FITOKIMIA
OLEH:
KELOMPOK V
LABORATORIUM FITOKIMIA
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2012
BAB I
PENDAHULUAN
II.1 Kromatografi
Kromatografi adalah cara pemisahan zat khasiat dan zat lain yang ada
dalam sediaan dengan jalan penyarian berfraksi, penyerapan, atau penukaran
ionpada zat berpori, menggunakan cairan atau gas yang mengalir (2).
Kromatografi digunakan untuk memisahkan campuran dari
substansinya menjadi komponen-komponennya. Seluruh bentuk
kromatografi bekerja berdasarkan prinsip yang sama (3).
Seluruh bentuk kromatografi memiliki fase diam (berupa padatan atau
cairan yang didukung pada padatan) dan fase gerak (cairan atau gas). Fase
gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen dari
campuran bersama-sama. Komponen-komponen yang berbeda akan
bergerak pada laju yang berbeda pula (3).
Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan campuran berdasarkan
perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Pada
kromatografi, komponen-komponennya akan dipisahkan antara dua buah
fase diam dan fase gerak. Fase diam akan menahan komponen campuran
sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen
yang mudah tertahan pada fase diam akan tertimggal. Sedangkan komponen
yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat (4).
Nama Daerah
Koneng bodas ( Jawa ), Tomulawa moputio (gorontalo). Ezhu ( C ), barak
(Tag), sung meng.
Nama Simplisia
Zedoariae Rhizoma ( Rimpang Temu Putih )
Morfologi
Batangnya semu, berbentuk silindris, lunak. Batang di dalam tanah
membentuk rimpang berwarna hijau pucat. Herba setahun, dapat lebih dari
2 m. Batang sesungguhnya berupa rimpang yang bercabang di bawah
tanah, berwama coklat muda coklat tua, di dalamnya putih atau putih
kebiruan, memiliki umbi bulat dan aromatik.
Daun tunggal, lonjong, dibagian ujung meruncing, sedangkan di
pangkal tumpul. Panjang daun bisa mencapai 0,6-1 meter dan lebar 10-20
sentimeter. Pelepah daun membentuk batang semu, berwarna hijau coklat
tua, helaian 2-9 buah, bentuk memanjang lanset 2,5 kali lebar yang
terlebar, ujung runcing-meruncing, berambut tidak nyata, hijau atau hijau
dengan bercak coklat ungu di tulang daun pangkal, 43-80 cm atau lebih.
Pertulangan menyirip, tipis, berbulu halus, hijau dan bergaris ungu. Daun
pelindung berjumlah banyak, spatha dan brachtea; rata-rata 3-8 x l,5-
3,5cm.
Bunga majemuk, di ketiak daun, panjang 7-15 cm. Bunga majemuk
susunan bulir,diketiak rimpang primer, tangkai berambut. Benang sari
melekat pada mahkota dengan panjang sekitar 0,5 cm, tangkai putik
panjang 2 cm. Benang sari 1 buah, tidak sempuma, bulat telur terbalik,
kuning terang, 12-16 x 10-115 mm, tangkai 3 5 x 2-4 mm, kepala sari
putih, 6 mm. Kelopak 3 daun, putih atau kekuningan, bagian tengah merah
atau coklat kemerahan, 3 -4 cm. Mahkota: 3 daun, putih kemerahan, tinggi
rata-rata 4,5 cm mahkota lonjong panjang 7-15 cm. Bibir bibiran
membulat atau bulat telur terbalik, ujung 2 lobe, kuning atau putih, tengah
kuning atau kuning jeruk, 14-18 x 14-20 mm.
Buah berbentuk kotak, bulat. Rimpang dan daun Curcuma zedoaria
mengandung saponim, flanoida, dan polifenol.
Kandungan Kimia
Daun dan rimpang Curcuma zedoaria yang biasa digunakan untuk
obat-obatan mengandung saponin, flavonoida, dan polifenol. Selain itu
juga mengandung Ribosome Inacting Protein (RIP), dan zat anti-oksidan.
Rimpang temu putih mengandung 1-2 % minyak menguap dengan
komposisi utama sesquiterpene. Minyak menguap tersebut mengandung
lebih dari 20 komponen seperti curzerenone ( zedoarin ) yang merupakan
komponen terbesar, curzerene, pyrocurcuzerenone, curcumin,
curcumemone, epicurcumenol, curcumol, isocurcumenol, procurcumenol,
dehydrocurdione, furanodienone dll.
Khasiat dan Kegunaan
Rimpang Curcuma zedoaria berkhasiat untuk pelega perut, nyeri
waktu haid, tidak datang haid, pembersih darah setelah melahirkan,
memulihkan gangguan pencernaan makanan, sakit perut, rasa penuh dan
sakit di dada, limpa, antikanker, atasi kista.
Untuk mengolahnya menjadi obat, umbinya yang mengandung
saponin, flavonoida, dan polifenol dapat diparut ter,ebih dahulu. Setelah
itu diperas dan disaring. Campurkan ke dalam air panas mendidih agar
melarut dengan sempurna. Bisa diminum dan dicampur sedikit gula agar
rasanya enak.
Temu putih memiliki sifat antikanker lewat kerja imunomodulator.
Ekstraknya akan memperbanyak jumlah limfosit, meningkatkan toksisitas
sel pembunuh kanker (natural killer) dan sintetis antibodi spesifik. Sifat-
sifat ini akan menguatkan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virus
maupun sel kanker.
B - - - - - - -
C - - - - - - -
D - - - - - - -
E - - - - - - -
F - - - - - - -
Ket : (-) tidak ada hasil, karena tidak menampakkan noda pada lempeng.
Eluen :
A. N-Heksan (100%)
B. N-Heksan : Etil asetat (80 : 20)
C. N-Heksan : Etil asetat (60 : 40)
D. N-Heksan : Etil asetat (40 : 60)
E. N-Heksan : Etil asetat (20 : 80)
F. Etil asetat (100%)
G. Methanol (100%)
IV. 2 PEMBAHASAN
4.2.1 Kromatografi Kolom Vakum
Pada percobaan ini dilakukan fraksionasi terhadap ekstrak kental
yang diperoleh dari ekstraksi tanaman temu putih (Curcuma zedoaria)
dengan menggunakan kromatografi kolom vakum. Hal ini dilakukan
dengan tujuan agar dapat melakukan dan dapat mengetahui dan mengamati
secara langsung proses pemisahan senyawa yang ada dalam ekstrak kental
menjadi senyawa yang lebih spesifik dengan menggunakan kromatografi
yang dilengkapi dengan pompa vakum, bertujuan untuk mempercepat laju
aliran fase gerak atau elusi untuk dapat mengelusi komponen kimia yang
ada dalam ekstrak. Dimana ekstrak yang diperoleh akan berperan dalam
identifikasi senyawa pada masing-masing sampel untuk uji kromatografi.
Langkah pertama yang dilakukan dalam percobaan ini adalah
menyiapkan alat dan bahan yang digunakan. Selanjutnya ekstrak kental
temu putih (Curcuma zedoaria) ditimbang sebanyak gram, kemudian
dicampurkan dengan silika gel yang bobotnya 2 gram. Dalam hal ini bobot
silika gel dan bobot ekstrak berjumlah sama dengan tujuan agar ekstrak
tersalutkan dengan silika gel. Setelah itu campuran ekstrak dengan silika
gel digerus hingga homogen.
Langkah selanjutnya silika gel dengan berat 40 gram dimasukkan
kedalam kolom dengan tinggi dari tinggi kolom sambil menyalakan
pompa vakum dan menekannya batang pengaduk. Adanya penekanan dan
penarikan dari pompa vakum terhadap silika gel agar silika gel tersebut
menjadi padat dan diperoleh kerapatan yang maksimum. Setelah silika gel
menjadi padat dimasukkan pelarut organik yang cocok yaitu metanol
untuk mencoba apakah kolom tersebut telah sempurna untuk digunakan.
Jika pelarut tersebut akan turun secara horizontal maka kolom tersebut
dapat dikatakan sempurna.
Dalam hal ini ketika metanol dimasukkan dalam silika gel metanol
akan turun secara horizontal, maka dengan hal ini menunjukkan bahwa
kolom tersebut telah sempurna. Setelah itu campuran ekstrak dan silika gel
yang telah homogen dimasukkan ke dalam kolom sambil menyalakan
pompa vakum, agar campuran ekstrak dan silika gel terletak padat dan
rapat dengan silika gel kemudian dilapisi dengan kertas saring. Hal ini
bertujuan untuk menghindari percikan pada saat penambahan eluen.
Selanjutnya dibuat eluen yang tingkat kepolarannya dimulai dari
yang non polar sampai yang bersifat polar. Hal ini bertujuan agar senyawa
yang bersifat non polar keluar terlebih dahulu, jika digunakan eluen yang
bersifat polar, bukan saja senyawa yang bersifat polar yang ditarik, tetapi
senyaa yang bersifat non polar juga akan tertarik keluar. Eluen dibuat
dengan pelarut dan perbandingan uang berbeda yaitu n-heksan 100% : n-
hejsan etil asetat 80:20, n-heksan-etil asetat 60:40, n-heksan-etil asetat
40:60, n-heksan-etil asetat 20:80, etil asetat 100% dan metanol 100%.
Eluen ini kemudian dimasukkan ke dalam kolom. Eluen yang
ditambahkan melalui dinding kolom dan pompa vakum dinyalakan
sehingga eluen turun mengelusi komponen kimia, dan eluen yang keluar
ditampung sebagai fraksi-fraksi pada wadah yang berbeda. Fraksi-fraksi
tersebut kemudian diuapkan diatas waterbath untuk mendapatkan ekstrak
kental yang akan di identifikasi menggunakan kromatografi laps tipis.
4.2.2 Kromatografi Lapis Tipis
Pada percobaan ini dilakukan identifikasi senyawa dalam tujuh
ekstrak yang berbeda, hasil fraksionasi sebelumnya. Dalam uji KLT ini
digunakan lempeng alumina sebagai adsorben (fase diam) dan eluennya
(fase gerak), yaitu pelarut n-heksana dan etil asetat dengan perbandingan
21:14.
Langkah pertama yang dilakukan adalah melarutkan ekstrak kental
rimpang temu putih (Curcuma zedoaria) dengan metanol. Untuk pelarutan
tersebut, ekstrak tidak boleh terlalu kental dan tidak boleh terlalu cair. Jika
terlalu kental ekstrak akan tersumbat pada pipa kapiler dan akan sulit
keluar dari pipa tersebut, dan jika terlalu cair maka totolan tersebut
sebagian besar hanya berupa pelarut. Sedangkan sampel yang akan di uji
hanya dalam jumlah yang kecil.
Selanjutnya eluen tersebut dimasukkan kedalam chamber, dan
kedalam chamber tersebut dimasukkan kertas saring. Jika eluen telah jenuh
kertas saring dikeluarkan dan dimasukkan lempeng alumina yang
sebelumnya telah di totolkan ekstrak. Chamber yang di tempati lempeng
dan eluen harus tertutup rapat agar tidak terjadi penguapan dari eluen.
Lempeng tersebut di biarkan dalam eluen selama beberapa menit hingga
eluen bergerak ke atas mencapai batas akhir yang telah di tentukan.
Selanjutnya lempeng diamati secara visual. Dimana pada saat
pengamatan ditunjukkan bahwa lempeng tersebut tidak menampakan
nodai. Untuk lebih menegaskan hasil uji yang didapatkan maka dilakukan
deteksi bercak noda secara fisika maupun kimia terhadap lempeng. Secara
fisika, lempeng diamati di bawah sinar UV gelombang pendek ( 254 nm)
dan UV gelombang panjang ( 366 nm). Dimana pada UV 254 nm
lempeng berwarna berfluoresensi terang dan bercak berwarna gelap.
Sebaliknya, pada UV 366 nm lempeng berwarna gelap dan bercak
berfluoresensi terang. Dari hasil deteksi ini, didapatkan bahwa lempeng
pada sinar UV 254 nm tidak menampakkan noda, sedangkan pada sinar
UV 366 nm lempeng tersebut menampakkan noda berwarna kuning
(Lampiran I). Setelah itu kami mengukur nilai Rfnya dan didapat hasilnya
yaitu 0,77. Dimana sesuai literatur bahwa nilai Rf 0,77 merupakan
senyawa flavonoid yang range Rfnya berkisar antara 0,68-0,8. Selain itu
juga salah satu ciri flavonoid yaitu lempeng tidak akan berwarna apabila
dilihat dengan kasat mata namun apabila dilihat dibawah sinar UV maka
nodanya akan tampak kuning terang. Bercak noda yang timbul di lempeng
KLT dengan eluen yang semakin polar tidak menghasilkan noda.
BAB V
PENUTUP
V. 1 Kesimpulan
V. 2 Saran
Untuk alat-alat di laboratorium diharapkan supaya dapat dilengkapi,
agar pelaksanaan praktikum dapat berjalan dengan lancar dan tidak
memerlukan waktu yang lama.
DAFTAR PUSTAKA
1. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Departemen Kesehatan RI. 1979.
Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia:
Jakarta.
2. Ibnu Gholib Gandjar. Abdul Rahman. 2008. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka
Pelajar: Yogyakarta.
3. Roy J. Gritter, James M. Bobbit, Arthur E. S., 1991. Pengantar
Kromatografi. Penerbit ITB: Bandung.
4. J. B. Harbone. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Penerbit ITB: Bandung.
5. K. Hostettmann, M. Hostettmann, A. Marston. 1995. Cara Kromatografi
Preparatif. Penerbit ITB: Bandung.
6. Skoog DA, West DM, Holler FJ. 1996. Fundamentals of Analytical
Chemistry. 7th edition. New York: Saunders College Publishing. Hal. 17-25.
7. Alam, Gemini, dkk. 2011. Penuntun Pratikum Senyawa Bioaktif. Fakultas
Farmasi Universitas Hasanuddin : Makassar
8. Kisman .Dr. Sastro ,ddk .1994. Analisis Farmasi Cet. 2 , Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta
9. Johnson, Edward. 1991.Dasar Kromatografi Cair Penerbit ITB. Bandung
10. Soediro. I., dkk. 1986. Kromatografi Cepat Sebagai Cara Fraksinasi Ekstrak
Tanaman. Acta Pharmaceutica Indonesia
11. Adriana, Renalitha Devri. 2009. Skripsi : Aktivitas Antiplasmodium Fraksi
Non Polar Ekstrak Etanol Rimpang Temu Mangga. Universitas
Muhammadiah Fakultas FarmasI. Surakarta
12. Meronda, G.Rahmah. 2008. Kromatografi, Makalah. FFUH. Dikutip dari
Kromatografi Makalah journal. Makassar
13. Anonim. 2007. Kromatografi Kolom . (Online) http://www.chem-is-try.org.
Diakses tanggal 14 November 2011
14. Roy J. Gritter, James M. Bobbit, Arthur E. S., 1991.
Pengantar Kromatografi. Penerbit ITB. Bandung.
15. Dalimartha, S. 2007. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 6. Trubus
Agriwidya: Jakarta.
16. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Departemen Kesehatan RI. 1995.
Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia:
Jakarta.
LAMPIRAN I
Gambar Bercak Noda pada Sinar UV 366 nm
LAMPIRAN II
Perhitungan Nilai Rf
Rf KCV :
A = 6,16 / 8 = 0,77
Ket : Karena pada lempeng kami hanya tampak noda pada eluen n-heksan 100%,
maka Rf yang didapatkan hanya dari eluen n-heksan.