DIABETES MELLITUS
A. Pengertian
Diabetes bukan penyakit baru. Sejak 1552 SM penyakit yang ditandai dengan
seringnya buang air kecil dalam jumlah banyak serta penurunan berat yang
drastis ini sudah dikenal dan disebut istilah ‘Poliuria’. Tahun 400 SM,
seseorang penulis India Sushratha menamainya “Penyakit kencing madu”.
Nama diabetes mellitus (diabetes = mengalir terus, mellitus = manis)
akhirnya diberikan oleh Aretacus sekitar 200 tahun SM.
Diabetes mellitus atau kencing manis adalah suatu kondisi pada tubuh
manusia dimana terdapat peningkatan kadar gula darah (hiperglikemia) yang
disertai pula dengan tinggi glukosa dalam urin. Sehingga, memunculkan
ketidak seimbangan yang mengganggu pada kerja organ tubuh lainnya.
Diabetes muncul lantaran hormon insulin yang dikelurkan oleh sel-sel β dari
pulau langerhans (struktur dalam pankreas yang bertugas mengatur kadar
gula dalam darah) tidak lagi bekerja normal. Akibatnya, kadar gula dalam
darah meninggi. Bila keadaan ini berlanjut dan melewati ambang batas ginjal,
zat gula akan dikeluarkan melalui air seni.
B. Etiologi / Penyebab
DM Tipe 1 disebabkan pankreas tidak dapat memproduksi insulin sehingga
sistem kekebalan tubuh anak yang normalnya melawan bakteri dan virus
yang masuk ke tubuh malah menyerang dan menghancurkan sel-sel yang
memproduksi insulin dalam pankreas, sering menyerang pada anak-anak.
Penyebab pastinya hal ini, masih menjadi misteri. namun faktor-faktor
genetik dan lingkungan di duga ikut berperan. Akibat gangguan ini, glukosa
hanya bisa berada di peredaran darah, dan langsung dibuang kembali melalui
1
air seni tanpa sempat diserap sel-sel tubuh. Sehingga sel-sel tubuh ‘kelaparan’
dan mengakibatkan seseorang bisa pingsan atau koma.
C. Gejala
Gejala-gejala DM meliputi :
1. Glikosuria (glukosa dalam darah)
Dalam keadaan normal urin tidak mengandung glukosa / hanya sedikit
saja. Jadi, bukan berarti tidak dikelurkan dalam keadaan normal.
Pengeluaran glukosa juga terjadi melalui glomerulus, tetapi akan diserap
kembali oleh tubulus. Jika pengeluaran melalui glomerulus banyak, maka
kemampuan tubulus untuk menyerap kembali kurang. Pengeluaran
glukosa yang lebih banyak akan disertai pula pengeluaran urin yang
banyak, karena glukosa dalam larutan. Hingga orang yang hiperglikemia
akan menderita pula poliuria.
2
2. Poliuria (banyak kencing)
Dengan banyaknya seseorang mengluarkan kencing, maka banyak pula
garam-garam yang larut didalamnya yang ikut terbuang. Akibatnya akan
menyebabkan kekurangan kadar garam, terjadi penarikan dalam intra atau
ekstra vaskular yang menimbulkan perasaan haus (polidipsia).
3. Polidipsia (perasaan haus yang berkepanjangan)
Jumlah glukosa yang keluar besar, maka akan menganggu jumlah
glikogen yang terdapat dalam jaringan dan menimbulkan rasa lapar.
4. Polifagia (perasaan lapar yang berkepanjangan)
Apabila hiperglikemia, glikosuria berjalan terus sedangkan pemasukan
hidrat arang tidak mencukupi, maka sudah tentu tubuh akan berusaha
mengatasinya dengan menggunakan simpanan hidrat arang dala tubuh
yang berbentuk glikogenyang terdapat di otot-otot, akibatnya badan
menjadi kurus.
5. Kurus
Seseorang yang kurus, kebutuhan tubuh akan kaloridiambil dengan
penghancuran protein dan zat lemak. Dalam keadaan biasa kedua zat ini
bukan untuk menghasilkan kalori. Akibatnya dari penghancuran ini akan
disertai pula dengan komplikasi-komplikasi lainnya. Pada penghancuran
zat lemak akan terbentuk zat keton. Zat keton ini akan tertimbun dalam
tubuh hingga merupakan suatu zat yang berkelebihan (racun) dan akan
mengganggu keseimbangan asam basa dalam darah sehinnga akan terjadi
keadaan asidosis.
6. Asidosis
Dan bila keadaan berlangsung lebih lama maka akan timbul koma.
7. Koma (bila oleh diabetes disebut : “coma diabeticum”)
Bila ini bisa menimbulkan kematian.
D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostic
1. Tes toleransi glukosa (TTG) biasanya lebih dari 200 mg/dl
2. Gula darah puasa normal atau datas normal (N: 5 – 6%)
3. Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton
4. Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat (Hotma
Rumahorbo, 105)
3
Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan resiko tinggi
diabetes melitus, yaitu kelompok usie dewasa tua(> 40 th), obesitas, tekanan
darah tinggi, riwayat keluarga :
1. Pemeriksaan penyaring
a. Pemeriksaan glukosa darah sewaktu > 2000 mg/dl atau lebih ditambah
dengan gejala khas diabetes melitus.
b. Kadar glukosa darah puasa >126 mg/dl atau lebih pada 2 pemeriksaan
pada saat yang berbeda.
c. Tes toleransi glikosa oral (TTGO) standar (Mansjoer, 2001:580-581)
2. Kadar glukosa darah puasa sewaktu dan puasa, sebagai patokan penyaring
dan diagnosis diabetes melitus (mg/dl).
4
Tabel 2 Kritaria Untuk Evaluasi Satandar (TTGO)
Normal toleransi Impaired toleransi
Diabetes melitus
glukosa glukosa
Plasma glukosa
(mg/dl) < 110 110 – 125 ≥ 126
2 jam setelah
glukosa proses < 140 ≥ 140 – < 200 ≥ 200
(mg/dl)
(Lawrence, dkk, Current Medikal Diagnosis dan Treatment: 2002, 12080)
E. Penatalaksanaan Medis
Kerangka utama penatalaksanan diabetes melitus yaitu perencanaan makan,
latihan, obat hipoglikemik dan penyuluhan
1. Perencanaan makan (meal planning)
Standar yang dianjurkan adalah santapan dengan komposisi seimbang
berupa karbohidrat (60 – 70%), protein (10 – 15%) dan lemak (20 –
25%). Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumguhan status gizi umur,
stress akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai berat badan ideal.
Jumlah kandungan kolesterol <300 mg/hari. Jumlah kandungan serat I
254 g/hari.
2. Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani teratur, 3 – 4 kali tiap minggu selama obat
berhasiat hipoglikemik kurang lebih 0,5 jam. Latihan dilakukan terus
menerus tanpa berhenti, otot-otot berkontraksi dan relaksasi secara
teratur, selang seling antara gerak cepat dan lambat, berangsur-angsur dari
sedikit kelatihan yang lebih berat secara bertahap dan bertahan dalam
waktu tertentu. Contohnya jalan kaki, joging, lari, renang bersepeda dan
mendayung. Dalam latihan jangn memulai olah raga sebelum makan,
memakai sepatu yang pas, harus didampingi orang yang tahu dan
memeriksa kaki secara cermat setelah olahraga.
3. Obat berkhasiat hipoglikemik
Pola pasien telah melakukan pengaturan makanan dan kegiatan jasmani
yang teratur tetapi kadar glukosa darahnya masih belum baik,
dipertimbangkan pemakaian obat berkhasiat hipoglikemik. Obat
hipoglikemik oral (OHO) adalah :
a. Sulfonilurea
b. Buguanid
c. Inhibitor glucosidase
5
d. Insulun sensitizing agent
Indikasi penggunaan insulin pada NIDDM adalah :
a. Diabetes melitus dengan berat badan menurun cepat
b. Ketoasidosis, asidosis laktat, dan koma hyperosmolar
c. Diabetes yang mengalami stress berat (infeksi sistemik, operasi berat
dan lain-lain)
d. Diebetes dengn kehamilan
e. Diabetes yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral
dosis maksimal (Mansjoer, 2001 : 583 – 586)
4. Penyuluhan kesehatan
Diabetes melitus mempengaruhi begitu banyak aspek kehidupan pasien
mungkin cukup sulit bagi pasien untuk dengn ketat mematuhi rencana
perawtan yang telah dibuat. Penyuluhan kesehatan yang baik dengn
diabetes melitus dapat bertahan terhadap timbulnya komplikasi dari
penyakit yang mereka derita. Penyuluhan kesehatan dapat meliputi:
pemberian insulin, penyimpanan insulin, teknik penyuntikan insulin
(asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem endokrin, rumaharbo,
189-11)
5. Terapi insulin
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali perhari (atau bahkan lebih
sering lagi) untuk mengendalikan kenaikanm kadar gula darah sesuadah
makan dan pada malam hari. Karena disis insulun yang diperlukan
masing-masing pasien ditentukan oleh kadar glokosa dalam darah.
Preparat insulin dapat dikelompokan kedalam tiga kategori utama
berdasarkan awitan, petunjuk dan durasi kerja yaitu :
a. Short-Acting Insulin
1) Insulun reguler (yang ditandai ”R” pada botolnya)
Awitan kerja insulin ½ hingga 1 jam , puncaknya 2 hingga 3 vjam,
durasi kerjanya 4 hingga 6 jam. Nama lain untuk insulin reguler
adalah crystallinezine insulin (CZI). Biasanya diberikan secara
tunggal atau dikombinasikan dengan insulin yang kerjanya lebih
lama.
b. Intermediate-acting Insulin
1) NPH insulin (Neural Protamine Hagedom)
2) Lente Insulin (”L”)
6
Awitan kerja insulin intermediate adalah 3 hingga 4 jam,
puncaknya 4 hingga 12 jam, durasi 16 hingga 20 jam.
Jika NPH atau insulin lente digunakan secara tunggal, maka
pemberian preparat ini setengah jam sebelum makan bukanlah
faktor yang menentukan. Pasien yang menggunakan NPH atau
insulin lente harus makan di sekitar waktu awitan dan puncak
kerja prepart insulin ini.
c. Long-acting Insulin
1) Ultralente insulin (UL)
Awitan kerja long-acting adalah 6 hingga 8 jam, puncak 12 hingga
16 jam, durasi 20 hingga 30 jam (Suzanne C. Smeltzer, 2002:
1237-1238)
6. Pemberian suntikan insulin
Tipe dan jum lah insulin harus tepat, pemilihan dan rotasi tempat
penyuntikan. Ada empat daerah utama untuk penyuntikan insulin, yaitu :
abdomen (permukaan posterior), paha (permukaan anterior) dan bokong-
insulin diabsorpsi paling cepat diabdomen dan menurun secara progresif
pada lengan, paha serta bokong. Penusukan jarum suntik untuk
menyuntikan insulin menggunakan sudut sebesar 45 atau 90 derajat
dengan cara memegang kulit dengan merenggangkan atau menjepitnya
(Suzanne C. Smeltzer, 2002: 1246)
F. Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan diabetes melitus menurut Marllyn E. Doenges
(1999: 729-738) meliputi :
1. Aktivitas dan istirahat
Gejala : Lemah, letih, silit bergerak atau berjalan, kram otot, tonus
menurun, gangguan tidur dan istirahat
Tanda : Takhikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan
Aktivitas, letargi, koma damn penurunan kekuatan otot.
2. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, khudikasi, kebas dan kesemutan pada
ektermitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.
7
Tanda : Takikardi, perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi
yang menurun, distrimia, kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata
cekung.
3. Integritas ego
Gejala : Stress tergantung orang lain, masalah finansial yang berhubungan
dengan kondisi
Tanda : Ansietas, peka rangsang
4. Eliminasi
Gejala : perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri/terbakar,
kesulutan berkemih, nyeri tekan abdomen, diare.
Tanda : urine encer, pucat kuning, poliuri, urine berkabut, bau busuk
(infeksi), abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah dan menurun,
hiperaktif (diare)
5. Makanan dan cairan
Gejala : hilang nafsu makan, mual, muntah, tidak mengikuti diet,
peningkatan masukan glukosa, penurunan berat badan dari periode
beberapa hari atau minggu, haus, penggunaan diuretik (tiazid)
Tanda : kulit kering, togor kulit jelek, kekekuan/distensi abdomen,
muntah, pembesaran kelenjar tyroid, bau holisotis/manis, bau buah.
6. Neuro sensori
Gejala : pisisng, sakit kepala, kesemuatan, kelemahan pada otot,
gangguan penglihatan.
Tanda : mengantuk, letargi, koma, gangguan memori, reflek tendon dalam
menurun (koma)
7. Nyeri dan kenyamanan
Gejala : abdomen tegang/nyeri (sedang berat)
Tanda : wajah meringis, palpitasi, tampak sangat hati-hati.
8. Pernapasan
Gejala : merasa kekukarangan oksigen, batuk dengan atau tanpa sputum
purulent
Tanda : batuk dengan atau tanpa sputum purulen, frekuensi pernapasan
9. Keamanan
Gejala : kulit kering, gatal, ulkus rusak
Tanda : demam, diaforesis, kulit rusak, lesi menurunya kekuatan umum
atau rentan gerak.
8
10. Seksualitas
Gejala : rabas vagina (cenderung infeksi), masalah impoten pada pria,
kesulitan organisme pada wanita.
11. Penyuluhan dan pembelajaran
Gejala : Faktor resiko, deabetes melitus, penyakit jantung, stroke,
hipertensi, penyembuhan yang lambat, penggunaan obat seperti steroid,
diuretik, dilantin dan ferobarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa
darah)
Tanda : Demam, duaferosis, kulit rusak, lesi, menuruinya kekuatan umum
atau rentang gerak.
G. Diagnosa Keperawatan
Tahap akhir dari pengkajian adalah merumuskan Diagnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan yang jelas tentang
masalah kesehatan klien yang dapat diatasi dengan tindakan keperawatan
(Lismidar, 990, 12).
Dari analisa data yang ada dapat dirumuskan Diagnosa keperawatan pada
klien dengan Deabetus Milletus pada Lansia khususnya adalah sebagai
berikut :
1. Infeksi, resiko tinggi terhadap (sepsis) berhubungan dengan kadar glukosa
tinggi, penurunan fungsi leukosit, perubahan pada sirkulasi
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
3. Pola napas inefektif berhubungan dengan hiperventilasi
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan deurisis osmotik
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
status hipermetabolisme, pelepasan hormon (mis: epinefrin, kortisol,
hormon pertumbuhan), proses infeksius
6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan
tindakan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, tidak mengenal
sumber informasi, kesalahan interprestasi.
H. Perencanaan/Intervensi
Setelah mengumpulkan data, mengelompokkan dan menentukan diagnosa
keperawatan, maka tahap selanjutnya adalah menyusun perencanaan. Dalam
9
tahap perencanaan ini meliputi 3 tahapan, yaitu menentukan prioritas
diagnosa keperawatan, menentukan tujuan dan merencanakan tindakan
keperawatan.
10
3) Kadar glukosa yang tinggi dalam darahakan menjadi media terbaik
bagi pertumbuhan kuman.
4) Sirkulasi ferifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada
peningkatan risiko terjadinya kerusakan pada kulit/iritasi kulit dan
infeksi.
5) Menurunkan resiko terjadinya penyakit mulut.
6) Meurunkan kemungkinan terjadinya infeksi.
7) Untuk mengidentifikasi organisme sehingga dapat memilih/memberi-
kan terapi antibiotik yang terbaik.
8) Penanganan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis.
11
Kriteria Hasil :
1) Klien memperlihatkan frekuensi pernafasan yang efektif dan
mengalami perbaikan pertukaran gas pada paru
2) Menyatakan faktor penyebab, jika diketahui dan menyatakan cara
adaptif mengatasi faktor tersebut
Rencana Tindakan :
1) Pastikan individu bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin
keamanan
2) Alihkan perhatian individu dari memikirkan tentang keadaan ensietas
3) Melatih pasien untuk bernafas perlahan-lahan, bernafas lebih efektif
4) Mendiskusikan kemungkinan penyebab, fisik dan emosional dan
metode penanganan yang efektif
Rasional
1) Mencegah timbulnya kontrol nafas yang tidak efektif
2) Memungkinkan klien tidak dapat mengontrol pola nafas
3) Memperlancar aliran pola nafas
4) Penanganan lebih mudah diatasi
12
c) Osmolaritas darah
d) Natrium
e) Kalium
5) Berikan kalium atau elektrolit yang lain melalui IV atau oral sesuai
indikasi
6) Berikan bikarbonatjika PH kurang dari 7,0
7) Pasang selang NGT dan lakukan sesuai indikasi.
Rasional
1) Pemberian cairan, untuk perbaikan yang cepat mungkin sangat
berpotensi menimbulkan kelebihan beban cairan.
2) Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan
respon pasien.
3) Memberikan pengukuran yang tepat/akurat terhadap pengukuran
pengeluaran urine terutama jika neuropati otonom menimbulkan
gangguan kandung kemih (retensi urine)
4) Untuk mengetahui tingkat keseimbangan cairan dan keperluan cairan
untuk tubuh.
5) Kalium harus ditambahkan pada IV untuk mencegah hipokalamia.
6) Diberikan dengan hati-hati untuk membantu memperbaiki asidosis
pada adanya hipotensi/syok.
7) Mendekompresi lambung dan dapat menghilangkan muntah.
13
3) Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/perut kembung,
mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan
keadaan puasa sesuai dengan indikasi.
4) Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan dan elektrolit
dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransi melalui
pemberian cairan melalui oral.
5) Identifikasi makanan yang disukai/dikehendaki.
6) Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makanan sesuai dengan
indikasi.
Rasional
1) Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorpsi dan
utilisasinya).
2) Mengidentifikasi kekurungan dan penyimpangan dan kebutuhan
terapeutik.
3) Hiperglikemia dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat
menurunkan motilitas/fungsi lambung yang akan mempengaruhi
pilihan intervensi.
4) Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika pasien sadar dan
fungsi gastrointestinal baik.
5) Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam
perencanaan makan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang.
6) Meningkatkan rasa keterlibatan keluarga.
14
1) Ciptakan lingkungan saling percaya dengan mendengarkan penuh
perhatian dan selalu ada untuk pasien.
2) Bekerja dengan pasien dalam menata tujuan belajar yang diharapkan.
3) Diskusikan tentang rencana diet, penggunaan makanan tinggi serat
dan cara untuk melakukan makan diluar rumah.
Rasional
1) Menanggapi dan memperhatikan, perlu diciptakan sebelum pasien
bersedia mengambil bagian dalam proses belajar.
2) Partisipasi dalam perencanaan meningkatkan antusias dan kerja sama
pasien dengan prinsip-rinsip yang dipelajari.
3) Kesadaran tentang pentingnya kontrol diet akan membantu pasien
dalam merencanakan makan/ mentaati program.
I. Pelaksaan/Implementasi
Pada tahap pelaksanaan terdiri dari beberapa tindakan :
1. Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan
konsulidasi
2. Keterampilan interpersonal, intelektual, teknikal, dilakukan dengan
cermat dan efesien sesuai dengan kondisi dan situasi yang tepat
3. Dokumentasi intervensi dan bagaimana respon klien
J. Evaluasi
Pada tahap terakhir dari proses keperawatan. Semua tahap proses
keperawatan dievaluasi dengan melibatkan klien, perawat dan tenaga
kesehatan lainnya dengan tujuan menilai bagaimana hasil yang telah dicapai
dalam tindakan proses keperawatan dan melakukan pengkajian ulang jika
tindakan belum tercapai atau memperlihatkan hasil.
15
Daftar Pustaka
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta:
EGC
Darmojo, R. Boedhi, Hadi Martono. 1999. GERIATRI ( Ilmu Kesehatan Lanjut
Usia). Jakarta : EGC
Doenges, Marllyn. E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC
Nugroho, Wahyudi. 1955. Perawatan Lanjut Usia. Jakarta : EGC
Santoso, Budi. 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA. Prima Medika
16
Bangkit Baru, Februari 2018
Preseptor Akademik
( )
17