Membantu menyiapkan ibu untuk menyusui dengan sukses,

menjalankan nifas normal dan merawat anak secara fisik, psikologis

dan sosial.

Penting bagi bidan untuk secara kritis mengevaluasi dampak fisik,

psikologis, dan sosiologi kehamilan terhadap ibu dan keluarganya.

Menurut Frasser (2009) bidan melakukan hal ini dengan :

a. Mengembangkan hubungan kemitraan dengan ibu

b. Melakukan pendekatan yang holistik dalam memberikan asuhan

kepada ibu yang dapat memenuhi kebutuhan individunya

c. Meningkatkan kesadaran terhadap masalah kesehatan masyarakat bagi

ibu dan keluarganya

d. Bertukar informasi dengan ibu dan keluarganya dan membuat mereka

mampu menentukan pilihan berdasarkan informasi tentang kehamilan

dan kelahiran

e. Menjadi advokat bagi ibu dan keluarganya selama kehamilan,

mendukung hak-hak ibu untuk memilih asuhan yang sesuai dengan

kebutuhannya sendiri dan keluarga

f. Mengetahui kesulitan kehamilan dan merujuk ibu dengan tepat dalam

tim multi disiplin

g. Memfasilitasi ibu dan keluarga dalam mempersiapkan kelahiran, dan

membuat rencana persalinan


49

h. Memfasilitasi ibu untuk membuat pilihan berdasarkan informasi

tentang metode pemberian makan untuk bayi dan memberikan saran

yang tepat dan sensitiv untuk mendukung keputusannya

i. Memberikan penyuluhan tentang peran menjadi orangtua dalam suatu

program terencana atau secara perorangan

j. Bekerja sama dengan organisasi lain

Asuhan antenatal yang optimal dapat dicapai jika layanan yang

diberikan cukup fleksibel sesuai dengan kebutuhan ibu hamil. Keluarga

dianjurkan untuk berpartisipasi secara penuh dalam pengambilan

keputusan dan mendapat kepuasan emosional dari pengalaman

melahirkan.

Bidan harus dapat diakses dengan mudah, fleksibel dan beradaptasi

untuk memenuhi kebutuhan individu. Bidan menyediakan infrastruktur

asuhan ANC di lingkungan yang aman dan saling percaya. Bidan harus

memberikan informasi berdasarkan data yang akan dijadikan dasar oleh

ibu untuk membuat beragam pilihan.

Menurut Frasse (2009) lima langkah yang membantu

mengintegrasikan data dan sensitivitas untuk praktik, antra lain :

a. Mengetahui hal-hal yang penting bagi ibu dan keluarga

b. Menggunakan informasi yang diperoleh dari penmeriksaan klinis

c. Mencari dan mengkaji data untuk dapat membuat keputusan

berdasarkan informasi

d. Membicarakan data tersebut


50

e. Merefleksikan hasil, perasaan, dan konsekuensinya

2.2.3 Fungsi Asuhan Antenatal

Menurut Mufdlilah (2009) beberapa fungsi dari antenatal care yaitu :

a. Promosi kesehatan selama kehamilan melalui sarana dan aktifitas

pendidikan;

b. Melakukan screening, identifikasi dengan wanita dengan kehamilan

resiko tinggi dan merujuk bila perlu;

c. Memantau kesehatan selama hamil dengan usaha mendeteksi dan

menangani masalah yang terjadi.

2.2.4 Pelaksana dan Tempat Pelayanan Asuhan Antenatal

Pelaksana pelayanan antenatal adalah dokter, bidan (bidan

puskesmas, bidan di desa, bidan di praktek swasta), pembantu bidan,

perawat yang sudah dilatih dalam pemeriksaan kehamilan (Depkes, 2008).

Menurut Depkes (2008) tempat pemberian pelayanan antenatal

dapat bersifat statis dan aktif meliputi :

a. Puskesmas/ puskesmas pembantu

b. Pondok bersalin desa

c. Posyandu

d. Rumah Penduduk (pada kunjungan rumah

e. Rumah sakit pemerintah/ swasta

f. Rumah sakit bersalin

g. Tempat praktek swasta (bidan dan dokter)


51

2.2.5 Kebijakan Program dan Kebijakan Teknis

a. Kebijakan program

Bobak (2004) Kebijakan Departemen Kesehatan dalam upaya

mempercepat penurunan AKI dan AKB pada dasarnya mengacu

kepada intervensi strategis Empat Pilar Safe Motherhood yaitu

meliputi : Keluarga Berencana, ANC, Persalinan Bersih dan Aman,

dan Pelayanan Obstetri Essensial. Pendekatan pelayanan obstetri dan

neonatal kepada setiap ibu hamil ini sesuai dengan pendekatan Making

Pregnancy Safer (MPS), yang mempunyai 3 (tiga) pesan kunci yaitu :

1) Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih.

2) Setiap komplikasi obstetri dan neonatal mendapat pelayanan yang

adekuat.

3) Setiap perempuan dalam usia subur mempunyai akses pencegahan

dan penatalaksanaan kehamilan yang tidak diinginkan dan

penanganannya komplikasi keguguran.

Depkes RI (2001) kebijakan program pelayanan antenatal

menetapkan frekuensi. Kunjungan antenatal sebaiknya minimal 4

(empat) kali selama kehamilan, dengan ketentuan sebagai berikut :

1) Minimal satu kali pada trimester pertama sebelum minggu ke 14

(K1). Beberapa hal yang dilakukan diantaranya adalah :

a) Membangun hubungan saling percaya antara petugas

kesehatan dan ibu hamil.

b) Mendeteksi masalah dan menanganinya.


52

c) Melakukan tindakan pencegahan seperti tetanus neonatorum,

anemia kekurangan zat besi, penggunaan praktek tradisional

yang merugikan.

d) Memulai persiapan kelahiran bayi dan kesiapan untuk

menghadapi komplikasi.

e) Mendorong perilaku yang shat (gizi, latihan dan kebersihan,

istirahat dan sebagainya

2) Minimal satu kali pada trimester kedua sebelum minggu ke 28

(antara minggu 14-28) (K2)

Sama seperti diatas, ditambah kewaspadaan khusus mengenai

preeklampsia (tanya ibu tentang gejala gejala preeklamsia,

pantau tekanan darah, evaluasi edema, periksa untuk apakah ada

kehamilan.

3) Minimal dua kali pada trimester ketiga (antata minggu 28-36 dan

sesudah minggu 36) (K3 dan K4)

a) Trimester ketiga antara minggu 28-36

Sama seperti diatas, dtambah palpasi abdominal untuk

mengetahui apakah ada kehamilan ganda.

b) Trimester ketiga setelah 36 minggu

Sama seperti diatas, ditambah deteksi letak bayi yang

tidak normal, atau kondisi lain yang memerlukan kelahiran di

rumah sakit.
53

Menurut Depkes (2010) beberapa indikator dalam ANC yaitu:

1) Kunjungan Pertama (K1)

K1 adalah kontak pertama ibu hamil dengan tenaga kesehatan

yang mempunyai kompetensi, untuk mendapatkan pelayanan

terpadu dan komprehensif sesuai standar.

Kunjungan K1 adalah kontak ibu hamil yang pertama kali

dengan petugas kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan

kehamilan dan pelayanan kesehatan trimester I, dimana usia

kehamilan 1 sampai 12 minggu.

Kontak pertama harus dilakukan sedini mungkin pada

trimester pertama, sebaiknya sebelum minggu ke 8. Depkes RI

(2001) cara pelayanan antenatal, disesuaikan dengan standar

pelayanan antenatal menurut Depkes RI (2001) kunjungan

Pertama yang terdiri dari :

a) Pencatatan identitas ibu hamil;

b) Pencatatan Kehamilan sekarang;

c) Pencatatan terhadap riwayat kehamilan dan persalinan yang

lalu;

d) Pencatatan penggunaan cara kontrasepsi sebelum kehamilan;

e) Melakukan pemeriksaan fisik diagnostik dan laboratorium;

f) Kemudian melakukan pemeriksaan obstetrik;

g) Pemberian imunisasi tetanus toxoid (TT);


54

h) Selanjutnya pemberian obat rutin seperti tablet Fe, calsium,

multivitamin, dan mineral lainnya serta obat-obatan khusus

atas indikasi;

i) Dan yang terakhir penyuluhan/konseling

2) Kunjungan ke-4 (K4)

K4 adalah ibu hamil dengan kontak 4 kali atau lebih dengan

tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi, untuk

mendapatkan pelayanan terpadu dan komprehensif sesuai standar.

Kontak 4 kali dilakukan sebagai berikut : sekali pada

trimester I (kehamilan hingga 12 minggu) dan trimester ke-2 (>12

- 24 minggu), minimal 2 kali kontak pada trimester ke-3 dilakukan

setelah minggu ke 24 sampai dengan minggu ke 36.

Kunjungan antenatal bisa lebih dari 4 kali sesuai kebutuhan

dan jika ada keluhan, penyakit atau gangguan kehamilan.

Kunjungan ini termasuk dalam K4.

3) Penanganan Komplikasi (PK)

Penangan Komplikasi adalah penanganan komplikasi

kebidanan, penyakit menular maupun tidak menular serta masalah

gizi yang terjadi pada waktu hamil, bersalin dan nifas. Pelayanan

diberikan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi.


55

b. Kebijakan teknis

Kebijakan teknis pelayanan antenatal setiap kehamilan dapat

berkembang menjadi masalah atau komplikasi setiap saat. Itu sebabnya

mengapa ibu hamil memerlukan pemantaun selama kehamilannya.

Pelayanan/asuhan antenatal ini hanya dapat di berikan oleh

tenaga kesehatan profesional dan tidak dapat diberikan oleh dukun

bayi. Untuk itu perlu kebijakan teknis untuk ibu hamil secara

keseluruhan yang bertujuan untuk mengurangi risiko dan komplikasi

kehamilan secara dini (Bobak 2004).

Bobak (2004) kebijakan teknis itu dapat meliputi komponen-

komponen sebagai berikut :

1) Mengupayakan kehamilan yang sehat

2) Melakukan deteksi dini komplikasi, melakukan penatalaksanaan

awal serta rujukan bila diperlukan.

3) Persiapan persalinan yang bersih dan aman

4) Perencanaan antisipatif dan persiapan dini untuk melakukan

rujukan jika terjadi komplikasi.

Pusdiknakes (2003) beberapa kebijakan teknis pelayanan

antenatal rutin yang selama ini dilaksanakan dalam rangka

peningkatan cakupan pelayanan antara lain meliputi :

1) Deteksi dini ibu hamil melalui kegiatan P4K dengan stiker dan

buku KIA, dengan melibatkan kader dan perangkat desa serta

kegiatan kelompok Kelas Ibu Hamil.


56

2) Peningkatan kemampuan penjaringan ibu hamil melalui kegiatan

kemitraan Bidan dan Dukun.

3) Peningkatan akses ke pelayanan dengan kunjungan rumah.

Wanita hamil harus mengunjungi klinik antenatal setiap empat

minggu sampai kehamilan minggu ke 28, kemudian setiap 2 minggu

sampai kehamilan minggu ke 36 dan setelah itu setiap minggu hingga

melahirkan. Primigravida harus diperiksa sesuai jadwal tersebut,

multigravida normal hanya perlu diperiksa sekali pada 10 minggu

pertama kehamilan, kemudian pada kehamilan 22 minggu dan sekali

lagi pada minggu ke 30 sebelum masuk ke jadwal kunjungan terakhir

(Jones, 2002). Berikut tabel tentang pelayan asuhan antenatal :

Tabel 2.2 Pelayanan Asuhan Antenatal


Pelayanan petugas Standar Nasional (4 Kunjungan)
Pemeriksaan fisik :
1. Berta badan Periksa setiap kali kunjungan
2. Tekanan darah Periksa setiap kali kunjungan
3. Anemia Periksa setiap kali kunjungan
4. Inspeksi vagina Periksa setiap kali kunjungan
5. DJJ Periksa uk >16 minggu
6. Besar uterus Periksa kunjungan 1 dan ke 4
Pemeriksaan Laboratorium :
1. Hemoglobin Periksa setiap kali kunjungan
2. Albumin urin Periksa setiap kali kunjungan
3. Glukosa dalam urin Periksa setiap kali kunjungan
4. Siphilis Periksa 1kali
5. HIV Periksa 1kali
6. Darah lengakp Periksa1 kai
Pendidikan/penyuluhan
kesehatan : Informasi setiap kali kunjungan
1. Tanda bahaya kehamilan Informasi pada kunjungan terakhir
2. Imunisasi
Informasi setiap kali kunjungan
3. Nutrisi kehamilan Informasi setiap kali kunjungan
4. Penyakit infeksi menular
seksual (IMS) Informasi setiap kali kunjungan
5. Kebiasaan dan zat yang
merugikan Informasi pada kunjungan terakhir
57

6. PMTCT
Terapi obat :
1. Fe Diberikan setiap kali kujungan
2. Obat malaria Diberikan 3 kali
Konseling kinjungan ulang Informasi setiap kali kunjungan
Sumber : (Sarker, 2010)

2.2.6 Penilaian Klinik

Penilaian klinik merupakan proses berkelanjutan yang dimulai

pada kontak pertama antara petugas kesehatan dengan ibu hamil dan

secara optimal berakhir pada pemeriksaan enam minggu setelah

persalinan. Pada setiap kunjungan antenatal petugas mengumpulkan dan

menganalisis data mengenai kondisi ibu melalui anamnesis, pemeriksaan

fisik, dan pemeriksaan laboratorium untuk mendapatkan diagnosis

kehamilan intrauterine serta ada tidaknya masalah atau komplikasi

(Farrer, 2001).

a. Anamnesis

Anamnesis pasien yang legkap harus dilakukan pada kunjungan

pertama. Bersama dengan hasil pemeriksaan fisik, hasil anamnesis ini

akan memberikan landasan untuk menyususn rencana asuhan secara

individual selama kehamilan. Informasi yang dikumpulkan yaitu

riwayat menstruasi, riwayat kehamilan sekarang, riwayat obstetri,

riwayat medis (termasuk riwayat bedah dan keluarga), dan riwayat

sosial.

b. Pemeriksaan Fisik

Pengamatan secara umum meliputi hal-hal yaitu tinggi badan

(diukur pada kunjungan pertama), berat badan (ditimbang pada


58

kunjungan pertama dan selama kunjungan antenatal), cara berjalan

dilihat apakah terdapat kelumpuhan/kekakuan, postur tubuh, warna dan

tekstur kulit, animasi umum dan vitalis.

Hal-hal yang diperiksa pada pemeriksaan umum yaitu tekanan

darah, denyut nadi, tangan dan kuku, mulut (gigi, lidah, bibir, gusi),

leher dilihat pembesaran toroid, dada (jantung dan paru-paru

diauskultasi, suara pernapasan diamati), abdomen (diinspeksi dan

dipalpasi, jaringan parut, hernia, massa, apakah uterus dapat diraba

lewat perut), keadaan umum kaki (Farrer, 2001).

Evaluasi gigi dilakukan jika ada gigi lubang dapat segera

dilakukan perbaikan. Apabila dijumpai vena varikosa (varises), pasien

dianjurkan untuk sering melakukan drainase postural dan diberi

stocking elastic sebagai penopang. Penimbangan berat badan sekali

kunjungan untuk mengetahui penambahan berat badan ibu dan kategori

BMI.

Ibu dengan kategori BMI obesitas (penambahan berat badan >1

kg/minggu) lebih berisiko mengalami komplikasi kehamilan antara

lain diabetes gestasional, hipetensi, distosia bahu, kesulitan dalam

palpasi bagian tubuh janin dan menentukan presentasi, posisi atau

engagement janin. Ibu yang kelebihan atau kekurangan berat badan

harus diapantau secara cermat dan diberi konseling nutrisi (Fraser,

2009).
59

Tekanan darah wanita hamil diperiksa pada setiap kali

kunjungan antenatal untuk memastikan ketidaknormalan dan

peringatan ibu hamil menderita hipertensi yang diinduksi kehamilan

(preeklampsia atau toksemia preeklampsia). Tekanan darah harus

diperiksa ketika ibu dalam keadaan rileks, duduk atau bersandar

dengan lengan setinggi jantung, arteri brakialis harus dipalpasi dan

manset yang tepat ukurannya harus dikembangkan hingga denyut

hilang. Masalah dalam pencatatan tekanan darah yang membuat

kekeliruan antra lain postur ibu hamil, ukuran mansetnya, akurasi

sfigmomanometer, waktu pengukuran, kandung kemih yang penuh dan

status emosional (Jones, 2002).

Pemeriksaan payudara dilakukan untuk melihat penampakan

payudara, palpasi untuk menemukan benjolan atau penebalan, melihat

penampakan putting apakah normal, rata atau masuk ke dalam atau

mecucuk keluar. Pemeriksaan panggul meliputi inspeksi vulva untuk

melihat inflamsi, varises, benjolan, abnormalitas lainnya dan tanda-

tanda pada serviks dan vagina, laserasi serviks. Sediaan apus serviks

dibuat bila perlu dilakukan untuk kultur.

Pemeriksaan bimanual untuk menentukan ukuran uterus,

kelunakan serviks, adanya masaa abnormal. Pemeriksaan untuk

memperkirakan kapasitas panggul dengan palpasi titik patokan pada

tulang tuber iskiadikum, promontorium, sacrum, dan ujung sacrum.


60

Inspeksi peripenium sebagai bukti adanya jahitan sebelumnya (Farrer,

2001).

Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan palpasi, inspeksi,

auskultasi dan perkusi untuk melihat pembesaran uterus, sketsa janin

teraba pada akhir kehamilan, mendengar denyut jantung janin dan

meraba kontraksi pada trimester terakhir. Pemeriksaan ekstremitas

dengan inspeksi visual, palpasi dan perkusi dengan palu reflek untuk

melihat edema pada pretibia dan pergelangan kaki, edema pada tangan

varises (Reader, 2011).

c. Pemeriksaan Laboratorim

Uji laboratorium dilakukan diawal kehamilan untuk

memberikan data tentang perubahan fisiologis dalam kehamilan dan

untuk mengidentifikasi risiko atau maslah. Pemeriksaan laboratorium

yang lazim dilakukan pada ibu hamil antara lain :

1) Tes urin : tes kehamilan, protein urin, glukosa urin, specimen

midstream, test toleransi glukosa, pengumpulan estriol)

2) Tes darah : golongan darah dan Rh, Hb, titer antibodi rubella, USR

(Unhanted Serum Regain) atau VDRL, kadar estriol serum

3) Pemeriksaan swab : sediaan apus serviks, sediaan apus vagina,

amniosentesis (pengambilan sampel cairan amnion), sampling vili

korialis (pengambilan sebagian vili yang mengelilingi kantong

kehamilan), pemeriksaan USG, serum alfafeto protein,

anmioskopi, monitor (kardiotograf), rontgen (sinarX).


61

d. Pendidikan atau penyuluhan antenatal

Pendidikan antenatal merupakan bagian terpenting pada asuhan

maternitas, dan setiap orang yang terlibat dalam asuhan ini memiliki

tanggung jawab untuk melanjutkan pendidikan tersebut. Hampir setiap

kontak dengan ibu hamil dan suaminya memberikan kesempatan bagi

petugas untuk melakukan pendidikan atau penyuluhan ini. Pendidikan

antenatal yang diberikan kepada ibu hamil antra lain :

1) Gaya hidup

Kehamilan menuntut ibu untuk mengurangi semua kegiatan

yang melelahkan seperti kebiasaan tidur malam, kegiatan sosial

yang menyibukkan, kebiasaan menghadiri pesta penuh asap rook,

kebiasaan minum minuman keras, belajar berlebihan. Ibu hamil

harus mempertimbangkan gaya hidup yang mendukung

kesehatannya sendiri maupun kesehatan bayi (Farrer, 2001).

Merokok lebih dari 10 batang perhari dan konsumsi alkohol

berlebihan dapat menimbulkan malformasi jnin, retardasi mental

dan pertumbuhan janin sampai dengan kematian perinatal lebih

tinggi (Farrer, 2001)

2) Nutrisi

Nasihat tentang gizi selama kehamilan berasal dari dokter

serta bidan, kelas penyuluhan antenatal, keluarga serta teman, dan

kalau perlu ahli gizi. Leaflet dan brosur disediakan untuk


62

menjelaskan kebutuhan gizi dasar bagi ibu hamil serta

mencantumkam menu, resep makanan yang bergizi.

Ibu hamil yang berisiko menderita gizi buruk adalah ibu

hamil dengan masalah sosio ekonomi, nausea yang menetap,

anak-anak yang masih kecil (ibu mungkin terlalu letih atau jenuh

untuk memasak bagi dirinya sendiri), diet vegetarian yang ketat,

kebiasaan minum alkohol, merokok, memakai obat bius, kelainan

yang berhubungan dengan gizi (diabetes, malabsorbsi, kelainan

gastrointestinal). Calon ibu dengan usia sangat muda memerlukan

penyuluhan dan penanganan diet khusus karena tubuh dalam taraf

pertmbuhan (Farrer, 2001)

3) Obat dan Medikasi

Obat yang dikonsumsi ibu hamil sebelum kehamilan

diminum atas petunjuk dokter. Ibu hamil diberitahukan agar tidak

menggunakan obat tanpa memberitahukan kepada dokter karena

sebagian besar obat akan melintasi sawar plasenta dan

membahayakan janin, khususnyua dal;m stadium perkembangan

dini (Farrer, 2001)

4) Olahraga dan Pekerjaan

Olahraga yang dianjurkan untuk ibu hamil adalah berjalan

setiap hari atau berenang pada waktu tertentu akan melatih seluruh

tubuh, membantu relaksasi, membuat paru berkembang lebih


63

sempurna, memperbaiki sirkulasi darah dan mungkin membantu

mengatur kegiatan rutin sehari-hari (Farrer, 2001).

Wanita hamil harus berhenti bekerja diluar rumah tergantung

pada jenis pekerjaan, bahaya yang mengancam dalam lingkungan

pekerjaan, dan seberapa besar energi fisik serta mental yang

diperlukan dalam melaksanakan pekerjaan itu (Farrer, 2001).

5) Senggama

Wanita hamil dengan riwayat abortus spontan atau persalinan

prematur, maka senggama tidak boleh dilakukan selama 2-3 bulan

pertama kehamilannya dan juga dalam bulan terakhir. Kalau tidak

ada riwayat diatas aktivitas seksual dapat dianjurkan dan

dilanjutkan menurut keinginan pasangan suami istri (Farrer, 2001).

6) Hygiene

Kebersihan umum perorangan merupakan persoalan penting.

Ibu hamil dianjurkan melaporkan setiap penyakit infeksi kulit,

infeksi dasar-kuku segera diobati. Kuku jari tangan dan kaki harus

dijaga agar tetap pendek. Tindakan hygine vagina tidak diperlukan

dan penyemprotan vagina harus dihindari selam kehamilan karena

bisa menyebabkan emboli udara dan air.

Pakaian ibu hamil harus nyaman, ringan, dan menarik. Sepatu

harus terasa nyaman, aman tidak bertumit tinggi dan lancip.

Desain BH disesuaikan agar dapat menyangga payudara yang


64

tumbuh menjadi besar pada kehamilan. Gigi dan gusi harus

mendapat perawatan preventif tambahan selama kehamilan.

7) Perawatan payudara

Penyuluhan serta nasihat yang diberikan dalam masa

antenatal tentang perawatan payudara harus sederhana (meliptui

putting, perawatan putting, persiapan payudara), dan mendorong

wanita hamil untuk memberikan ASI pada bayinya (Farrer, 2001).

8) Imunisasi

Kehamilan bukan saat untuk memulai program imunisasi

terhadap berbagai penyakit yang dapat dicegah. Vaksinasi rubella,

tifoid, influenza tidak diberikan selama kehamilan adanya akibat

yang membahayakan janin. Perlindungan terhadap polio dan

tetanus neonatorum bisa diberikan kepada wanita hamil (Farrer,

2001).

9) Tanda bahaya kehamilan

Ibu hamil terutama staus pekerja harus diinformasikan

mengenai tanda dan gejala yang berpotensi menimbulkan

komplikasi kehamilan. Ibu hamil dan keluarga akan merasa lebih

tenang, bila mereka diberi daftar tanda bahaya kehmilan tertulis

dan juga mencantumkan nomor telepon yang bisa dihubungi bila

dalam kondisi kedaruratan (Farrer, 2001).

Tanda bahaya kehamilan meliputi : perdarahan, sakit kepala

yang hebat, pandangan atau penglihatan kabur, nyeri sasngat hebat


65

diperut, bengkak pada wajah dan tangan, dan tidak adanya

pergerakan janin (Bobak, 2004).

10) PMTCT

Prevention Mother to Child Transmission (PMTCT) atau

pencegahan penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA), merupakan

program pemerintah untuk mencegah penularan virus HIV/AIDS

dari ibu ke bayi yang dikandungnya. Program tersebut mencegah

terjadinya penularan pada perempuan usia produktif, kehamilan

dengan HIV positif, penularan dari ibu hamil ke bayi yang

dikandungnya dengan jalan menyebarkan informasi tentang

HIV/AIDS, meningkatkan kesadaran perempuan tentang

bagaimana cara menghindari penularan HIV/AIDS dan infeksi

menular seksual (IMS), menjelaskan manfaat dari konseling dan

tes HIV/AIDS secara sukarela (Bobak, 2004).

Pertmuan United Nation General Assembly Spescial Session

on HIVV/AIDS (UNGASS) tahun 2007, dicapai komitmen untuk

menurunkan bayi yang terinfeksi HIV/AIDS (20% pada tahun

2005 dan 50% sampai tahun 2010), serta menjamin 80% ibu hamil

yang berkunjung ke pelayanan antenatal care untuk mendapat

konseling dan pelayanan pencegahan HIV/AIDS (Martin, 2002).

11) Peran Wanita

Menurut YPKP (2013) peran wanita dibagi menjadi tiga

meliputi :
66

a) Peran reproduktif

b) Peran produktif

c) Peran sosial/kemasyarakatan

Berikut tabel 2.2 tentang ringkasan klinik dan penanganan

kehamilan :

Tabel 2.3 Ringkasan Penilaian Klinik dan Penanganan Kehamilan


Kunjungan Kunjungan Kunjungan Kunjungan
Penilaian Antenatal
I II III IV
Riwayat Kehamilan
Riwayat kebidanan
Riwayat kesehatan
Riwayat sosial
Pemeriksaan umum Jika ada Jika ada Jika ada
indikasi indikasi indikasi
Pemeriksaan kebidanan
(luar) Jika ada Jika ada Jika ada
Pemeriksaan kebidanan indikasi indikasi indikasi
(dalam) Jika ada Jika ada Cek
indikasi indikasi kembali Hb
Pemerisaan dan
Laboratorioum pemeriksaa
n
laboratoriu
m jika ada
indikasi
Penanganan
Pemberian tetanus TT1 (0,5cc) TT2 (0,5cc)
toksoid (TT)
90 hari
Pemberian tablet tambah
darah (Fe)
Konseling umum Jika ada
Konseling khusus indikasi Memperku Memperku Memperku
at jika ada at jika ada at jika ada
Perencanan persalinan indikasi indikasi indikasi
Perencanan penanganan
komplikasi

Sumber : (Saifuddin, 2002)


67

e. Standar asuhan antenatal

Menurut Depkes RI (2008) dalam pelayanan asuhan antenatal

pada ibu hamil dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan

antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan (SPK).

Pelayanan antenatal sesuai standar minimal (10T) meliputi :

1) (Timbang) berat badan dan ukur tinggi badan.

2) Ukur (Tekanan) darah

3) Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas) (LILA)

4) Ukur (Tinggi) fundus uteri

5) Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)

6) Skrining status imunisasi tetanus dan berikan imunisasi Tetanus

Toksoid (TT) bila diperlukan.

7) Pemberian (Tablet zat besi) minimal 90 tablet selama kehamilan.

8) Tes laboratorium (rutin dan khusus) terhadap penyakit menular

seksual (PMS)

9) Tatalaksana/penanganan kasus

10) Temu wicara (konseling) dalam rangka persiapan rujukan,

termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi

(P4K) serta KB pasca persalinan.

f. Skrining risiko pada kehamilan

Skrining risiko kehamilan bertujuan untuk mengidentifikasi

wanita yang berisiko sehingga pola asuhan yang tepat dapat

direncanakan untuk kehamilan oleh professional yang tepat.


68

Pengkajian risiko harus berkelanjutan sehingga penyimpangan dari

normal atau terjadinya komplikasi dapat diidentifikasi pada setiap

tahap kehamilan dan dibuat rujukan untuk mendapatkan asuhan yang

tepat.

Keadaan-keadan yang termasuk hamil risiko tinggi (Oswari,

2002) antara lain :

1) Hamil risiko tinggi tingkat pertama

Ibui hamil risiko tinggi tingkat pertama adalah sebagai berikut :

a) Tinggi badan kurang dari 145 cm dan berat badan kurang dari

38 kg

b) Kurang darah yaitu Hb kurang atau sama dengan sepuluh

c) Sembab (edema) pada tungkai

d) Kehamilan lebih dari tiga anak dengan jarak kurang dari dua

tahun

e) Usia wanita hamil kurang dari 20 tahun atua lebih dari 35

tahun

f) Kehamiln ganda atau lebih (kembar dua dan lain sebagainya)

2) Hamil risiko tinggi tingkat kedua

Tanda-tanda dibawah ini tampak pada kehamilan risiko tinggi

tingkat kedua yaitu :

a) Toksemia gravidarum (keracunan kehamilan)

b) Rhesus iso imunisasi

c) Infeksi pada ibu hamil


69

d) Pertumbuhan janin yang lambat

e) Antepartum hemorhagi (perdarahan sebelum melahirkan

misalnya placenta previa)

f) Letak bayi dalam kandungan yang tidak normal (misalnya

letak bokong, letak lintang dan sebagainya)

g) Kehamilan ganda

h) Poly dan oligo hidramnion (air ketuban terlalu banyak atau

sedikit)

i) Disproporsicefalopelvic (ukuran kepala dan rongga panggul

tidak sesuai)

j) Fetal distress (janin dalam keadaan gawat)

Ibu yng memiliki salah satu masalah berikut memerlukan

asuhan yang lebih dari yang direkomendasikan oleh pedoman NICE

untuk ibu sehat berisiko rendah : penyakit jantung, hipertensi,

gangguan endkorin atau diabetes yang memerlukan insulin. Gangguan

psikiatrik (sedang dalam pengobatan), gangguan hematologis

(termasuk penyakit trombo-embolik), epilepsy yang memerlukan obat-

obatan antikolvusan, penyakit kegananasan (maligna), asma berat,

penyalahgunaan obat (heroin, kokain, ekstasi), HIV atau hepatitis B,

gangguan autoimun, obesitas-IMT 35 atau lebih (saat kontak pertama),

berat badan terlalu rendah-IMT 18 atau kurang (saat kontak pertama),

wanita berisiko tinggi misal usia >40 tahun atau <14 tahun, wanita
70

yang terutama rentan atau yang kurang memiliki dukungan sosial

(Medforth, 2012)

Ibu yang mengalami salah satu masalah berikut ini pada

kehamilan sebelumnya dimasukkan kedalam kelompok risiko tinggi :

keguguran berulang (mengalami keguguran sebanyak tiga kali atau

lebih pada kehamilan secara berturut-turut atau keguguran trimester

kedua), preeklampsia, eklamspia, sindrom HELPP, isoimunisasi

rhesus atau antibodi golongan darah yang signifikan lainnya,

pembedahan uterus-secsio secarea, miomektomi atau biopsi kenus,

hemoraghi antepartum atau pascapartum pada dua kali kejadian,

plasenta tertahan atau tertinggal didalam uterus pada dua kali kejadian,

psikosis puerperium, grande multipara, lahir mati atau kematian

neonatus, bayi berukuran lebih kecil dari usia gestasi (<sentil ke 5),

bayi lebih besar dari ukuran gestasi (>sentil ke 95), berat badan bayi

<2,5 kg atau >4,5 kg, seorang bayi yang mengalami anomaly

kongenital (structural atau kromosomal) (Medforth, 2012).

g. Diagnosis

Berikut tabel diagnosis kehamilan menurut Saifuddin (2002) :

Tabel 2.4Diagnosis Kehamilan


Kategori Gambaran
Kehamilan normal Ibu sehat
Tidak ada riwayat obstetri buruk
Ukuran uterus sama/sesuai usia
kehamilan
Pemeriksaan fisik dan laboratorium
normal

Kehamilan dengan masalah khusus Seperti masalah keluarga atau


psikososial, kekerasan dalam rumah
tangga, kebutuhan finansial, dll.
71

Kehmailan dengan masalah kesehatan Seperti hipertensi, anemia berat,


yang membutuhkan rujukan untuk preeklampsia, pertumbuhan janin
konsultasi dan atau kerjasama terlambat, infeksi saluran kemih,
penanganannya penyakit kelamin dan kondisi lain-lain
yang dapat memburuk selama
kehamilan

Kehamilan dengan kondisi Seperti perdarahan, eklampsia, ketuban


kegawatdaruratan yang membutuhkan pecah dini atau kondisi-kondisi
rujukan segera kegawatdaruratan lain pada ibu dan bayi
Sumber : (Saifuddin 2002)

Depkes (2008) pemeriksaan dalam pelayanan antenatal terpadu,

meliputi berbagai jenis pemeriksaan termasuk menilai keadaan umum

(fisik) dan psikologis (kejiwaan) ibu hamil.

2.2.7 Efektivitas Asuhan Antenatal

Kusmiyati (2009) menyatakan bahwa dengan memberikan asuhan

antenatal yang baik akan menjadi salah satu tiang penyangga dalam safe

motherhood dalam usaha menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu

dan perinatal. Untuk meningkatkan efektivitas asuhan antenatal meliputi

hal-hal berikut :

a. Asuhan diberikan oleh petugas yang terampil dan berkesinambungan.

b. Persiapan menghadapi persalinan yang baik dengan memperkirakan

komplikasi.

c. Mempromosikan kesehatan dan pencegahan penyakit (tetanus toksoid,

suplemen gizi, pencegahan konsumsi alkohol dan rokok, dan lain-lain).

d. Mendeteksi dini komplikasi serta perawatan penyakit yang diderita ibu

hamil (preeklampsia, eklampsia, HIV/AIDS, tuberkulosis, hepatitis,

hipertensi, diabetes, dan lain-lain).


72

2.3 Derajat Preeklampsia/Eklampsia

Derajat beratnya PE dinilai dari frekuensi dan intensitas masing-

masing abnormalitas seperti yang terlihat pada tabel dibawah.

Penyimpangan dari nilai normal yang semakin banyak merupakan indikasi

untuk melakukan terminasi kehamilan semakin kuat.

Pemisahan PE ringan dan PE Berat secara tegas dapat menimbulkan

kesulitan oleh karena penyakit ringan dapat dengan cepat berubah menjadi

penyakit yang berat.

Perlu diperhatikan bahwa tingginya tekanan darah bukan merupakan

penentu utama klasifikasi berat atau ringannya PE.

Sumber : Cunningham FG et al : Hypertensive Disorder In Pregnancy in


Williams Obstetrics , 22nd ed, McGraw-Hill, 2005

Gambar 2.5 Insiden Beratnya Penyakit Hipertensi Dalam Kehamilan


73

Preeklamsia, toksemia dan eklampsia semua derajat gejala dari

penyakit yang sama bahwa Dr Brewer menyebut "toxemia metabolisme akhir

kehamilan" (Brewer 1982). Dibuktikan dengan gejala tekanan darah tinggi

edema, (pembengkakan), kenaikan berat badan secara tiba-tiba, proteinuria

(protein dalam urin), bintik-bintik di depan mata, sakit kepala, peningkatan

enzim hati dan, dalam kasus yang paling parah, kejang eklampsia. Ini adalah

kondisi yang berbahaya dari kehamilan yang dapat membunuh ibu dan bayi.

Salah satu dari gejala-gejala saja belum tentu indikasi preeklampsia. Misalnya,

pembengkakan beberapa normal selama kehamilan, dan tidak jarang untuk,

sehat bergizi baik wanita untuk memiliki satu bulan di mana ia memperoleh

pound 5-10 karena volume normal, sehat, darah berkembang (biasanya dalam

ketujuh bulan kedelapan).

HG-Hipertensi Gestasional adalah terminologi untuk menggambarkan

adanya hipertensi berkaitan dengan kehamilan yang sifatnya new-onset.

derajat keparahannya berdasarkan National High Blood Pressure Education

Program (NHBPEP) tahun 2000 dalalm Cunningham (2005):

1. Preeklampsi ringan

a. TD 140/90 mmHg pada kehamilan > 20 minggu

b. Proteinuria 300 mg/24 jam atau 1+ dispstick

2. Preeklampsia Berat ( PE disertai dengan satu atau lebih gejala berikut

dibawah ini) :

a. TD 160/110 mmHg pada kehamilan > 20 minggu

b. Proteinuria 2.0 g/24 jam 2+ (dispstick)


74

c. Serum Creatinine > 1.2 mg/dL (kecuali bila sebelumnya sudah

abnormal )

d. Trombosit < 100.0000 / mm3

e. Microangiopathic hemolysis ( increase LDH )

f. Peningkatan ALT atau AST

g. Nyeri kepala atau gangguan visual persisten

h. Nyeri epigastrium

3. Eklampsia

Kejang yang tidak diakibatkan oleh sebab lain pada penderita pre

eklampsia.

2.4 Faktor Karakteristik Ibu (Sosio Demografi dan Status Kesehatan Ibu)

dan Pemeriksaan Kehamilan (ANC) Terhadap Derajat

Preeklampsia/Eklampsia

Karakteristik merupakan ciri khas yang mempunyai sifat khas dengan

watak tertentu seperti tabiat, watak, sifat kejiwaan, akhlak (budi pekerti) yang

dimiliki seseorang dan membedakan dengan orang lain (Depdiknas, 2003).

Notoatmodjo (2007) mengatakan bahwa karakteristik seseorang atau

masyarakat dipengaruhi oleh pendidikan, pekerjaan, umur, pengetahuan,

sikap, perilaku, etnis, jenis kelamin, pendapat dan spiritual. Menurut Sigmund

Freud, karakteristik adalah kumpulan tata nilai yang terwujud dalam suatu

sistem daya dorong yang melandasi pemikiran, sikap dan perilaku, yang akan

ditampilkan secara mantap. Karakteristik merupakan aktualisasi diri seseorang


75

potensi dari dalam dan internalisasi nilai-nilai yang terpatri dalam diri

seseorang melalui pendidikan, percobaan, pengorbanan dan pengaruh

lingkungan menjadi nilai yang intrinsik yang melandasi sikap dan perilaku.

Dalam penelitian ini, karakteristik ibu meliputi beberapa faktor antara lain :

a. Usia

Poerwadinata (1998) dalam kamus bahasa Indonesia, umur adalah

lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau diadakan). Umur

merupakan usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat

ulang tahun (Elisabeth BN, 1995). Semakin cukup umur, tingkat

kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih dewasa dalam berfikir dari

segi kepercayaan, dari pada orang yang belum cukup umur dan belum

dewasa. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya

Semain dewasa umur seseorang, maka semakin konstruktif dalam

menggunakan koping terhadap masalah yang dihadapi, semakin muda

umur seseorang akan sangat mempengaruhi kebimbangan pengambilan

keputusan. Cakupan pemeriksaan kehamilan sedikit lebih rendah untuk ibu

berumur >35 tahun. Mereka cenderung pergi kedukun atau lebih

cenderung tidak memeriksakan kehamilannya (Depkes, 2011).

Umur yang cukup tidak terlau muda atau tidak terlalu tua akan

membuat ibu berfikir dewasa tentang kebutuhan dirinya, salah satunya

dalam memeriksakan kehamilannya ke petugas kesehatan.


76

b. Paritas

Paritas menunjukkan jumlah anak yang pernah dilahirkan oleh

seorang wanita. Paritas merupakan faktor penting dalam menentukan nasib

ibu dan janin baik selama kehamilan maupun selama persalinan. Pada ibu

dengan pripimara (wanita yang melahirkan bayi hidup) pertama kali,

karena pengalaman melahirkan belum pernah, maka kemungkinan

terjadinya kelainan dan komplikasi pada kehamilan sampai persalinan.

Menurut varney (2006) klasifikasi paritas sebagia berikut :

1) Primipara

Wanita yang telah melahirkan seorang anak, yang cukup besar untuk

hidup di dunia luar.

2) Multipara

Wanita yang sudah hamil dua kali atau lebih.

3) Grandemulti

Wanita yang telah melahirkan lima orang anak atau lebih

c. Usia Kehamilan

Berdasarkan penelitian, kasus preeklampsia/eklampsia dapat timbul

pada usia kehamilan 20 minggu. Tetapi sebagian besar kasus preeklampsia

terjadi pada usia kehamilan >37 minggu dan makin tua kehamilan makin

besar kemungkinan timbulnya preeklampsia (Nofiansyah, 2011).

Kehamilan dibagi menjadi 3 Trimester :

1) Trimester I :0 12 minggu

2) Trimester II :13 27 minggu


77

3) Trimester III :28 40 minggu

d. Riwayat Preeklampsia/Eklampsia Sebelumnya

Pada penelitian Nofiansyah (2011) riwayat penyakit

preeklampsia/eklampsia yang terdahulu bermakna dengan kejadian

preeklampsia/eklampsia. Wanita dengan riwayat hipertensi baik sebelum

hamil atau pada kehamilan yang lalu berisiko lebih besar untuk mengalami

preeklampsia berat/eklampsia dengan peningkatan 25%. Ibu hamil

dengan riwayat preeklampsia sebelumnya berisiko mengalami

preeklampsia berat/eklampsia 20% lebih tinggi pada kehamilan

berikutnya.

Dengan demikian setiap wanita harus bisa menjaga kesehatan,

terutama reproduksinya sepanjang daur kehidupan karena akan

berpengaruh terhadap kondisi ketika ia hamil dan melahirkan. Hasil

penelitian juga sesuai dengan penelitian WHO diberbagai Negara di dunia

tentang kejadian hipertensi pada kehamilan pada kasus eklampsia di China

(0,17%), Vietnam (0,34%), Burma (0,40%), Thailand (0,93%), dan

Lesotho (1,14%) (WHO, 2007).

e. Pendidikan

Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk

mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat

sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan

(Notoatmodjo, 2007).

1) Unsur-unsur pendidikan :
78

a) Input

Merupakan sasaran pendidikan yaitu individu, klompok,

masyarakat dan pendidik (pelaku pendidikan)

b) Proses

Merupakan upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang

lain

c) Output

Melakukan apa yang diharapkan atau perilaku yang diharapkan

dari suatu pendidikan kesehatan disini adalah kesehatan perilaku

untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang kondusif.

2) Jenis pendidikan :

a) Pendidikan formal

Pendidikan yang dilaksankan dalam lembaga institusi yang resmi

dengan program kurikulum yang terartur dan terencana

b) Pendidikan non formal

Pendidikan yang dilaksanakan dalam masyarakat maupun keluraga

3) Tingkat pendidikan :

Menurut Undang-undang pendidikan di Indonesia, tingkatan

pendidikan ada 3 yaitu :

a) Pendidikan rendah (SD, SMP)

b) Pendidikan menengah (SMA, sederajat)

c) Pendidikan tinggi (PT)


79

Pendidikan kesehatan adalah suatu kegiatan atau usaha

menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau

individu. Sasaran pendidikan kesehatan dikelompokkan menjdi :

1) Pendidikan kesehatan individu dengan sasaran individu

2) Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran individu

3) Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat

Sedangkan tempat pendidikan kesehatan adalah :

1) Pendidikan kesehatan di sekolah dilakukan dari sekolah dengan

sasaran murid

2) Pendidikan kesehataan di Rumah Sakit dengan sasaran pasien dan

keluarga pasien

3) Pendidikan kesehatan dengan tempat-tempat kerja dengan sasaran

buruh atau karyawan yang bersangkutan dan sebagainya

(Notoatmodjo, 2007).

Dalam pendidikan terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau

perubahan kearah yang lebih dewasa, lebih baik, dan lebih matang pada

diri individu, sehingga semakin tinggi pendidikan seseorang semakin

matang pula proses berfikirnya.

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semaikn mudah

menerima informasi sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang

dimiliki. Sebaliknya pendidikan yng kurang akan menghambat

perkembangan sikap seseorang terhadap nilai yang baru yang

diperkenalkan (Nofiansyah, 2011).


80

f. Pekerjaan

Pekerjaan adalah sesuatu yang dikerjakan untuk mendapatkan nafkah

atau pencaharian masyarakat yang sibuk dengan kegiatan atau pekerjaan

sehari-hari akan memiliki waktu yang lebih untuk memperoleh informasi

(Depkes, 2001).

Faktor pekerjaan juga mempangaruhi pengetahuan. Seseorang yang

bekerja pengetahuannya akan lebih luas dari pada seseorang yang tidak

bekerja, karena dengan bekerja seseorang akan banyak mempunyai

informasi (Nofiansyah, 2011).

Dengan adanya pekerjaan seseorang akan memerlukan banyak waktu

dan memerlukan perhatian. Masyarakat yang sibuk hanya memiliki sedikit

waktu untuk memperoleh informasi, sehingga pengetahuan yang mereka

peroleh kemungkinan juga berkurang (Notoatmodjo, 2007). Pekerjaan

diklasifikasikan menjadi : 1) Bekerja : buruh, tani, swasta dan PNS, 2)

Tidak bekerja.

g. Riwayat Penyakit yang Diderita Ibu

Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan yang akan menyebabkan

terjadinya bahaya dan komplikasi yang lebih besar baik terhadap ibu

maupun terhadap janin yang dikandungnya selama masa kehamilan,

melahirkan ataupun nifas bila dibandingkan dengan kehamilan persalinan

dan nifas normal. Penyakit yang diderita ibu baik sejak sebelum hamil

ataupun sesudah kehamilan, seperti : penyakit paru, penyakit jantung,

penyakit ginjal dan hipertensi, penyakit kelenjar endokrin (gondok,


81

diabetes mellitus dan penyakit hati), penyakit infeksi (virus dan bakteri

parasit), kelainan darah ibu-janin ataupun keracunan obat dan bahan-bahan

toksis, juga merupakan penyabab yang mengakibatkan terjadinya

gangguan dan penyulit pada kehamilan (Cunningham, et.al, 2005).

Disamping itu, kehamilan sendiri dapat menyebabkan terjadinya

penyakit pada ibu hamil. Penyakit yang tergolong dalam kelompok ini

antara lain : toksemia gravidarum (keracunan hamil), perdarahan hamil tua

yang disebabkan karena plasenta previa (plasenta menutupi jalan lahir)

dan solusio plasenta (plasenta terlepas sebelum anak lahir). Penyebab

kematian ibu bersalin di Indonesia masih di dominasi oleh perdarahan,

infeksi dan toksemia gravidarum. Pada ibu hamil pemeriksaan antenatal

memegang peranan penting dalam perjalanan kehamilan dan persalinannya

sehingga risiko kehamilan bisa dideteksi.

h. Keturuan dengan preeklampsia/eklampsia

Cunningham (2010) menyebutkan bahwa risiko insiden preeklampsia

pada wanita dengan ibu yang menderita preeklampsia pada anak wanita

yang dengan ibu menderita preeklampsia sebesar 20-40%. Pada wanita

yang memiliki saudara perempuan yang menderita preeklampsia risikonya

sebesar 11-37% dan pada saudara kembar risikonya 22-47%. Faktor

semua system organ. Namun predisposisi herediter ini kemungkinan besar

merupakan hasil interaksi ratusan gen yang diturunkan yang dikontrol oleh

banyak enzim dan fungsi metabolik melalui semua sistem organ.


82

i. Diabetes

Adanya riwayat penyakit diabetes mellitus dapat meningkatkan risiko

terjadinya kejadian preeklampsia sebanyak 3,5 kali lipat (Elizabeth dan

Jason, 2012). Gamer, dkk (2004) mendapatkan bahwa kejadian

preeklampsia pada kelompok diabetes sebesar 9,9% sedangkan pada non

diabetes sebesar 4%. Presentase ini meningkat menjadi 30% pada wanita

dengan DM tipe 1 dengan nefropati atau hipertensi.

Obesitas merupakan salah faktor risiko penting untuk terjadinta

diabetes mellitus tipe 2. Obesitas memiliki kaitan erat dengan resistensi

insulin yang merupakan salah satu faktor risiko preeklampsia. Mekanisme

pasti tentang bagaiman kaitan obesitas atau resistensi insulin dengan

preeklampsia masih belum dipahami secara lengkap (Sibai dan

Kupfermine, 2005).

j. Kehamilan kembar

Sibai (2000) didapatkan bahwa pada wanita dengan kehamilan kembar

dibandingkan dengan wanita dengan kehamilan tunggal didapatkan

insiden kehamilan gestasional 13% berbanding 6%. Sedangkan untuk

preeklampsia insidennya 13% berbanding 5% (Cunningham, 2010). Hal

ini diduga berkaitan dengan peningkatan massa trofoblast yang terjadi

pada kehamilan kembar yang menyebabakan aliran darah maternal yang

inadekuat ke plasenta (Roberts dan Bell, 2013).

k. Hipertensi
83

Salah satu faktor predisposisi terjadoinya preelampsia/eklampsia

adalah riwayat hipertensi, atau penyakit vaskuler hipertensi sebelumnya

atau hipertensi essensial (Cunningham, 2010). Hipertensi bersama dengan

hiperinsulinemia, hyperlipidemia, dan disfungsi endotel merupakan

gangguan sindrom metabolic yang kemungkinan berkaitan dengan perfusi

sistemik yang berkaitan denagn kejadian preeklampsia (Wolf, dkk, 2001).

l. Jarak kehamilan

Jarak kehamilan yang terlalu rapat memang mengundang risiko bagi

para wanita. Penelitian terbaru menyatakan, ibu yang hamil lagi dalam

waktu setahun setelah melahirkan berisiko menyebabkan autisme pada

calon anak mereka kelak.

Kehamilan berturut-turut membuat ibu bisa kepayahan. Para ilmuwan

dari New York AS menyebutkan, wanita butuh waktu untuk pulih dari

kehamilan. Selain itu, kehamilan yang terjadi dalam jangka waktu pendek

akan menyebabkan anak-anak yang dilahirkan rentan mengalami

kekurangan gizi. Dalam hal ini perlu memperhatikan jarak kehamilan

karena jarak kehamilan yang terlalu rapat mengundang risiko bagi para

wanita terutama risiko preeklampsia, Jadi sebaiknya apabila ibu hamil

dengan jarak kehamilan yang rapat sebaiknya rutin memeriksakan

kehamilannya.

Jarak kehamilan dibagi menjadi 2 yaitu < 2 tahun dan 2 tahun. Jarak

kehamilan yang terlalu dekat dengan kehamilan sebelumnya (>2 tahun),

meningkatkan risiko bagi ibu maupun janin. Organ-organ reproduksi yang


84

belum berfungis dengan sempurna seperti Rahim akibat persalinan

sebelumnya belum bisa memaksimalkan pembentukan cadangan makanan

bagi janin dan ibu sendiri. Akibatnya bagi ibu akan mengalami

preeklampasia. Ibu hamil dengan preeklampsia akan meningkatkan risiko

dan komplikasi kehamilan, persalinan sampai pada kematian (Rochjati,

2003).

m. Obesitas

Obesitas pre gestasional berhubungan dengan meningkatnya risiko

kejadian preeklampsia. Hal ini dapat dijelaskan bahwa terjadi peningkatan

kadar serum trigliserida, kadar LDL rendah dan pembentukan prtikel kecil

LDL pada wanita dengan obesitas, dimana profil lipid ini juga ditemukan

pada wanita dengan preeklampsia. Profil lipid ini dapat meningkatkan

stress oksidatif, disebabkan oleh mekanisme iskemi perfusi atau aktivitasi

neutrophil yang menyebabkan disfungsi sel endotel (Phupong dan

Leualon, 2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Sibia (2000) didapatkan bahwa

hubungan antara berat badan dan faktor risiko preeklampsia bersifat

progresif. Kejadian preeklampsia meningkat dari 4,3% pada wanita dengan

BMI <20kg/m2 menjadi 13,3% pada wanita dengan IMT >30kg/m2

(Cunningham, 2010).

n. Pemeriksaan Kehamilan (ANC)

Perawatan ibu selama kehamilan sangat menentukan kesehatan ibu

dan bayi yang dikandungnya. Selama kehamilan berbagai program yang


85

termasuk dalam paket pelayanan ANC adalah 10T (timbang berat badan,

ukur tekanan darah, pemberian tablet besi, imunisasi TT, ukur tinggi

fundus uteri, lakukan tes penyakit menular seksual (PMS), tata laksana

penanganan kasus, dan temu wicara) dengan paket tersebut diharapkan ibu

secara rutin mengontrol kehamilannya minimal 4 kali selama kehamilan

dengan sebaran, 1 kali pada trimester 1, 1 kali pada trimester ke dua dan 2

kali pada trimester ke tiga (Depkes RI, 2008).

Saragih (2011) menyebutkan bahwa antenatal care memiliki

pengaruh yang sangat kuat terhadap kejadian risiko kehamilan khususnya

pada preeklampsia pda ibu dengan nilai OR = 29,4 (95% CI 12,61-68,48).

Ibu hamil yang melakukan kunjungan ANC kurang dari 4 kali

kemungkinan akan mengalami risiko kehamilan 29,4 kali dibandingkan

dengan ibu hamil yang melakukan kunjungan ANC 4 kali atau lebih pada

masa kehamilan sehingga deteksi dini kehamilan dapat diketahui lebih dini

dalam proses pemeriksaan kehamilan.

Anda mungkin juga menyukai

  • To Ukom Internal Tahap 1
    To Ukom Internal Tahap 1
    Dokumen33 halaman
    To Ukom Internal Tahap 1
    Lilis Fatmawati
    Belum ada peringkat
  • 4) Kardiova
    4) Kardiova
    Dokumen3 halaman
    4) Kardiova
    Lilis Fatmawati
    Belum ada peringkat
  • 4) Kardiova
    4) Kardiova
    Dokumen3 halaman
    4) Kardiova
    Lilis Fatmawati
    Belum ada peringkat
  • Beberapa Aspek
    Beberapa Aspek
    Dokumen2 halaman
    Beberapa Aspek
    Lilis Fatmawati
    Belum ada peringkat
  • Bag. DPN Skripsi Pengesahan
    Bag. DPN Skripsi Pengesahan
    Dokumen11 halaman
    Bag. DPN Skripsi Pengesahan
    Lilis Fatmawati
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen12 halaman
    Bab Iv
    Lilis Fatmawati
    Belum ada peringkat
  • 269 482 1 SM
    269 482 1 SM
    Dokumen13 halaman
    269 482 1 SM
    Lilis Fatmawati
    Belum ada peringkat
  • Assalamualaikum
    Assalamualaikum
    Dokumen2 halaman
    Assalamualaikum
    Lilis Fatmawati
    Belum ada peringkat
  • Soal ENDOKRIN
    Soal ENDOKRIN
    Dokumen5 halaman
    Soal ENDOKRIN
    Lilis Fatmawati
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen10 halaman
    Bab 1
    Lilis Fatmawati
    Belum ada peringkat
  • 269 482 1 SM
    269 482 1 SM
    Dokumen13 halaman
    269 482 1 SM
    Lilis Fatmawati
    Belum ada peringkat
  • Menilai Kesejahteraan Janin
    Menilai Kesejahteraan Janin
    Dokumen1 halaman
    Menilai Kesejahteraan Janin
    Lilis Fatmawati
    Belum ada peringkat
  • Assalamualaikum
    Assalamualaikum
    Dokumen2 halaman
    Assalamualaikum
    Lilis Fatmawati
    Belum ada peringkat
  • Susunan Panitia Try Out Internal
    Susunan Panitia Try Out Internal
    Dokumen1 halaman
    Susunan Panitia Try Out Internal
    Lilis Fatmawati
    Belum ada peringkat
  • Soal RA+OSTEOM
    Soal RA+OSTEOM
    Dokumen7 halaman
    Soal RA+OSTEOM
    Lilis Fatmawati
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen75 halaman
    Bab 2
    Lilis Fatmawati
    Belum ada peringkat
  • Soal Bu Yeni
    Soal Bu Yeni
    Dokumen1 halaman
    Soal Bu Yeni
    Lilis Fatmawati
    Belum ada peringkat
  • Proposal
    Proposal
    Dokumen31 halaman
    Proposal
    Lilis Fatmawati
    Belum ada peringkat
  • Bab 3
    Bab 3
    Dokumen3 halaman
    Bab 3
    Lilis Fatmawati
    Belum ada peringkat
  • Lampiran Depan
    Lampiran Depan
    Dokumen9 halaman
    Lampiran Depan
    Lilis Fatmawati
    Belum ada peringkat
  • Bab 4
    Bab 4
    Dokumen12 halaman
    Bab 4
    Lilis Fatmawati
    Belum ada peringkat
  • Bab 3
    Bab 3
    Dokumen3 halaman
    Bab 3
    Lilis Fatmawati
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen7 halaman
    Daftar Pustaka
    Lilis Fatmawati
    Belum ada peringkat
  • JURNAL
    JURNAL
    Dokumen15 halaman
    JURNAL
    Lilis Fatmawati
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Lilis 2
    Jurnal Lilis 2
    Dokumen13 halaman
    Jurnal Lilis 2
    Lilis Fatmawati
    Belum ada peringkat
  • Rincian Biaya
    Rincian Biaya
    Dokumen3 halaman
    Rincian Biaya
    Lilis Fatmawati
    Belum ada peringkat
  • Revisi Ulang
    Revisi Ulang
    Dokumen13 halaman
    Revisi Ulang
    Lilis Fatmawati
    Belum ada peringkat
  • Karya Ilmiah
    Karya Ilmiah
    Dokumen47 halaman
    Karya Ilmiah
    Lilis Fatmawati
    Belum ada peringkat
  • Jurnal 1
    Jurnal 1
    Dokumen24 halaman
    Jurnal 1
    Lilis Fatmawati
    Belum ada peringkat