Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELLITUS

A. Pengertian
Diabetes bukan penyakit baru. Sejak 1552 SM penyakit yang ditandai dengan
seringnya buang air kecil dalam jumlah banyak serta penurunan berat yang
drastis ini sudah dikenal dan disebut istilah ‘Poliuria’. Tahun 400 SM,
seseorang penulis India Sushratha menamainya “Penyakit kencing madu”.
Nama diabetes mellitus (diabetes = mengalir terus, mellitus = manis)
akhirnya diberikan oleh Aretacus sekitar 200 tahun SM.

Diabetes mellitus atau kencing manis adalah suatu kondisi pada tubuh
manusia dimana terdapat peningkatan kadar gula darah (hiperglikemia) yang
disertai pula dengan tinggi glukosa dalam urin. Sehingga, memunculkan
ketidak seimbangan yang mengganggu pada kerja organ tubuh lainnya.

Seseorang dikatakan menderita diabetes bila kadar glukosa dalam darah di


atas 120 mg/dl dalam kondisi berpuasa, dan di atas 200 mg/dl setelah 2 jam
makan. Tanda lain yang lebih nyata adalah apabila air seninya positif
mengandung gula.

Diabetes muncul lantaran hormon insulin yang dikelurkan oleh sel-sel β dari
pulau langerhans (struktur dalam pankreas yang bertugas mengatur kadar
gula dalam darah) tidak lagi bekerja normal. Akibatnya, kadar gula dalam
darah meninggi. Bila keadaan ini berlanjut dan melewati ambang batas ginjal,
zat gula akan dikeluarkan melalui air seni.

B. Etiologi / Penyebab
DM Tipe 1 disebabkan pankreas tidak dapat memproduksi insulin sehingga
sistem kekebalan tubuh anak yang normalnya melawan bakteri dan virus
yang masuk ke tubuh malah menyerang dan menghancurkan sel-sel yang
memproduksi insulin dalam pankreas, sering menyerang pada anak-anak.
Penyebab pastinya hal ini, masih menjadi misteri. namun faktor-faktor
genetik dan lingkungan di duga ikut berperan. Akibat gangguan ini, glukosa
hanya bisa berada di peredaran darah, dan langsung dibuang kembali melalui

1
air seni tanpa sempat diserap sel-sel tubuh. Sehingga sel-sel tubuh ‘kelaparan’
dan mengakibatkan seseorang bisa pingsan atau koma.

Seseorang pengidap DM Tipe 1 akan sangat tergantung pada pemberian


insulin secara teratur dari luar tubuh, melalui injeksi agar tubuh bisa
memproses glukosa. Tanpa itu akibatnya sangat fatal, karena anak bisa
meninggal mendadak atau koma, mengalami kebutaan, kehilangan anggota
tubuh, gagal ginjal, serangan jantung dan stroke.

DM Tipe 2 menyebabkan sel-sel tubuh mengalami gangguan dan menolak


insulin sehingga glukosa jadi tidak bisa masuk ke sel dan menumpuk dalam
aliran darah, sering menyerang usia diatas 40 tahun.

Peningkatan kadar gula darah pada usia lanjut disebabkan karena :


1. Fungsi sel pankreas dan sekresi insulin yang berkurang.
2. Perubahan – perubahan karena usia lanjut sendiri berkaitan dengan
resistensi insulin, akibat kurangnya massa otot dan perubahan vaskuler.
3. Aktivitas fisis yang berkurang, banyak makan, dan badan kegemukan.
4. Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress, operasi dan istirahat
lain.
5. Sering menggunakan bermacam – macam obat.
6. Adanya faktor keturunan.

C. Gejala
Gejala-gejala DM meliputi :
1. Glikosuria (glukosa dalam darah)
Dalam keadaan normal urin tidak mengandung glukosa / hanya sedikit
saja. Jadi, bukan berarti tidak dikelurkan dalam keadaan normal.
Pengeluaran glukosa juga terjadi melalui glomerulus, tetapi akan diserap
kembali oleh tubulus. Jika pengeluaran melalui glomerulus banyak, maka
kemampuan tubulus untuk menyerap kembali kurang. Pengeluaran
glukosa yang lebih banyak akan disertai pula pengeluaran urin yang
banyak, karena glukosa dalam larutan. Hingga orang yang hiperglikemia
akan menderita pula poliuria.

2
2. Poliuria (banyak kencing)
Dengan banyaknya seseorang mengluarkan kencing, maka banyak pula
garam-garam yang larut didalamnya yang ikut terbuang. Akibatnya akan
menyebabkan kekurangan kadar garam, terjadi penarikan dalam intra atau
ekstra vaskular yang menimbulkan perasaan haus (polidipsia).
3. Polidipsia (perasaan haus yang berkepanjangan)
Jumlah glukosa yang keluar besar, maka akan menganggu jumlah
glikogen yang terdapat dalam jaringan dan menimbulkan rasa lapar.
4. Polifagia (perasaan lapar yang berkepanjangan)
Apabila hiperglikemia, glikosuria berjalan terus sedangkan pemasukan
hidrat arang tidak mencukupi, maka sudah tentu tubuh akan berusaha
mengatasinya dengan menggunakan simpanan hidrat arang dala tubuh
yang berbentuk glikogenyang terdapat di otot-otot, akibatnya badan
menjadi kurus.
5. Kurus
Seseorang yang kurus, kebutuhan tubuh akan kaloridiambil dengan
penghancuran protein dan zat lemak. Dalam keadaan biasa kedua zat ini
bukan untuk menghasilkan kalori. Akibatnya dari penghancuran ini akan
disertai pula dengan komplikasi-komplikasi lainnya. Pada penghancuran
zat lemak akan terbentuk zat keton. Zat keton ini akan tertimbun dalam
tubuh hingga merupakan suatu zat yang berkelebihan (racun) dan akan
mengganggu keseimbangan asam basa dalam darah sehinnga akan terjadi
keadaan asidosis.
6. Asidosis
Dan bila keadaan berlangsung lebih lama maka akan timbul koma.
7. Koma (bila oleh diabetes disebut : “coma diabeticum”)
Bila ini bisa menimbulkan kematian.

D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostic
1. Tes toleransi glukosa (TTG) biasanya lebih dari 200 mg/dl
2. Gula darah puasa normal atau datas normal (N: 5 – 6%)
3. Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton
4. Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat (Hotma
Rumahorbo, 105)

3
Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan resiko tinggi
diabetes melitus, yaitu kelompok usie dewasa tua(> 40 th), obesitas, tekanan
darah tinggi, riwayat keluarga :
1. Pemeriksaan penyaring
a. Pemeriksaan glukosa darah sewaktu > 2000 mg/dl atau lebih ditambah
dengan gejala khas diabetes melitus.
b. Kadar glukosa darah puasa >126 mg/dl atau lebih pada 2 pemeriksaan
pada saat yang berbeda.
c. Tes toleransi glikosa oral (TTGO) standar (Mansjoer, 2001:580-581)
2. Kadar glukosa darah puasa sewaktu dan puasa, sebagai patokan penyaring
dan diagnosis diabetes melitus (mg/dl).

Tabel 1 Kriteria Diabetes Melitus


Belum pasti
Bukan Diabetes Diabetes Melitus
Diabetes Melitus
Melitus (DM) (DM)
(DM)
kadar glukosa
darah sewaktu :
plasma vena < 110 110-199 >200
darah kapiler < 90 90-199 >200
kadar glukosa
darah puas:
palsma vena < 110 110-125 >126
darah kapiler < 90 90-109 >110

Cara pemeriksaan TTGO adalah :


1. Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien makan seperti biasa
2. Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak
3. Pasien puasa semalam selama 10 – 12 jam
4. Pemeriksaan glukosa darah puasa
5. Berikan glukosa 75 garam yang larut dalam 250 ml air, lalu minum dalam
waktu 5 menit
6. Periksa glukosa darah 1 jam dan 2 jam
7. Selama pemeriksaan, pasien yang diperiksa teteap istirahat dan tidak
merokok (Mansjoer, 2001: 581)

4
Tabel 2 Kritaria Untuk Evaluasi Satandar (TTGO)
Normal toleransi Impaired toleransi
Diabetes melitus
glukosa glukosa
Plasma glukosa
(mg/dl) < 110 110 – 125 ≥ 126
2 jam setelah
glukosa proses < 140 ≥ 140 – < 200 ≥ 200
(mg/dl)
(Lawrence, dkk, Current Medikal Diagnosis dan Treatment: 2002, 12080)

E. Penatalaksanaan Medis
Kerangka utama penatalaksanan diabetes melitus yaitu perencanaan makan,
latihan, obat hipoglikemik dan penyuluhan
1. Perencanaan makan (meal planning)
Standar yang dianjurkan adalah santapan dengan komposisi seimbang
berupa karbohidrat (60 – 70%), protein (10 – 15%) dan lemak (20 –
25%). Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumguhan status gizi umur,
stress akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai berat badan ideal.
Jumlah kandungan kolesterol <300 mg/hari. Jumlah kandungan serat I
254 g/hari.
2. Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani teratur, 3 – 4 kali tiap minggu selama obat
berhasiat hipoglikemik kurang lebih 0,5 jam. Latihan dilakukan terus
menerus tanpa berhenti, otot-otot berkontraksi dan relaksasi secara
teratur, selang seling antara gerak cepat dan lambat, berangsur-angsur dari
sedikit kelatihan yang lebih berat secara bertahap dan bertahan dalam
waktu tertentu. Contohnya jalan kaki, joging, lari, renang bersepeda dan
mendayung. Dalam latihan jangn memulai olah raga sebelum makan,
memakai sepatu yang pas, harus didampingi orang yang tahu dan
memeriksa kaki secara cermat setelah olahraga.
3. Obat berkhasiat hipoglikemik
Pola pasien telah melakukan pengaturan makanan dan kegiatan jasmani
yang teratur tetapi kadar glukosa darahnya masih belum baik,
dipertimbangkan pemakaian obat berkhasiat hipoglikemik. Obat
hipoglikemik oral (OHO) adalah :
a. Sulfonilurea
b. Buguanid
c. Inhibitor glucosidase
5
d. Insulun sensitizing agent
Indikasi penggunaan insulin pada NIDDM adalah :
a. Diabetes melitus dengan berat badan menurun cepat
b. Ketoasidosis, asidosis laktat, dan koma hyperosmolar
c. Diabetes yang mengalami stress berat (infeksi sistemik, operasi berat
dan lain-lain)
d. Diebetes dengn kehamilan
e. Diabetes yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral
dosis maksimal (Mansjoer, 2001 : 583 – 586)
4. Penyuluhan kesehatan
Diabetes melitus mempengaruhi begitu banyak aspek kehidupan pasien
mungkin cukup sulit bagi pasien untuk dengn ketat mematuhi rencana
perawtan yang telah dibuat. Penyuluhan kesehatan yang baik dengn
diabetes melitus dapat bertahan terhadap timbulnya komplikasi dari
penyakit yang mereka derita. Penyuluhan kesehatan dapat meliputi:
pemberian insulin, penyimpanan insulin, teknik penyuntikan insulin
(asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem endokrin, rumaharbo,
189-11)
5. Terapi insulin
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali perhari (atau bahkan lebih
sering lagi) untuk mengendalikan kenaikanm kadar gula darah sesuadah
makan dan pada malam hari. Karena disis insulun yang diperlukan
masing-masing pasien ditentukan oleh kadar glokosa dalam darah.
Preparat insulin dapat dikelompokan kedalam tiga kategori utama
berdasarkan awitan, petunjuk dan durasi kerja yaitu :
a. Short-Acting Insulin
1) Insulun reguler (yang ditandai ”R” pada botolnya)
Awitan kerja insulin ½ hingga 1 jam , puncaknya 2 hingga 3 vjam,
durasi kerjanya 4 hingga 6 jam. Nama lain untuk insulin reguler
adalah crystallinezine insulin (CZI). Biasanya diberikan secara
tunggal atau dikombinasikan dengan insulin yang kerjanya lebih
lama.
b. Intermediate-acting Insulin
1) NPH insulin (Neural Protamine Hagedom)
2) Lente Insulin (”L”)

6
Awitan kerja insulin intermediate adalah 3 hingga 4 jam,
puncaknya 4 hingga 12 jam, durasi 16 hingga 20 jam.
Jika NPH atau insulin lente digunakan secara tunggal, maka
pemberian preparat ini setengah jam sebelum makan bukanlah
faktor yang menentukan. Pasien yang menggunakan NPH atau
insulin lente harus makan di sekitar waktu awitan dan puncak
kerja prepart insulin ini.
c. Long-acting Insulin
1) Ultralente insulin (UL)
Awitan kerja long-acting adalah 6 hingga 8 jam, puncak 12 hingga
16 jam, durasi 20 hingga 30 jam (Suzanne C. Smeltzer, 2002:
1237-1238)
6. Pemberian suntikan insulin
Tipe dan jum lah insulin harus tepat, pemilihan dan rotasi tempat
penyuntikan. Ada empat daerah utama untuk penyuntikan insulin, yaitu :
abdomen (permukaan posterior), paha (permukaan anterior) dan bokong-
insulin diabsorpsi paling cepat diabdomen dan menurun secara progresif
pada lengan, paha serta bokong. Penusukan jarum suntik untuk
menyuntikan insulin menggunakan sudut sebesar 45 atau 90 derajat
dengan cara memegang kulit dengan merenggangkan atau menjepitnya
(Suzanne C. Smeltzer, 2002: 1246)

F. Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan diabetes melitus menurut Marllyn E. Doenges
(1999: 729-738) meliputi :
1. Aktivitas dan istirahat
Gejala : Lemah, letih, silit bergerak atau berjalan, kram otot, tonus
menurun, gangguan tidur dan istirahat
Tanda : Takhikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan
Aktivitas, letargi, koma damn penurunan kekuatan otot.
2. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, khudikasi, kebas dan kesemutan pada
ektermitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.

7
Tanda : Takikardi, perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi
yang menurun, distrimia, kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata
cekung.
3. Integritas ego
Gejala : Stress tergantung orang lain, masalah finansial yang berhubungan
dengan kondisi
Tanda : Ansietas, peka rangsang
4. Eliminasi
Gejala : perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri/terbakar,
kesulutan berkemih, nyeri tekan abdomen, diare.
Tanda : urine encer, pucat kuning, poliuri, urine berkabut, bau busuk
(infeksi), abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah dan menurun,
hiperaktif (diare)
5. Makanan dan cairan
Gejala : hilang nafsu makan, mual, muntah, tidak mengikuti diet,
peningkatan masukan glukosa, penurunan berat badan dari periode
beberapa hari atau minggu, haus, penggunaan diuretik (tiazid)
Tanda : kulit kering, togor kulit jelek, kekekuan/distensi abdomen,
muntah, pembesaran kelenjar tyroid, bau holisotis/manis, bau buah.
6. Neuro sensori
Gejala : pisisng, sakit kepala, kesemuatan, kelemahan pada otot,
gangguan penglihatan.
Tanda : mengantuk, letargi, koma, gangguan memori, reflek tendon dalam
menurun (koma)
7. Nyeri dan kenyamanan
Gejala : abdomen tegang/nyeri (sedang berat)
Tanda : wajah meringis, palpitasi, tampak sangat hati-hati.
8. Pernapasan
Gejala : merasa kekukarangan oksigen, batuk dengan atau tanpa sputum
purulent
Tanda : batuk dengan atau tanpa sputum purulen, frekuensi pernapasan
9. Keamanan
Gejala : kulit kering, gatal, ulkus rusak
Tanda : demam, diaforesis, kulit rusak, lesi menurunya kekuatan umum
atau rentan gerak.

8
10. Seksualitas
Gejala : rabas vagina (cenderung infeksi), masalah impoten pada pria,
kesulitan organisme pada wanita.
11. Penyuluhan dan pembelajaran
Gejala : Faktor resiko, deabetes melitus, penyakit jantung, stroke,
hipertensi, penyembuhan yang lambat, penggunaan obat seperti steroid,
diuretik, dilantin dan ferobarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa
darah)
Tanda : Demam, duaferosis, kulit rusak, lesi, menuruinya kekuatan umum
atau rentang gerak.

G. Diagnosa Keperawatan
Tahap akhir dari pengkajian adalah merumuskan Diagnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan yang jelas tentang
masalah kesehatan klien yang dapat diatasi dengan tindakan keperawatan
(Lismidar, 990, 12).

Dari analisa data yang ada dapat dirumuskan Diagnosa keperawatan pada
klien dengan Deabetus Milletus pada Lansia khususnya adalah sebagai
berikut :
1. Infeksi, resiko tinggi terhadap (sepsis) berhubungan dengan kadar glukosa
tinggi, penurunan fungsi leukosit, perubahan pada sirkulasi
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
3. Pola napas inefektif berhubungan dengan hiperventilasi
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan deurisis osmotik
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
status hipermetabolisme, pelepasan hormon (mis: epinefrin, kortisol,
hormon pertumbuhan), proses infeksius
6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan
tindakan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, tidak mengenal
sumber informasi, kesalahan interprestasi.

H. Perencanaan/Intervensi
Setelah mengumpulkan data, mengelompokkan dan menentukan diagnosa
keperawatan, maka tahap selanjutnya adalah menyusun perencanaan. Dalam

9
tahap perencanaan ini meliputi 3 tahapan, yaitu menentukan prioritas
diagnosa keperawatan, menentukan tujuan dan merencanakan tindakan
keperawatan.

Diagnosa keperawatan di atas dapat di susun rencana keperawatan sebagai


berikut :
a. Diagnosa keperawatan pertama : Infeksi, resiko tinggi terhadap (sepsis)
berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit,
perubahan pada sirkulasi.
Tujuan : Mencegah/ menurunkan resiko infeksi.
Kriteria hasil :
1) Klien dapat melakukan perubahan gaya hidup untuk mencegah
terjadinya infeksi.
Rencana tindakan
1) Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan, seperti demam,
kemerahan, adanya pus pada luka, sputum purulen, urine warna keruh
atau berkabut.
2) Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang
baik pada semua orang yang berhubungan dengan pasien termasuk
pasiennya sendiri.
3) Pertahankan tehnik aseptik pada prosedur invasif (seperti pemasangan
infus, kateter folley dan sebagainya) pemberian obat intravena dan
memberikan perawatan pemeliharaan, lakukan pengobatan melalui IV
sesuai indikasi.
4) Berikan perwatan kulit dengan teratur, masase daerah tulang yang
tertekan, jaga kulit tetap kering
5) Bantu pasien untuk melakukan higiene oral.
6) Anjurkan makan dan minum adekuat.
7) Lakukan pemerikasaan kultur dan sensifitas sesuai dengan indikasi.
8) Berikan obat antibiotik yang sesuai.
Rasional
1) Kemungkinan pasien masuk dengan infeksi yang biasanya telah
mencetuskan keadaan ketoasedosis atau dapat mengalami infeksi
nosokomial.
2) Mencegah timbulnya infeksi silang.

10
3) Kadar glukosa yang tinggi dalam darahakan menjadi media terbaik
bagi pertumbuhan kuman.
4) Sirkulasi ferifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada
peningkatan risiko terjadinya kerusakan pada kulit/iritasi kulit dan
infeksi.
5) Menurunkan resiko terjadinya penyakit mulut.
6) Meurunkan kemungkinan terjadinya infeksi.
7) Untuk mengidentifikasi organisme sehingga dapat memilih/memberi-
kan terapi antibiotik yang terbaik.
8) Penanganan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis.

b. Diagnosa keperawatan kedua : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan


kelemahan imobilisasi
Tujuan : Aktivitas klien kembali normal
Kriteria Hasil :
Individu akan
1) Mengidentifikasi faktor- faktor yang menurunkan toleransi aktivitas
2) Memperlihatkan kemajuan dalam mobilitas yang mungkin dapat
dilakukan oleh lansia
Rencana Tindakan :
1) Kaji respon individu terhadap aktivitas, dnegan cara mengukur TTV
2) Meningkatkan aktivitas pasien secara bertahap
3) Ajarkan pasien metode penghematan energi untuk aktivitas
4) Intruksikan klien untuk konsultasi kepada dokter dan ahli terapi fisik
untuk program latihan jangka panjang.
Rasional :
1) Mencegah terjadinya hipoksia
2) Menurunkan terjadinya intoleransi aktivitas dan terjadinya komplikasi
3) Mengaktifkan pasien untuk melakukan kegiatan sehari- hari secara
efektif dan efesien
4) Penanganan lebih awal dapat mencegah terjadinya komplikasi

c. Diagnosa keperawatan ketiga: Pola nafas inefektif berhubungan dengan


hiperventilasi
Tujuan : Pola nafas efektif

11
Kriteria Hasil :
1) Klien memperlihatkan frekuensi pernafasan yang efektif dan
mengalami perbaikan pertukaran gas pada paru
2) Menyatakan faktor penyebab, jika diketahui dan menyatakan cara
adaptif mengatasi faktor tersebut
Rencana Tindakan :
1) Pastikan individu bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin
keamanan
2) Alihkan perhatian individu dari memikirkan tentang keadaan ensietas
3) Melatih pasien untuk bernafas perlahan-lahan, bernafas lebih efektif
4) Mendiskusikan kemungkinan penyebab, fisik dan emosional dan
metode penanganan yang efektif
Rasional
1) Mencegah timbulnya kontrol nafas yang tidak efektif
2) Memungkinkan klien tidak dapat mengontrol pola nafas
3) Memperlancar aliran pola nafas
4) Penanganan lebih mudah diatasi

d. Diagnosa keperawatan keempat : Kekurangan volume cairan


berhubungan dengan diuresis osmotik.
Tujuan : Keseimbangan volume cairan
Kriteria hasil :
1) Mencapai hidrasi adekuat, dibuktikan dengan tanda vital stabil.
2) Turgor kulit dan pengisian kapiler baik.
3) Pengeluaran urine tepat secara individu
4) Kadar elektrolit dalam batas normal.
Rencana tindakan
1) Observasi adanya perasaan kelelahan yang meningkat, edema,
peningkatan berat badan, nadi tidak teratur, adanya distensi pada
vaskular.
2) Berikan terapi cairan sesuai dengan indikasi.
3) Pasang/pertahankan kateter urine tetap terpasang.
4) Pantau pemeriksaan laboratorium
a) Hematokrit (Ht)
b) BUN kreatinin

12
c) Osmolaritas darah
d) Natrium
e) Kalium
5) Berikan kalium atau elektrolit yang lain melalui IV atau oral sesuai
indikasi
6) Berikan bikarbonatjika PH kurang dari 7,0
7) Pasang selang NGT dan lakukan sesuai indikasi.
Rasional
1) Pemberian cairan, untuk perbaikan yang cepat mungkin sangat
berpotensi menimbulkan kelebihan beban cairan.
2) Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan
respon pasien.
3) Memberikan pengukuran yang tepat/akurat terhadap pengukuran
pengeluaran urine terutama jika neuropati otonom menimbulkan
gangguan kandung kemih (retensi urine)
4) Untuk mengetahui tingkat keseimbangan cairan dan keperluan cairan
untuk tubuh.
5) Kalium harus ditambahkan pada IV untuk mencegah hipokalamia.
6) Diberikan dengan hati-hati untuk membantu memperbaiki asidosis
pada adanya hipotensi/syok.
7) Mendekompresi lambung dan dapat menghilangkan muntah.

e. Diagnosa keperawatan kelima : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan


tubuh berhubungan dengan status hipermetabolisme, pelepasan hormon
stress proses infeksius.
Tujuan :
Kriteria hasil :
1) Mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat
2) Menunjukkan tingkat energi seperti normal
3) Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya/yang
diinginkan dengan nilai laboratorium normal.
Rencana tindakan :
1) Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi
2) Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan
dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien.

13
3) Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/perut kembung,
mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan
keadaan puasa sesuai dengan indikasi.
4) Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan dan elektrolit
dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransi melalui
pemberian cairan melalui oral.
5) Identifikasi makanan yang disukai/dikehendaki.
6) Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makanan sesuai dengan
indikasi.
Rasional
1) Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorpsi dan
utilisasinya).
2) Mengidentifikasi kekurungan dan penyimpangan dan kebutuhan
terapeutik.
3) Hiperglikemia dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat
menurunkan motilitas/fungsi lambung yang akan mempengaruhi
pilihan intervensi.
4) Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika pasien sadar dan
fungsi gastrointestinal baik.
5) Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam
perencanaan makan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang.
6) Meningkatkan rasa keterlibatan keluarga.

f. Diagnosa keperawatan keenam : Kurang pengetahuan mengenai kondisi


prognosis dan kebutuhan tidakan berhubungan dengan keterbatasan
kognitif, tidak mengenal sumber informasi, kesalahan interprestasi.
Tujuan : Memahami tentang penyakit yang dideritanya.
Kriteria hasil :
1) Klien dapat melakukan perubahan gaya hidup dan berpartisipasi
dalam program pengobatan.
2) Klien dengan benar dapat melakukan prosedur yang perlu dan
menjelaskan rasional tindakan.
3) Klien dapat mengidentifikasi hubungan tanda/gejala dengan proses
penyakit dan menghubungkan gejala dengan faktor penyebab.
Rencana tindakan

14
1) Ciptakan lingkungan saling percaya dengan mendengarkan penuh
perhatian dan selalu ada untuk pasien.
2) Bekerja dengan pasien dalam menata tujuan belajar yang diharapkan.
3) Diskusikan tentang rencana diet, penggunaan makanan tinggi serat
dan cara untuk melakukan makan diluar rumah.
Rasional
1) Menanggapi dan memperhatikan, perlu diciptakan sebelum pasien
bersedia mengambil bagian dalam proses belajar.
2) Partisipasi dalam perencanaan meningkatkan antusias dan kerja sama
pasien dengan prinsip-rinsip yang dipelajari.
3) Kesadaran tentang pentingnya kontrol diet akan membantu pasien
dalam merencanakan makan/ mentaati program.

I. Pelaksaan/Implementasi
Pada tahap pelaksanaan terdiri dari beberapa tindakan :
1. Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan
konsulidasi
2. Keterampilan interpersonal, intelektual, teknikal, dilakukan dengan
cermat dan efesien sesuai dengan kondisi dan situasi yang tepat
3. Dokumentasi intervensi dan bagaimana respon klien

J. Evaluasi
Pada tahap terakhir dari proses keperawatan. Semua tahap proses
keperawatan dievaluasi dengan melibatkan klien, perawat dan tenaga
kesehatan lainnya dengan tujuan menilai bagaimana hasil yang telah dicapai
dalam tindakan proses keperawatan dan melakukan pengkajian ulang jika
tindakan belum tercapai atau memperlihatkan hasil.

15
Daftar Pustaka

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta:
EGC
Darmojo, R. Boedhi, Hadi Martono. 1999. GERIATRI ( Ilmu Kesehatan Lanjut
Usia). Jakarta : EGC
Doenges, Marllyn. E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC
Nugroho, Wahyudi. 1955. Perawatan Lanjut Usia. Jakarta : EGC
Santoso, Budi. 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA. Prima Medika

16
Bangkit Baru, Februari 2018

Preseptor Akademik

( )

17

Anda mungkin juga menyukai

  • LP DM Keluarga Muthia
    LP DM Keluarga Muthia
    Dokumen17 halaman
    LP DM Keluarga Muthia
    Muthya Hafizah Adiya
    Belum ada peringkat
  • LP DM Keluarga Muthia
    LP DM Keluarga Muthia
    Dokumen17 halaman
    LP DM Keluarga Muthia
    Muthya Hafizah Adiya
    Belum ada peringkat
  • Laporan Pendahuluan Asfiksia
    Laporan Pendahuluan Asfiksia
    Dokumen9 halaman
    Laporan Pendahuluan Asfiksia
    akhmad marzuki
    Belum ada peringkat
  • LP Acs
    LP Acs
    Dokumen10 halaman
    LP Acs
    Muthya Hafizah Adiya
    Belum ada peringkat
  • LP Ikterik New
    LP Ikterik New
    Dokumen15 halaman
    LP Ikterik New
    andreaslim08
    Belum ada peringkat
  • 2557 - 2. LP Sepsis
    2557 - 2. LP Sepsis
    Dokumen12 halaman
    2557 - 2. LP Sepsis
    dewi
    Belum ada peringkat
  • LP RDS
    LP RDS
    Dokumen25 halaman
    LP RDS
    Muthya Hafizah Adiya
    100% (1)
  • Laporan Pendahuluan Asfiksia
    Laporan Pendahuluan Asfiksia
    Dokumen9 halaman
    Laporan Pendahuluan Asfiksia
    akhmad marzuki
    Belum ada peringkat
  • LP Aki
    LP Aki
    Dokumen12 halaman
    LP Aki
    Muthya Hafizah Adiya
    100% (5)
  • LP Ikterik New
    LP Ikterik New
    Dokumen15 halaman
    LP Ikterik New
    andreaslim08
    Belum ada peringkat
  • LP Acs
    LP Acs
    Dokumen10 halaman
    LP Acs
    Muthya Hafizah Adiya
    Belum ada peringkat
  • LP SNH
    LP SNH
    Dokumen26 halaman
    LP SNH
    Muthya Hafizah Adiya
    Belum ada peringkat
  • LP Eklampsia
    LP Eklampsia
    Dokumen15 halaman
    LP Eklampsia
    Muthya Hafizah Adiya
    Belum ada peringkat