Anda di halaman 1dari 9

ANALISIS PENANGGULANGAN PENYAKIT KUSTA DI WILAYAH

KERJA PUSKESMAS DENDANG KABUPATEN


TANJUNG JABUNG TIMUR
TAHUN 2013

A. Latar Belakang

Dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan

pasal 3 menyebutkan bahwa setiap orang berkewajiban ikut serta dalam

memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan perorangan, keluarga, dan

lingkungan. Berdasarkan Undang-Undang tersebut diatas maka kita semua

mempunyai kewajiban meningkatkan derajat kesehatan baik untuk kesehatan

diri sendiri keluarga dan masyarakat (Depkes RI, 2010).

Memasuki milenium baru Departemen Kesehatan telah

mencanangkan Gerakan Pembangunan Berwawasan Kesehatan, yang

dilandasi paradigma sehat. Paradigma sehat adalah cara pandang, pola pikir

atau model pembangunan kesehatan yang bersifat holistik, melihat masalah

kesehatan yang dipengaruhi oleh banyak faktor yang bersifat lintas sektor,

dan upayanya lebih diarahkan pada peningkatan, pemeliharaan dan

perlindangan kesehatan. Secara makro paradigma sehat berarti semua sektor

memberikan kontribusi positif bagi pengembangan perilaku dan lingkungan

sehat, secara mikro berarti pembangunan kesehatan lebih menekankan upaya

promotif dan preventif tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan

rehabilitatif (Depkes RI, 2009).

Program pemberantasan penyakit menular bertujuan untuk mencegah

terjadinya penyakit, menurunkan angka kesakitan dan angka kematian serta

mencegah akibat buruk lebih lanjut sehingga memungkinkan tidak lagi

menjadi masalah kesehatan masyarakat. Penyakit kusta adalah salah satu

1
penyakit menular yang masih merupakan masalah nasional kesehatan

masyarakat, dimana beberapa daerah di Indonesia prevalens rate masih tinggi

dan permasalahan yang ditimbulkan sangat komplek. Masalah yang

dimaksud bukan saja dari segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial

ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan social (Zulkifli, 2003).

Indonesia menempati urutan ke 3 setelah India dan Brazil dalam hal

penyumbang jumlah penderita kusta di dunia. Program pemberantasan

penyakit kusta di Indonesia saat ini ditujukan untuk mencapai target eliminasi

kusta tahun 2010, sesuai target yang dicantumkan oleh WHO, yaitu

tercapainya penurunan prevalensi kusta sebesar 1 per 10.000 penduduk

(Depkes RI, 2007).

Di Indonesia penderita kusta terdapat hampir diseluruh daerah dengan

penyebaran yang tidak merata. Suatu kenyataan, di Indonesia bagian Timur

terdapat angka kesakitan kusta yang lebih tinggi. Penderita kusta 90% tinggal

diantara keluarga mereka dan hanya beberapa persen saja yang tinggal

dirumah sakit kusta, koloni penampungan atau perkampungan kusta.

Prevalensi kusta di Indonesia cenderung menurun dari tahun ke tahun. Tahun

1986 ditemukan 7,6 per 10.000 penduduk menjadi 5,9 per 10.000 penduduk.

Pada tahun 1994 terjadi lagi penurunan menjadi 2,2 per 10.000 penduduk dan

menjadi 1,39 per 10.000 penduduk pada tahun 1997. Penurunan prevalensi

penyakit kusta ini karena kemajuan dibidang teknologi promotif, pencegahan,

pengobatan serta pemulihan kesehatan di bidang penyakit kusta (Depkes RI,

2007).

Dengan dapatnya diatasi penyakit kusta ini seharusnya tidak lagi

menjadi masalah kesehatan masyarakat. Tetapi sampai saat ini penyakit kusta
masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang perlu di perhatikan oleh

pihak yang terkait. Karena mengingat kompleksnya masalah penyakit kusta,

maka diperlukan program penanggulangan secara terpadu dan menyeluruh

dalam hal pemberantasan, rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial ekonomi dan

permasyarakatan dari bekas penderita kusta (Depkes RI, 2007).

Penyakit kusta pada umumnya sering dijumpai di negara-negara yang

sedang berkembang sebagai akibat keterbatasan kemampuan negara dalam

pemberian pelayanan kesehatan yang baik dan memadai kepada masyarakat.

Penyakit kusta sampai saat ini masih ditakuti masyarakat, keluarga termasuk

sebagian petugas kesehatan. Hal ini disebabkan masih kurangnya

pengetahuan atau pengertian, kepercayaan yang keliru terhadap kusta dan

cacat yang ditimbulkannya. Kuman kusta biasanya menyerang saraf tepi kulit

dan jaringan tubuh lainnya. Penyakit ini merupakan penyakit menular yang

sifatnya kronis dan dapat menimbulkan masalah yang komplek. (Zulkifli,

2003).

Dampak sosial terhadap penyakit kusta ini sedemikiari besarnya,

sehingga menimbulkan keresahan yang sangat mendalam. Tidak hanya pada

penderita sendiri, tetapi pada keluarganya, masyarakat dan negara. Hal ini

yang mendasari konsep perilaku penerimaan periderita terhadap penyakitnya,

dimana untuk kondisi ini penderita masih banyak menganggap bahwa

penyakit kusta merupakan penyakit menular, tidak dapat diobati, penyakit

keturunan, kutukan Tuhan, najis dan menyebabkan kecacatan. Akibat

anggapan yang salah ini penderita kusta merasa putus asa sehingga tidak

tekun untuk berobat (Zulkifli, 2003).


Penyakit kusta mempunyai kedudukan yang khusus diantara

penyakit-penyakit lain. Hal ini disebabkan oleh karena adanya leprophobia

(rasa takut yang berlebihan terhadap kusta). Leprophobia ini timbul karena

pengertian penyebab penyakit kusta yang salah dan cacat yang ditimbulkan

sangat menakutkan. Dari sudut pengalaman nilai budaya sehubungan dengan

upaya pengendalian leprophobia yang bermanifestasi sebagai rasa jijik dan

takut pada penderita kusta tanpa alasan yang rasional. Terdapat

kecenderungan bahwa masalah kusta telah beralih dari masalah kesehatan ke

masalah social (Zulkifli, 2003).

Pada tahun 20012002 di beberapa Propinsi di Indonesia angka

kecacatan tingkat 2 pada penderita kusta baru menunjukan 7,4% - 8,9%.

Angka kecacatan tertinggi pada tahun 2001 terdapat di Propinsi Jambi 33,3%,

sedangkan tahun 2002 tertinggi di Propinsi Bangka Belitung (Depkes, 2007).

Walaupun ada kecenderungan penurunan prevalensi dan pencapaian

eliminasi kusta secara nasional namun jika dilihat dari jenis kusta maka

tampak jenis kusta menular (MB) terlihat adanya peningkatan dari 46,8 %

pada tahun 1998 meningkat menjadi 80,7 % pada tahun 1999, dan meningkat

lagi menjadi 84,2 % pada tahun 2000. (Djaiman, 2000:21)

Peningkatan ini erat kaitannya dengan jangka waktu pengobatan jenis

kusta Multi Bacillary (MB) yang membutuhkan waktu 1-2 tahun, sedangkan

pada jenis kusta Pauci Bacillary (PB) waktu pengobatannya hanya

membutuhkan waktu selama 6 bulan. Diperkirakan lamanya waktu

pengobatan yang cukup lama dari kusta tipe MB menyebabkan penderita

kusta banyak mengalami Drop Out. (Djaiman, 2000).


Pada tahun 2010 di Propinsi Jambi sudah termasuk daerah Low

Endemik Kusta, dengan Prevalensi Rate (PR) < 1/ 10.000 penduduk dan

Case Detection Rate (CDR) < 5 / 100.000 penduduk. Penemuan kasus baru

penderita kusta (case detection rate/ CDR) di Provinsi Jambi tahun 2010

mengalami penurunan dibandingkan tahun 2009, yaitu sebesar 3,05/100.000

pada tahun 2010 dan 3,99/100.000 pada tahun 2009. Target SPM untuk CDR

kusta adalah <5/100.000, ini menunjukkan bahwa Penanggulangan penyakit

Kusta telah memenuhi atau mencapai target SPM untuk tahun 2010 (Dinkes

Prov. Jambi, 2011).

Berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatan Provinsi Jambi, jumlah

penderita kusta baru di Provinsi Jambi tahun 2010 adalah sebanyak 63 orang

yang tersebar di seluruh kabupaten/ kota di Provinsi Jambi dan pada tahun

2011 jumlah penderita penyakit kusta sebanyak 98 orang. Kasus kusta di

Provinsi Jambi paling tinggi terdapat di Kabupaten Tanjab Timur dengan

jumlah penderita 44 orang kemudian di ikuti oleh Kabupaten Bungo

sebanyak 11 orang (Dinkes Prov. Jambi, 2012).

Berdasarkan data yang didapat dari kabupaten Tanjung Jabung Timur

tahun 2011 angka kejadian penyakit kusta adalah sebanyak 44 orang. Dari

kejadian tersebut penderita penyakit kusta terbanyak diterdapat di Wilayah

Kerja Puskesmas Dendang yaitu sebanyak 12 orang (Dinkes Ma. Sabak,

2012).

Melalui survey awal yang dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas

Dendang kepada penderita penyakit kusta ditemukan Penyakit Kusta dengan

kecacatan. Setelah dilakukan wawancara kepada penderita, mereka

mengatakan tidak tahu bahwa untuk mencegah penyakit tersebut agar tidak
menjadi parah, penderita juga datang ke pelayanan kesehatan ketika penyakit

sudah terlalu parah. Kemudian masih kurangnya penyuluhan oleh petugas

kesehatan yang diberikan kepada penderita ataupun masyarakat yang ada di

sekitar lingkungan.

Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang

analisis penanggulangan penyakit kusta di wilayah kerja Puskesmas Dendang

kabupaten Tanjung Jabung Timur tahun 2013.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan data masih tingginya kejadian penyakit kusta di wilayah

kerja Puskesmas Dendang yaitu sebanyak 12 orang. Maka untuk rumusan

masalah didalam penelitian penulis ingin menganalisa penanggulangan

penyakit kusta di wilayah kerja Puskesmas Dendang Kabupaten Tanjung

Jabung Timur tahun 2013.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran secara mendalam mengenai kegiatan dari

penanggulangan penyakit kusta di wilayah kerja Puskesmas Dendang

Kabupaten Tanjung Jabung Timur

2. Tujuan Khusus

a) Diketahuinya gambaran komponen masukan (SDM nakes dan ibu,

sarana dan prasarana) dari penanggulangan penyakit kusta di wilayah

kerja Puskesmas Dendang Kabupaten Tanjung Jabung Timur tahun

2013
b) Diketahuinya gambaran kegiatan pelakasanaan dari upaya

penanggulangan penyakit kusta di wilayah kerja Puskesmas Dendang

Kabupaten Tanjung Jabung Timur tahun 2013.

c) Diketahuinya gambaran komponen proses kegiatan (perencanaan dan

pelaksanaan serta pengawasan) dari penanggulangan penyakit kusta

di wilayah kerja Puskesmas Dendang Kabupaten Tanjung Jabung

Timur tahun 2013.

D. Manfaat penelitian

1. Dinas Kesehatan Tanjung Jabung Timur

Dapat Memberi masukan kepada dinas kesehatan Tanjung Jabung Timur

untuk dengan meningkatkan kerjasama dengan lembaga atau unit terkait

dalam melakukan sosialisasi tentang penanggulangan penyakit kusta.

2. Puskesmas Dendang

Dapat memberi masukan kepada puskesmas untuk meningkatkan peran

Tenaga Kesehatan dalam mengikuti program pelatihan dan memberikan

informasi untuk melakukan penanggulangan penyakit kusta.

3. Peneliti Selanjutnya

Dapat memberi informasi dalam ruang lingkup yang sama dan dapat

mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah ada.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini tentang analis penanggulangan penyakit kusta di

wilayah kerja Puskesmas Dendang kabupaten Tanjung Jabung Timur.

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif, dimana penulis ingin

mendapatkan informasi secara mendalam dengan menggunakan wawancara


mendalam dari sumber yang dianggap kompeten dan pedoman observasi

serta FGD, pengambilan data dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Dendang

kabupaten Tanjung Jabung Timur karena masih terdapat penderita penyakit

kusta. Untuk meneliti input meliputi SDM nakes dan Penderita, sarana dan

prasarana. Untuk meneliti proses meliputi perencanaan, pengorganisasian,

penyuluhan, pengendalian dan penilaian dan kemudian output melalui

penanggulangan penyakit kusta dapat dilakukan. Penelitain ini akan

dilakukan pada bulan Juni 2013 di wilayah kerja Puskesmas Dendang

kabupaten Tanjung Jabung Timur.

F. Kerangka Teori

Sebagai bahan acuan dalam penelitian ini maka penulis menggunakan

toeri dari Azrul Azwar untuk pedoman dalam penelitian ini. Adapun teori

tersebut adalah sebagai berikut :

Bagan 2.1
Kerangka Teori
INPUT PROSES OUT PUT
Sumber Daya Fungsi Manajemen
C.
Perencanaan
Man D.
Cakupan
Pengorganisasian
E. Pelayanan
Money
F. Pelaksanaan
Kesehatan
MaterialG. Pengendalian

Method Penilaian

Sumber : Teori Sistem Pelayanan Kesehatan ( Azrul Azwar ) 2010


G. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian ini maka peneliti membuat kerangka pikir

penelitian sebagai berikut :

Gambar. 3
Kerangka Konsep

INPUT PROSES OUTPUT

- Man \ - Perencanaan
Masyarakat
- Pengorganisasian Pencegahan Penyakit
- Dana Kusta
- Penggerakan
- Metode
- Pengendalian

Anda mungkin juga menyukai