Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hipertensi merupakan penyakit kardiovaskular yang paling umum.
Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius, tetapi
sebagian besar penyebabnya tidak diketahui. Hipertensi didefinisikan
sebagai peningkatan tekanan darah sistolik dan/atau diastolik diatas 140/90
mmHg.1
Hipertensi merupakan masalah penting dalam kedokteran dan
kesehatan masyarakat yang terus meningkat. Penderita hipertensi di dunia
sangat banyak. Hampir seperenam penduduk dunia atau sekitar satu milyar
orang menderita hipertensi. Di Amerika, diperkirakan 30% penduduknya
( 50 juta jiwa) menderita tekanan darah tinggi ( 140/90 mmHg) dengan
persentase biaya kesehatan cukup besar setiap tahunnya. Berdasarkan hasil
penelitian The National Health and Nutrition Examination Survey
(NHANES) menunjukkan bahwa 28,7% penduduk dewasa Amerika
Serikat/ 58,4 juta penduduk menderita hipertensi.2
Hipertensi emergensi merupakan spektrum klinis dari hipertensi
dimana terjadi kondisi peningkatan tekanan darah yang tidak terkontrol
yang berakibat pada kerusakan organ target yang progresif. Berbagai
sistem organ yang menjadi organ target pada hipertensi emergensi ini
adalah sistem saraf yang dapat mengakibatkan hipertensi ensefalopati,
infark serebral, perdarahan subarakhnoid, perdarahan intrakranial; sistem
kardiovaskular yang dapat mengakibatkan infark miokard, disfungsi
ventrikel kiri akut, edema paru akut, diseksi aorta dan sistem organ lainnya
seperti gagal ginjal akut, retinopati, eklamsia dan anemia hemolitik
mikroangiopatik. Kondisi hipertensi emergensi, tekanan darah harus
diturunkan secara agresif dalam hitungan waktu menit sampai jam.3
Penyebab tersering dari gagal jantung adalah penyakit jantung
iskemik tetapi penting mengidentifikasi penyebabnya pada pasien untuk
menghindarkan luputnya kelainan yang sebenarnya dapat dikoreksi.

1
Penyebab lain termasuk: penyakit katup jantung, hipertensi, aritmia,
emboli paru, anemia, tirotoksikosis, miokarditis, endokarditis infektif,
kardiomiopati dan defisiensi thiamin.4

2
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1. IDENTIFIKASI
Nama :Ny. M
Jenis kelamin :Perempuan
Tanggal lahir/Usia :04-04-1940/77 tahun
Alamat :Lr. Pasiran 7 ulu, Plaju
Pekerjaan :Ibu Rumah Tangga
Status perkawinan :Menikah
Agama :Islam
No. Reg. RS : 11.86.62
Dokter Pemeriksa : Dr. Faisal Soleh,Sp.PD, KKV, FINASIM
MRS :6 Agustus 2017 pukul 03.27 WIB

2.2. ANAMNESIS (16 Juni 2017)


Keluhan Utama :
Nyeri kepala yang memberat sejak 1 hari SMRS
Riwayat Perjalanan Penyakit :
Sejak + 1 hari SMRS os mengeluh nyeri kepala yang memberat, os
tidak merasakan nyeri kepala berputar, dan merasakan pandangannya terasa
gelap apabila nyeri kepala, os merasa lemas pada tangan dan kaki kiri, mual,
tanpa disertai dengan muntah, dan tanpa penurunan kesadaran. Os
merasakan leher terasa tegang seperti ditarik sejak 3 hari SMRS, os tidak
mengeluh sesak nafas, nyeri dada, demam serta bengkak pada kaki. Buang
air kecil dan buang air besar tidak ada keluhan
Riwayat adanya darah tinggi diakui pasien sejak 6 tahun yang lalu,
pasien mengaku berobat apabila timbul keluhan namun tidak rutin kontrol,
pasien tidak ingat nama obat dan jumlah obat yang diminum.

3
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi (+) sejak 6 tahun tidak terkontrol.
Riwayat nyeri dada disangkal.
Riwayat kencing manis disangkal.
Riwayat penyakit jantung sebelumnya disangkal.
Riwayat penyakit asma disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat Asma dalam keluarga (-)
Riwayat penyakit jantung dalam keluarga (-)
Riwayat kencing manis dalam keluarga (-)
Riwayat darah tinggi dalam keluarga (-)

Riwayat Sosial Ekonomi


Penderita sudah menikah. Penderita bekerja sebagai Ibu rumah tangga.
Mempunyai 2 orang anak.
Kesan : status sosial ekonomi kurang.
Kebiasaan :Merokok (-), minum kopi (-) , teh (-), jamu (-), obat-obatan (-),
minuman keras (-), olahraga jarang.
Gizi : Makan 3 kali sehari, 1 kali makan sebanyak 1 centong, makan teratur.
Lauk pauk yang dimakan adalah nasi, tahu, tempe, telur serta ayam.

2.3. Pemeriksaan Fisik (7 agustus 2017)


Keadaan Umum
Keadaan : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Anemia :-
Sianosis :-
Dyspneu/orthopnue :-
Edema umum :-
Keadaan gizi : Baik

4
Tekanan Darah : 270/140 mmHg
Nadi : Frekuensi 98 kali per menit, reguler, isi dan
tegangan
cukup
Pernafasan : 22 kali per menit, thoracoabdominal
Suhu : 36,7o C
Berat Badan : 60 kg
Tinggi Badan : 155 cm
Keadaan Spesifik
1. Pemeriksaan Kepala
- Bentuk kepala : Normocephali
- Ekspresi : Wajar
- Rambut : Tak mudah dicabut
- Muka : Simetris
2. Pemeriksaan Mata
- Eksophtalmus : Tidak ada
- Endophtalmus : Tidak ada
- Palpebra : Edema (-/-)
- Konjungtiva : Anemis (-/-)
- Sklera : Ikterik (-/-)
- Pupil : Isokor diameter 3 mm, refleks cahaya (+/+)
- Gerakan : Ke segala arah
- Lapangan pandang : Luas
3. Pemeriksaan Telinga
- Liang telinga : Lapang
- Serumen : Tidak ditemukan
- Sekret : Tidak ditemukan
- Nyeri tekan tragus : Tidak ada
- Gangguan pendengaran : Tida ada
4. Pemeriksaan Hidung
- Deformitas : Tidak ditemukan

5
- Nafas cuping hidung : Tidak ditemukan
- Sekret : Tidak ditemukan
- Epitaksis : Tidak ditemukan
- Mukosa hiperemis : Tidak ditemukan
- Septum deviasi : Tidak ditemukan
5. Pemeriksaan Mulut dan Tenggorokan
- Bibir : Kering dan sariawan (-)
- Gigi-geligi : Normal
- Gusi : Normal
- Lidah : Sariawan tidak ada, tidak atrofi
- Tonsil : T1/T1
- Faring Hiperemis : Tidak ditemukan
6. Pemeriksaan Leher
- Inspeksi : Simetris, terlihat benjolan (+)
- Palpasi : Pembesaran kelenjar tiroid tidak ada,
pembesaran KGB sinistra (+).
- JVP : 5-2 cmH2O
7. Kulit
- Hiperpigmentasi : Tidak ditemukan
- Ikterik : Tidak ditemukan
- Ptekie : Tidak ditemukan
- Sianosis : Tidak ditemukan
- Pucat pada telapak tangan : Tidak ditemukan
- Pucat pada telapak kaki : Tidak ditemukan
- Turgor : Kembali cepat
8. Pemeriksaan Thorax
a. Paru Depan
Inspeksi : Simetris, retraksi (-), sela iga melebar (-).
Palpasi : Stem fremitus kanan sama dengan kiri, nyeri tekan tidak
ada.
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

6
Auskultasi: Vesikuler pada paru kanan dan kiri, ronkhi(-/-),
wheezing (-/-).
b. Paru Belakang
Inspeksi : Simetris.
Palpasi : Stem fremitus kanan sama dengan kiri, nyeri tekan tidak
ada.
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi: Vesikuler pada paru kanan dan kiri, ronkhi (-/-),
wheezing(-/-).
c. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tdak teraba, thrill (-)
Perkusi : Batas kanan atas ICS II linea parasternalis dextra
Batas kanan bawah ICS IV linea parasternalis dextra
Batas kiri atas ICS II linea parasternal sinistra
Batas kiri ICS Vlinea midclavicularis sinistra
Auskultasi:HR 98 x/menit, reguler. Murmur (-), penjalaran (-
),gallop(-)
9. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Datar, venektasi tidak ada, caput medusa (-), spider nevi (-),
benjolan (-)
Palpasi : Lemas, nyeri tekan epigastrium (-) dan lien tidak teraba.
Perkusi : Tympani, asites (-), shifting dullness (-), undulasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
10. Pemeriksaan Genitalia
Tidak diperiksa
11. Pemeriksaan Ekstremitas
Ekstremitas atas : Eutoni, gerakan bebas, edema (-/-), kekuatan (+) 5,
nyeri sendi tidak ada, pigmentasi normal, ujung jari
dingin (-), jari tabuh (-), eritema palmaris (-), refleks
fisiologis normal,jaringan parut tidak ada, turgor

7
kembali cepat.
Ekstremitas bawah : Eutoni, gerakan bebas, edema (-/-), kekuatan (+) 5,
nyeri senditidak ada, pigmentasi normal, ujung jari
dingin (-), jari tabuh (-), eritema palmaris (-), refleks
fisiologis normal,jaringan parut tidak ada, turgor
kembali cepat.
2.4. Pemeriksaan Penunjang
Tanggal 6 Agustus 2017

Parameter Hasil Nilai Normal


Hematologi
Hemoglobin 13,2 g/dl 12,0 - 14,0 g/dl
Leukosit 15,300/ul 4,2 11,0/ul
Hitung Jenis 0/0/0/86/11/3 0-1/1-3/2-6/50-70/20-40/2-8
LED 33 mm/jam <10 mm/jam
Trombosit 263.000 /ul 150.000 440.000 /ul
Hematokrit 37 % 37 43%
BSS 117 mg/dl < 180 mg/dl
CPK 80 U/I <190 U/I
CK-MB 32 U/I < 25 U/I
Na 140 mmol/dl 135-155 mmol/dl
K 3,63 mml/dl 3,6-6,5 mmol/dl

8
ECG(tanggal 6 agustus 2017)
Pada pemeriksaan ECG didapatkan:

- Sinus rythm
- HR: 99x/menit
- Left ventrikel hypertrophy
2.5. Resume
Ny. M, perempuan, 77 tahun, mengeluh + 1 hari SMRS nyeri kepala
yang memberat, os tidak merasakan nyeri kepala berputar, dan merasakan
pandangannya terasa gelap apabila nyeri kepala, os merasa lemas pada
tangan dan kaki kiri, mual, tanpa disertai dengan muntah, dan tanpa
penurunan kesadaran. Os merasakan leher terasa tegang seperti ditarik sejak
3 hari SMRS, os tidak mengeluh sesak nafas, nyeri dada, demam serta
bengkak pada kaki. Buang air keci dan buang air besar tidak ada keluhan.
Riwayat adanya darah tinggi diakui pasien sejak 6 tahun yang lalu, pasien
mengaku berobat apabila timbul keluhan namun tidak rutin kontrol, pasien
tidak ingat nama obat dan jumlah obat yang diminum.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Tampak sakit sedang, tekanan
darah 270/140 mmHg, nadi 98 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup,
pernafasan 22x/menit, suhu 36,7o C.

9
Pada hasil laboratorium didapatkan hemoglobin 13,2 g/dl, hitung
jenis: 0/0/0/86/11/3, trombosit 263.000 /ul, hematokrit 37%, BSS 117 mg/dl,
CPK 80 U/I, CK-MB 32 U/I, Na 140 mmol/dl, K 3,63 mmol/dl. Pada Pada
pemeriksaan ECG didapatkan left ventrikel hypertrophy
2.6. Diagnosis Kerja
Hipertensi emergensi
2.7. Penatalaksanaan (6 Agustus 2017)
1. IVFD ringer laktat gtt XX/menit
2. Injeksi ranitidin 2x1 ampul
3. Amlodipin 1x10 mg
4. Candesartan 1x8 mg
5. Neurodex 1x1
6. Micardis 1x80 mg
2.8. Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad fungsional : Dubia ad bonam

10
2.9. Follow Up
(tanggal 7 Agustus 2017)
S : sakit kepala berkurang , batuk (+), Pilek (+)
O : Keadaan umum tampak sakit sedang
TD: 160/70 N : 84x/m RR : 20x/m T : 36,80C
A : Hipertensi emergensi
P:
1. IVFD RL gtt XX/menit
2. Injeksi ranitidin 2x1 ampul
3. Amlodipin 1x10 mg
4. Candesartan 1x8 mg
5. Neurodex 1x1
6. Micardis 1x80 mg

(tanggal 8 Agustus 2017)


S :sakit kepala (-), Batuk (+), pilek (+)
O : Keadaan umum tampak sakit sedang
TD: 190/100 N : 92x/m RR : 22x/m T : 36,40C
A : Hipertensi emergensi
P:
1. IVFD RL gtt XX/menit
2. Injeksi ranitidin 2x1 ampul
3. Amlodipin 1x10 mg
4. Neurodex 1x1
5. Micardis 1x80 mg

11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 DEFINISI KRISIS HIPERTENSI
Krisis hipertensi adalah suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan
darah yang sangat tinggi (tekanan diastolik > 140 mmHg) dengan
kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadinya kelainan organ target.4,5
Krisis hipertensi meliputi dua kelompk yaitu: 3,4,6
1. Hipertensi emergensi (darurat) ditandai dengan TD Diastolik > 120 mmHg,
disertai kerusakan berat dari organ sasaran yang disebabkan oleh satu atau
lebih penyakit/kondisi akut. (tabel I). Keterlambatan pengobatan akan
menyebabkan timbulnya sequele atau kematian. TD harus diturunkan
sampai batas tertentu dalam satu sampai beberapa jam. Penderita perlu
dirawat di ruangan intensive care unit atau (ICU).
2. Hipertensi urgensi (mendesak), TD diastolik > 120 mmHg dan dengan
tanpa kerusakan/komplikasi minimum dari organ sasaran. TD harus
diturunkan dalam 24 jam sampai batas yang aman memerlukan terapi
parenteral. (tabel II).
A. ISTILAH KRISIS HIPERTENSI
Dikenal beberapa istilah berkaitan dengan krisis hipertensi antara lain : 3
1. Hipertensi refrakter : respons pengobatan tidak memuaskan dan TD >
200/110 mmHg, walaupun telah diberikan pengobatan yang efektif (triple
drug) pada penderita dan kepatuhan pasien.
2. Hipertensi akselerasi : TD meningkat (Diastolik) > 120 mmHg disertai
dengan kelainan funduskopi KW III. Bila tidak diobati dapat berlanjut ke
fase maligna.
3. Hipertensi maligna : penderita hipertensi akselerasi dengan TD Diastolik >
120 130 mmHg dan kelainan funduskopi KW IV disertai papiledema,
peniggian tekanan intrakranial kerusakan yang cepat dari vaskular, gagal
ginjal akut, ataupun kematian bila penderita tidak mendapat pengobatan.
Hipertensi maligna, biasanya pada penderita dengan riwayat hipertensi

12
essensial ataupun sekunder dan jarang terjadi pada penderita yang
sebelumnya mempunyai TD normal.
4. Hipertensi ensefalopati : kenaikan TD dengan tiba-tiba disertai dengan
keluhan sakit kepala yang sangat, perubahan kesadaran dan keadaan ini
dapat menjadi reversible bila TD diturunkan.

B. KRITERIA KRISIS HIPERTENSI


Tabel I : Hipertensi emergensi ( darurat ) 3
TD Diastolik > 120 mmHg disertai dengan satu atau lebih kondisi akut.
Pendarahan intracranial, trombotik atau pendarahan subarakhnoid.
Hipertensi ensefalopati.
Aorta diseksi akut.
Oedema paru akut.
Eklampsi.
Feokhromositoma.
Funduskopi KW III atau IV.
Insufisiensi ginjal akut.
Infark miokard akut, angina unstable.
Sindroma kelebihan Katekholamin yang lain :
- Sindrome withdrawal obat anti hipertensi.
- Cedera kepala.
- Luka bakar.
- Interaksi obat.

13
Tabel II : Hipertensi urgensi ( mendesak ) 3
Hipertensi berat dengan TD Diastolik > 120 mmHg, tetapi dengan minimal
atau tanpa kerusakan organ sasaran dan tidak dijumpai keadaan pada tabel I.
KW I atau II pada funduskopi.
Hipertensi post operasi.
Hipertensi tak terkontrol / tanpa diobati pada perioperatif.

3.2 EPIDEMIOLOGI
Secara statistik, bila seluruh populasi hipertensi (HT) dihitung, terdapat
sekitar 70% pasien yang menderita HT ringan, 20% HT sedang dan 10% HT
berat. Pada setiap jenis HT ini dapat timbul krisis hipertensi yang merupakan
suatu kegawatan medik dan memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat
untuk menyelamatkan jiwa penderita. Angka kejadian krisis HT menurut
laporan dari hasil penelitian dekade lalu di negara maju berkisar 2 7% dari
populasi HT, terutama pada usia 40 60 tahun dengan pengobatan yang tidak
teratur selama 2 10 tahun. Angka ini menjadi lebih rendah lagi dalam 10
tahun belakangan ini karena kemajuan dalam pengobatan HT, seperti di
Amerika hanya lebih kurang 1% dari 60 juta penduduk yang menderita
hipertensi. Di Indonesia belum ada laporan tentang angka kejadian ini. 1,2,3

3.3 PATOFISIOLOGI
Arteri normal pada individu normotensi akan mengalami dilatasi atau
kontriksi dalam merespon terhadap perubahan tekanan darah untuk
mempertahankan aliran (mekanisme autoregulasi) yang tetap terhadap
vascular beeds sehingga kerusakan arteriol tidak terjadi. Pada krisis hipertensi
terjadi perubahan mekanisme autoregulasi pada vascular beeds (terutama
jantung, SSP, dan ginjal) yang mengakibatkan terjadinya perfusi. Akibat
perubahan ini akan terjad efek local dengan berpengaruhnya prostaglandin,
radikal bebas dan lain-lain yang mengakibatkan nekrosis fibrinoid arteriol,
disfungsi endotel, deposit platelet, proliferasi miointimal, dan efek siskemik

14
akan mempengaruhi renin-angiotensin, katekolamin, vesopresin,
antinatriuretik kerusakan vaskular sehingga terjadi iskemia organ target.
Jantung, SSP, ginjal dan mata mempunyai mekanisme autoregulasi yang
dapat melindungi organ tersebut dari iskemia yang akut, bila tekanan darah
mendadak turun atau naik. Misalkan individu normotensi, mempunyai
autoregulasi untuk mempertahankan perfusi ke SSP pada tekanan arteri rata-
rata.
Mean Arterial Pressure (MAP) = Diastole + 1/3 (Sistole - Diastole)
Pada individu hipertensi kronis autoregulasi bergeser kekanan pada
tekanan arteri rata-rata (110-180mmHg).Mekanisme adaptasi ini tidak terjadi
pada tekanan darah yang mendadak naik (krisis hipertensi), akibatnya pada
SSP akan terjadi endema dan ensefalopati, demikian juga halnya dengan
jantung, ginjal dan mata.3

3.4 DIAGNOSIS 1,3,6

Diagnosa krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil


terapi tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu
menunggu hasil pemeriksaan yang menyeluruh walaupun dengan data-data
yang minimal kita sudah dapat mendiagnosa suatu krisis hipertensi.

1. Anamnesis

Hal yang penting ditanyakan yaitu :

Riwayat hipertensi : lama dan beratnya.

Obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya.

Usia : sering pada usia 40 60 tahun.

Gejala sistem syaraf ( sakit kepala, pusing, perubahan mental,


ansietas).

Gejala sistem ginjal ( gross hematuri, jumlah urine berkurang ).

Gejala sistem kardiovascular ( adanya payah jantung, kongestif dan


oedem paru, nyeri dada ).

15
Riwayat penyakit : glomerulonefrosis, pyelonefritis.

Riwayat kehamilan : tanda eklampsi.

2. Pemeriksaan fisik :

Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran TD (baring dan berdiri)


mencari kerusakan organ sasaran (retinopati, gangguan neurologi, gagal
jantung kongestif). Perlu dibedakan komplikasi krisis hipertensi dengan
kegawatan neurologi ataupun payah jantung, kongestif dan oedema paru.
Perlu dicari penyakit penyerta lain seperti penyakit jantung koroner.

3. Pemeriksaan penunjang :

Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :

1. Pemeriksaan yang segera seperti :

a. darah : rutin, BUN, creatinine, elektrolit.

b. urine : Urinalisa dan kultur urine.

c. EKG : 12 Lead, melihat tanda iskemi.

d. Foto dada : apakah ada oedema paru ( dapat ditunggu setelah


pengobatan terlaksana ).

2. Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil


pemeriksaan yang pertama) :

a. Sangkaan kelainan renal : IVP, Renal angiography ( kasus tertentu ),


biopsi renal ( kasus tertentu ).
b. Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : Spinal tab,
CAT Scan.
c. Bila disangsikan Feokhromositoma : urine 24 jam untuk
Katekholamine, metamefrin, venumandelic Acid ( VMA ).
3.5 DIFERENSIAL DIAGNOSIS 3
Krisis hipertensi harus dibedakan dari keadaan yang menyerupai krisis
hipertensi seperti :

16
- Hipertensi berat

- Emergensi neurologi yang dapat dikoreksi dengan pembedahan.

- Ansietas dengan hipertensi labil.

- Oedema paru dengan payah jantung kiri.

3.6 PENGOBATAN KRISIS HIPERTENSI


3.6.1 Dasar-Dasar Penanggulangan Krisis Hipertensi: 1,6
Seperti keadaan klinik gawat yang lain, penderita dengan krisis
hipertensi sebaiknya dirawat di ruang perawatan intensif. Pengobatan
krisis hipertensi dapat dibagi:
1. Penurunan tekanan darah
Pada dasarnya penurunan tekanan darah harus dilakukan secepat
mungkin tapi seaman mungkin. Tingkat tekanan darah yang akan
dicapai tidak boleh terlalu rendah, karena akan menyebabkan
hipoperfusi target organ. Untuk menentukan tingkat tekanan darah
yang diinginkan, perlu ditinjau kasus demi kasus. Dalam pengobatan
krisis hipertensi, pengurangan Mean Arterial Pressure (MAP)
sebanyak 2025% dalam beberapa menit/jam, tergantung dari
apakah emergensi atau urgensi penurunan TD pada penderita aorta
diseksi akut ataupun oedema paru akibat payah jantung kiri
dilakukan dalam tempo 1530 menit dan bisa lebih rendah lagi
dibandingkan hipertensi emergensi lainnya. Penderita hipertensi
ensefalopati, penurunan TD 25% dalam 23 jam. Untuk pasien
dengan infark cerebri akut ataupun pendarahan intrakranial,
pengurangan TD dilakukan lebih lambat (6 12 jam) dan harus
dijaga agar TD tidak lebih rendah dari 170 180/100 mmHg.
2. Pengobatan target organ
Meskipun penurunan tekanan darah yang tepat sudah
memperbaiki fungsi target organ, pada umumnya masih diperlukan
pengobatan dan pengelolaan khusus untuk mengatasi kelainan target

17
organ yang terganggu. Misalnya pada krisis hipertensi dengan gagal
jantung kiri akut diperlukan pengelolaan khusus termasuk pemberian
diuretic, pemakaian obat-obat yang menurunkan preload dan
afterload. Pada krisis hipertensi yang disertai gagal ginjal akut,
diperlukan pengelolaan khusus untuk ginjalnya, yang kadang-kadang
memerlukan hemodialisis.
3. Pengelolaan khusus
Beberapa bentuk krisis hipertensi memerlukan pengelolaan
khusus, terutama yang berhubungan dengan etiloginya, misalnya
eklampsia gravidarum.
3.6.2 Penanggulangan Hipertensi Emergensi : 1,5,6
Bila diagnosa hipertensi emergensi telah ditegakkan maka TD perlu
segera diturunkan. Langkah-langkah yang perlu diambil adalah :
1. Rawat di ICU, pasang femoral intraarterial line dan pulmonari
arterial catether (bila ada indikasi ). Untuk menentukan fungsi
kordiopulmonair dan status volume intravaskuler.
2. Anamnesis singkat dan pemeriksaan fisik.
- tentukan penyebab krisis hipertensi
- singkirkan penyakit lain yang menyerupai krisis HT
- tentukan adanya kerusakan organ sasaran
3. Tentukan TD yang diinginkan didasari dari lamanya tingginya TD
sebelumnya, cepatnya kenaikan dan keparahan hipertensi, masalah
klinis yang menyertai dan usia pasien.
4. Penurunan TD diastolik tidak kurang dari 100 mmHg, TD sistolik
tidak kurang dari 160 mmHg, ataupun MAP tidak kurang dari 120
mmHg selama 48 jam pertama, kecuali pada krisis hipertensi
tertentu ( misal : disecting aortic aneurysm ). Penurunan TD tidak
lebih dari 25% dari MAP ataupun TD yang didapat.
5. Penurunan TD secara akut ke TD normal / subnormal pada awal
pengobatan dapat menyebabkan berkurangnya perfusike ke otak,
jantung dan ginjal dan hal ini harus dihindari pada beberapa hari

18
permulaan, kecuali pada keadaan tertentu, misal : dissecting
anneurysma aorta.
6. TD secara bertahap diusahakan mencapai normal dalam satu atau
dua minggu.

3.7 Pemakaian obat-obat untuk krisis hipertensi 1,2,6


Obat anti hipertensi oral atau parenteral yang digunakan pada krisis
hipertensi tergantung dari apakah pasien dengan hipertensi emergensi atau
urgensi. Jika hipertensi emergensi dan disertai dengan kerusakan organ
sasaran maka penderita dirawat diruangan intensive care unit, ( ICU ) dan
diberi salah satu dari obat anti hipertensi intravena ( IV ).

1. Sodium Nitroprusside : merupakan vasodilator direkuat baik arterial


maupun venous.
Secara IV mempunyai onsep of action yang cepat yaitu : 1 2 dosis 1 6
ug / kg / menit. Efek samping : mual, muntah, keringat, foto sensitif,
hipotensi.
2. Nitroglycerini : merupakan vasodilator vena pada dosis rendah tetapi bila
dengan dosis tinggi sebagai vasodilator arteri dan vena. Onset of action 2
5 menit, duration of action 3 5 menit.
Dosis : 5 100 ug / menit, secara infus IV.
Efek samping : sakit kepala, mual, muntah, hipotensi.
3. Diazolxide : merupakan vasodilator arteri direk yang kuat diberikan secara
IV bolus. Onset of action 1 2 menit, efek puncak pada 3 5 menit,
duration of action 4 12 jam. Dosis permulaan : 50 mg bolus, dapat
diulang dengan 25 75 mg setiap 5 menit sampai TD yang diinginkan.
Efek samping : hipotensi dan shock, mual, muntah, distensi abdomen,
hiperuricemia, aritmia, dll.

4. Hydralazine : merupakan vasodilator direk arteri. Onset of action : oral


0,5 1 jam, IV :10 20 menit duration of action : 6 12 jam.
Dosis : 10 20 mg i.v bolus : 10 40 mg i.m.

19
Pemberiannya bersama dengan alpha agonist central ataupun Beta Blocker
untuk mengurangi refleks takhikardi dan diuretik untuk mengurangi
volume intravaskular.
Efek samping : refleks takhikardi, meningkatkan stroke volume dan
cardiac out put, eksaserbasi angina, MCI akut dll.

5. Enalapriat : merupakan vasodelator golongan ACE inhibitor. Onsep on


action 15 60 menit.
Dosis 0,625 1,25 mg tiap 6 jam i.v.
6. Phentolamine ( regitine ) : termasuk golongan alpha andrenergic
blockers. Terutama untuk mengatasi kelainan akibat kelebihan
ketekholamin.
Dosis 5 20 mg secar i.v bolus atau i.m.
Onset of action 11 2 menit, duration of action 3 10 menit.
7. Trimethaphan camsylate : termasuk ganglion blocking agent dan
menginhibisi sistem simpatis dan parasimpatis.
Dosis : 1 4 mg / menit secara infus i.v.
Onset of action : 1 5 menit.
Duration of action : 10 menit.
Efek samping : opstipasi, ileus, retensia urine, respiratori arrest,
glaukoma, hipotensi, mulut kering.
8. Labetalol : termasuk golongan beta dan alpha blocking agent.
Dosis : 20 80 mg secara i.v. bolus setiap 10 menit ; 2 mg / menit secara
infus i.v.
Onset of action 5 10 menit
Efek samping : hipotensi orthostatik, somnolen, hoyong, sakit kepala,
bradikardi, dll.
Juga tersedia dalam bentuk oral dengan onset of action 2 jam, duration of
action 10 jam dan efek samping hipotensi, respons unpredictable dan
komplikasi lebih sering dijumpai.

20
9. Methyldopa : termasuk golongan alpha agonist sentral dan menekan sistem
syaraf simpatis.
Dosis : 250 500 mg secara infus i.v / 6 jam.
Onset of action : 30 60 menit, duration of action kira-kira 12 jam.
Efek samping : Coombs test ( + ) demam, gangguan gastrointestino, with
drawal sindrome dll. Karena onset of actionnya bisa takterduga dan
kasiatnya tidak konsisten, obat ini kurang disukai untuk terapi awal.
10. Clonidine : termasuk golongan alpha agonist sentral.
Dosis : 0,15 mg i.v pelan-pelan dalam 10 cc dekstrose 5% atau i.m.150 ug
dalam 100 cc dekstrose dengan titrasi dosis.
Onset of action 5 10 menit dan mencapai maksimal setelah 1 jam atau
beberapa jam.
Efek samping : rasa ngantuk, sedasi, pusing, mulut kering, rasa sakit pada
parotis. Bila dihentikan secara tiba-tiba dapat menimbulkan sindroma
putus obat.
Walaupun akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk memberikan
obat-obat oral yang cara pemberiannya lebih mudah tetapi pemberian obat
parenteral adalah lebih aman. Dengan Sodium nitrotprusside, Nitroglycirine,
Trimethaphan TD dapat diturunkan baik secara perlahan maupun cepat sesuai
keinginan dengan cara menatur tetesan infus. Bila terjadi penurunan TD
berlebihan, infus distop dan TD dapat naik kembali dalam beberapa menit.
Demikian juga pemberian labetalol ataupun Diazoxide secara bolus
intermitten intravena dapat menyebabkan TD turun bertahap. Bila TD yang
diinginkan telah dicapai, injeksi dapat di stop, dan TD naik kembali. Perlu
diingat bila digunakan obat parenteral yang long acting ataupun obat oral,
penurunan TD yang berlebihan sulit untuk dinaikkan kembali.
*Pilihan obat-obatan pada hipertensi emergensi 1,6,
Dari berbagai jenis hipertensi emergensi, obat pilihan yang dianjurkan
maupun yang sebaiknya dihindari adalah sbb :
1. Hipertensi encephalopati:
Anjuran : Sodium nitroprusside, Labetalol, diazoxide.

21
Hindarkan : B-antagonist, Methyidopa, Clonidine.
2. Cerebral infark :
Anjuran : Sodium nitropsside, Labetalol,
Hindarkan : B-antagonist, Methydopa, Clonidine.
3. Perdarahan intacerebral, perdarahan subarakhnoid :
Anjuran : Sodiun nitroprusside Labetalol
Hindarkan : B-antagonist, Methydopa, Clonodine.
4. Miokard iskemi, miokrad infark :
Anjuran : Nitroglycerine, Labetalol, Caantagonist, Sodium Nitroprusside
dan loop diuretuk.
Hindarkan : Hyralazine, Diazoxide, Minoxidil.
5. Oedem paru akut :
Anjuran : Sodium nitroroprusside dan loopdiuretik.
Hindarkan : Hydralacine, Diazoxide, B-antagonist, Labetalol.
6. Aorta disseksi :
Anjuran : Sodium nitroprussidedan B-antagonist, Trimethaohaan dan B-
antagonist, labetalol.
Hindarkan : Hydralazine, Diaozoxide, Minoxidil
7. Eklampsi :
Anjuran : Hydralazine, Diazoxide, labetalol, Ca antagonist, sodium
nitroprusside. Hindarkan: Trimethaphan, Diuretik, B-antagonist
8. Renal insufisiensi akut :
Anjuran : Sodium nitroprusside, labetalol, Ca-antagonist
Hindarkan : B- antagonist, Trimethaphan
9. KW III-IV :
Anjuran : Sodium nitroprusside, Labetalol, Ca antagonist.
Hindarkan : B-antagonist, Clonidine, Methyldopa.
10. Mikroaangiopati hemolitik anemia :
Anjuran : Sodium nitroprosside, Labetalol, Caantagonist.
Hindarkan : B-antagonist.

22
Dari berbagai sediaan obat anti hipertensi parenteral yang tersedia,
Sodium nitroprusside merupakan drug of choice pada kebanyakan hipertensi
emergensi. Karena pemakaian obat ini haruslah dengan cara tetesan intravena
dan harus dengan monitoring ketat, penderita harus dirawat di ICU karena
dapat menimbulkan hipotensi berat.
Nicardipine suatu calsium channel antagonist merupakan obat baru
yang diperukan secara intravena, telah diteliti untuk kasus hipertensi
emergensi (dalam jumlah kecil) dan tampaknya memberikan harapan yang
baik.
Obat oral untuk hipertensi emergensi :5,6,
Dari berbagai penelitian akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk
menggunakan obat oral seperti Nifedipine ( Ca antagonist ) Captopril dalam
penanganan hipertensi emergensi.
Pada tahun 1993 telah diteliti penggunaan obat oral nifedipine
sublingual dan captoprial pada penderita hipertensi krisis memberikan hasil
yang cukup memuaskan setelah menit ke 20. Captopril dan Nifedipine
sublingual tidak berbeda bermakna dam menurunkan TD.
Captopril 25mg atau Nifedipine 10mg digerus dan diberikan secara
sublingual kepada pasien. TD dan tanda Vital dicatat tiap lima menit sampai
60 menit dan juga dicatat tanda-tanda efek samping yang timbul. Pasien
digolongkan non-respon bila penurunan TD diastolik <10mmHg setelah 20
menit pemberian obat. Respon bila TD diastolik mencapai <120mmHg atau
MAP <150mmHg dan adanya perbaikan simptom dan sign dari gangguan
organ sasaran yang dinilai secara klinis setelah 60 menit pemberian obat.
Inkomplit respons bila setelah 60 menit pemberian obat. Inkomplit respons
bila setelah 60 menit TD masih >120mmHg atau MAP masih >150mmHg,
tetapi jelas terjadi perbaikan dari simptom dan sign dari organ sasaran.
3.8 Prognosis 3
Sebelum ditemukannya obat anti hipertensi yang efektif survival
penderita hanyalah 20% dalam 1 tahun. Kematian sebabkan oleh uremia
(19%), gagal jantung kongestif (13%), cerebro vascular accident (20%), gagal

23
jantung kongestif disertai uremia (48%), infrak Miokard (1%), diseksi aorta
(1%). Prognosis menjadi lebih baik berkat ditemukannya obat yang efektif
dan penanggulangan penderita gagal ginjal dengan analisis dan transplantasi
ginjal.

24
BAB IV
ANALISA KASUS
Pada pasien didapatkan manifestasi klinis berupa nyeri kepala yang
memberat, os tidak merasakan nyeri kepala berputar, dan merasakan
pandangannya terasa gelap apabila nyeri kepala, os merasa lemas pada
tangan dan kaki kiri, mual, tanpa disertai dengan muntah, dan tanpa
penurunan kesadaran. Os merasakan leher terasa tegang seperti ditarik sejak
3 hari SMRS, Riwayat adanya darah tinggi diakui pasien sejak 6 tahun yang
lalu, pasien mengaku berobat apabila timbul keluhan namun tidak rutin
kontrol, pasien tidak ingat nama obat dan jumlah obat yang diminum.
Dari gejala gejala tersebut yang dipikirkan adalah hipetensi
emergensi karena situasi dimana diperlukan penurunan tekanan darah yang
segera dengan obat anti hipertensi parentral karena adanya kerusakan organ
target akut dan progresif.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Tampak sakit sedang, tekanan
darah 270/140 mmHg, nadi 98 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup,
pernafasan 20x/menit, suhu 36,7o C.
Pada hasil laboratorium didapatkan hemoglobin 13,2 g/dl, hitung
jenis: 0/0/0/86/11/3, trombosit 263.000 /ul, hematokrit 37%, BSS 117 mg/dl,
CPK 80 U/I, CK-MB 32 U/I, Na 140 mmol/dl, K 3,63 mmol/dl. Pada Pada
pemeriksaan ECG didapatkan left ventrikel hypertrophy.
Penatalaksanaan yag diberikan IVFD RL gtt XX/menit, Injeksi
ranitidin 2x1 ampul, Amlodipin 1x10 mg, Candesartan 1x8 mg, Neurodex
1x1, Micardis 1x80 mg

25
DAFTAR PUSTAKA
1. Nafrialdi. Bab 6: Antihipertensi, dalam Buku Farmakologi dan
Terapi, edisi 5, editor Sulistia G.G. Jakarta: Balai penerbit FKUI.
2009. p.341-360.
2. William and Price. Bab VI: Krisis hipertensi dalam Buku
Patoofisiologi, Edisi 5, Editor Harjianto. Jakarta: EGC. 2002.
p.108-110.
3. KJ Isselbacher, Eugene Braunwald, Dennis L Kasper, Eugene B.
Section 4: Heart Failure, Acute Pulmonary Edem In. Harrisons
Principles of Internal Medicine, edisi 18, editor Douglas L dkk.
America. McGraw-Hill. 2012. p.1901-1916.
4. Roesma J. Bab 175: krisis hipertensi, dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, edisi 5, editor Sudoyo A.W dkk. Jakrta: Interna
Publishing. 2009. p.1103-1104.
5. Sjaharudin H, Sally N. Bab XII: Edema Paru Aku dalam Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam, edisi 5, editor Sudoyo A.W dkk. Jakarta:
Interna Publishing. 2009. p. 1920-1923.
6. Houston M. Handbook of Hypertension edition 2. Tennessee:
Wiley Blackwell. 2006. p. 61-62.

26

Anda mungkin juga menyukai