Anda di halaman 1dari 25

BAB 22: HIPOGLIKEMIA

Khalid Hussain dan Mark J.Dunne

Pengantar
Hipoglikemia adalah abnormalitas metabolik dan endokrin yang umum
terjadi pada bayi dan anak-anak. Meskipun mempunyai prevalensi tinggi, masih
ada kontroversi mengenai definisi hipoglikemia, hubungan fungsi otak dan kadar
glukosa darah, dan tatalaksananya.
Hipoglikemia sebagai hasil pengurangan suplai glukosa pada organ vital,
khususnya otak yang secara esensial memerlukan suplai kontinyu. Berulangnya
dan hipoglikemia persisten dapat mengakibatkan peningkatan signifikan
morbiditas dan mortalitas, dengan risiko kematian mendadak atau kerusakan
saraf jangka panjang. Meskipun glukosa sebagai terapi awal, pengelolaan
definitif tergantung pada kausanya.

Definisi Hipoglikemia
Definisi hipoglikemia pada bayi baru lahir masih membingungkan dan
kontroversial karena sedikit korelasi antara kadar glukosa plasma, onset
timbulnya gejala, dan sekuele neurologik dalam jangka lama. Adalah sukar untuk
mendefinisikan kadar glukosa yang memerlukan intervensi (khususnya pada
neonatus) seperti tak jelasnya sampai kadar berapa dan berapa lama dapat
mengakibatkan kerusakan neurologis.
Empat perbedaan pendekatan yang dipakai untuk mendefinisikan
hipoglikemia. Definisi statisik dengan kerugian bahwa kadar glukosa darah di
bawah sentil pasti tak selalu dihubungkan dengan ada atau tidak adanya gejala.
Hal itu bisa didefinisikan fungsional hubungan hipoglikemia sebagai bukti
fisiologis bersama respon hormon counter-regulatory atau pada disfungsi
neurologis. Pada kasus ini, hanya sedikit data pada respon hormon counter-
regulatory pada kadar spesifik glukosa darah pada subjek yang berbeda-beda.
Ketiga, hal ini dapat didefinisikan bahwa gejala dihubungkan dengan kadar
spesifik glukosa darah, namun yang merugikan adalah sedikitnya korelasi antara
gejala dan kadar glukosa darah. Pendekatan keempat didasarkan respon
neuropsikologik pada penurunan kadar glukosa darah.
Data-data ini mempunyai peran penting untuk usulan bahwa hipoglikemia
akan didefinisikan sebagai kadar < 2,6 mmol/L, dengan metoda pengukuran
laboratorium. Hawdon dkk memperlihatkan bahwa sekitar 20% bayi aterm
normal memiliki kadar glukosa < 2,6 mmol/L pada 48 jam pertama. Bayi-bayi
tersebut memperlihatkan hiperketonemia, dengan asumsi - yang membutuhkan
pembuktian - bahwa bayi tak memperlihatkan disfungsi neural karena adanya
efek protektif untuk ketersediaan bahan bakar. Pendeknya, hipoglikemia adalah
suatu rangkaian, dan kadar glukosa darah diinterpretasikan dalam konteks
tampilan klinik, respon regulasi hormon counter dan hubungannya dengan
metabolit intermediet.

1
Pentingnya Diagnosis
Hipoglikemia adalah bagian penting pada anak sejak dianggap berpotensi
mengakibatkan kerusakan saraf jika persisten atau rekuren. Hipoglikemia ringan,
pada kadar yang sebelumnya dikira tak berbahaya, mungkin faktanya
dihubungkan dengan efek serius jangka panjang pada bayi preterm, sehingga
diagnosis dan terapi hipoglikemia adalah penting. Hipoglikemia dapat
dihubungkan karena berbagai sebab (Tabel 22.1)

Tabel 22.1 Perbedaan Penyebab Hipoglikemia Neonatus, Bayi, dan Anak

Hiperinsulinemia
Transien: bayi dari ibu DM, asfiksia perinatal, inkompabilitas rhesus, hambatan pertumbuhan
intrauterin. Sindroma Beckwith-Weidemann, idiopatik
Kongenital: SUR/KIR6.2, glukokinase, mutasi glutamat dehidrogenase, Defek metabolisme asam
lemak (SCHAD), sindroma karbohidrat-glikoprotein defisiensi (CDG)
Insulinoma
Defisiensi hormon
Kortisol, GH, ACTH, glukagon, epinefrin
Defek pada pelepasan/penyimpanan glikogen
Penyakit penyimpanan glikogen: glucose-6-phosphatase, defisiensi amylo 1-6 glucosidase,
defisiensi fosforilase hati, defisiensi glikogen sintase
Defek glukoneogenesis
Defisiensi Fructose 1,6-bifosfatase, defisiensi fosfoenolpiruvat karboksikinase (PEPCK),
defisiensi piruvat karboksilase
Defek pada oksidasi asam lemak dan metabolisme karnitin
Defisiensi very long chain asil CoA dehidrogenase (VLCAD)
Defisiensi rantai sedang asil CoA dehidrogenase (MCAD)
Defisiensi rantai pendek asil CoA dehidrogenase (SCAD)
Defiiensi rantai panjang/pendek 3-hidroksi asil CoA (L/SCHAD)
Defisiensi karnitin primer dan sekunder
Defisiensi karnitin pamitotranseferase (CPT 1 dan 2)
Defek pada sintesis dan pembentukan benda keton
Defisiensi HMG CoA sintase/defisiensi HMG CoA lyase
Defisiensi suksinil CoA 3-oxoacid CoA transferase (SCOT)
Kondisi metabolik (relatif/umum)
Asidemia organik (propinik/metilmalonik)
Maple sirup urin disease, galaktosemia, fruktosemia, tirosinemia, intoleransi fruktosa herediter,
glutarik asiduria tipe 2, defisiensi kompleks rantai mitokondria
Drug induced
Sulfonilurea/insulin/penyekat beta/salisilat/alkohol
Kausa tak jelas (dengan mekanisma tak jelas)
Idiopatik ketotik hipoglikemia (diagnosis eksklusi)
Infeksi (sepsis, malaria), penyakit jantung bawaan

Saat ada konfrontasi pada anak dengan hipogikemia, penting untuk


mengambil sampel darah untuk pemeriksaan teliti sebelum pemberian makanan
enteral dan glukosa iv, karena sampel ini untuk mengetahui defek dari berbagai
jalur metabolik dan endokrin yang termuat dalam etiologi hipoglikemia yang telah
didefinisikan. Sampel urin harus disimpan pada saat yang sama. Substansi untuk
mengukur dilihat dalam tabel 22.; Tabel 22.3 adalah daftar lebih detil yang

2
dibutuhkan jika ada gejala klinik atau biokimia dihubungkan dengan pemeriksaan
awal untuk mengetahui penyebab hipoglikemia.

Tabel 22.2. Metabolit Intermediet dan Hormon yang Diukur pada Pemeriksaan Awal Hipoglikemi
Darah: glukosa, insulin, kortisol, GH, asam lemak tak teresterifikasi, asetoasetat, 3-
hidroksibutirat, karnitin (bebas dan total), blood spot asil-karnitin, amonia, laktat

Urin: keton, substansi yang mereduksi, asam organik

Tabel 22.3. Pemeriksaan Lebih Teliti, Tergantung Kemungkinan Etiologi Hipoglikemia

? Hiperinsulinisme (atau aksi insulin-like)


C-peptida
Proinsulin, preproinsulin
IGFBP-1 (berlawanan dengan insulin)
Transferrin isoelectric focusing (khususnya jika hiperinsulinisme dihubungkan dengan sindrom)
Bentuk abnormal IGF-II
Autoantibodi insulin

? Hormonal
Test provokasi Growth Hormone
Glukagon (amat jarang)
Epinefrin/norepinefrin (sangat jarang)

? Gangguan oksidasi asam lemak


Penelitian flux asam lemak (biopsi kulit untuk kultur fibroblas)

? Penyakit penyimpanan glikogen


Kolesterol, trigliserid
Urat, fungsi hepar

? Penyakit sintesis glikogen hati


Glukosa darah pre dan post-prandial dan kadar laktat

? Gangguan sintesis/penggunaan benda keton


Analisis mutasi HMG CoA/succinyl CoA 3-oxoacid CoA transferase (SCOT)
Biopsi hati

? Metabolik
Aktivitas galactose-1-phosphateuridyltransferase eritrosit (galaktosemia)
Asam amino plasma (maple syrup urine disease)
Succinylacetone urin (tyrosinemia)
Transferrin isoelectric focusing (sindroma CDG)
Piruvat
Asetoasetat
Aktivitas komplek rantai respirasi mitokondria

? Tak dapat diterangkan


Toksikologi urin (tergantung kemungkinan agen penyebab)

3
Kondisi pengumpulan dan penyimpanan adalah penting pada efek
pengukuran glukosa darah. Kadar glukosa whole blood 15% lebih rendah
daripada plasma. Metodologi berbeda yang dipakai untuk pengukuran kadar
glukosa akan juga memberikan hasil yang berbeda. Pengukuran kadar dengan
reagen strip test tak dapat dipakai pada kadar glukosa yang rendah dimana
kepuasannya tergantung metoda mungkin juga memiliki kesalahan batas.
Pengetahuan mengenai metoda pengujian untuk mengukur glukosa darah
adalah esensial untuk menginterpretasi data klinik. Untuk pengukuran kadar
glukosa darah, sampel glukosa ditampung dengan tabung yang mengandung
fluorida untuk menghambat glikolisis.

Homeostasis Glukosa Darah pada Fetus


Fetus menerima suplai glukosa intravena melewati plasenta, pengambilan
glukosa fetal secara langsung berkaitan baik kadar glukosa maternal maupun
gradien transplasental. Metabolisme fetal secara langsung berupa anabolisme,
dengan pembentukan glikogen, lemak, dan protein. Glikogen disimpan di hati
selama gestasi dan menyediakan sumber glukosa yang cepat selama beberapa
jam pertama sesudah lahir. Sistem enzim untuk anabolisme akan menjadi aktif
pada kehamilan lanjut pada hati fetus. Selama fetus mendapat suplai konstan
dengan infus glukosa, hal ini tak tergantung kapasitas pembentukan glukosa
dirinya.
Insulin yang merupakan hormon anabolik utama dan mengikuti
perkembangan anatomi dan fungsional dari hormon yang disekresi sel islet
pankreas, adalah sangat penting untuk meniru krisis metabolik yang muncul
pada kelahiran. Sel hormon fetal berasal dari duktus epitelium, sel-sel bermigrasi
untuk membentuk unit fungsional hormon pankreas, berupa islet sel langerhans,
Sampai minggu ke-22, pembentukan islet yang baik dan matur sudah dapat
dikenali.
Diferensiasi tipe sel endokrin dari sel stem pluripoten adalah tergantung
perintah aktivasi dari sekuens faktor transkripsi yang mencetuskan sel
turunannya. Sebagai tambahan untuk perubahan anatomi dari sel endokrin
pankreas, juga akan berubah fungsi. Jadi sel fetal menunjukkan penurunan
responsivitas untuk perubahan mendadak kadar glukosa dan asam amino in vivo
dan in vitro saat dibandingkan dengan pankreas dewasa. Hasil akhir efek
perubahan perkembangan ini untuk menjamin rasio yang tinggi insulin-glukagon
saat anabolisme.

Metabolisme Postnatal dan Adaptasi Endokrin


Transisi dari suplai nutrient transplasenta ke pemberian diet intermiten
dan puasa dengan susu sampai pada usus bayi normal sesuai umur
kehamilannya dengan sedikit bukti eksternal dari besarnya perubahan tersebut.
Proses adaptasi bagaimanapun tak lengkap dan menyesuaikan saat bayi lahir
prematur atau berkaitan dengan IUGR.
Bayi normal sesuai umurnya menunjukkan penurunan cepat kadar
glukosa postnatal selama 2-4 jam awal dari nilai kadar ibu sekitar 2,5 mmol/L,
dimana berimplikasi bahwa satu atau lebih mekanisme dibutuhkan untuk

4
adaptasi puasa tak berkembang lengkap saat kelahiran. Hal ini sekarang jelas
bahwa penurunan glukosa adalah penting untuk merangsang gelombang
pengeluaran hormonal dalam stimulasi aktivasi enzim.
Ada peningkatan mayor dan peningkatan mendadak kadar glukagon
plasma dalam menit sampai jam dalam kelahiran pada mamalia. Hal ini
dihubungkan dengan gelombang dramatik pada sekresi katekolamin. Hormon
pertumbuhan akan meningkat saat kelahiran. Hal ini mengubah milieu hormon
secara efektif dengan mobilisasi glukosa dari glikogen dan substrat melewati
lipolisis dan proteolisis. Selain itu, pelepasan asam lemak bebas dalam sirkulasi
diikuti dengan peningkatan mendadak pada produksi benda keton dari hati.
Peran kortisol tetap agak membingungkan. Hipoglikemi berat terjadi jika
hubungan normal hormon-hormon ini terganggu, namun hasil akhir efek dari
perubahan ini untuk menstabilkan kadar glukosa pada kadar yang rendah
selama beberapa jam pertama saat ASI dimulai. Ketersediaan benda keton
dibiarkan sebagai sparing effect dari glukosa untuk dipergunakan otak.

Mekanisme Pemeliharaan Kadar Normal Glukosa Darah


Meliputi interaksi kompleks antara glukosa plasma, insulin dan hormon
counter regulasi yang bervariasi, meliputi glukagon, adrenalin, kortisol, dan GH.
Metabolisme glukosa terhitung kurang lebih setengah dari dari kebutuhan energi
harian.
Glukosa dapat disimpan dalam bentuk glikogen dan lemak, dan hal ini
dapat dipakai sintesis protein dan komponen struktural seperti membran sel via
pengubahan dalam atom karbon. Konsentrasi normal glukosa darah dipelihara
dengan balans antara produksi dan penggunaan glukosa dan beberapa faktor
yang mengubah peran equilibrum menjadi hipoglikemia. Insulin menurunkan
produksi glukosa, adrenalin, kortisol, dan GH meningkatkan produksi glukosa
dan menurunkan penggunaan glukosa.

Gambar 22.1. Ringkasan efek berlawanan dari insulin, GH, dan kortisol pada regulasi glukosa
darah. Aksi insulin secara lengkap menurunkan kadar glukosa darah saat GH/kortisol, glukagon,
dan epinefrin memiliki aksi berlawanan. GH=growth hormone

5
Produksi Glukosa
Sebagai tambahan dalam pencernaan, glukosa dapat diproduksi dari
lemak, dari protein via glukoneogenesis, dan dari pelepasan penyimpanan
glikogen di hati. Pemecahan glikogen menghasilkan sumber glukosa yang siap
dipakai untuk otak dan jaringan neural lainnya, di mana merupakan pemakai
glukosa obligat. Hati dan pada tingkat kecil, ginjal, adalah dua jaringan yang bisa
melepas glukosa dalam sirkulasi. Kemampuan mereka untuk melakukan ini
tergantung dari fakta bahwa mereka memiliki glukosa 6-fosfatase yang
signifikan. Hati menyediakan glukosa dengan glikogenolisis (memecah dari
simpanan glikogen) dan glukoneogenesis. Hal ini diperkirakan bahwa
glikogenolisis berjumlah kurang lebih 30-40% dari semua output hati pada kadar
glukosa orang dewasa. Tak ada data yang dilaporkan pada anak,
Glikogenolisis terjadi sebagai hasil aksi beberapa enzim. Selama puasa,
glikogen fosforilase memulai pemecahan glikogen dengan memotong glukosa 1-
fosfatase, di mana dikonversi menjadi glukosa 6-fosfatase dengan enzim
pemecah. Glukosa 6-fosfatase selanjutnya melepas glukosa bebas. Metabolisme
glkogen secara predominan dikontrol oleh aktivitas glikogen sintase dan
fosforilase, dan insulin dan glukagon adalah hormon pengontrol utama.
Glukoneogenesis meliputi sintesis glukosa dari sumber non-karbohidrat.
Prekusor mayor sesudah puasa satu malam adalah laktat dan alanin (juga
glutamin, gliserol, dan piruvat). Mayoritas laktat dan alanin dibentuk sesudah
puasa semalam dari glukosa plasma dan menggambarkan perputaran rantai
karbon. Reaksi pertama glukoneogenesis meliputi konversi piruvat menjadi
oksaloasetat menjadi fosfoenolpiruvat. Reaksi kedua mengubah 1-6-bofosfat
menjadi fruktosa-6-bifosfat, dimana kecepatan pembatasan tahap dari proses
glukoneogenesis. Tahap akhir meliputi konversi glukosa 6 fosfat menjadi glukosa
bebas.
Kecepatan glukoneogenesis berdasarkan berat badan adalah lebih besar
pada anak 8-9 tahun dibanding adolesen 14-16 tahun, namun derivat fraksi
produksi glukosa dari glukoneogenesis adalah identik antara 2 grup subjek.
Glukoneogenesis berkontribusi 50% produksi glukosa pada periode anak-anak.

Penggunaan Glukosa
Faktor yang menentukan penggunaan glukosa meliputi konsentrasi
glukosa plasma, kebutuhan jaringan pada glukosa, ketersediaan pada substrat
alternatif, pada jaringan yang pasti, adalah sensitivitas pada insulin.
Pengambilan glukosa oleh jaringan terjadi dengan fasilitas difusi. Transpor
glukosa masuk ke jaringan tergantung pada transporter spesifik glukosa, GLUT
1-5. GLUT 1 adalah transporter insulin independen yang ditemukan di semua
sel, dimana responsif pada transpor glukosa melewati sawar darah otak. GLUT 2
direpresentasikan seperti glukosa transporter utama di hati dan sel pankreas.
GLUT 2 adalah tak tergantung insulin, sehingga afinitas lebih rendah dari
transporter tak mudah jenuh saat konsentrasi tinggi glukosa plasma. Jaringan
yang memakai GLUT 2 seperti glukosa transporter terbukti meningkatkan
glukosa seluler dengan peningkatan glukosa plasma, di mana membiarkan sel
pankreas dan hepatosit untuk beraksi sebagai sensor glukosa. Bagaimanapun,

6
hal ini juga dilaporkan bahwa pada sel manusia (sebagai lawan jaringan
mamalia), GLUT 1 adalah transporter utama. Hal ini diestimasi bahwa ada 100
kelompok yang lebih rendah dari GLUT 2 dibanding GLUT 1 pada manusia vs
sel tikus.
GLUT 3 didistribusi pada sistem saraf pusat dan merupakan transporter
glukosa tak tergatung insulin yang memiliki afinitas tinggi pada glukosa. GLUT 4
adalah transporter tergantung insulin pada otot dan jaringan lemak. GLUT 5
secara primer diekspresikan pada brush border jejunum dan sebagai transporter
utama fruktosa.
Insulin meregulasi konsentrasi steady state dari transporter tergantung
insulin dengan mengawali sintesisnya, namun hanya mengakibatkan mobilisasi
transporter ini pada membran sel saat kadar glukosa plasma meningkat.
Glukosa diambil oleh sel, dan disimpan sebagai glikogen atau lemak,
dioksidasi menjadi CO, dan diubah menjadi laktat. Perbedaan kecepatan
proporsi glukosa yang berkontribusi tergantung tingkat kelaparan, hormonal
milieu, dan adanya substrat energi alternatif.

Gambar 22.2. Bagan metabolisme glukosa. Piruvat berperan sangat penting dalam metabolisme
intermediary. PEPCK, fosfofenolpiruvat karbokinase

Integrasi dari Perubahan Terkait Makan dan Puasa


Insulin meregulasi produksi glukosa dan memakai baik selama makan
maupun dalam keadaan puasa. Tergantung pada makan, konsentrasi glukosa

7
plasma akan mulai meningkat dalam 15 menit. Hal ini dan stimulasi dari
neurogenik dan aksis entero-insular menstimulasi sekresi insulin dari sel .
Kadar puncak plasma glukosa pada menit 30-60 dan menurun sampai absorbsi
komplet, biasanya sekitar 4-5 jam sesudahnya, dengan konsentrasi insulin
plasma mengikuti kesamaan waktu.
Sesudah makan, ada tanda supresi dari produksi glukosa hati endogen,
besarnya yang besarnya ditentukan oleh respon insulin dan glukosa. Supresi
mungkin meningkat 50-60% dengan kurang lebih 25 g lebih rendah glukosa yang
dilepas ke sirkulasi sistemik.
Kadar plasma glukosa post-prandial ditentukan oleh balans antara
kecepatan perpindahan glukosa dari dan ke sirkulasi sistemik. Lipolisis,
ketogenesis, glikogenolisis, dan glukoneogenesis disupresi postprandial.
Jaringan berespon utama dari perpindahan glukosa dari sirkulasi sistemik
meliputi hati, usus halus, otak, otot, dan jaringan lemak. Besarnya pengambilan
glukosa oleh jaringan, kecuali otak, paling ditentukan oleh konsentrasi insulin
plasma. Pengambilan glukosa oleh otak ditentukan oleh konsentrasi glukosa
plasma dan hal ini tak tergantung insulin. (Gambar 22.3)

Gambar 22.3. Bagan perubahan biokimia yang terjadi selama puasa. Penurunan konsentrasi
glukosa menghambat sekresi insulin, sehingga terjadi lipolisis, glikogenolisis, glukoneogenesis,
ketogenesis, dan aktivasi proteolisis. Proses ini menghasilkan glukosa dan benda keton.

Interval antara 4-6 jam sesudah makan kadang berhubungan dengan


status post absorbsi. Steady state tercapai selama itu, dimana produksi glukosa
setara konsumsi glukosa dan konsentrasi plasma glukosa dipelihara dalam
rentang normal. Perpindahan glukosa (produksi glukosa dan penggunaannya)
kurang lebih 10 mol/kg/menit. Penggunaan tak tergantung insulin pada glukosa
kurang lebih 80%, utamanya oleh otak (dimana memerlukan 50% dari total), sel
darah merah, ginjal dan sistem gastrointestinal. Konsentrasi glukosa dipelihara
dengan interaksi antara insulin dan glukagon, kortisol, GH, adrenalin, dan
noradrenalin. Glukagon mengontrol pelepasan dari penyimpanan glikogen dari

8
hati, insulin mengendalikan efek dari glukagon dengan mencegah percepatan
lipolisis dan proteolisis. Kortisol dan GH memainkan peran yang cukup penting
dalam mengatur sensitivitas jaringan perifer untuk glukagon dan insulin.
Seperti periode puasa yang lama, penggunaan glukosa jaringan menurun
saat pengunaan dari asam lemak bebas dan benda keton meningkat.
Pengeluaran glukosa dari hepar dikurangi dengan penurunan glikogenolisis,
dengan peningkatan kecepatan glukoneogensis. Peningkatan glukoneogenesis
adalah mungkin dihubungkan dengan peningkatan sekresi glukagon dan hormon
counter regulasi yang lain, sama baik dengan mereduksi sekresi insulin. Sekresi
glukagon dengan penurunan insulin membiarkan simpanan lemak untuk
dikonversi menjadi asam amino pada glukoneogenesis. Pelepasan asam lemak
bebas ditranspor ke hati dengan mengikat albumin, dimana mereka selanjutnya
-oksidasi dalam mitokondria, hasilnya benda keton atau kembali diesterifikasi
menjadi triasil gliserol dan fosfolipid.
Asam lemak rantai panjang memiliki kombinasi dengan molekul
transporter disebut karnitin yang dibentuk dari asam lemak ester karnitin
sebelum mereka dipakai dalam mitokondria. (Gambar 22.4). Hal ini membiarkan
asam lemak berdifusi melewati bagian luar membran mitokondria dan dikonversi
menjadi ester asil CoA dalam ruang intermembran. Lemak asilkarnitin dibentuk
dengan aksi dengan aksi karnitin palmitoltransferase 1 (CPT 1) diikuti dalam
permukaan dalam dari bagian luar membran mitokondria. Resultan asilkarnitin
lalu menyeberang bagian dalam membran mitokondria untuk berubah menjadi
karnitin bebas dan diubah kembali menjadi ester asil CoA oleh CPT II. Medium
dan rantai pendek asam lemak dapat masuk mitokondria tanpa kombinasi
dengan karnitin.
Perputaran karnitin dan asil karnitin diregulasi oleh malonyl CoA dimana
memodulasi aktivitas CPT 1. Pada status makan, konsentrasi malonyl CoA
adalah tinggi dan hal ini menghambat CPT 1 dengan aliran melewati jalur -
oksidasi yang direduksi. Karena itu, perpindahan asam lemak ke jaringan pada
keadaan makan dikurangi sebagai hasil kecepatan rendah dari lipolisis, dan
pemasukan asam amino dalam mitokondria juga dihambat. Pada keadaan
puasa, kecepatan sintesis asam lemak adalah rendah, dengan konsentrasi
rendah malonyl CoA sehingga lebih mengefisiensikan transpor asam lemak
melewati bagian dalam membran mitokondria.
Setelah masuk dalam mitokondria, tiap asam lemak lalu mengalami -
oksidasi untuk memperlambat secara progresif rantai karbon. Reaksi ini
dikatalisis oleh enzim intramitokondria (asil CoA dehidrogenase), masing-masing
dengan aksi panjang yang spesifik rantai asam lemak, rantai sedang, panjang,
dan pendek. -oksidasi menghasilkan asetil CoA, dimana dapat lalu masing-
masing dikonversi menjadi benda keton, asetoasetat, dan 3 -hidroksibutirat via
hydroxymethylglutaryl CoA (HMG-CoA) pathway atau lalu mengalami oksidasi
lengkap dalam siklus asam trikarboksilat. (Gambar 22.4).

9
Gambar 22.4. Bagan metabolisme karnitin dan asam lemak. Asam lemak rantai panjang
memerlukan karnitin untuk transportasi ke dalam mitokondria. Setelah di dalam mitokondria,
lemak asil koA mengalami -oksidasi menghasilkan asetil koA. Lalu dikonversi menjadi benda
keton dan masuk siklus asam sitrat.
CT (carnitine translocase), CPT (carnitine palmitoyltransferase), TCA (tricyclic acid cycle), VLCAD
(very long chain acyl CoA dehydrogenase), LCAD, MCAD, SCAD (long/medum/short chain acyl
CoA enzymes), LCHAD, SCHAD (long/short chain 3-hydroxyacyl CoA dehydrogenase)

Otot dan jaringan lain secara progresif lebih tergantung pada asam lemak
bebas dan benda keton untuk kebutuhan energi yang kontinyu selama periode
puasa berlanjut. Benda keton diproduksi di hati dari oksidasi asam lemak dan
dikirim ke jaringan perifer sebagai sumber energi. Benda keton mengganti
glukosa sebagai bahan bakar predominan untuk jaringan saraf, terlebih
mengurangi kebutuhan obligat otak.

Glukosa dan Otak


Glukosa adalah substrat mayor untuk fungsi normal otak. Masuknya
glukosa dalam otak dan metabolisme glukosa otak tak sensitif insulin. Maturasi
dan densitas dari GLUT 1 (berlokasi di sawar darah otak) dan GLUT 3 (pada
membran neuronal) sejajar dengan perkembangan pemakaian glukosa pada
otak.
Bagian tertentu dari otak (korteks) terlihat lebih rentan terhadap kerusakan
pada keadaan hipoglikemia dibanding yang lain (misalnya serebelum), mungkin
karena perbedaan tempat pada kapasitas metabolik serebral. Positron Emission
Tomography (PET) memperlihatkan menit ke menit perubahan regional konsumsi
glukosa dan aliran darah selama menerima berbagai variasi sensorik dan
aktivitas motor manusia. Pada anak anjing yang baru dilahirkan, otak dapat
mengalami perubahan aliran darah untuk menjamin bahwa struktur batang otak

10
berlanjut menerima asupan glukosa dibandingkan bagian lain. Mirip dengan
peningkatan aliran darah yang didokumentaskan pada bayi preterm manusia
selama periode hipoglikemia.
Selama hipoglikemia akut yang moderat, tak ada perubahan dalam
aktivitas fungsional serebral; pemakaian glukosa serebral akan menurun dan
aliran darah meningkat hanya jika hipoglikemia berat (lebih rendah daripada 2,0
mmol/L). Selama hipoglikemia kronik, otak beradaptasi pada rendahnya kadar
glukosa sirkulasi dengan peningkatan jumlah sisi transporter glukosa dan
menurunkan penggunaan glukosa serebral dan fungsi pada saat kadar normal
sementara aliran darah otak lebih meningkat moderat selama hipoglikemia akut.
Kerusakan saraf berhubungan dengan berat dan lamanya hipoglikemia
terjadi utama pada korteks, hipokampus, dan putamen kaudatum sebagai hasil
pelepasan aktif dari asam amino, yang menonjol perubahan neurokemikal
termasuk berhentinya sejumlah sintesis protein tapi tak semua bagian otak,
pergantian reduksi otak equilibrum dengan oksidasi, incomplete energy failure,
kehilangan homeostasis, influx kalsium selular, alkalosis intraseluler, dan
pelepasan asam amino neuroaktif, khususnya aspartat, dalam ruang
ekstraseluler dari otak.
Pelepasan asam amino (aspartat dan glutamat) dalam ruang intersisial
otak selama hipoglikemia berat, membiarkan pengikatan pada dendrit neuronal
dan perikarya, namun tak semua tipe sel dari sistem saraf, meyebabkan
timbulnya untuk kematian neuronal. Perubahan mitokondria serebral berkaitan
dengan peningkatan produksi radikal bebas adalah satu pada awal patogenesis
injuri otak karena hipoglikemia.
Penggunaan substrat alternatif mungkin menyediakan mekanisme yang
lain yang mungkin melindungi otak dari hipoglikemia. Pada pasien dewasa sehat,
infus dengan -hidroksibutirat selama hipoglikemia induced insulin, hormon
counter regulasi respon pada hipoglikemia adalah rendah, sama dengan
kelambatan disfungsi kognitif. Penelitian ini sukar pada anak namun pada fetus
manusia dan neonatus dapat memakai oksidasi benda keton. Pengambilan
benda keton oleh otak adalah proporsional untuk konsentrasi dalam sirkulasi dan
pengambilan lebih tinggi pada neonatus dibandingkan dewasa. Suplementasi
oral dari DL Na--hidroksibutirat telah diberikan pada dua pasien dengan
hiperinsulinemia persisten hipoglikemia, memperlihatkan pengambilan efektif
melewati sawar darah-otak.

Perbedaan Regulasi Glukosa Darah antara Anak dan Dewasa


Anak muda mempunyai persediaan glikogen yang terbatas, cukup untuk
periode kelaparan kurang lebih 12 jam, sesudah mana pemeliharaan konsentrasi
glukosa normal tergantung pada glukoneogenesis. Anak puasa 30 jam
mempunyai kadar glukosa yang rendah dan konsentrasi alanin dibandingkan
dengan dewasa laki dan wanita dan anak tak mampu mentolerensi periode
kelaparan ini lebih lama untuk alasan ini. Pada dewasa, kadar asam lemak
bebas, gliseril, dan benda keton dalam darah secara bertahap meningkat pada
periode puasa yang berlanjut. Selama anak berpuasa, ketosis dan ketonuria

11
berkembang cepat, diduga bahwa anak mengkonversi lebih cepat ke lemak
sebagai bahan bakar yang ekonomis.
Anak mempunyai kecepatan produksi glukosa yang lebih tinggi jika
dibandingkan dewasa dihubungkan peningkatan relatif kebutuhan metabolik otak
dibandingkan ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan dewasa. Ukuran otak
adalah determinan prinsip sebagai faktor untuk meregulasi pengeluaran glukosa
dari hati untuk kehidupan, Puasa pada bayi dan anak memperlihatkan kecepatan
penggunaan tinggi glukosa per kg bb relatif pada kebutuhan dewasa, dimana hal
ini mengapa mereka lebih rentan hipoglikemia dibandingkan dewasa.

Tabel 22.4. Gejala Hipoglikemia yang Nonspesifik


Beberapa Gejala yang Mengindikasikan Hipoglikemia
- Makan sedikit
- Iritabel
- Letargi
- Stupor
- Apneu, serangan sianosis
- Hipotoni, limpness
- Tremor
- Kejang
- Koma

Tabel 22.5 Kelompok Berisiko Hipoglikemia


- Bayi prematur
- Bayi dengan IUGR
- Bayi yang dilahirkan dari ibu DM
- Bayi dengan asfiksia perinatal
- Bayi dengan eritroblastosis fetalis
- Bayi dengan sindroma Beckwith Wiedemann
- Ibu yang minum sulfonilurea atau penyekat beta
- Bayi makrosomia
- Bayi sakit
- Bayi polisitemia
- Bayi hipotermia
- Bayi dengan penyakit jantung bawaan
- Bayi dengan kondisi metabolik
- Anak yang lebih tua dengan infeksi seperti malaria

Pendekatan Diagnosis
Riwayat klinik, deskripsi gejala, pemeriksaan fisik, dan pendekatan
langkah demi langkah adalah kunci diagnosis. Pemberian kompleksitas dari
adaptasi metabolik dan endokrin yang terjadi saat lahir, kejadian hipoglikemia
terjadi lebih sering selama beberapa hari pertama dibandingkan waktu lain. Hal
ini transien pada kebanyakan kasus (Tabel 22.4), jadi beberapa anak dengan
gejala harus diukur kadar glukosa dan dicatat.
Perjalanan penyakit pada periode neonatus seharusnya meliputi riwayat
detil kehamilan dan persalinan, berat badan lahir, umur gestasi, ada/tidaknya
fetal distress, asfiksia, dan kecil masa kehamilan. Akhir-akhir ini, hubungan
episode hipoglikemi dengan makan adalah penting. Hipoglikemia terjadi sesudah
puasa pendek (2-3 jam) diperkirakan adalah penyakit gangguan penyimpanan

12
glukosa, namun hipoglikemia yang terjadi sesudah puasa lama (12-14 jam)
diperkirakan berhubungan dengan glukoneogenesis. Hipoglikemia postprandial
mengindikasikan galaktosemia, intoleransi fruktosa herediter, dari sindroma
dumping. Sejarah keluarga dari kematian mendadak noeonatus mungkin
petunjuk tak dikenal, gangguan metabolik herediter. Beberapa faktor yang
memprovokasi hipoglikemia seperti infeksi saluran napas atas atau episode
gastroenteritis yang penting sudah didokumentasikan. Dari riwayat penyakit dan
pemeriksaan fisik, beberapa grup bayi dalam keadaan risiko mengalami
hipoglikemia transien yang memerlukan monitoring dapat diidentifikasi.
Pengenalan dan diagnosis hipoglikemia pada periode neonatus
tergantung dari monitor rutin kadar glukosa darah dengan interval frekuen
sesudah lahir pada bayi berisiko tapi asimptomatik dan pada beberapa bayi yang
menunjukkan gejala yang diduga hipoglikemi. Hal ini penting untuk memonitor
kadar glukosa dalam hubungan dengan waktu makan. Konsentrasi glukosa
darah sedikit meningkat sesudah makan tak mengkhawatirkan dibandingkan
yang tetap rendah. Jika kadar rendah didapat selama monitoring rutin pada bayi
berisiko asimptomatik atau pada waktu gejala dalam bayi simptomatik, hasilnya
mungkin bisa dikonformasi di laboratorium, namun intervensi tak dibutuhkan
untuk menunggu hasilnya. Resolusi gejala sesudah konfirmasi glukosa yang
dikaitkan dengan hipoglikemia.
Ada tidaknya diabetes maternal atau inkompabilitas rhesus adalah
penting. Peningkatan berat lahir dan makrosomia meningkatkan kemungkinan
hiperinsulinemia neonatus. Tanda fisik khusus seperti transverse ear, lobe
creases, exomphalos, dan makroglosia meningkatkan kemungkinan sindoma
Beckwith-Wiedemann dimana adanya mikropenis dan undesensus testis
menindikasikan hipopituitarisme. Defek pada midline, termasuk celah palatum,
juga mengindikasikan hipopituitarisme kongenital, sementara ambigus genital
mengindikasikan hiperplasia adrenal kongenital.
Hepatomegali diasosiasikan dengan metabolisme glikogen abnormal,
defek glukoneogenesis dan galaktosemia. Hepatomegali moderat mungkin
dihubungkan dengan akumulasi glikogen, bagaimanapun berkembang pada bayi
dengan hiperinsulinisme yang menerima infus dengan kecepatan tinggi glukosa
untuk memelihara normoglikemia. Perhatian khusus pada kecepatan
pertumbuhan, mikropenis, undesensus testis, pigmentasi kulit, tekanan darah,
dan kehilangan berat badan anak.

Diagnostik Cepat
Pada banyak kondisi, hipoglikemia terjadi hanya dalam hubungan dengan
periode intake kalori rendah dan puasa. Tes starvasi sangat berbahaya dan
harus diadakan hanya pada kondisi ketat oleh staf yang terlatih dalam
pemberiannya, dengan infus intravena yang aman siap untuk mengkoreksi
hipoglikemia. Bahaya adalah defek besar dalam oksidasi asam lemak, sama
dengan hyperfatty inuced acidemia berisiko menginduksi aritmia kordis.
Pengukuran sekuensial dari metabolit intermediary dan glukosa diberikan selama
puasa, dengan sampel darah menggambarkan kapan hipoglikemia terjadi.
Sampel urin dilaklam setelah restorasi pada normoglikemia seharusnya disimpan

13
dalam keadaan dingin untuk diukur asam organik dan metabolit abnormal
lainnya.
Pengukuran lain dari spesimen ini didapat saat hipoglikemia dapat
membantu daignosis. Defisiensi kortisol mungkin tampak, dan tes lanjutan untuk
mendefinisikan integritas perintah aksis hipotalamo-pituitary-adrenal. Kadar
rendah GH pada saat hipoglikemia puasa tak boleh dieksklusi atau konfirmasi
defisiensi namun dengan pertumbuhan abnormal, tes valid seperti provokasi
glukagon, seharusnya dilakukan.
Dokumentasi asam organik urin yang abnormal fakta yang membantu
saat hipoglikemia dihubungkan dengan asidemia metil malonik, maple syrup
urine disease (MSUD), atau defek -oksidasi di mitokondria, Pada kasus lanjut,
petunjuk defisiensi enzim disediakan dengan rantai panjang asam dikarboksilat
pada urin dan juga grup hidroksil atau ikatan tak jenuh. Adanya konjugat glisin
mungkin juga diagnostik dari defek oksidasi asam lemak.

Perbedaan Penyebab Hipoglikemia pada Anak


Hipoglikemia pada anak dihubungkan berbagai penyebab luas, dibagi
dalam hasil abnormalitas hormon (hiperinsulinisme, kortisol, atau defisiensi GH)
atau defek pelepasan glikogen hati/penyimpanan, glukoneogenesis,
metabolisme karnitin, oksidasi asam lemak dan kausa yang tak diketahui seperti
hipoglikemia ketotik idiopatik

Abnormalitas Hormon
Hiperinsulinisme neonatus (Hi) adalah penyebab hipoglikemia rekuren
dan hipoglikemia berat dalam kehidupan. Karakteristik dengan eksesif dan
sekresi tak tepat dari insulin dalam hubungan dengan kadar glukosa darah saat
itu dan dapat menjadi transien atau persisten.
Bentuk transien dihubungkan dengan diabetes maternal, IUGR, asfiksia
perinatal, eritroblastosis fetalis, sindroma Beckwith-Wiedemann, pemberian
beberapa obat (misal sulfonilurea) pada ibunya dan setelah pemberian infus
glukosa pada ibu selama kelahiran. Juga bisa idiopatik.
Hubungan antara hiperlaktatemia dan hiperinsulinisme neonatal transien
berat juga dikenal pada bayi non-asfiksia, namun mekanismenya belum jelas
dan HI cenderung resolusi spontan. Hiperinsulinisme iatrogenik dihubungkan
dengan malposisi arteri umbilikal dilaporkan pada dua bayi. Reposisi kateter
menghindari infus langsung pada arteri pada pankreas sebagai hasil
penghentian dari hipoglikemi hiperinsulinemik. HI transien diketahui umum pada
bayi lahir yang ibunya menderita DM tak terkontrol.
Bayi dengan ibu DM menunjukkan makrosomia dan organomegali yang
menyertai hiperinsulinemia. Glukosa melewati plasenta dengan fasilitas difusi,
terlebih adanya surplus karbohidrat yang mana hal tersebut berespon pada
peningkatan sekresi insulin. Karena insulin adalah anabolik, hiperinsulinisme
fetal menstimulasi sintesis protein, lipid, dan glikogen, yang memacu
makrosomia. Mekanisme dasarnya belum jelas. Insulin diperkirakan memainkan
peranan ini, namun molekulnya atau aksinya dalam hubungan dengan faktor
pertumbuhan yang lain tak diketahui. Penelitian telah menunjukkan bahwa

14
regulasi hiperinsulinemia fetal besarnya dari respon mitogenik seluler menjadi
faktor pertumbuhan, dengan aksi insulin seperti faktor yang mengawali untuk
insulin growth factor.
Hubungan antara kontrol diabetes maternal dan makrosomia tak tertutup,
dan beberapa bayi masih lahir dengan makrosomia sesudah kehamilan dimana
glukosa darah ibunya terkontrol baik. Tampilan fisik bayi ini keras. Organomegali
selektif di hati dan jantung; panjang otot meningkat secara proporsional dengan
berat badan, namun ukuran otak tak relatif meningkat seusai usia gestasi jadi
kepalanya tampak kecil disproporsional. Kardiomiopati hipertrofik pada IDM
bersifat transien.
Anomali kongenital pada IDM terjadi dua atau empat kali lebih sering
daripada populasi umum. Problem ini menjadi alasan yang memaksa karena
mortalitas perinatal dari IDM sudah berkurang dan jumlah baru malformasi pada
populasi besar sudah hilang, digantikan sindrom distres respirasi sebagai hal
utama yang menyebabkan kematian. Kausa embriopati diabetik belum
dimengerti. Hal ini mungkin timbul dari lingkungan intrauterin yang kacau selama
periode organogenesis. Efek teratogenik hiperglikemia diduga pada penelitian
pada hewan dan manusia. Signifikansi sebagian pada regresi kaudal, dimana
agenesis atau hipoplasia dari femora terjadi dalam gabungan dengan agenesis
vertebra bawah (sakral). Anomali lain mencakup anensefali, meningomielokel,
holoproensefali, sejumlah abnormalitas struktural jantung, dan small left colon
syndrom.
Kebanyakan IDM berupa hipoglikemia asimptomatik transien sebelum
peningkatan kadar glukosa terjadi sesudah umur 1-4 tahun. Yang lain menjadi
berlanjut dan hipoglikemia simptomatik berat, dan sedikit muncul hipoglikemia
terlambat sesudah permulaan arah. Semua mencapai kembali kontrol kadar
glukosa normal dalam beberapa hari sesudah kelahiran. IDMs pada kelahiran
bergejala hiperinsulinisme dihubungkan dengan peningkatan transfer glukosa via
plasenta dan nutrient lain yang akan meningkatkan sekresi insulin. Pankreas
didapakan hiperplasia dan hipertrofi dari sel islet Langerhans, tanpa evidens,
juga dinamakan nesidioblastosis. Beberapa bayi gagal mencapai peningkatan
normal glukagon plasma pada 2-4 jam kelahiran meskipun semuanya
memperlihatkan respon counter-regulasi hormon yang dibatasi selama periode
hipoglikemia.
Dalam hubungan dengan pengelolaan, nilai glukosa darah perifer
seharusnya dimonitor 3-4 jam sebelum makan pada 6-12 jam sesudah kelahiran.
Hipoglikemia transien dicegah dengan pemberian nutrisi enteral dengan susu
dalam 1-2 jam sesudah lahir. Bayi sakit tak dapat mentoleransi makanan enteral
atau yang tetap hipoglikemia meskipun makanan enteral penuh diterima dengan
infus intravena glukosa dengan kecepatan 4-6 mg/kg/menit pada hal pertama
untuk mencegah munculnya hipoglikemia. Pengambilan kembali lambat glukosa
bantuan segera dimulai. Injeksi tunggal glukagon (0,03-0,1 mg/kg) mempunyai
efek sementara hiperglikemia dengan melepas glukosa dari penyimpanan
glukosa. Hipoglikemia reaktif terjadi sesudah kecepatan infus glukagon atau
glukosa diturunkan terlalu cepat.

15
Sindroma Beckwith-Wiedemann (BWS) adalah kelebihan pertumbuhan
kongenital dimana klinik dan genetiknya heterogen. Fenotip BWS dihubungkan
dengan pertumbuhan berlebihan pre dan postnatal, organomegali, hemihipertrofi,
omphalokel, anomali lobus telinga, dan abnormalitas saluran ginjal dengan
predisposisi tumor embrional. Secara genetik, BWS adalah gangguan multigenik
disebabkan disregulasi pertumbuhan ditanamkan gen dalam regio 11p15. Pada
lokasi ini penanaman genetik dengan kehilangan induk tampilan tumor &/
pertumbuhan gen supresor (p57KIP2 dan H19) atau duplikasi dan disomi
uniparental dari ekspresi promotor gen pertumbuhan (IGII) mempunyai implikasi
patogenesis BSW. Kurang lebih 20% pasien dengan BWS punya disomi
uniparental dari 11p15.
Insidensi hipoglikemia hiperinsulinemik pada anak dengan BWS kurang
lebih 50%. Hal ini dapat menjadi transient atau prolong dan simptomatik pada
mayoritas bayi, diselesaikan dalam 3 hari kehidupan; kurang lebih 5% anak
menjadi hipoglikemia hiperinsulinemik di luar periode neonatal membutuhkan
juga untuk melanjutkan pemberian makan atau dengan pankreatektomi parsial.
Bentuk ringan berespon dengan diazoxide dan analog somatostatin. Hanya ada
sedikit penelitian histologi pankreas pada pasein dengan BWS, dan semua
mengira bahwa secara histologi sangat mirip dengan bentuk hiperinsulinemik
pada bayi. Mekanisme dasar yang menyebabkan hipoglikemia hiperinsulinemik
persisten pada sindroma ini tak jelas. Tak jelas mengapa hiperinsulinisme dari
sindroma ini biasanya transien. Anak dengan BWS dan klinis berat tak berespon
pada hipoglikemia hiperinsulinemik mempunyai defek pada kanal K pada sel
pankreas yang sensitif ATP.
Hiperinsulinisme kongenital neonatus adalah paling sulit dikelola secara
klinik. Hal ini diasosiasikan dengan insiden tinggi (sampai 25%) handicap
neurologi, dimana tak berubah arah pada 20 tahun terakhir. Hiperinsulinisme
menyebabkan hipoglikemia primer sebagai hasil peningkatan penggunaan
glukosa dengan penurunan kecepatan produksi glukosa endogen. Efek ini
sepenuhnya dihubungkan sekresi insulin tak sesuai, dengan variasi nama,
termasuk hipoglikemia bayi idiopatik, hipoglikemia sensitif leusin, insulinoma
neonatal, mikroadenomatosis, hiperplasia lokal, nesidioblastosis, dan
hipoglikemia hiperinsulinemik persisten pada bayi (PHHI)
Variasi sporadik dan familial hiperinsulinisme bayi dikenali, dengan bentuk
sporadik secara relatif tak umum (insidensi 1/40.000 kelahiran hidup) dan bentuk
familial lebih umum (1/2500 lahir hidup) dalam komunitas dengan konsanguitas
tinggi.
Kondisi muncul pada periode bayi baru lahir sampai 2-6 bulan bertama
sesudah lahir dalam neonatus aterm dan preterm. Banyak neonatus mempunyai
tampilan karakteristik yang menyolok menyerupai bahwa bayi dari ibu DM. Hal ini
diduga bahwa hiperinsulinsme tampil beberapa waktu sebelum lahir. Sangat
jarang, HI muncul pada anak saat mirip dengan insulinoma.
Profil karakteristik metabolik dan endokrin dari sampel darah
menggambarkan hipoglikemia pada saat hiperinsulinemia, hiperketotik, hypofatty
acidemic hipoglikemia dengan tak tepat meninggikan insulin ditandai dengan
konsentrasi tinggi kadar C-peptida. Kecepatan infus glukosa tinggi mungkin

16
dibutuhkan untuk memelihara konsentrasi glukosa di atas 3 mmol/L. Karena efek
anabolik insulin, hipoglikemia terjadi meskipun hepar penuh glikogen yang dapat
dimobilisasi dengan pemberian glukagon. Glikemia dapat biasanya dipakai
dengan meningkatkan infus somatostatin yang akan menghentikan sekresi
insulin. Neonatus dengan hipoglikemia hiperinsulinemia gagal untuk
menghasilkan serum kortisiol respon counter regulasi hormon, dengan tampak
berhubungan dengan tak sesuai kadar rendah plasma ACTH pada saat terjadi
hipoglikemia.
Kadar insulin dalam darah mungkin sebagian tinggi, namun apa penyebab
sesuai konsentrasi insulin untuk normoglikemia menjadi tak sesuai dalam
kemunculan hipoglikemia. Beberapa pengukuran mendemonstrasikan kegagalan
kontrol insulin basal.
Penting dalam pengelolaan untuk segera memberi glukosa secukupnya
untuk mempertahankan kadar glukosa di atas 3 mmol/L. Kecepatan infus di atas
4-6 mg/kg/menit, bahkan > 20 mg/kg/menit, mungkin dibutuhkan. Untuk
mempertahankan konsentrasi glukosa darah, mendesak untuk dinyatakan di
mana pasien akan berespon pada terapi konvensional diazoxide dan diuretika
thiazide. Kedua obat seharusnya diberi konkuren untuk mengatasi
kecenderungan diazoxide yang menyebabkan retensi cairan dan untuk dipakai
fakta bahwa obat mempunyai efek sinergis dengan peningkatan konsentrasi
glukosa. Dosis awal yang mudah dilakukan pada diazoxide 5-10 mg/kg/hari
terbagi tiap 8 jam, ditingkatkan sampai maksimum 20 mg/kg/hari.
Setelah mengerti fisiologi defek molekular pada hiperinsulinisme
kongenital, pemakaian penyekat kanal kalsium, seperti nifedipin, dipromosikan,
dengan beberapa pasien menyebabkan respon baik. Bagaimanapun, seperti
beberapa pasien juga memiliki kelemahan voltase gerbang masuk kalsium,
nifedipin tak selalu bermanfaat. Pemberian glukagon dengan infus kontinyu
(dimulai dari dosis 1 ug/kg/jam) secara bersamaan dengan analog somatostatin
octreotide (dimulai dosis 10 ug/kg/hari) sebagai hal yang bermanfaat.
Dokter anak menganggap sebagai sebuah tantangan penting saat
pengelola anak yang terbukti tak responsif dengan terapi konvensional dengan
diazoxide. Pilihan lain: pemikiran jangka lama kombinasi infus subkutan
glukagon dan somatostatin atau mempertimbangkan reseksi pankreas. Sedikit
pusat penelitian meneliti terapi pertama tadi, dan dipertimbangkan aspek
praktisnya.
Pankreatektomi, bagaimanapun tanpa risiko dan bukan prosedur yang
sederhana. Operasi adalah hal umum, dilakukan 95% pankreatektomi pada awal
kejadian, namun beberapa anak tetap hipoglikemia, dan lebih jauh percobaan
dikontrol dengan prosedur pemberian diazoxide. Pada kasus yang sangat
sedikit, pankreatektomi total adalah penting untuk mengontrol hiperinsulinisme
berat, yang bisa eksaserbasi dari bekas pankreas.

17
Gambar 22.5. a. Histologi normal pankreas; islet dengan nukleus kecil
b. Histologi dari hiperinsulinisme difus; islet dengan nukleus yang membesar

HI diklasifikasikan dalam penyakit difus dan fokal (gambar 22.5).


Pengenalan preoperatif penyakit lokal dikenali dengan kateterisasi perkutan
pankreas transhepatik dengan pengambilan kembali berbagai sampel darah
untuk mengidentifikasi hotspot sekresi insulin. Sekresi beku cepat dipakai untuk
mengidentifikasi area hiperplasia lokal saat bedah, untuk direseksi. Sudah
dikemukakan bahwa respon insulin akut pada glukosa intravena, kalsium, dan
tolbutamid akan membantu untuk diferensiasi penyakit fokal dari yang difus. Test
tersebut didasarkan prinsip bahwa anak dengan defek difus SUR1 (lihat bawah)
gagal menunjukkan respon sekresi insulin terhadap glukosa intravena
tolbutamid, namun menunjukkan respon positif sekresi insulin terhadap kalsium
intravena. Hasil test ini sukar diinterpretasikan, dan sedikit korelasi antara fenotip
dan genotip.
F-fluoro-L-dopa PET sukses untuk melokalisasi domain fokal. Hal ini
punya keuntungan melebihi highly invasive pancreatic venous sampling dan tes
stimulasi kalsium intra-arterial.
Sejumlah gambaran histologis menerangkan penyakit ini, termasuk
hiperplasia fokal, hiperplasia difus, proliferasi dukto-insular, mikroadenomatosis,
insulinoma terisolasi, dan disfungsi endokrin dengan tak ada riwayat
abnormalitas. Bahwa komplikasi penyakit lebih dibandingkan saat maturasi
adalah awal perhatian dengan demonstrasi disregulasi stimulus sekresi coupling
glukosa-insulin in vitro dalam islet pankreas yang direseksi.
Stimulus response coupling terjadi dikontrol oleh kanal Kalium pada
membran sel yang sensitif terhadap nukleotida intraselular, sebagian pada
rasio ATP dan ADP. Sama dengan peningkatan konsentrasi glukosa, glikolisis sel
B meningkatkan rasio ATP/ADP. Hal ini menutup kanal K yang sensitif ATP, yang
menghasilkan depolarisasi membran sel B. Fenomena ini memulai influks
Calsium melewati voltage-gated channel, dicetuskan eksositosis. Jadi, fungsi
kanal K sebagai tombol on/off dengan pencetus sekresi insulin (Gambar 22.6)

18
Gambar 22.6. Bagan stimulus sekresi coupling dalam sel -pankreas. Metabolisme mitokondria
bertanggung jawab dalam pembentukan sinyal yang dihubungkan dengan (1) fase pertama
pelepasan insulin, triggering pathway (box 1) dan (2) fase kedua: amplifikasi pathway (box 2).
Pada tingkat sel , HI disebabkan defek gen pada kanal K ATP, glukokinase, glutamat
dehidrogenase, dan SCHAD. SCHAD (short chain 3-hydroxyacyl-CoA dehydrogenase), G
(glukokinase), GDH (glutamat dehidrogenase)

Kanal K-ATP mengandung kompleks heteromultimerik dari kurang lebih


dua protein bentuk SUR1 dan Kir6.2. Integritas fungsional protein ini penting
untuk pergerakan kanal K, dan gen bertanggung jawab untuk lokalisasi mereka
sangat dekat dengan yang lain pada lengan pendek kromosom 11 (11p14-15.1).
Jumlah mutasi gen SUR1 dan Kir.6.2 sudah diketahui, sebagian pada anak
dengan bentuk familial HI (HI-KATP).
Bentuk fokal penyakit ini tampaknya dihubungkan dengan latar belakang
perbedaan genetik, dinamakan cetakan genetik. Hal ini tak ditemukan pada
penyakit difus. Pada keadaan ini, ada kehilangan heterozigositas dengan
cetakan paternal (Gambar 22.7)

19
Gambar 22.7. (a) Penyakit difus yang menyerang seluruh pankreas. Penyakit difus umumnya
dihubungkan dengan mutasi gen yang menkode komponen kanal K ATP secara autosomal resesif.
(b). Bentuk fokal dari penyakit berlokasi pada satu region pankreas. Memperhatikan kejadian
somatik (kehilangan kromosom 11p dari ibu), lesi lokal dihubungkan dengan kehilangan tumor
suppressor gene (p57kip2 dan H19) dan peningkatan ekspresi growth promoting genes (IGF-II).
Kombinasi tersebut merangsang hiperplasia sel . HI dihubungkan dengan keturunan dari mutasi
paternal dalam SUR1 atau gen KIR6.2.

Dua penemuan lain memberi perhatian kompleksitas hiperinsulinisme.


Aktivasi abnormal baik glukokinase (HI-GK) dan glutamat dehidrogenase (HI-
GDH) berperan meningkatkan konsentrasi ATP intraseluler, dengan triger sekresi
insulin pada tak adanya beberapa defek polarisasi membran. Hal itu sudah
dikemukakan bahwa sindrom glutamat dehidrogenase, dengan peran
hiperamonemia pada hipoglikemia, mungkin menyebabkan yang dinamakan
hipoglikemia sensitif leusin digambarkan selama beberapa tahun sebelumnya.
HI juga telah dilaporkan dalam hubungan defek metabolisme asam lemak (HI-
SCHAD).

Hubungan Hipoglikemia dengan Defisiensi Hormon


Sistem counter-regulasi hormon menjamin suplai kontinyu glukosa ke
organ vital. Hormon berperan dengan aksi cepat atau kronik yang diizinkan, yang
mengubah respon pada jaringan target. Glukagon dan adrenalin adalah dua
hormon yang penting penting dalam restorasi cepat konsentrasi glukosa; kortisol
dan GH punya peran yang dibolehkan.
Defisiensi beberapa hormon tersebut dapat mengakibatkan hipoglikemia.
Defisiensi glukagon sangat jarang, dan laporan pertama dari hipoglikemia
persisten neonatal sebagai hasil defisensi glukagon yang faktanya dihubungkan
dengan hiperinsulinisme. Meskipun defisiensi adrenalin sudah dilaporkan, sangat
jarang menyebabkan hipoglikemia.
GH dan kortisol mempunyai sejumlah efek pada metabolisme glukosa,
termasuk meningkatkan kecepatan glukoneogenesis dan glikolisis dan efek

20
antagonis insulin. Batas glikemik untuk aktivasi hormon counter regulasi seperti
GH dan kortisol pada dewasa terletak dalam atau sedikit di bawah konsentrasi
fisiologis konsentrasi glukosa dan sedikit lebih tinggi dibanding ambang gejala.
Hal ini berimplikasi bahwa GH dan kortisol mulai untuk muncul dalam respon
pada konsentrasi glukosa darah dalam rentang normoglikemik dan hal itu,
peningkatan ini mungkin membalik proporsional pada nadir glukosa darah.
Respon GH dan kortisol berbeda pada hipoglikemia yang secara spontan
dibandingkan dengan yang diinduksi infus insulin (tes toleransi insulin). Hal ini
dihubungkan dengan kecepatan penurunan konsentrasi glukosa darah, dengan
mengapa nilai GH yang rendah pada saat hipoglikemia spontan mungkin tak
penting mengindikasikan defisiensi GH.
Etiologi hipoglikemia dihubungkan dengan defisiensi kortisol dan GH
dihasilkan dari kombinasi faktor-faktor yang meliputi pengurangan tersedianya
substrat glukoneogenik (penurunan mobilisasi lemak dan protein) dan
peningkatan penggunaan glukosa berhubungan dengan peningkatan sensitivitas
insulin pada jaringan saat tak adanya dua hormon tersebut.
Hipopituitarisme kongenital muncul dengan hipoglikemia yang
mengancam kehidupan, konsentrasi abnormal Na, syok, mikrophallus, dan gagal
tumbuh. Termasuk disebabkan displasia septo-optik, sindroma midline lainnya,
dan mutasi faktor transkripsi termasuk perkembangan kelenjar pituitary. Anak
dengan tipikal hipopituitarisme didapat menampilkan gagal tumbuh dan mungkin
komplikasi lain tergantung etiologi dan beratnya kehilangan hormon pituitary.
Hipopituitarisme didapat sebagai hasil tumor (umumnya kraniofaringioma),
radiasi, infeksi, hidrosefalus, anomali vaskular, dan trauma. Insidensi
hipoglikemia yang berhubungan dengan panhipopituitarisme dapat menjadi
setingi 20%, dan hipoglikemia dihubungkan dengan hipopituitarisme mungkin
menyebabkan kematian mendadak. Hipotiroidisme kongenital dalam hubungan
dengan hipopituitarisme kongenital mungkin sangat jarang menyebabkan
hipoglikemia. Terapi pengganti yang seusai dengan hidrokortison dan GH dapat
mengurangi hipoglikemia.

Hubungan Hipoglikemia pada Defek Pelepasan/Penyimpanan Glikogen


Glukosa disimpan sebagai glikogen dalam hati, otot, dan ginjal. Defek
penyimpanan atau pelepasan glikogen hati dapat menyebabkan hipoglikemia.
Defisiensi glukosa-6-fosfatase (penyakit penyimpanan glikogen tipe I, penyakit
Von Gierkes) adalah penyebab penyakit penyimpanan glikogen yang
menyebabkan hipoglikemia. Defisiensi enzim menghasilkan ketakmamppuan
pelepasan glukosa bebas dari glukosa-6-fosfatase, dengan resultan
hepatomegali dihubungan dengan penyimpanan glikogen. Anak muncul dengan
hipoglikemia rekuren dihubungkan dengan asidosis laktat, hiperurisemia, dan
hiperlipidemia. Tujuan terapi adalah mencgah hipoglikemia memakai kombinasi
drip kontinyu makanan cair/NGT dan tepung jagung.
Dua penyakit penyimpanan glikogen lainya yang menyebabkan
hipoglikemia sebagai hasil dari defisiensi enzim amilo 1,6-glukosidase (penyakit
penyimpanan glukogen tipe III, GSDIII) dan fosforilasi hati (penyakit
penyimpanan glikogen tipe VI). Tampilan klinik dan biokemikal GSDIII cukup

21
heterogen: manifestasi kliniknya berupa hepatomegali, hipoglikemia,
hiperlipidemia, perawakan pendek dan beberapa berupa kardiomiopati dan
miopati. Penyakit penyimpanan glikogen tipe VI (GSDVI) menampilkan
manifestasi klinis ringan/jinak. Pasien mempunyai hepatomegali yang mencolok,
retardasi pertumbuhan, dan variabel namun episode hipoglikemia ringan saat
puasa dan hiperketosis selama anak-anak. Hiperlaktikasidemia dan
hiperurisemia secara karakteristik tak ditemukan. Pasien mungkin akan muncul
peningkatan serum transaminase, hiperlipidemia, hipotonia, dan kelemahan otot.
Tampilan klinik dan biokemikal abnormal umumnya menghilang saat pubertas.
Varian jarang yang dihubungkan asidosis tubulus proksimal renal, miopati, dan
kardiomiopati fatal.
Glikogen sintase berperan penting dalam penyimpanan glikogen di hati,
dan defisiensinya jarang menyebabkan hipoglikemia pada anak-anak.
Tampilannya berupa hipoglikemia puasa dengan hiperketonemia namun dengan
laktat normal. Sesudah makan, kadar laktat plasma akan meningkat seperti
glukosa sebagai penghubung pathway glikotic dengan hiperglikemia. Mutasi
pada gen glikogen sintase (GYS2) berlokasi di kromosom 12p12.2
dideskripsikan beberapa pasien.

Hubungan Hipoglikemia dengan Defek Glukoneogenesis


Glukoneogenesis, pembentukan glukosa dari laktat/piruvat, gliserol,
glutamin, dan alanin, berperan penting dalam pemeliharaan normoglikemia
selama puasa. Defisiensi tiap dari empat enzim dari glikotik-glukoneogenk
pathway yang menjamin tak langsung flux dari piruvat menjadi glukosa [piruvat
karboksilase, fosfofenolpiruvat karbokinase (PEPCK), fruktosa 1-6-bifosfatase,
dan glukosa 6-fosfatase] diketahui. Glukoneogenesis dapat muncul sebagai
kebalikan glikolisis dengan perbedaan. Pasien dengan defek glukoneogeneis
menampilkan hipoglikemia puasa dan asidosis laktat. Defisiensi piruvat
karboksilase dapat berkembang dan meluas dengan tampilan klinik asidosis
laktat, retardasi mental dan perkembangan, dan asidosis tubulus ginjal
proksimal.

Hubungan Hipoglikemia dengan Gangguan Metabolisme Karnitin dan Defek


Oksidasi Asam Lemak
Defisiensi karnitin primer adala autosomal resesif pada gangguan oksidasi
asam lemak yang menampilkan perbedaan umur dengan hipoglikemia
hipoketotik dan kardiomiopati dan atau miopati skeletal. Penyakit ini diduga dari
penurunan kadar karnitin plasma dan dikonfirmasi dengan mengukur transpor
karnitin pada fibroblas pasien. Transpor karnitin ditandai penurunan (umumnya <
5% dari normal) dalam fibroblas pasien dengan defisiensi karnitin primer.
Hepatik CPT1 isoform ditampilkan di hati, ginjal, dan fibroblas dan kadar
rendah dalam jantung, sementara isoform yang lain (otot) terjadi di otot skelet
dan predominan dari jantung. Pasien dengan defisiensi isoform hepatik CPT1
muncul dengan hipoglikemia hipoketotik, hepatomegali dengan peningkatan
transaminase, renal tubular asidosis, hiperlipidemia transien, dan paradoks:
miopati dengan peningkaan karnitin kinase atau keterlibatan jantung, kejang, dan

22
koma pada periode neonatal. Penemuan tipikal biokemikal dalam urin adalah
asam dikarboksilik rantai panjang C6-10.
Defisiensi CPT2 memiliki tampilan klinik yang berat. Bentuk jinak pada
dewasa digambarkan dengan episode rhabdomiolisis yang dicetuskan latihan
berkepanjangan. Tipe infantilnya berupa serangan berat hipoglikemia hipoketotik,
umumnya diasosiasikan dengan kerusakan jantung umumnya bertanggungjawab
pada kematian mendadak sebelum umur 1 tahun. Sebagai tambahan gejala ini,
terutama disorganogenesis otak dan ginjal, sering terlihat pada neonatus,
sebagai onset defisiensi CPT2, dimana hampir selalu letal selama bulan pertama
kelahiran Terapi didasarkan menghindari kelaparan dan atau latihan dan diet
rendah lemak diperkaya trigliserida rantai sedang (MCT) dan karnitin (defisiensi
CPT2 berat).
Gangguan umum dari oksidasi asam lemak adalah rantai sedang acyl Co
A dehydrogenase (MCAD). Merupakan kondisi autosomal resesif dengan
intoleransi puasa lama, rekuren episode dari koma hipoglikemia dengan
dicarboxylicaciduria rantai sedang, gangguan ketogenesis, dan kadar karnitin
rendah dalam plasma dan jaringan. Gangguan menjadi berat dan kadang fatal
pada pasien muda. Defek oksidasi yang lain (rantai panjang asil CoA
dehidrogenase) ditampilkan dengan hipoglikemia hipoketotik dihubungkan
dengan neurologis (hipotonia) dan komplikasi kardiovaskular (kardiomiopati).
Bentuk akumulasi dicarbocylaciduria adalah karakteristik dari tiap defek
enzimatik spiral oksidasi.

Hubungan Hipoglikemi dengan Defek Sintesis/Penggunaan Benda Keton


Benda keton adalah bentuk bahan bakar alternatif glukosa untuk otak.
Tiap benda keton disintesis dari kombinasi asetil coA dan asetoasetil coA untuk
membentuk hidroksimetilglutaril CoA (HMG CoA). Hal ini dipisah oleh HMG CoA
lyase untuk menghasilkan asetoasetat, dimana lalu dikonversi menjadi
hidroksibutirat. Hipoglikemia mungkin terjadi sebagai hasil defek baik sintesis
maupun penggunaan benda keton. Defisiensi herediter dari mitokondrial HMG
CoA sintase dapat menyebabkan episode berat hipoglikemia hipoketotik. Tipe
penemuan meliputi hipoketosis, peningkatan asam lemak bebas, asilkarnitin
normal, dan asam organik urin spesifik selama periode akut. Kasus jarang dari
hipoglikemia dihubungkan ketakmampuan pemakaian benda keton adalah
desfisiensi suksinil CoA: 3-oxoacid CoA transferase (SCOT), dengan
karakteristik krisis ketoasidosis intermiten dan ketosis persisten.

Hipoglikemia Ketotik Idiopatik


Hipoglikemia Ketotik Idiopatik adalah umum. Biasanya muncul antara 18
bulan dan 5 tahun dan hilang spontan pada umur 9-10 tahun. Riwayatnya pada
anak yang tak makan dan menjadi hipoglikemia tak terprediksi biasanya
mengikuti ISPA. Hipoglikemia diasosiasikan dengan peningkatan benda keton
dan asam lemak bebas dengan mensupresi kadar insulin. Hipoglikemia ketotik
dikarakteristik sebagai kadar rendah plasma alanin, namun mekanisme persis
yang bertanggungjawab hipoglikemia tak dimengerti. Hormon seperti glukagon
dan kortisol tampaknya meningkat sesuai, namun jalur GH adalah tak jelas.

23
Hipoglikemia ketotik idiopatik adalah definisi yang lemah dan mencakup
grup dengan kondisi penyebab hipoglikemia yang tak jelas. Kondisi seperti
defisiensi glikogen sintase hepatik dan asetoasetil CoA thiolase telah dilaporkan
sebagai hipoglikemia ketotik. Hipoglikemia ketotik adalah diagnosis eksklusi.

Bermacam-macam Penyebab Hipoglikemia

Metabolik
Hipoglikemia dapat terjadi sebagai hasil sejumlah kondisi metabolik
meliputi galaktosemia, fruktosemia, tirosinemia, dan asidemia organik, maple
syrup urine disease, asiduria glutarat tipe II, dan defek rantai respirasi
mitokondria. Intoleransi fruktosa herediter, disebabkan oleh defisiensi katalitik
aldolase B (fruktosa 1,6 bifosfat aldolase), adalah diturunkan resesif kondisi
dimana secara homozigot muncul hipoglikemia dan gejala abdomen berat
sesudah makan yang mengandung fruktosa dan yang berasal dari glukosa.
Meneruskan makan glukosa berbahaya karena mencetuskan injuri hati dan
ginjal, dan retardasi pertumbuhan.

Factitious
Hipoglikemia dapat diinduksi farmakologi, disengaja, sebagai alat diagnostik; tak
disengaja sebagai komplikasi terapi diabetes melitus, atau sebagai konsekuensi
kelebihan insulin sendiri atau dengan obat seperti sulfonilurea, yang
menstimulasi pelepasan insulin. Saat hipoglikemia berat dengan hiperinsulinisme
terjadi yang dicatat pada anak sehat sebelumnya, kemungkinan kejahatan
pemberian dari insulin atau sulfonilurea oral seharusnya diduga. Petunjuk dari
biokemistri akan meningkatkan kadar insulin dengan C-peptida normal pada
kasus pemberian insulin.

Proses Abnormal IGF-II


Hipoketotik persisten, hipoglikemia hypofatty acidemic hypoinsulinemic
dapat terjadi dalam situasi sangat jarang sebagai hasil hipoglikemia tumor non
islet (NICTH). Pada kondisi ini, sel neoplastik menampilkan gen insulin growth
factor (IGF) II dan memproduksi sejumlah substansi dari proses inkomplet,
prekusor IGF-II protein BM tinggi (big pro IGF-II). Bagian dari big proIGF-II
memasuki sirkulasi dan memprovokasi aktivitas berlebihan insulin-like dari tubuh.

Sindroma Baru
Dua sindrom baru yang memacu hipoglikemia dideskiripsikan pada anak.
Pertama hemihipertrofi dan hipoketotik persisten berat. Tak ada big pro IGF II
bentuk atau antibodi sirkulasi reseptor insulin yang ditemukan. Glukosa dan
protein isotop dipertimbangan dalam penelitiannya menunjukkan tanda supresi
produksi glukosa hati selama puasa. Tak ada evidens konstitutif autofosforilasi
dari insulin atau reseptor IGF 1, dan tak ada bukti upregulasi dari reseptor IGF 1.
Ketepatan patofisiologi dari yang kasus terbaru masih tak jelas dan kurang
pemeriksaan.

24
Kasus pertama dari anak dengan defek prohormon konvertase 1 (PC 1)
dihubungkan heterozigot campuran untuk missense baru dan mutasi nonsen
telah diidentifikasi. Anak ini menampilkan fenotip obesitas, hipoadrenalisme,
hipoglikemia reaktif, peningkatan prohormon sirkulasi, dan diare neonatal tipe
malabsorbsi.

25

Anda mungkin juga menyukai