Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN

FITOKIMIA

KROMATOGRAFI KOLOM VAKUM

OLEH:

KELOMPOK V

ADELIVIA PUTERI NIODE


ASRI TOMAYAHU
FAJRIANI MONOARFA
IIN OKA ZULAIKHA
NINING ANGGRIANI
TRIA ANISA SPAER

ASISTEN: CHRISTIAN MODUNDO, S.Si., Apt.

LABORATORIUM FITOKIMIA
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2012
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Suatu analisis kimia menjadi meragukan jika pengukuran sifat tidak
berhubungan dengan sifat spesifik senyawa. Analisis meliputi pengambilan
cuplikan, pemisahan senyawa pengganggu, isolasi senyawa yang
dimaksudkan, pemekatan terlebih dahulu sebelum identifikasi dan
pengukuran. Banyak teknik pemisahan tetapi kromatografi merupakan teknik
paling banyak digunakan. Kromatografi pertama kali diberikan oleh Michael
Tswett, seorang ahli botani Rusia, pada tahun 1906. Kromatografi berasal
dari bahasa Yunani Kromatos yang berarti warna dan Graphos yang
berarti menulis. Kromatografi mencakup berbagai proses yang berdasarkan
pada perbedaan distribusi dari penyusun cuplikan antara dua fasa. Satu fasa
tinggal pada sistem dan dinamakan fasa diam. Fasa lainnya, dinamakan fasa
gerak, memperkolasi melalui celah-celah fasa diam. Gerakan fasa
menyebabkan perbedaan migrasi dari penyusun cuplikan.
Berbagai metode kromatografi memberikan cara pemisahan paling
kuat dilaboratorium. Metode kromatografi, karena pemanfaatannya yang
leluasa, dipakai secara luas untuk pemisahan analitik dan preparatif.
Biasanya, kromatografi analitik dipakai pada tahap permulaan untuk semua
cuplikan , dan kromatografi preparatif hanya dilakukan jika diperlukan fraksi
murni dari campuran. Pemisahan secara kromatografi dilakukan dengan cara
mengotak-atik langsung beberapa sifat fisika umum dari molekul. Sifat utama
yang terlibat ialah: Kecenderungan molekul untuk melarut dalam cairan
(kelarutan), Kecenderungan molekul untuk melekat pada permukaan serbuk
halus (adsorpsi, penjerapan), dan Kecenderungan molekul untuk menguap
atau berubah ke keadaan uap (keatsirian) .
Kromatrografi kolom menunjukkan adanya prinsip yang sama yang
digunakan dalam kromatografi lapis tipis yang dapat diterapkan pada skala
besar untuk pemisahan campuran. Kromatografi kolom seringkali digunakan
untuk pemurnian seyawa di laboratorium.
Berbagai ukuran kolom dapat digunakan, dimana hal utama yang
dipertimbangkan adalah kapasitas yang memadai untuk menerima sampel-
sampel tanpa melalui fasa diamnya. Merupakan aturan praktis yang umum
bahwa panjang kolom harus sekurangkurangnya 10 kali ukuran
diameternya. Jika kita mempunyai kolom dengan panjang 20 cm, dan
diameternya 1 atau 2 cm. Bahan pengemasnya suatu adsorben seperti alumina
atau resin penukar ion, dimasukkan dalam bentuk suspensi kedalam porsi fasa
bergerak dan dibiarkan diam didalam hamparan basah dengan sedikit cairan.

1. 2 Maksud dan Tujuan Percobaan


1.2.1 Maksud Percobaan
Adapun maksud dari percobaan ini yaitu agar mahasiswa dapat
mengetahui cara memisahkan campuran senyawa dari tanaman temu putih
(Curcuma zedoria Rosc) dengan menggunakan metode kromatografi cair
vakum.

1.2.1 Tujuan Percobaan


Adapun tujuan dilakukannya percobaan ini yaitu:
1. Mengetahui prinsip kerja dari kromatografi cair vakum.
2. Mengidentifikasi senyawa dengan menggunakan metode KLT preparatif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Kromatografi
Kromatografi adalah cara pemisahan zat khasiat dan zat lain yang ada
dalam sediaan dengan jalan penyarian berfraksi, penyerapan, atau penukaran
ionpada zat berpori, menggunakan cairan atau gas yang mengalir (2).
Kromatografi digunakan untuk memisahkan campuran dari
substansinya menjadi komponen-komponennya. Seluruh bentuk
kromatografi bekerja berdasarkan prinsip yang sama (3).
Seluruh bentuk kromatografi memiliki fase diam (berupa padatan atau
cairan yang didukung pada padatan) dan fase gerak (cairan atau gas). Fase
gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen dari
campuran bersama-sama. Komponen-komponen yang berbeda akan
bergerak pada laju yang berbeda pula (3).
Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan campuran berdasarkan
perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Pada
kromatografi, komponen-komponennya akan dipisahkan antara dua buah
fase diam dan fase gerak. Fase diam akan menahan komponen campuran
sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen
yang mudah tertahan pada fase diam akan tertimggal. Sedangkan komponen
yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat (4).

II. 2 Kromatografi Kolom


Kromatrografi kolom menunjukkan adanya prinsip yang sama yang
digunakan dalam kromatografi lapis tipis yang dapat diterapkan pada skala
besar untuk pemisahan campuran. Kromatografi kolom seringkali
digunakan untuk pemurnian senyawa di laboratorium (5).
Berbagai ukuran kolom dapat digunakan, dimana hal utama yang
dipertimbangkan adalah kapasitas yang memadai untuk menerima sampel-
sampel tanpa melalui fasa diamnya. Merupakan aturan praktis yang umum
bahwa panjang kolom harus sekurang-kurangnya 10 kali ukuran
diameternya. Jika kita mempunyai kolom dengan panjang 20 cm, dan
diameternya 1 atau 2 cm. Bahan pengemasnya suatu adsorben seperti
alumina atau resin penukar ion, dimasukkan dalam bentuk suspensi kedalam
porsi fasa bergerak dan dibiarkan diam didalam hamparan basah dengan
sedikit cairan (6).
Kolom untuk analisis farmasi umumnya digunakan kolom isi dan
sebaiknya hanya isi kolom yang mempengaruhi gerak relative zat terlarut
melalui system. Kolom terbuat dari kaca, kecuali jika dinyatakan lain.
Kolom dengan beragam ukuran dapat digunakan, tetapi umumnya antara 0,6
m hingga 1,8 m serta diameter dalam 2 mm hingga 4 mm. sebagai fase cair
dapat digunakan beraneka ragam senyawa kimia, seperti poly etilen glikol,
ester dan amida berbobot molekul tinggi, hidro karbon, gom, dan cairan
silicon (5).
Kolom harus dikondisikan dengan jalan mengoperasikan sampai
keadaan stabil pada suhu yang lebih tinggi dari suhu yang digunakan seperti
yang tertera pada masing masing monografi. Suatu uji yang sesuai
terhadap sifat inert penyangga, yang perlu untuk fase cair dengan polaritas
yang rendah, ada kalanya suatu kolom dapat dikondisikan dengan
menyuntikkan ulang senyawa yang dikromatografi.
Kromatografi kolom digunakan untuk memisahkan suatu campuran
senyawa. Kolom yang terbuat dari gelas diisi dengan fase diam berupa
serbuk penyerap (seperti selulosa, silika gel, poliamida). Fase diam dialiri
(dielusi) dengan fase gerak berupa pelarut.
Kromatografi kolom terdiri dari 2 fase yaitu (7):
Fase Diam
Fase stationer dalam kromatografi kolom adalah zat padat (adsorben).
Fase diam yang paling umum digunakan adalah silica gel yang diikuti
alumina. Fungsi dari fase diam adalah untuk menahan sampel bergerak di
sepanjang kolom.
Fase Gerak
Fase gerak yang digunakan dalam kromatografi kolom berupa campuran
pelarut atau pelarut murni (eluent). Fungsi fase gerak adalah mengalirkan
analit (sampel) untuk bergerak di sepanjang fase diam sampai akhirnya
terelusi.
Ukuran penyerap untuk kolom biasanya lebih besar daripada untuk
KLT. Kemasan kolom biasanya 63-250 m, untuk kolom yang
dijalankandengan gaya tarik bumi, kolom yang dijalankan dengan
tekanan, apakah menggunakan udara ataupompa, biasanya mengandung
partikel 40-63 m atau lebih halus (8)
Kromatografi kolom dari larutan dibutuhkan tabung pemisah tertentu
yang diisi dengan bahan sorpsi dan juga pelarut pengembang yang berbeda.
Tabung pemisah yang diisi dengan bahan sorpsi disebut kolom pemisah.
Tergantung dari masalah bahan pemisahan dapat digunakan tabung filter
dengan gelas berpori yang pada ujung bawah menyempit (tabung Allihn)
atau tabung gelas, yang pada ujung bawah menyempit dan dilengkapi
dengan kran. Tabung bola jarang digunkan.Perbandingan panjang tabung
terhadap diameter pada umumnya adalah 40:1. Harga 20 berlaku sebagai
batas bawah (9).
Pengisisan tabung pemisah dengan adsorben, yang juga disebut
kemasan kolom, harus dilakukan secara hati-hati, harus rata. Aluminium
oksida atau silika gel dapat diisikan kering ke dalam tabung pemisah. Agar
pengisian rata, tabung setelah diisi divibrasi, diketok-ketok atau dijatuhkan
lemah pada pelat kayu. Adsorben lainnya harus diisikan sebagai suspensi,
terutama jika zat ini menggelembung dengan pelarut pengembang. Yang
umum dilakukan adalah, adsorben dibuat seperti bubur dengan pelarutelusi,
kemudian dimasukkan ke dalam tabung pemisah. Sebagai bahan sorpsi
digunakan bahan yang sama dengan kromatografi lapis titpi yaitu silika gel,
aluminium oksida, poliamida, selulosa, selanjutnya juga arang aktif dan gula
tepung. Tergantung dari cara pengembangan dapat dibedakan kromatografi
elusi, kromatografi garis depan dan kromatografi pendesakan (9).
Kolom kromatografi berkerja berdasarkan skala yang lebih besar
menggunakan material terpadatkan pada sebuah kolom gelas vertical (10).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemisahan dengan kromatografi
kolom adalah fase diam yang digunakan, kepolaran pelarut (fase diam),
ukuran kolom (diamter dan panjang kolom), kecepatan alir elusi membantu
mengatasi permasalahan dalam dunia bioteknologi, farmasi, klinik dan
kehidupan manusia secara umum (10).
Sebagian besar prinsip pemisahan kromatografi kolom didsarkan pada
afinitas kepolaran analite dengan fase diam, sedangkan fase gerak selalu
memiliki kepolaran yang berbeda dengan fase diam. Pada sebagian besar
kromatografi kolom menggunakan fase diam yang bersifat polar dengan
fase gerak yang non-polar dengan begitu waktu retensi akan menjadi lebih
singkat. Semakin cepat pergerakan fase gerak akan meminimalkan waktu
yang diperlukan untuk bergerak di sepanjang kolom. Laju aliran kolom
dapat ditingkatkan dengan memperluas aliran eluent di dalam kolom dengan
mengisi fase diam pada bagian bawah atau dikurangi dengan mengontrol
keran. Laju aliran yang lebih baik dapat dicapai dengan menggunakan
pompa atau dengan menggunakan gas dengan kompresi (misalnya udara,
nitrogen, argon) untuk mendorong pelarut melalui kolom.
Kolomnya (tabung gelas) diisi dengan bahan seperti alumina, silika gel atau
pati yang dicampur dengan adsorben, dan pastanya diisikan kedalam kolom.
Larutan sampel kemudian diisikan kedalam kolom dari atas sehingga
sampel diasorbsi oleh adsorben. Kemudian pelarut (fasa mobil; pembawa)
ditambahkan tetes demi tetes dari atas kolom. Partisi zat terlarut
berlangsung di pelarut yang turun ke bawah (fasa mobil) dan pelarut yang
teradsorbsi oleh adsorben (fasa stationer). Selama perjalanan turun, zat
terlarut akan mengalami proses adsorpsi dan partisi berulang-ulang. Laju
penurunan berbeda untuk masing-masing zat terlarut dan bergantung pada
koefisien partisi masing-masing zat terlarut. Akhirnya, zat terlarut akan
terpisahkan membentuk beberapa lapisan. Akhirnya, masing-masing lapisan
dielusi dengan pelarut yang cocok untuk memberikan spesimen murninya.
Nilai R didefinisikan untuk tiap zat etralrut dengan persamaan berikut.
R = (jarak yang ditempuh zat terlarut)/(jarak yang ditempuh pelarut/fasa
mobil) (11).
Kromatografi kolom karena memiliki aliran konstan solusi eluted
melewati detektor dalam berbagai konsentrasi, detektor harus plot
konsentrasi dari sampel eluted selama perjalanan waktu. Plot konsentrasi
sampel terhadap waktu disebut kromatogram. Resolusi mengungkapkan
tingkat pemisahan antara komponen-komponen dari campuran. Semakin
tinggi resolusi kromatogram, semakin baik tingkat pemisahan sampel kolom
memberi (12).
a. Faktor-faktor yang digunakan untuk evaluasi kinerja kolom yaitu
(12):
1. Efisiensi Kolom Kromatografi
Salah satu karakteristik sistem kromatografi yang paling sederhana
adalah efisiensi atau jumlah lempeng teoritis (N). Ukuran efisiensi kolom
adalah jumlah lempeng (plate number, N) yang didasarkan pada konsep
lempeng teoritis pada distilasi.
2. Resolusi (Daya Pisah)
Kolom yang lebih efisien akan mempunyai resolusi yang baik.
Tingkat pemisahan komponen dalam suatu campuran dengan metode
kromatografi direfleksikan dalam kromatogram yang dihasilkan. Untuk
hasil pemisahan yang baik, puncak-puncak dalam kromatogram harus
terpisah secara sempurna dari puncak lainnya dengan sedikit tumpang
(overlapping) atau tidak ada tumpang tindih sama sekali. Resolusi
komponen-komponen dalam kromatografi tergantung pada waktu retensi
relatif pada sistem kromatografi tertentu dan tergantung pada lebar
puncak.
3. Faktor Asimetri (Faktor Pengekoran)
Suatu situasi yang menunjukkan kinerja kromatografi yang kurang
baik adalah ketika ditemukan suatu puncak yang mengalami pengekoran
(tailing) sehingga menyebabkan puncak tidak setangkup atau tidak
simetri. Jika puncak yang akan dikuantifikasi adalah asimetri (tidak
setangkup), maka suatu perhitungan asimetris merupakan cara yang
berguna untuk mengontrol atau mengkarakterisasi sistem kromatografi.
b. Manfaat kromatografi kolom dalam dunia farmasi (13).
Dalam bidang bioteknologi, kromatografi mempunyai peranan yang
sangat besar. Misalnya dalam penentuan, baik kualitatif maupun kuantitatif,
senyawa dalam protein. Protein sering dipilih karena ia sering menjadi
obyek molekul yang harus di-purified (dimurnikan) terutama untuk
keperluan dalam bio-farmasi. Kromatografi juga bisa diaplikasikan dalam
pemisahan molekul-molekul penting seperti asam nukleat, karbohidrat,
lemak, vitamin dan molekul penting lainnya.
Dengan data-data yang didapatkan dengan menggunakan kromatografi
ini, selanjutnya sebuah produk obat-obatan dapat ditingkatkan mutunya,
dapat dipakai sebagai data awal untuk menghasilkan jenis obat baru, atau
dapat pula dipakai untuk mengontrol kondisi obat tersebut sehingga bisa
bertahan lama.
Dalam bidang clinical (klinik), teknik ini sangat bermanfaat terutama
dalam menginvestigasi fluida badan seperti air liur. Dari air liur seorang
pasien, dokter dapat mengetahui jenis penyakit yang sedang diderita pasien
tersebut. Seorang perokok dapat diketahui apakah dia termasuk perokok
berat atau ringan hanya dengan mengetahui konsentrasi CN- (sianida) dari
sampel air liurnya. Demikian halnya air kencing, darah dan fluida badan
lainnya bisa memberikan data yang akurat dan cepat sehingga keberadaan
suatu penyakit dalam tubuh manusia dapat dideteksi secara dini dan cepat.
Sekarang ini, deteksi senyawa oksalat dalam air kencing menjadi
sangat penting terutama bagi pasien kidney stones (batu ginjal). Banyak
metode analisis seperti spektrofotometri, manganometri, atau lainnya, akan
tetapi semuanya membutuhkan kerja ekstra dan waktu yang cukup lama
untuk mendapatkan hasil analisis dibandingkan dengan teknik kromatografi.
Dengan alasan-alasan inilah, kromatografi kemudian menjadi pilihan utama
dalam.
Pada metode kromatografi kolom mempunyai keuntungan dan
kerugiannya yaitu (14):
Keuntungan Kromatografi Kolom yaitu :
Dapat digunakan untuk analisis dan aplikasi preparatif
Digunakan untuk menentukan jumlah komponen campuran
Digunakan untuk memisahkan dan purifikasi substansi
Kerugian kromatografi kolom yaitu :
Untuk mempersiapkan kolom dibutuhkan kemampuan teknik dan manual
Metode ini sangat membutuhkan waktu yang lama.

Gambar 1. Alat Kromatografi Kolom

II. 3 Kromatografi Kolom Vakum


Kromatografi kolom vakum merupakan kromatografi kolom yang
dipercepat dan bekerja pada kondisi vakum, fase gerak digerakkan dengan
kondisi vakum sehingga prosesnya berlangsung cepat. Kolom kromatografi
dikemas kering dalam keadaan vakum agar diperoleh kerapatan
maksimum. Alat yang digunakan terdiri dari corong G-3, sumbat karet,
pengisap yang dihubungkan dengan pompa vakum serta wadah penampung
fraksi. Walaupun KCV memerlukan jumlah sampel yang lebih banyak dari
pada kromatografi lapis tipis (KLT), KCV tetap ekonomis dalam sisi biaya
(9).
Tabel 1. Urutan pelarut yang digunakan dalam Kromatogravi Cair Vakum .

Fraksi Pelarut Komposisi Volume (ml)


1 Heksana 100 100
2 Heksana-etil asetat 50:50 100
3 Etil asetat 100 100
4 Etil asetat-metanol 75:25 100
5 Etil asetat-metanol 50:50 100
6 Etil asetat-metanol 25:75 100
7 Metanol 100 100

Kromatografi cair-vakum merupakan kromatografi kolom yang


dikemas kering biasanya dengan penyerap mutu kromatografi lapis tipis10-4
g pada kondisi vakum, fase gerak digerakkan dengan kondisi vakum
sehingga prosesnya berlangsung cepat. Kolom kromatografi dikemas kering
dalam keadaan vakum agar diperoleh kerapatan maksimum. Setelah
diperoleh kemasan yang maksimum, kemudian vakum dihentikan dan
pelarut yang kepolarannya rendah dituangkan kedalam permukaan penjerap
lalu divakum lagi, kolom dihisap sampai keringdan kolom sekarang siap
dipakai (9).
Salah satu cara pemisahan adalah kromatografi cair vakum,
kromatografi cair vakum adalah kromatografi kolom yang dipercepat dan
bekerja pada kondisi vakum. Alat yang digunakan terdiri dari corong G-3,
sumbat karet, pengisap yang dihubungkan dengan pompa vakum serta
wadah penampung fraksi. Corong G-3 diisi adsorben sampai setinggi 2,5
cm, kemudian diketuk-ketuk dengan batang pengaduk bersalut dilarutkan
dalam pelarut organik yang cocok, kemudian ke dalam larutan ekstrak
tersebut ditambahkan adsorben dengan bobot sama dengan bobot ekstrak.
Campuran ini digenis sampai homogen, dikeringkan dandimasukkan ke
dalam corong G-3 kemudian diratakan. Permukaan lapisan adsorben ditutup
dengan kertas saring. Elusi diawali dengan pelarut nonpolar dilarutkan
dengan kombinasi pelarut dengan polaritas meningkat. Jumlah pelarut yang
digunakan setiap kali elusi adalah sebagai berikut: untuk bobot ekstrak
sampai lima gram diperlukan 25 ml pelarut, untuk 10-30 g ekstrak
diperlukan 50 ml pelarut. Dalam hal ini diameter corong dipilih sedemikian
rupa sehingga lapisan ekstrak dipermukaan kolom setipis mungkin dan rata.
Masing-masing pelarut dituangkan ke permukaan kolom kemudian
dihisapkan pompa vakum. Masing-masing ekstrak ditampung dalam wadah
terpisah sehingga menghasilkan sejumlah fraksi (10).
Kromatografi cair vakum dapat digunakan untuk fraksinasi dan
memurnikan fraksi. Metode KCV digunakan karena lebih efektif dan efisien
dalam pemisahan dibandingkan kromatografi kolom gravitasi. Kromatografi
cair vakum (KCV) pertama kali diperkenalkan oleh para ilmuwan dari
Australia untuk mengatasi lamanya waktu yang dibutuhkan untuk separasi
menggunakan kolom kromatografi klasik. Pada dasarnya metode ini adalah
kromatografi lapis tipis preparatif yang berbentuk kolom. Aliran fase gerak
dalam metode ini diaktifkan dengan bantuan kondisi vakum. Kromatografi
cair vakum pada awalnya digunakan untuk separasi senyawaan steroid dan
produk-produk natural dari laut. Kromatografi cair vakum terdiri dari suatu
corong Buchner yang memiliki kaca masir. Corong Buchner ini diiisi
dengan fase diam yang tingkat kehalusannya seperti yang umumnya dipakai
dalam kromatografi lapis tipis (70-230 mesh) (11).
Corong Buchner yang berisi fase diam ini digunakan dalam
kondisi vakum/bertekanan, yang berakibat pada kemampuan yang
dihasilkan oleh kromatografi cair vakum akan sama dengan kromatografi
gravitasi namun diperlukan waktu yang lebih singkat. Cara asli yang
diperkenalkan oleh Coll menggunakan corong Buchner kaca masir atau kolo
m pendek sedangkan target menggunakan kolom yang lebih panjang untuk
meningkatkan daya pisah (11).
Kromatografi Vakum Cair mempunyai keuntungan yang utama
dibandingkan kolom konvensional yaitu (12) :
1. Konsumsi fase gerak KCV hanya 80% atau lebih kecil disbanding
dengan kolom konvensional karena pada kolom mikrobor kecepatan
alir fase gerak lebih lambat (10-100l/menit)
2. Adanya aliran fase gerak lebih lambat membuat kolom mikrobor lebih
ideal jika digabung dengan spectrometer massa
3. Sensitivitas kolom mikrobor ditingkatkan karena solute lebih pekat
karenanya jenis kolom ini sangat bermanfaat jika jumlah sampel
terbatas missal sampel klinis
Kerugian KCV (Kromatogravi Vakum Cair) yaitu (12) :
1. Membutuhkan waktu yang cukup lama
2. Sampel yang dapat digunakan terbatas

Gambar 2. Alat Kromatografi Vakum Cair


2. 2 Uraian Tanaman
Temu putih (Curcuma zedoria Rosc.) (15)
Klasifikasi Tanaman
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Class : Monocotylodonae
Bangsa : Zingiberales
Suku : Zingiberceae
Marga : Curcuma
Spesies : Curcuma zedoaria
Gambar 3. Tanaman Temu Putih

Nama Daerah
Koneng bodas ( Jawa ), Tomulawa moputio (gorontalo). Ezhu ( C ), barak
(Tag), sung meng.
Nama Simplisia
Zedoariae Rhizoma ( Rimpang Temu Putih )
Morfologi
Batangnya semu, berbentuk silindris, lunak. Batang di dalam tanah
membentuk rimpang berwarna hijau pucat. Herba setahun, dapat lebih dari
2 m. Batang sesungguhnya berupa rimpang yang bercabang di bawah
tanah, berwama coklat muda coklat tua, di dalamnya putih atau putih
kebiruan, memiliki umbi bulat dan aromatik.
Daun tunggal, lonjong, dibagian ujung meruncing, sedangkan di
pangkal tumpul. Panjang daun bisa mencapai 0,6-1 meter dan lebar 10-20
sentimeter. Pelepah daun membentuk batang semu, berwarna hijau coklat
tua, helaian 2-9 buah, bentuk memanjang lanset 2,5 kali lebar yang
terlebar, ujung runcing-meruncing, berambut tidak nyata, hijau atau hijau
dengan bercak coklat ungu di tulang daun pangkal, 43-80 cm atau lebih.
Pertulangan menyirip, tipis, berbulu halus, hijau dan bergaris ungu. Daun
pelindung berjumlah banyak, spatha dan brachtea; rata-rata 3-8 x l,5-
3,5cm.
Bunga majemuk, di ketiak daun, panjang 7-15 cm. Bunga majemuk
susunan bulir,diketiak rimpang primer, tangkai berambut. Benang sari
melekat pada mahkota dengan panjang sekitar 0,5 cm, tangkai putik
panjang 2 cm. Benang sari 1 buah, tidak sempuma, bulat telur terbalik,
kuning terang, 12-16 x 10-115 mm, tangkai 3 5 x 2-4 mm, kepala sari
putih, 6 mm. Kelopak 3 daun, putih atau kekuningan, bagian tengah merah
atau coklat kemerahan, 3 -4 cm. Mahkota: 3 daun, putih kemerahan, tinggi
rata-rata 4,5 cm mahkota lonjong panjang 7-15 cm. Bibir bibiran
membulat atau bulat telur terbalik, ujung 2 lobe, kuning atau putih, tengah
kuning atau kuning jeruk, 14-18 x 14-20 mm.
Buah berbentuk kotak, bulat. Rimpang dan daun Curcuma zedoaria
mengandung saponim, flanoida, dan polifenol.
Kandungan Kimia
Daun dan rimpang Curcuma zedoaria yang biasa digunakan untuk
obat-obatan mengandung saponin, flavonoida, dan polifenol. Selain itu
juga mengandung Ribosome Inacting Protein (RIP), dan zat anti-oksidan.
Rimpang temu putih mengandung 1-2 % minyak menguap dengan
komposisi utama sesquiterpene. Minyak menguap tersebut mengandung
lebih dari 20 komponen seperti curzerenone ( zedoarin ) yang merupakan
komponen terbesar, curzerene, pyrocurcuzerenone, curcumin,
curcumemone, epicurcumenol, curcumol, isocurcumenol, procurcumenol,
dehydrocurdione, furanodienone dll.
Khasiat dan Kegunaan
Rimpang Curcuma zedoaria berkhasiat untuk pelega perut, nyeri
waktu haid, tidak datang haid, pembersih darah setelah melahirkan,
memulihkan gangguan pencernaan makanan, sakit perut, rasa penuh dan
sakit di dada, limpa, antikanker, atasi kista.
Untuk mengolahnya menjadi obat, umbinya yang mengandung
saponin, flavonoida, dan polifenol dapat diparut ter,ebih dahulu. Setelah
itu diperas dan disaring. Campurkan ke dalam air panas mendidih agar
melarut dengan sempurna. Bisa diminum dan dicampur sedikit gula agar
rasanya enak.
Temu putih memiliki sifat antikanker lewat kerja imunomodulator.
Ekstraknya akan memperbanyak jumlah limfosit, meningkatkan toksisitas
sel pembunuh kanker (natural killer) dan sintetis antibodi spesifik. Sifat-
sifat ini akan menguatkan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virus
maupun sel kanker.

II.3 Uraian Bahan


2.3.1 Etil Asetat (1)
Nama resmi : Etil Asetat
Sinonim :-
Berat Molekul : 18,02
Rumus Molekul : C4H8O2
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan tidak berwarna, mudah menguap, sangat


mudah terbakar
Kelarutan : Larut dalam 15 bagian air, dapat bercampur dengan
etanol (95%) P dan denga eter P
Penyimpanan : Disimpan dalam wadah yang tertutup baik
Kegunaan : Sebagai eluen
2.3.2 Asam sulfat (16)
Nama resmi : Sulfat acid
Sinonim : Acidy Sulfate
Nomor CAS : 7664-93-9
Berat Molekul : 98,08
Rumus Molekul : H2SO4
Keasaman (pKa) :3
Viskositas : 26,7
Pemerian : cairan bening, tak berwarna, tak berbau
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam etanol, larut dalam air dan
larut dalam asam mineral lainnya.
Kegunaan : Sebagai penampak noda
2.3.3 Metanol (1)
Nama resmi : Metanolum
Sinonim : Metanol, Metil-alkohol
Berat molekul : 34
Rumus molekul : CH3OH
Rumus Struktur :

Pemerian : Jernih, mudah menguap, berbau khas


Kelarutan : Sangat larut dalam air, praktis tidak larut dalam eter,
heksena
Penyimpanan : Disimpan dalam wadah yang tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai pelarut
2.3.4 N-heksana (1)
Nama Resmi : Hexaminum
Sinonim : Heksamina
Berat Molekul : 140,09
Rumus Molekul : C6H12O4
Rumus Struktur :

Pemerian : Hablur mengkilap, tidak berwarna atau serbuk hablur


putih, tidak berbau, rasa membakar dan manis
kemudian agak pahit. Jika dipanaskan dalam suhu
2600 menyumblim.
Kelarutan : Larut dalam 15 bagian air, dalam 12,5 mL etanol
(95%) P dan dalam lebih kurang 10 bagian klorofom
P.
Penyimpanan : Disimpan dalam wadah yang tertutup baik
Kegunaan : Sebagai eluen
2.3.5 Silika Gel (16)
Nama Resmi : Silica Gel
Nomor CAS : 63231-67-4
Rumus Mole3kul : SiO2.xH2O
Rumus Struktur :

Pemerian : Hablur mengkilap, tidak berwarna atau serbuk hablur


putih, tidak berbau.
Kelarutan : Larut dalam air
Penyimpanan : Disimpan dalam wadah yang tertutup baik
Kegunaan : sebagai absorben
BAB III
METODE KERJA

III.1 Alat dan Bahan


3.1.2 Alat
1. Lumpang dan Alu
2. Batang pengaduk
3. Botol vial
4. Cawan porselin
5. Chamber glass
6. Gelas kimia
7. Gelas ukur
8. Kipas angin
9. Pipa kapiler
10. Pipet
11. Satu set alat KCV
12. Sendok tanduk
13. Lampu UV 254 dan 366.
3.1.3 Bahan
a. Kromatogravi Cair Vakum
1. Ekstrak Temu putih 2 g
2. Eluen :
A. N-Heksan (100%)
B. N-Heksan : Etil asetat (80 : 20)
C. N-Heksan : Etil asetat (60 : 40)
D. N-Heksan : Etil asetat (40 : 60)
E. N-Heksan : Etil asetat (20 : 80)
F. Etil asetat (100%)
G. Methanol (100%)
3. Kertas saring
4. Sebuk silica gel 40 g
b. Kromatografi Lapis Tipis
1. Ekstrak kental hasil fraksinasi dari KCV
2. Metanol
3. Eluen (N-heksan dan etil asetat dengan perbandingan 21 : 14)

III. 2 Cara Kerja


1. Fraksinasi dengan Kromatografi Cair Vakum.
a. Alat dan bahan disiapkan.
b. Timbang ekstrak Temu Putih sebanyak 2 g
c. Ekstrak Temu putih disuspensikan dengan Silika gel GF254 sebanyak 20
g. Caranya ekstrak dan silica gel di gerus pada lumping sampai
tercampur homogen dan kering.
d. Kertas saring dimasukkan dalam kolom.
e. Silica gel sebanyak 40 g dimasukkan kedalam kolom.
f. Aliri kolom yang berisi silika gel dengan metanol agar menjadi padat
dan rapat.
g. Serbuk ekstrak ditaburkan merata pada bagian atas kolom yang sudah
termampatkan.
h. Kertas saring diletakkan diatas serbuk ekstrak.
i. Elusi sampel dengan N-Heksan (100%)
j. Pompa vakum dialirkan secara perlahan hingga seluruh eluen keluar,
ditampung dalam wadah dan dilanjutkan dengan fase gerak selanjutnya.
k. Kumpulkan hasil fraksinasi berdasarkan profil kromatogram yang sama.
l. Keringkan dan untuk selanjutkan di KLTP.
2. Fraksinasi dengan Kromatografi Lapis Tipis.
a. Alat dan bahan disiapkan.
b. Eluen (N-heksan dan etil asetat dengan perbandingan 21 : 14)
dimasukkan dalam gelas chamber.
c. Eluen di jenuhkan.
d. Hasil Fraksinasi dari KCV dilarutkan dengan metanol.
e. Tiap hasil fraksinasi yang telah dilarutkan dengan metanol di totolkan
pada lempeng aluminia yang telah disipakan.
f. Lempeng dimasukkan kedalam gelas chamber yang telah berisikan
eluen yang telah dijenuhan.
g. Amati pergerkan dari fase gerak terhadap lempeng KLT.
h. Lempeng dikeluarkan dari gelas chamber.
i. Amati bercak noda yang timbul pada lempeng KLT secara fisika dan
kimia.
j. Hitung nilai RF.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. 1 HASIL PENGAMATAN


Tabel 3. Hasil Pengamatan KLT
Sinar Tampak UV 254 UV 366
Eluen Rf
(-) H2SO4 (+) H2SO4 (-) H2SO4 (+) H2SO4 (-) H2SO4 (+)
H2SO4
A 0,77 Tidak - Tidak - Berflouresensi -
berwarna berwarna kuning

B - - - - - - -
C - - - - - - -
D - - - - - - -
E - - - - - - -
F - - - - - - -

Ket : (-) tidak ada hasil, karena tidak menampakkan noda pada lempeng.
Eluen :
A. N-Heksan (100%)
B. N-Heksan : Etil asetat (80 : 20)
C. N-Heksan : Etil asetat (60 : 40)
D. N-Heksan : Etil asetat (40 : 60)
E. N-Heksan : Etil asetat (20 : 80)
F. Etil asetat (100%)
G. Methanol (100%)

IV. 2 PEMBAHASAN
4.2.1 Kromatografi Kolom Vakum
Pada percobaan ini dilakukan fraksionasi terhadap ekstrak kental
yang diperoleh dari ekstraksi tanaman temu putih (Curcuma zedoaria)
dengan menggunakan kromatografi kolom vakum. Hal ini dilakukan
dengan tujuan agar dapat melakukan dan dapat mengetahui dan mengamati
secara langsung proses pemisahan senyawa yang ada dalam ekstrak kental
menjadi senyawa yang lebih spesifik dengan menggunakan kromatografi
yang dilengkapi dengan pompa vakum, bertujuan untuk mempercepat laju
aliran fase gerak atau elusi untuk dapat mengelusi komponen kimia yang
ada dalam ekstrak. Dimana ekstrak yang diperoleh akan berperan dalam
identifikasi senyawa pada masing-masing sampel untuk uji kromatografi.
Langkah pertama yang dilakukan dalam percobaan ini adalah
menyiapkan alat dan bahan yang digunakan. Selanjutnya ekstrak kental
temu putih (Curcuma zedoaria) ditimbang sebanyak gram, kemudian
dicampurkan dengan silika gel yang bobotnya 2 gram. Dalam hal ini bobot
silika gel dan bobot ekstrak berjumlah sama dengan tujuan agar ekstrak
tersalutkan dengan silika gel. Setelah itu campuran ekstrak dengan silika
gel digerus hingga homogen.
Langkah selanjutnya silika gel dengan berat 40 gram dimasukkan
kedalam kolom dengan tinggi dari tinggi kolom sambil menyalakan
pompa vakum dan menekannya batang pengaduk. Adanya penekanan dan
penarikan dari pompa vakum terhadap silika gel agar silika gel tersebut
menjadi padat dan diperoleh kerapatan yang maksimum. Setelah silika gel
menjadi padat dimasukkan pelarut organik yang cocok yaitu metanol
untuk mencoba apakah kolom tersebut telah sempurna untuk digunakan.
Jika pelarut tersebut akan turun secara horizontal maka kolom tersebut
dapat dikatakan sempurna.
Dalam hal ini ketika metanol dimasukkan dalam silika gel metanol
akan turun secara horizontal, maka dengan hal ini menunjukkan bahwa
kolom tersebut telah sempurna. Setelah itu campuran ekstrak dan silika gel
yang telah homogen dimasukkan ke dalam kolom sambil menyalakan
pompa vakum, agar campuran ekstrak dan silika gel terletak padat dan
rapat dengan silika gel kemudian dilapisi dengan kertas saring. Hal ini
bertujuan untuk menghindari percikan pada saat penambahan eluen.
Selanjutnya dibuat eluen yang tingkat kepolarannya dimulai dari
yang non polar sampai yang bersifat polar. Hal ini bertujuan agar senyawa
yang bersifat non polar keluar terlebih dahulu, jika digunakan eluen yang
bersifat polar, bukan saja senyawa yang bersifat polar yang ditarik, tetapi
senyaa yang bersifat non polar juga akan tertarik keluar. Eluen dibuat
dengan pelarut dan perbandingan uang berbeda yaitu n-heksan 100% : n-
hejsan etil asetat 80:20, n-heksan-etil asetat 60:40, n-heksan-etil asetat
40:60, n-heksan-etil asetat 20:80, etil asetat 100% dan metanol 100%.
Eluen ini kemudian dimasukkan ke dalam kolom. Eluen yang
ditambahkan melalui dinding kolom dan pompa vakum dinyalakan
sehingga eluen turun mengelusi komponen kimia, dan eluen yang keluar
ditampung sebagai fraksi-fraksi pada wadah yang berbeda. Fraksi-fraksi
tersebut kemudian diuapkan diatas waterbath untuk mendapatkan ekstrak
kental yang akan di identifikasi menggunakan kromatografi laps tipis.
4.2.2 Kromatografi Lapis Tipis
Pada percobaan ini dilakukan identifikasi senyawa dalam tujuh
ekstrak yang berbeda, hasil fraksionasi sebelumnya. Dalam uji KLT ini
digunakan lempeng alumina sebagai adsorben (fase diam) dan eluennya
(fase gerak), yaitu pelarut n-heksana dan etil asetat dengan perbandingan
21:14.
Langkah pertama yang dilakukan adalah melarutkan ekstrak kental
rimpang temu putih (Curcuma zedoaria) dengan metanol. Untuk pelarutan
tersebut, ekstrak tidak boleh terlalu kental dan tidak boleh terlalu cair. Jika
terlalu kental ekstrak akan tersumbat pada pipa kapiler dan akan sulit
keluar dari pipa tersebut, dan jika terlalu cair maka totolan tersebut
sebagian besar hanya berupa pelarut. Sedangkan sampel yang akan di uji
hanya dalam jumlah yang kecil.
Selanjutnya eluen tersebut dimasukkan kedalam chamber, dan
kedalam chamber tersebut dimasukkan kertas saring. Jika eluen telah jenuh
kertas saring dikeluarkan dan dimasukkan lempeng alumina yang
sebelumnya telah di totolkan ekstrak. Chamber yang di tempati lempeng
dan eluen harus tertutup rapat agar tidak terjadi penguapan dari eluen.
Lempeng tersebut di biarkan dalam eluen selama beberapa menit hingga
eluen bergerak ke atas mencapai batas akhir yang telah di tentukan.
Selanjutnya lempeng diamati secara visual. Dimana pada saat
pengamatan ditunjukkan bahwa lempeng tersebut tidak menampakan
nodai. Untuk lebih menegaskan hasil uji yang didapatkan maka dilakukan
deteksi bercak noda secara fisika maupun kimia terhadap lempeng. Secara
fisika, lempeng diamati di bawah sinar UV gelombang pendek ( 254 nm)
dan UV gelombang panjang ( 366 nm). Dimana pada UV 254 nm
lempeng berwarna berfluoresensi terang dan bercak berwarna gelap.
Sebaliknya, pada UV 366 nm lempeng berwarna gelap dan bercak
berfluoresensi terang. Dari hasil deteksi ini, didapatkan bahwa lempeng
pada sinar UV 254 nm tidak menampakkan noda, sedangkan pada sinar
UV 366 nm lempeng tersebut menampakkan noda berwarna kuning
(Lampiran I). Setelah itu kami mengukur nilai Rfnya dan didapat hasilnya
yaitu 0,77. Dimana sesuai literatur bahwa nilai Rf 0,77 merupakan
senyawa flavonoid yang range Rfnya berkisar antara 0,68-0,8. Selain itu
juga salah satu ciri flavonoid yaitu lempeng tidak akan berwarna apabila
dilihat dengan kasat mata namun apabila dilihat dibawah sinar UV maka
nodanya akan tampak kuning terang. Bercak noda yang timbul di lempeng
KLT dengan eluen yang semakin polar tidak menghasilkan noda.
BAB V
PENUTUP
V. 1 Kesimpulan

1. Kromatrografi kolom menunjukkan adanya prinsip yang sama yang


digunakan dalam kromatografi lapis tipis yang dapat diterapkan pada skala
besar untuk pemisahan campuran.
2. Dari hasil yang didapatkan yaitu bercak yang tampak adalah warna kuning
dan Rf yang didapat yaitu 0,77.
3. Semakin polar eluen yang di gunakan pada fraksi bercak noda yang timbul
semakin tidak berwarna.

V. 2 Saran
Untuk alat-alat di laboratorium diharapkan supaya dapat dilengkapi,
agar pelaksanaan praktikum dapat berjalan dengan lancar dan tidak
memerlukan waktu yang lama.
DAFTAR PUSTAKA
1. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Departemen Kesehatan RI. 1979.
Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia:
Jakarta.
2. Ibnu Gholib Gandjar. Abdul Rahman. 2008. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka
Pelajar: Yogyakarta.
3. Roy J. Gritter, James M. Bobbit, Arthur E. S., 1991. Pengantar
Kromatografi. Penerbit ITB: Bandung.
4. J. B. Harbone. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Penerbit ITB: Bandung.
5. K. Hostettmann, M. Hostettmann, A. Marston. 1995. Cara Kromatografi
Preparatif. Penerbit ITB: Bandung.
6. Skoog DA, West DM, Holler FJ. 1996. Fundamentals of Analytical
Chemistry. 7th edition. New York: Saunders College Publishing. Hal. 17-25.
7. Alam, Gemini, dkk. 2011. Penuntun Pratikum Senyawa Bioaktif. Fakultas
Farmasi Universitas Hasanuddin : Makassar
8. Kisman .Dr. Sastro ,ddk .1994. Analisis Farmasi Cet. 2 , Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta
9. Johnson, Edward. 1991.Dasar Kromatografi Cair Penerbit ITB. Bandung
10. Soediro. I., dkk. 1986. Kromatografi Cepat Sebagai Cara Fraksinasi Ekstrak
Tanaman. Acta Pharmaceutica Indonesia
11. Adriana, Renalitha Devri. 2009. Skripsi : Aktivitas Antiplasmodium Fraksi
Non Polar Ekstrak Etanol Rimpang Temu Mangga. Universitas
Muhammadiah Fakultas FarmasI. Surakarta
12. Meronda, G.Rahmah. 2008. Kromatografi, Makalah. FFUH. Dikutip dari
Kromatografi Makalah journal. Makassar
13. Anonim. 2007. Kromatografi Kolom . (Online) http://www.chem-is-try.org.
Diakses tanggal 14 November 2011
14. Roy J. Gritter, James M. Bobbit, Arthur E. S., 1991.
Pengantar Kromatografi. Penerbit ITB. Bandung.
15. Dalimartha, S. 2007. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 6. Trubus
Agriwidya: Jakarta.
16. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Departemen Kesehatan RI. 1995.
Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia:
Jakarta.
LAMPIRAN I
Gambar Bercak Noda pada Sinar UV 366 nm
LAMPIRAN II
Perhitungan Nilai Rf

Rf KCV :
A = 6,16 / 8 = 0,77

Ket : Karena pada lempeng kami hanya tampak noda pada eluen n-heksan 100%,
maka Rf yang didapatkan hanya dari eluen n-heksan.

Anda mungkin juga menyukai