Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE NON HEMORAGIK (SNH)

I. Konsep Penyakit Stroke Non Hemoragik (SNH)


1.1 Definisi
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer C.
Suzanne, 2002).Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah gangguan
neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran
darah melalui system suplai arteri otak (Sylvia A Price, 2006).

Stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul


mendadak, progresi cepat berupa defisit neurologis fokal atau global yang
berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbul kematian yang
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik (Arif
Mansjoer, 2000).

Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli


dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru
bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi
iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder. (Arif Muttaqin, 2008).
Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik
dan proses patologik (kausal):
1.1.1 Berdasarkan manifestasi klinis
1.1.1.1 Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic
Attack (TIA).
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
1
2

1.1.1.2 Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic


Neurological Deficit (RIND) :
1.1.1.3 Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam
waktu lebih lama dari 24 jam, tapi tidak lebih dari
seminggu.
1.1.1.4 Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation):
Gejala neurologik makin lama makin berat.
1.1.1.5 Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke):
Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang
lagi.

1.1.2 Berdasarkan kausal


1.1.2.1 Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada
pembuluh darah di otak.Trombotik dapat terjadi pada
pembuluh darah yang besar dan pembuluh darah yang
kecil.Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi akibat
aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan
darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan
oleh tingginya kadar kolesterol jahat atau Low Density
Lipoprotein(LDL). Sedangkan pada pembuluh darah kecil,
trombotik terjadi karena aliran darah ke pembuluh darah
arteri kecil terhalang.Ini terkait dengan hipertensi dan
merupakan indikator penyakit aterosklerosis.

1.1.2.2 Stroke Emboli/Non Trombotik


Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung
atau lapisan lemak yang lepas.Sehingga, terjadi
penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan darah
tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.
3

1.2 Etiologi
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering
disebabkan oleh emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial.Selain itu,
stroke non hemoragik juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral.
Pada tingkatan seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju
otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada
terjadinya kematian neuron dan infark serebri.
1.2.1 Emboli
1.2.1.1 Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau
vertebralis, dapat berasal dari plaque
athersclerotique yang berulserasi atau dari trombus yang
melekat pada intima arteri akibat trauma tumpul pada
daerah leher.
1.2.1.2 Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
a. Penyakit jantung dengan shunt yang menghubungkan
bagian kanan dan bagian kiri atrium atau ventrikel.
b. Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang
meninggalkan gangguan pada katup mitralis.
c. Fibrilasi atrium
d. Infarksio kordis akut
e. Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
4

f. Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis


endrokardial, jantung miksomatosus sistemik
1.2.1.3 Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
1.2.1.4 Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis
1.2.1.5 Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.
1.2.1.6 Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti
penyakit caisson).

Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun


dari right-sided circulation (emboli paradoksikal).Penyebab
terjadinya emboli kardiogenik adalah trombi valvular seperti pada
mitral stenosis, endokarditis, katup buatan), trombi mural (seperti
infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung
kongestif) dan atrial miksoma.Sebanyak 2-3 persen stroke emboli
diakibatkan oleh infark miokard dan 85 persen di antaranya terjadi
pada bulan pertama setelah terjadinya infark miokard.

1.2.2 Thrombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah
besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil
(termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior).Tempat terjadinya
trombosis yang paling sering adalah titik percabangan arteri serebral
utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis interna.Adanya
stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah
(sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis
(ulserasi plak), dan perlengketan platelet.

Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia


sickle sel, defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri
serebral, dan vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan
migren. Setiap proses yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga
5

dapat menyebabkan terjadinya stroke trombotik (contohnya trauma,


diseksi aorta thorasik, arteritis).

1.3 Manifestasi klinis


Tanda dan gejala dari stroke adalah (Baughman, C Diane.dkk,2000):
1.3.1 Kehilangan motorik
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada
salah satu sisi) dan hemiparesis (kelemahan salah satu sisi) dan
disfagia.

1.3.2 Kehilangan komunikasi


Disfungsi bahasa dan komunikasi adalah disatria (kesulitan
berbicara) atau afasia (kehilangan berbicara).

1.3.3 Gangguan persepsi


Meliputi disfungsi persepsi visual humanus, heminapsia atau
kehilangan penglihatan perifer dan diplopia, gangguan hubungan
visual, spesial dan kehilangan sensori.

1.3.4 Kerusakan fungsi kognitif parestesia (terjadi pada sisi yang


berlawanan).

1.3.5 Disfungsi kandung kemih meliputi : inkontinensiaurinarius transier,


inkontinensia urinarius peristen atau retensi urin (mungkin
simtomatik dari kerusakan otak bilateral), Inkontinensia
urinarius dan defekasiyang berlanjut (dapat mencerminkan
kerusakan neurologi ekstensif).
Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak yang
terkena :
1.3.6 Penngaruh terhadap status mental : tidak sadar, konfus, lupa tubuh
sebelah.
6

1.3.7 Pengaruh secara fisik : paralise, disfagia, gangguan sentuhan dan


sensasi, gangguan penglihatan.

1.3.8 Pengaruh terhadap komunikasi, bicara tidak jelas, kehilangan


bahasa.
Dilihat dari bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat
berupa.

1.4 Patofisiologi
Infark ischemic cerebri sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis dan
arteriosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam
manifestasi klinis dengan cara:
1.4.1 Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan
insufisiensi aliran darah.
1.4.2 Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus dan
perdarahan aterm.
1.4.3 Dapat terbentuk thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli.
1.4.4 Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah
atau menjadi lebih tipis sehingga dapat dengan mudah robek.

Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak:


1.4.5 Keadaan pembuluh darah.
1.4.6 Keadaan darah : viskositas darah meningkat, hematokrit meningkat,
aliran darah ke otak menjadi lebih lambat, anemia berat, oksigenasi
ke otak menjadi menurun.
1.4.7 Tekanan darah sistemik memegang peranan perfusi
otak. Otoregulasi otak yaitu kemampuan intrinsik pembuluh darah
otak untuk mengatur agar pembuluh darah otak tetap konstan
walaupun ada perubahan tekanan perfusi otak.
7

1.4.8 Kelainan jantung menyebabkan menurunnya curah jantung dan


karena lepasnya embolus sehingga menimbulkan iskhemia otak.

Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus,


emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan
umum (Hypoksia karena gangguan paru dan jantung).
Arterosklerosis sering/cenderung sebagai faktor penting terhadap
otak. Thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik atau darah
dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat
atau terjadi turbulensi. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh
embolus menyebabkan oedema dan nekrosis diikuti thrombosis dan
hypertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat
luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan
penyakit cerebrovaskuler. Anoksia serebral dapat reversibel untuk
jangka waktu 4-6 menit.Perubahan irreversible dapat anoksia lebih
dari 10 menit.Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan
yang bervariasi, salah satunya cardiac arrest.

1.5 Pemeriksaan penunjang


1.5.1 Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau
obstruksi arteri.

1.5.2 Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT)


Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga
mendeteksi, melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak
oleh pemindaian CT).
8

1.5.3 CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan
posisinya secara pasti.

1.5.4 MRI (Magnetic Imaging Resonance)


Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan
bsar terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang
mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
1.5.5 EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik
dalam jaringan otak.
1.5.6 Pemeriksaan laboratorium
1.5.6.1 Lumbal pungsi : pemeriksaan likuor merah biasanya
dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan
pendarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
1.5.6.2 Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum,
kreatinin)
1.5.6.3 Pemeriksaan kimia darah : pada strok akut dapat terjadi
hiperglikemia.
1.5.6.4 Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan
kemudian berangsur-rangsur turun kembali.
1.5.6.5 Pemeriksaan darah lengkap : untuk mencari kelainan pada
darah itu sendiri.

1.6 Komplikasi
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalami komplikasi,
komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan :
9

1.6.1 Berhubungan dengan immobilisasi disebabkan infeksi pernafasan,


nyeri pada daerah tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.
1.6.2 Berhubungan dengan paralisis disebabkan nyeri pada daerah
punggung, dislokasi sendi, deformitas dan terjatuh.
1.6.3 Berhubungan dengan kerusakan otak disebabkan epilepsi dan sakit
kepala.
1.6.4 Hidrocephalus
Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang
mengontrol respon pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.

1.7 Penatalaksanaan
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan
melakukan tindakan sebagai berikut :
1.7.1 Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan
lendir yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi,
membantu pernafasan.
1.7.2 Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk
untuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
1.7.3 Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
1.7.4 Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan
secepat mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan
dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
1.7.5 Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi
kepala yang berlebihan.

Pengobatan Konservatif :
1.7.6 Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara
percobaan, tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat
dibuktikan.
10

1.7.7 Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra


arterial.
1.7.8 Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk
menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi
sesudah ulserasi alteroma.
1.7.9 Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/
memberatnya trombosis atau emboli di tempat lain di sistem
kardiovaskuler.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah cerebral :
1.7.10 Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu
dengan membuka arteri karotis di leher.
1.7.11 Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
1.7.12 Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut.
1.7.13 Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
11

1.8 Pathway
12

II. Rencana asuhan klien dengan Stroke Non Hemoragik (SNH)


2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat keperawatan
2.1.1.1 Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah
badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
2.1.1.2 Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi
nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak
sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain.
2.1.1.3 Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung,
anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator,
obat-obat adiktif, kegemukan.
2.1.1.4 Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi
ataupun diabetes militus.

2.1.2 Pemeriksaan fisik


2.1.2.1 Aktivitas/istirahat : klien akan mengalami kesulitan aktivitas
akibat kelemahan, hilangnya rasa, paralisis, hemiplegi,
mudah lelah, dan susah tidur.
2.1.2.2 Sirkulasi : adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung,
disritmia, CHF, polisitemia, dan hipertensi arterial.
2.1.2.3 Integritas Ego : emosi labil, respon yang tak tepat, mudah
marah, kesulitan untuk mengekspresikan diri.
13

2.1.2.4 Eliminasi : perubahan kebiasaan BAB dan BAK misalnya,


inkoontinentia urine, anuria, distensi kandung kemih, distensi
abdomen, suara usus menghilang.
2.1.2.5 Makanan/cairan : nausea, vomiting, daya sensori hilang, di
lidah, pipi, tenggorokan, dysfagia.
2.1.2.6 Neuro Sensori :pusing, sinkope, sakit kepala, perdarahan sub
arachnoid, dan intrakranial. Kelemahan dengan berbagai
tingkatan, gangguan penglihatan, kabur, dyspalopia, lapang
pandang menyempit. Hilangnya daya sensori pada bagian
yang berlawanan dibagian ekstremitas dan kadang-kadang
pada sisi yang sama di muka.
2.1.2.7 Nyaman/nyeri : sakit kepala, perubahan tingkah laku
kelemahan, tegang pada otak/muka.
2.1.2.8 Respirasi : ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi
jalan nafas. Suara nafas, whezing, ronchi.
2.1.2.9 Keamanan : sensorik motorik menurun atau hilang mudah
terjadi injury. Perubahan persepsi dan orientasi Tidak mampu
menelan sampai ketidakmampuan mengatur kebutuhan
nutrisi. Tidak mampu mengambil keputusan.
2.1.2.10 Interaksi sosial : gangguan dalam bicara, ketidakmampuan
berkomunikasi.

2.1.3 Pemeriksaan penunjang


2.1.3.1 Angiografi serebral
2.1.3.2 Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT)
2.1.3.3 CT scan
2.1.3.4 MRI (Magnetic Imaging Resonance)
2.1.3.5 EEG
2.1.3.6 Pemeriksaan laboratorium
14

2.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1: Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
2.2.1 Definisi
Penurunan pemberian oksigen dalam kegagalan memberi makan
jaringan pada tingkat kapiler.

2.2.2 Batasan Karaktersitik


2.2.2.1 Renal
a. Perubahan tekanan darah di luar batas parameter
b. Hematuria
c. Oliguri/anuria
d. Elevasi/penurunan BUN/rasio kreatinin
e. Gastro Intestinal
f. Secara usus hipoaktif atau tidak ada
g. Nausea
h. Distensi abdomen
i. Nyeri abdomen atau tidak terasa lunak (tenderness)
j. Peripheral, Edema
k. Tanda Homan positif
l. Perubahan karakteristik kulit (rambut, kuku,
air/kelembaban)
m. Denyut nadi lemah atau tidak ada
n. Diskolorisasi kulit, Perubahan suhu kulit
o. Perubahan sensasi
p. Kebiru-biruan, Pulsasi arterial berkurang
q. Perubahan tekanan darah di ekstremitas, Bruit
r. Warna kulit pucat pada elevasi, warna tidak kembali
pada penurunan kaki.
2.2.2.2 Cerebral
a. Abnormalitas bicara
b. Kelemahan ekstremitas atau paralis
15

c. Perubahan status mental


d. Perubahan pada respon motoric
e. Perubahan reaksi pupil
f. Kesulitan untuk menelan
g. Perubahan kebiasaan
2.2.2.3 Kardiopulmonar
a. Perubahan frekuensi respirasi di luar batas parameter
b. Penggunaan otot pernafasan tambahan
c. Balikkan kapiler > 3 detik (Capillary refill)
d. Abnormal gas darah arteri
e. Perasaan Impending Doom (Takdir terancam)
f. Bronkospasme
g. Dyspnea, Aritmia
h. Hidung kemerahan
i. Retraksi dada, Nyeri dada

2.2.3 Faktor-faktor yang berhubungan


2.2.3.1 Hipovolemia, Hipervolemia, Hipoventilasi
2.2.3.2 Aliran arteri terputus, Aliran vena terputus
2.2.3.3 Exchange problems
2.2.3.4 Reduksi mekanik pada vena dan atau aliran darah arteri
2.2.3.5 Kerusakan transport oksigen melalui alveolar dan atau
membran kapiler
2.2.3.6 Tidak sebanding antara ventilasi dengan aliran darah
2.2.3.7 Keracunan enzim
2.2.3.8 Perubahan afinitas/ikatan O2 dengan Hb
2.2.3.9 Penurunan konsentrasi Hb dalam darah

Diagnosa 2 : Defisit perawatan diri; mandi, berpakaian, makan, eliminasi


2.2.4 Definisi
16

Hambatan kemampuan untuk melakukan/memenuhi aktivitas :


mandi/hygiene, berpakaian, makan dan eliminasi.
2.2.5 Batasan karakteristik
Objektif
Ketidakmampuan untuk :
2.2.5.1 Mempertahankan kebersihan pribadi dan penampilan
2.2.5.2 Mengenakan pakaian sendiri
2.2.5.3 Menyiapkan dan memakan makanan dan cairan
2.2.5.4 Melakukan aktivitas eliminasi
2.2.6 Faktor yang berhubungan
2.2.6.1 Penurunan motivasi
2.2.6.2 Kendala lingkungan
2.2.6.3 Ketidakmampuan untuk merasakan bagian tubuh
2.2.6.4 Gangguan musculoskeletal
2.2.6.5 Kerusakan neurovaskuler
2.2.6.6 Nyeri, Gangguan persepsi/kognitif
2.2.6.7 Ansietas hebat
2.2.6.8 Kelemahan dan kelelahan

Diagnosa 3 : Gangguan reflek menelan


2.2.7 Definisi
Fungsi mekanisme menelan yang tidak normal, berhubungan dengan
defisit struktur atau fungsi mulut, faring atau esophagus.

2.2.8 Batasan karakteristik


2.2.8.1 Gangguan fase faring :
a. Ketidaknormalan fase faring pada pemeriksaan menelan
b. Tersedak, batuk, dan muntah
c. Penundaan menelan, penolakan makanan
d. Suara serak, elevasi laring yang tidak adekuat
e. Menelan berulang-ulang
17

f. Infeksi paru berulang


g. Demam yang tidak jelas penyebabnya

2.2.8.2 Gangguan fase esophagus :


a. Ketidaknormalan fase esofagus pada pemeriksaan
menelan
b. Napas berbau asam
c. Keluhan adanya sesuatu yang tersangkut
d. Penolakan makanan atau membatasi volume
e. Nyeri epigastrik atau nyeri ulu hati
f. Hematemesis, hiperekstensi kepala (misalnya,
mendongak ketika atau setelah makan).
g. Bangun atau batuk dimalam hari
h. Regurgitasi isi lambung atau sendawa
i. Iritabilitas yang tidak dapat dijelaskan saat makan

2.2.8.3 Gangguan fase mulut


a. Ketidaknormalan fase mulut pada pemeriksaan menelan
b. Batuk, tersedak, dan muntah sebelum menelan
c. Makanaan jatuh dari mulut, makanan dikeluarkan dari
mulut
d. Ketidakmampuan membersihkan rongga mulut
e. Penutupan bibir tidak sempurna, kurang mengunyah
f. Kurangnya aktivitas lidah untuk membentuk bolus
g. Waktu makan lama dengan konsumsi sedikit
h. Refleks hidung
2.2.9 Faktor yang berhubungan
2.2.9.1 Defisit congenital
a. Masalah perilaku pemberian makan
b. Masalah hipotonia yang signifikan
c. Penyakit jantung congenital
18

d. Riwayat pemberian makan melalui slang


e. Obstruksi mekanis (misalnya edema, slang trakeostomi,
tumor).
f. Gangguan neuromuscular (misalnya penurunan atau
ketiaadaan refleks muntah, gangguan perseptual,
paralisis wajah).
g. Gangguan pernapasan, Anomali jalan napas atas
2.2.9.2 Masalah neurologis
a. Kelainan anatomis dapatan
b. Paralisis serebri
c. Keterlibatan saraf cranial
d. Penyakit refleks gastroesofagus
e. Abnormalitas laring atau orofaring
f. Defek rongga hidung atau nasofaring, defek trakea,
laring, atau esophagus.
g. Trauma, cedera kepala akibat trauma

Diagnosa 4: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


2.2.10 Definisi
Asupan nutrisi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan
metabolik.

2.2.11 Batasan Karakteristik


a. Berat badan kurang dari 20% atau lebih dibawah berat badan
ideal untuk tinggi badan dan rangka tubuh
b. Asupan makanan kurang dari kebutuhan metabolik, baik kalori
total maupun zat gizi tertentu
c. Kehilangan berat badan dengan asupan makanan yang adekuat
d. Melaporkan asupan makanan yang tidak adekuat kurang dari
recommended daily allowance (RDA).
Subjektif :
19

1) Kram abdomen
2) Nyeri abdomen
3) Menolak makan
4) Indigesti
5) Persepsi ketidakmampuan untuk mencerna makanan
6) Melaporkan perubahan sensasi rasa
7) Melaporkan kurangnya makanan
8) Merasa cepat kenyang setelah mengkonsumsi makanan

Objektif :
1) Pembuluh kapiler rapuh
2) Diare, adanya bukti kekurangan makanan
3) Kehilangan rambut yang berlebihan
4) Bising usus hiperaktif, kurangnya minat terhadap makanan
5) Membrane mukosa pucat, tonus otot buruk
6) Rongga mulut terluka (inflamasi)
7) Kelemahan otot yang berfungsi untuk menelan atau mengunyah

2.2.12 Faktor yang berhubungan


a. Ketergantungan zat kimia
b. Penyakit kronis
c. Kesulitan mengunyah atau menelan
d. Faktor ekonomi
e. Intoleransi makanan, kebutuhan metabolik tinggi
f. Kurang pengetahuan dasar tentang nutrisi
g. Akses terhadap makanan terbatas
h. Hilang nafsu makan, mual dan muntah

2.3 Perencanaan
Diagnosa 1: Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
2.3.1 Hasil & NOC
20

a. Status sirkulasi ; aliran darah yang tidak obstruksi dan satu arah,
pada tekanan yang sesuai melalui pembuluh darah besar sirkulasi
pulmonal dan sistemik.
b. Keparahan kelebihan beban cairan ; keparahan kelebihan cairan
didalam kompartemen intrasel dan ekstrasel tubuh
c. Fungsi sensori kutaneus ; tingkat stimulasi kulit dirasakan denga
tepat
d. Integritas jaringan : kulit dan membrane mukosa; keutuhan
structural dan fungsi fisiologis normal kulit dan membrane mukosa
e. Perfusi jaringan : perifer; keadekuatan aliran darah melalui
pembuluh darah kecil ekstremitas untuk mempertahankan fungsi
jaringan
Tujuan dan criteria hasil
a. Menunjukkan keseimbangan cairan, integritas jaringan: kulit dan
membrane mukosa dan perfusi jaringan perifer yang dibuktikan
oleh indicator sebagai berikut:
1) gangguan eksterm
2) berat
3) sedang
4) ringan
5) tidak ada gangguan
b. pasien akan mendeskripsikan rencana perawatan dirumah
c. ekstremitas bebas dari lesi
Intervensi NIC:
Pengkajian
a. Kaji ulkus statis dan gejala selulitis
b. Perawatan sirkulasi (NIC) :
1) Lakukan pengkajian komprehensif terhadap sirkulasi perifer
2) Pantau tingkat ketidaknyamanan atau nyeri saat melakukan
latihan fisik
3) Pantau status cairan termasuk asupan dan haluaran
21

Manajemen sensasi perifer (NIC) :


a. Pantau perbedaan ketajaman atau ketumpulan, panas atau dingin
b. Pantau parestesia, kebas, kesemutan, hiperestesia dan hipoestesia
c. Pantau tromboflebitis dan thrombosis vena profunda
d. Pantau kesesuaian alat penyangga, prosthesis, sepatu dan pakaian
Penyuluhan untuk pasien dan keluarga
a. Ajarkan pasien dan keluarga tentang:
b. Menghindari suhu yang eksterm pada ekstremitas
c. Pentingnya mematuhi program diet dan program pengobatan
d. Tanda dan gejala yang dapat dilaporkan pada dokter
e. Perawatan sirkulasi (NIC) : ajarkan pasien untuk melakukan
perawatan kaki yang tepat
f. Pentingnya pencegahan ststis vena
Manajemen sensasi perifer (NIC) :
a. Anjurkan pasien atau keluarga untuk memantau posisi bagian tubuh
saat pasien mandi, duduk, berbaring atau mengubah posisi
b. Ajarkan pasien atau keluarga untuk memeriksa kulit setiap hari
untuk mengetahui perubahan integritas kulit
Aktivitas kolaboratif:
a. Beri obat nyeri, beritahu dokter jika neri tidak kunjung reda
b. Perawatan sirkulasi (NIC) : beri obat antitrombosit atau
antikoagulan, jika perlu
Aktivitas lain:
a. Hindari trauma kimia, mekanik, atau panas yang melibatkan
ekstremitas
b. Kurangi rokok dan penggunaan stimulant
c. Perawatan sirkulasi : insufisiensi arteri (NIC): letakkan ekstremitas
pada posisi menggantung, jika perlu
d. Perawatan sirkulasi : insufisiensi vena (NIC):
22

1) Lakukan modaitas terapi kompresi, jika perlu


2) Evaluasi ekstremitas yang terkena 20 derajat atau lebih diatas
jantung jika perlu
3) Dorong latihan rentang pergrakan sendi aktif dan pasif, terutama
pada ekstremitas bawah, saat tirah baring
4) Penatalaksanaan sensasi perifer (NIC) :
Hindari atau pantau penggunaan alat yang panas atau dingin
Letakkan ayunan diatas bagian tubuh yang terkena dan tidak
menyentuh linen tempat tidur
Diskusikan dan identifikasi penyebab sensasi tidak normal
atau perubahan sensasi

Diagnosa 2 : Defisit perawatan diri


2.3.1 Tujuan dan Kriteria Hasil : berdasarkan NOC
Tujuan :
a. Mendemonstrasikan teknik/perubahan gaya hidup untuk memenuhi
kebutuhan perawatan diri.
b. Melakukan aktivitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan
mandiri.
Kriteria Hasil
a. Perawatan diri Hygiene : Kemampuan untuk mempertahankan
kebersihan pribadi dan penampilan yang rapi secara mandiri
dengan atau tanpa alat bantu.
b. Perawatan diri Berpakaian: Kemampuan untuk mengenakan
pakaian sendiri secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu.
c. Perawatan diri Makan: Kemampuan untuk menyiapkan dan
memakan makanan dan cairan secara mandiri dengan atau tanpa
alat bantu.
d. Perawatan diri Eliminasi: Kemampuan untuk melakukan aktivitas
eliminasi secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu.
23

2.3.2 Intervensi dan Rasional: berdasarkan NIC


2.3.2.1 Kaji kemampuan klien untuk perawatan diri
Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam perawatan diri
2.3.2.2 Pantau kebutuhan klien untuk alat-alat bantu dalam mandi,
berpakaian, makan dan toileting
Mengidentifikasi alat-alat bantu yang diperlukan klien untuk
perawatan diri.
2.3.2.3 Berikan bantuan pada klien hingga klien sepenuhnya bisa
mandiri.
Melatih klien membiasakan diri beraktivitas dari dibantu
sampai mandiri.
2.3.2.4 Berikan dukungan pada klien untuk menunjukkan aktivitas
normal sesuai kemampuannya.
Dukungan dapat memicu klien untuk beraktivitas sesuai
dengan kemampuannya.
2.3.2.5 Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan perawatan
diri klien.
Memfasilitasi keluarga untuk ikut serta dalam memenuhi
kebutuhan perawatan diri klien

Diagnosa 3 : Gangguan reflek menelan


2.3.3 Tujuan dan Kriteria Hasil : berdasarkan NOC
2.3.3.1 Menunjukkan status menelan, yang dibuktikan oleh indikator
berikut (sebutkan 1-5: gangguan ekstrem, tinggi, sedang,
rendah dan tidak ada gangguan).
a. Mempertahankan makanan di dalam mulut
b. Mampu menelan
c. Mampu untuk mengosongkan rongga mulut
24

2.3.4 Intervensi dan Rasional : berdasarkan NIC


2.3.4.1 Mandiri
a. Pantau tingkat kesadaran, refleks batuk, refleks muntah
dan kemampuan menelan.
b. Menurunkan resiko aspirasi
c. Atur posisi pasien 90 selama makan
d. Mencegah dan menurunkan resiko aspirasi
e. Kaji mulut dari adanya makanan setelah makan
f. Mengetahui kemampuan menelan klien
g. Memfasilitasi klien agar mudah menelan serta mencerna
makanan
2.3.4.2 Kolaborasi
Konsultasikan dengan ahli gizi tentang makanan yang mudah
ditelan

Diagnosa 4: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


2.3.5 Tujuan dan Kriteria Hasil : berdasarkan NOC
Memperlihatkan status gizi: asupan makanan dan cairan, yang
dibuktikan oleh indikator sebagai berikut : (sebutkan 1-5: tidak
adekuat, sedikit adekuat, cukup adekuat, sangat adekuat).
a. Makanan oral atau pemberian makanan lewat selang
b. Asupan cairan oral atau IV.
c. Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal

2.3.6 Intervensi keperawatan dan rasional : berdasarkan NIC


2.3.6.1 Mandiri
a. Kaji faktor yang mungkin menjadi penyebab kekurangan
nutrisi.
b. Banyak faktor yang mempengaruhi kekurangan nutrisi
sehingga identifikasi faktor penyebab menjadi penting
sebagai bahan intervensi.
25

c. Tanyakan kebiasaan makan, pantangan makan, alergi dan


jenis makanan yang disukai.
d. Data untuk perencanaan makan klien
e. Timbang berat badan pasien
f. Berat badan merupakan salah satu indikator status nutrisi
g. Jaga kebersihan badan dan mulut klien
h. Meningkatkan selera makan klien
i. Anjurkan pasien makan dengan porsi yang kecil tetapi
sering sesuai dengan diet yang diberikan.
j. Mengurangi rasa mual dan meningkatkan asupan nutrisi
2.3.6.2 Kolaborasi
a. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan diet yang
sesuai.
b. Merencanakan jenis dan diet yang sesuai kebutuhan.
26

DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI.

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

NANDA. 2012. Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.

Price, A. Sylvia.2006.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 4.


Penerbit Buku Kedokteran: EGC.

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.


Jakarta: Prima Medika.

Martapura, September 2017

Preseptor akademik Preseptor klinik,

( ) ( )

Anda mungkin juga menyukai