Anda di halaman 1dari 13

Analisis Mikrostruktur pada Aluminium Roll, CuZn Cast, Stainless Steel

304, Fe Nodular, dan Fe A36 Heat Treatment dan Pengujian Jominy

Rizkijanuar Ramadhan Saputro, Afif Shidqi Ashari, Azmi Aziz Novovic, Josiah, dan Syarah Khairunnisa 1
1
Departemen Teknik Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok 16424, Indonesia

Abstrak. Pengujian Metalografi bertujuan untuk mengontrol serta mengetahui mikrostruktur dari material, karena
sifat material serta performa material tersebut akan ditentukan oleh mikrostukturnya. Rekayasa sifat material
dibutuhkan untuk mencapai sifat mekanik yang dibutuhkan untuk aplikasi. Salah satu cara untuk meningkatkan sifat
material tanpa merubah komposisi kimianya adalah dengan perlakuan panas. Untuk membuktikan perubahan sifat
material, dapat dilakukan pengujian metalografi untuk mengetahui perubahan mikrostrukturnya. Pada pengujian ini
digunakan beberapa sampel yaitu Aluminium Rolled, CuZn Cast, Al SS 304, Fe Nodular dan Fe A36 Heat Treatment
dimana dilakukan preparasi sampel yaitu mounting, grinding, polishing, dan etching. Sebelumnya ukuran sampel
yang diuji juga kecil sehingga melewati proses cutting. Proses etching yang digunakan untuk Sampel Al Rolled, CuZn
Cast, Fe Nodular dan Fe A36 Heat Treatment adalah menggunakan etsa kimia sedangkan untuk sampel Al SS 304
menggunakan etsa elektrolitik. Analisis atau pengamatan mikrostruktur dilakukan menggunakan optic microscope
(OM). Mikrostruktur yang didapat memiliki perbesaran 200, 500, dan 1000 kali. Pemanasan pada pengujian jominy
menggunakan furnace dengan temperatur pre-heat dan holding time, lalu kedua ada temperatur akhir dan holding
time-nya. Lalu, alat diambil menggunakan penjepit bermaterial dasar baja dan diletakkan di rak jominy untuk
selanjutnya dilakukan quench menggunakan air. Sampel pada jominy test merupakan baja S45C. Kekerasannya diuji
menggunakan metode indentasi, yaitu metode Rockwell C. Kekerasan yang didapat pada jarak 10 mm dari ujung
media quench adalah 24 HRC hingga pada jarak 50 mm adalah 7,6 HRC. Untuk quench oli Fe A36, perlakuan panas
dilakukan bersamaan dengan pengujian Jominy dengan waktu pemanasan yang berbeda. Oli diletakkan pada suatu
kaleng berukuran sedang yang digunakan untuk media quench. Setelah melalui proses quench oli, dilakukan preparasi
sampel (tanpa melalui proses cutting) untuk selanjutnya dilakukan analisis mikrostruktur. Nilai kekerasan dari Fe A36
Heat Treatment dihitung menggunakan metode indentasi, yaitu metode Vickers. Pada sampel A36 dilakukan juga
proses perhitungan ukuran butir menggunakan metode Jeffries Planimetric.
1. Pendahuluan 3. Pendinginan dengan media pendingin
Pengujian Jominy dilakukan untuk mengetahui
Peralatan yang kita gunakan sehari-hari berasal dari hardenability (kemampukerasan) dari suatu material.
bahan-bahan tertentu. Pemilihan bahan ini disesuaikan Kemampukerasan merupakan suatu kemampuan material
dengan kegunaannya. Kesesuaian antara sifat bahan untuk membentuk fasa martensite.
dengan kegunaannya akan mempermudah pekerjaan kita. Sampel dari pengujian Jominy merupakan sebuah
Sifat suatu bahan tergantung dari penyusunnya. Sifat-sifat batang berbentuk menyerupai silinder yang pada satu
bahan meliputi kekuatan, kelenturan, ketahanan terhadap ujungnya memiliki sebuah persegi atau tatakan yang
air atau api, hangat, halus atau kasar, dan juga kekakuan. berfungsi sebagai penahan ketika diletakkan pada rak
Suatu benda dibuat berdasarkan sifat-sifat bahan tersebut. untuk dilakukan quenching.
[1]
Tahapan dari pengujian Jominy meliputi: perlakuan
Kebanyakan sifat makroskopik dari material panas, menaruh sampel Jominy pada rak Jominy, di-
berhubungan dengan mikrotruktur[2]. Sifat mekanik quench dengan air pada satu ujungnya saja selama
material seperti tensile strengh, elongasi, sifat terhadap beberapa waktu.
panas dan juga sifat keistrikan berhubungan langsung
dengan mikrostruktur[2]. Pemahaman dari hubungan
antara mikrostruktur dan sifat makroskopik yang 2. Metode Penelitian
mempunyai peran penting dalam pengembangan material
Ada beberapa pelaksanaan penelitian yang dilakukan
merupakan tujuan utama dari metalografi [2]. Dengan
pada hari yang sama. Umumnya ada tiga, yaitu analisis
menguji dan mengamati mikrostruktur suatu material,
mikrostruktur, perlakuan panas (heat treatment), dan
maka performa material tersebut dapat dilihat [2]. Karena
pengujian Jominy. Berikut akan dibahas mengenai alat,
itu metalografi digunakan di semua tahap selama
bahan, dan prosedur kerja pada proses pelaksanaan
pembuatan material tersebut dari mulai pengembangan,
penelitian yang telah kami lakukan.
produksi, manufaturing process control, dan bahkan
Pada praktikum metalografi alat yang digunakan
analisis kegagalan logam. Metalografi biasanya dilakukan
berupa mesin grinding, mesin poles, kertas amplas
dengan alat mikroskop optik. Untuk saat ini mikroskop
dengan berbagai ukuran grit dimulai dari 80 hingga 1500,
yang digunakan sudah dihubungkan dengan komputer
kain beludru, alat elektroetsa (elektroda dan power
yang dilengkapi dengan sistem analisis gambar yang
supply), hair dryer, dan mikroskop. Untuk bahan yang
akurat. Dari hasil pengamatan mikroskop tersebut dapat
digunakan diantaranya castable resin, hardener, kovac
dihitung ukuran, bentuk dan distribusi fasa dan juga
(TiO2), zat etsa, dan alkohol. Untuk etsa dibagi menjadi 2
didapat matriks mikrostruktur[2].
yaitu etsa kimia dan elektro etsa. Pada elektro etsa
Jika berdasarkan sifat struktur yang diamati, dapat
digunakan untuk Stainless Steel (SS), alat dan bahan
dibagi menjadi mikroskop optik (1000x), mikroskop
yang digunakan yaitu alat elektro etsa (power supply,
SEM (hingga 50.000x) dan mikroskop TEM (hingga
penjepit), zat etsa yang sesuai dengan material, air dan
500.000x)
alcohol. Zat etsa yang digunakan untuk Alumunium
Pada metalografi, perlu dilakukan beberapa langkah
adalah Keller, untuk Cu-Zn adalah Ferric Chloride, untuk
untuk bisa mendapatkan mikrostruktur yang bisa diamati.
Fe digunakan Nital. Pada pengujian Jominy, alat dan
Langkah berikut merupakan langkah dasar yang layak
bahan yang digunakan diantaranya batang baja sebagai
untuk preparasi spesimen yang meliputi: documentation,
benda uji, furnace, keran air dengan tekanan, rak
sectioning and cutting, mounting, planar grinding, rough
pengujian jominy, mesin amplas dan kertas amplas, alat
polishing, final polishing, etching, microscopic analysis,
uji kekerasan Rockwell dan mikrostruktur jejak.
dan hardness testing.[3]
Pada sampel perlakuan panas alat dan bahan yang
Sampel yang didapatkan sudah melalui proses
digunakan yaitu sampel Fe A36, furnace, penjepit, dan
sectioning and cutting, untuk bagian documentation pada
media quenching air. Lalu diuji kekerasan dengan alat uji
bagian awal juga tidak dilakukan.
Vickers.
Heat treatment merupakan proses perlakuan panas
Semua sampel yang ada, yaitu Al rolled, CuZn cast,
yang dilakukan pada suatu logam. Perlakuan panas ini
Al SS304, Fe Nodular, Fe A36 heat treatment dan sampel
adalah sebuah proses yang dilakukan untuk mendapatkan
Jominy Baja S45C, disediakan oleh CMPFA (The Center
sifat mekanik logam yang berbeda. Sifat logam berubah
for Material Processing and Failure Analysis. Semua
dengan cara mengubah struktur mikro melalui proses
bahan disediakan oleh Departemen Teknik Metalurgi dan
pemanasan serta rekayasa laju pendinginan yang diatur
Material FTUI yang meliputi bahan untuk etching dan
sedemikian rupa untuk mikrostruktur yang diinginkan.
untuk membuat kovac.
Sehingga pada akhirnya mendapatkan sifat material yang
diinginkan. Secara umum, proses heat treatment adalah
sebagai berikut: 2.1 Pengamatan Mikrostruktur
1. Pemanasan material sampai suhu tertentu
dengan kecepatan tertentu Untuk pengujian metallografi ini diperlukan mounting
2. Mempertahankan suhu (holding time) dengan karena sampel yang digunakan berukuran kecil sehingga
waktu tertentu agar temperature merata sulit untuk dipegang. Sampel yang kami amati di-
mounting oleh kelompok 7, sedangkan kami membuat
mounting untuk kelompok 8. Hasil mounting kami temperatur 510oC, temperatur ditahan selama 10 menit
mempunyai beberapa kecacatan. Yang pertama adalah yang merupakan variable yang sudah ditentukan. Lalu,
soft mount, yang kedua adalah cracking, dan yang ketiga sampel kembali dipanaskan hingga mencapai temperatur
adalah bubbles Kecacatan ini terjadi karena hardener akhir atau austenisasi, yaitu 850oC. Hal ini membutuhkan
tidak tersebar merata dan pengadukan hardener terlalu waktu selama 34 menit. Setelah mencapai temperatur
cepat. austenisasi, temperatur ditahan selama 60 menit.
Sampel-sampel untuk pengujian ini antara lain Al Sehingga total waktu yang digunakan adalah 153 menit.
Roll, Cu-Zn cast, Stainless Steel 304, Fe A36 (Heat- Setelah dilakukan pemanasan, sampel Jominy
treatment) Fe Cast Nodular, dan Jominy Bar (S45C). dikeluarkan menggunakan alat penjepit yang memiki
Tahap pertama persiapan sampel untuk mengamati bahan dasar baja yang selanjutnya ditaruh ke rak Jominy.
mikrostruktur material adalah pemotongan sampel yang Pad arak Jominy, salah satu ujung dari bagian sampel
bertujuan untuk memfokuskan daerah yang ingin diamati. Jominy langsung di-quench menggunakan air dan
Kemudian sampel di mounting untuk memudahkan didiamkan sekitar selama setengah jam untuk
penanganan sampel yang berukuran kecil dan tidak memastikan spesimen uji berada pada suhu
beraturan sehingga sampel tidak rusak. Mounting yang memungkinkan untuk dipindahkan.
digunakan adalah material plastic sintetik castable resin. Setelah spesimen dingin, dilakukan proses amplas
Kemudian sampel diamplas dengan cara menggosokan pada salah satu sisi spesimen dengan amplas grit 80,
sampel ke kertas amplas SiC dimulai dari grit kecil kemudian naik ke grit yang lebih halus. Setelah terlihat
hingga yang besar. Untuk mengghilangkan bekas goresan rata, barulah sampel siap untuk dilakukan pengujian
akibat pengamplasan sampel dipoles menggunakan kain kekerasan.
bludru dan kovac (TiO2). Tahap terakhir sebelum diamati Setelah itu, sampel kami diuji kekerasannya
dibawah mikroskop adalah dietsa. Etsa merupakan proses menggunakan metode indentasi, yaitu Rockwell C.
penyerangan batas butir secara selektif. Etsa yang Lalu, sampel baja S45C kami akan dibandingkan
digunakan sesuai dengan materialnya. Khusus untuk SS dengan sampel kelompok 9. Namun, perlakuan panas
304 yang sulit jika dietsa secara kimia, digunakan metode pada sampel Jominy untuk kelompok 8 dan 9, memiliki
elektro etsa menggunakan larutan etsa oksalat dan variable perlakuan panas yang sama. Maka dari itu, akan
tegangan sebesar 7,2 volt selama 7 menit. Pertama-tama kami bandingkan nilai kekerasan pada kedua spesimen.
dimulai dengan menuangkan larutan etsa oksalat ke Diagram proses perlakuan panas untuk ujung sampel
wadah, kemudian sampel SS 304 diletakkan ke wadah yang terkena media quench dapat dilihat pada Gambar 1,
tersebut, dan ujung elektroda positifnya diposisikan yaitu diagram temperatur (oC) vs waktu (menit).
secara perlahan diatas permukaan sampel. Selanjutnya,
power supply dihidupkan dan diatur tegangan 7,3 volt.
Kemudian ujung elektroda negatifnya diposisikan diatas
sampel tanpa menyentuh permukaan sampel, hingga
muncul gelembung-gelembung. Setelah semua proses
dilakukan, sampel kemudian diamati dibawah
mikrostruktur optik.

2.2 Pengujian Jominy

Pengujian Jominy bertujuan mengukur atau


mengetahui kemampukerasan material spesimen.
Dilakukan dengan mengukur kekerasan material untuk
mengerahui distribusi pembentukan fasa mastensite pada
Gambar 1. Diagram perlakuan panas sampel uji Jominy
spesimen yang diberi perlakuan panas proses quenching
kelompok 8.
pada salah satu bagian ujung spesimen.
Sampel pada pengujian Jominy yang kami gunakan
adalah Baja S45C sesuai dengan ASTM A255. Secara 2.3 Perlakuan Panas
garis besar, pengujian dilakukan dengan melakukan
perlakuan panas sesuai dengan diagram pemanasan Percobaan ini dilakukan untuk mendapatkan
specimen uji jominy pada Gambar 1, lalu melalui proses perbandingan antara spesimen yang mendapatkan
quench air, dan terakhir diukur kekerasannya untuk perlakuan panas dengan spesimen lain yang tidak
melihat seberapa baik kemampukerasan yang dimiliki mendapatkan perlakuan panas. Spesimen pada pengujian
oleh material tersebut. heat treatment yang adalah Fe A36. Langkah langkah
Proses pertama yang dilakukan adalah menaikkan yang dilakukan pada pengujian yang kami lakukan ialah
temperatur dari temperatur ruang ke temperatur pre-heat heat treatment, quenching, mounting, grinding, polishing,
untuk mencegah terjadinya peristiwa thermal shock. etching, analisis mikrostruktur menggunakan OM
Temperatur pre-heat dicapai pada 60% dari temperatur (optical microscope), dan pengujian kekerasan.
akhir yaitu 510oC. Temperatur ruang, yaitu dianggap Menggunakan metode Vickers.
25oC, menuju ke 510oC membutuhkan waktu selama 49 Perlakuan panas dilakukan bersamaan dengan sampel
menit. Hal ini dikarenakan pada laju pemanasan yang Jominy dengan satu furnace. Perbedaannya ada pada
digunakan furnace adalah 10oC/menit. Setelah mencapai langkah terakhir, yaitu waktu holding temperatur saat
austenisasi atau 850oC. Secara detail, perlakuan panas terkikis dan lalu dilanjutkan dengan grit 800. Setelah
yang diberikan terhadap sampel heat treatment Fe A36 didapatkan satu arah, Setelah itu, diganti dengan grit
sebagai berikut. Sampel dipanaskan terlebih dahulu untuk 1000. Dilanjutkan dengan grit 1200 dan akhirnya dengan
mencapai temperatur pre-heat yaitu 60% dari temperatur grit1500.
akhir, yaitu dari 25oC ke 510oC. Setelah itu, temperatur
ditahan selama 10 menit. Kemudian, sampel kembali
dipanaskan hingga mencapai temperatur akhir atau
austenisasi, yaitu 850oC. Ditahan selama 30 menit. Total
waktu yang digunakan adalah 123 menit.
Setelah perlakuan panas selesai, langkah berikutnya
adalah quenching. Media quench yang digunakan adalah
oli. Sampel diangkat menggunakan jepitan. Setelah itu,
specimen dicelupkan ke dalam oli, kemudian dibiarkan
mendingin di dalam oli selama 30 menit. Diagram proses
perlakuan panas dan pendinginan untuk sampel Fe A36
heat treatment dapat dilihat pada Gambar 2. Hasil
pengujian pada kelompok 8 dan kelompok 9 akan Gambar 2. Diagram perlakuan panas dan pendinginan sampel
dibandingkan. Gambar grafik untuk membandingkan uji heat treatment Fe A36 kelompok 8.
proses perlakuan panas pada kedua spesimen dapat dilihat
pada Gambar 2 dan Gambar 3. Dapat dilihat bahwa
pada perlakuan panas yang dilakukan kelompok 9
dilakukan dengan lama holding time 50 menit sedangkan
pada spesimen kelompok 8 holding time dilakukan
selama 30 menit.
Setelah ditunggu selama hampir setengah jam, sampel
diangkat dari oli dan dibersihkan dengan air untuk
menghilangkan sisa-sisa oli yang melekat pada spesimen.
Setelah bersih, baru dilakukan langkah berikutnya, yaitu
mounting. Mounting dilakukan dengan menggunakan
sepotong pipa. Bagian bawah pipa diberikan lakban, lalu
kemudian sampel ditaruh di bagian bawah pipa yang ada Gambar 3. Diagram perlakuan panas dan pendinginan
lakban tersebut. Setelah itu, pembuatan resin yang Langkah preparasi terakhir sebelum proses etsa, yaitu
diberikan hardener agar sampel memiliki kekerasan yang polishing. Polishing dilakukan menggunakan kain selvyt
sama dengan resin mounting. Ketika sudah diberi (kain beludru) dan diberikan cairan kovac. Cairan kovac
hardener, aduk secara pelan-pelan resin tersebut agar ini dibuat dari serbuk titanium oxide sebanyak 10 sendok
tidak terjadi cacat bubbles. Lalu, tuangkan cairan resin ke (ukuran sendok dari produknya sudah ada) yang diaduk
potongan pipa. Dibiarkan selama kurang lebih 45 menit dan dimasukkan ke botol 600 ml.
untuk resin menjadi keras dan mounting sudah siap. Setelah polishing selesai, dilakukan etching
Setelah mounting sudah jadi, baru dilakukan proses menggunakan bahan etsa nital. Etching dilakukan selama
grinding. Pertama, grinding dilakukan dengan amplas 5 detik, permukaan sampel tidak terkena, setelah itu
yang memiliki grit 80. Proses amplas pada grit tersebut langsung diangkat dan diberikan air. Setelah terlihat
berlangsung lama. Pengamplasan dilakukan hingga kerak cukup bersih, dikeringkan menggunakan hair dryer dan
sampel akibat proses perlakuan panas (berwarna hitam) ditutup dengan tissue.
sudah tidak ada lagi, sudah tidak ada bidang, dan sudah Setelah itu, baru dilakukan pengamatan pada
searah. Namun pada kenyataannya, sulit membentuk mikrostrukturnya. Pengamatan yang terlihat dengan
bidang tunggal pada specimen dikarenakan luas perbesaran 100x, 200x, 500x, 1000x dan 2000x.
permukaan specimen yang besar sehingga ketika pada Langkah terakhir, yaitu pengujian kekerasan. Uji
bagian tengah permukaan spesimen dirasa sudah cukup keras dilakukan dengan metode indentasi, yaitu metode
bidang, masih terdapat area bidang lain pada spesimen Vickers. Beban yang diberikan adalah 300gf (gram
pada area sudut sudut permukaan specimen. force). Pengujian dilakukan sebanyak tiga kali untuk
Selama pengamplasan, dilakukan pemberian air. Lalu, dicari nilai kekerasan rata-ratanya. Selanjutnya nilai
pengamplasan dilanjutkan dengan grit 120. Setelah kekerasan ini akan dibandingkan dengan nilai kekerasan
selesai dengan grit 120, dilanjutkan dengan grit 240. Fe A36 sebelum dilakukan heat treatment.
Namun, terjadi kendala, pada saat pengamplasan dengan
grit 240, grinding dilakukan lumayan lama hingga terlihat
bahwa pinggiran sampel masih memiliki mounting dan
3 Hasil dan Pembahasan
bidang, namun tidak banyak. Sehingga, dilanjutkan lagi
dengan grit 400. Setelah searah, dan mounting diujung
sampel tetap ada, dilanjutkan sampel uji heat treatment 3.1 Pengamatan Mikrostruktur
Fe A36 kelompok 9. lagi menuju grit 600. Setelah
searah, mounting pada ujung bagian sampel semakin 3.1.1 Aluminium Roll
Pada mikrostruktur Al Rolled yang telah didapat terlihat
adanya arah dari rolling. Mikrostruktur yang didapat dari
hasil praktikum sesuai dengan literatur untuk sampel Al
Rolled, dimana bentuk butirnya elongated akibat hasil
roll nya tersebut dan arah dari proses roll juga terlihat.
Pada gambar hasil pengamatan juga dapat dilihat
bahwa adanya bintik-bintik hitam yang disebabkan oleh
adanya second phase pada Al. Second phase ini dapat
terjadi karena diberikan metode strengthening yaitu
precipitation strengthening. Selain itu, kami juga
membandingkan sampel Al 7xxx dengan sampel Al rolled
yang dapat dilihat perbedaannya.
Alumunium 7xxx merupakan alumunium paduan
dengan banyak kandungan zincnya. Al 7xxx juga Gambar 4. Mikrostruktur Al Rolled dengan perbesaran 1000x.
merupakan paduan yang terbentuk dari larutan padat tak
jenuh pada berbagai perlakuan panas penuaan[4]. Pada
sampel Al Rolled seperti yang dikatakan diatas bahwa
bentuk butirnya elongated, sedangkan pada Al 7xxx
bentuk butirnya equiaxed.

3.1.2 CuZn Cast


Gambar 5 merupakan sampel Cu-Zn hasil cast. Pada
sampel ini butir terlihat besar dan dendritic.[5] Butir
berbentuk dendritic karena merupakan hasil dari proses
casting Terlihat juga ada scratch pada sampel yang belum
hilang sempurna pada proses pengamplasan dan
pemolesan.
Gambar 6 merupakan sampel Cu-Zn hasil rolling
yang didapatkan oleh kelompok 9. Akibat deformasi roll,
butir terlihat searah dan seragam dengan ukuran yang
lebih kecil dan terlihat memanjang (elongated).
Pengecilan tersebut terjadi karena jumlah batas butir yang Gambar 5. Mikrostruktur Cu-Zn Cast dengan perbesaran 100x.
meningkat sehingga terjadi penguatan akibat dislokasi
yang terhalang oleh batas butir.[6] Pada hasil yang kami
dapat pada Cu-Zn juga terlihat adanya twinning. Yang
dimaksud dengan twinning adalah adanya simetri cermin
antara dua butir. Cu-Zn rolled lebih kuat dibandingkan
dengan Cu-Zn cast. Cu-Zn rolled lebih kuat karena ada
strain hardening. Cu-Zn cast lebih getas karena
strukturnya berbentuk dendritic. Namun Cu-Zn rolled
kuat hanya dalam satu arah yaitu yang sesuai dengan arah
pengerolan.

Gambar 6. Mikrostruktur Cu-Zn Roll dengan perbesaran


1000x.

3.1.3 SS 304

Gambar 3. Mikrostruktur Al Rolled dengan perbesaran 500x.


Stainless steel 304 merupakan austenitic stainless steel
yang memiliki paduan kimia Fe, <0.08% C, 17.5-20% Cr,
8-11% Ni, <2% Mn, <1% Si, <0.045% P, <0.03% S[7]..
Stainless steel 304 ini adalah jenis Stainless steel yang
paling umum karena harga dan proses pembuatannya
yang mudah. Stainless steel ini memiliki ketahanan
korosi yang baik dan memiliki sifat magnetik yang
rendah atau paramagnetik.
Gambar dan perbandingan dari mikrostrukstur sampel
ini dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8. dimana
dapat dilihat bahwa hasil yang didapat pada percobaan
ada yang sesuai dan ada yang tidak sesuai dengan
literatur. Kesesuaian dapat dilihat dari bentuk butir yang
didapat pada pengamatan berukuran besar yang
merupakan ciri atau karakterisktik dari austenitic
stainless steel. Sedangkan perbedaan yang signifikan
dapat dilihat dari adanya jumlah bulatan hitam yang
teramati pada sampel lebih banyak dengan apa yang ada Gambar 8. Mikrostruktur SS 304 sesuai literatur.
pada literatur. Bulatan hitam itu sendiri dapat disebabkan
oleh berbagai macam hal seperti holes, microcrack
ataupun iklusi. Bulatan hitam yang terlihat pada sampel 3.1.4 Fe Nodular
terbentuk disekitar batas butir atau bisa disebut fasa
intermetalik sigma (s). Pada metalografi besi tuang nodular, bentuk
mikrostrukturnya seperti pada Gambar 9. Dapat dilihat
bahwa karbon (warna hitam) pada besi tuang nodular
berbentuk bulat atau spheroidal. Bentuk spheroidal
dikarenakan adanya penambahan elemen nodulizer
(pembulat grafit). Untuk sampel ini sesuai dengan
literatur. Besi tuang nodular dibentuk dengan proses
alloying, yang menyebabkan flake bertransformasi
menjadi nodular. Dengan transformasi mikrostruktur ini,
sifat logam berubah. Fe nodular menjadi sangat ductile.
bentuk bulat pada karbon tersebut menyebakan besi tuang
nodular memiliki kekuatan dan ketangguhan yang tinggi.
[8]

Gambar 7. Mikrostruktur SS 304 dengan perbesaran 1000x.

Perbedaan lainnya dapat dilihat dari hasil pengamatan


pada sampel yang terlihat lebih kusam dibandingkan
dengan yang ada pada literatur. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh pencahayaan yang kuran dari mikroskop
atau adanya kesalahan praktikan dalam proses persiapan
sampel. Hal lainnya yang dapat diamati dari kedua
gambar dibawah adalah bentuk butir yang seperti jarum
Gambar 9. Mikrostruktur Fe Nodular dengan perbesaran 500x
panjang. Butir tersebut adalah butir fasa delta ferrite ()
yang disebabkan laju pendinginan yang terlalu cepat Pada besi cor kelabu dari kelompok lain, diakibatkan
sehingga transformasi ke fasa austenite tidak terjadi karbon berdifusi keluar karena lewat jenuh maka
dengan sempurna. menghasilkan bentuk grafik flake. Karbon yang melebihi
batas kelarutan dalam austenite berubah menjadi
presipitat sebagai flake grafit. Seperti pada Gambar 10.
Grafit berbentuk flake ini menyebabkan besi cor kelabu
memiliki kekerasan yang tinggi karena bentuk grafitnya
yang flake, sehingga lebih besar tegangannya namun
ketangguhannya lebih rendah dibandingkan besi tuang
nodular. Dengan bentuk besi tuang nodular yang bulat
menyebabkan tegangannya lebih kecil sehingga material
lebih bersifat ductile dibandingkan dengan besi tuang Gambar 11. Mikrostruktur hasil perlakuan panas Fe A36
kelabu. dengan perbesaran 500x.

Gambar 10. Mikrostruktur Fe Grey dengan perbesaran 100x Gambar 12. Mikrostruktur hasil perlakuan panas Fe A36
dengan perbesaran 1000x.

3.1.5 Fe A36 Heat Treatment Dapat dilihat dari gambar mikrostruktur yang ada, ada
Fe A36 merupakan baja hypoeutectoid. Baja ini dikatakan sedikit struktur yang berbentuk jarum atau tajam. Fasa
hypoeutectoid karena memiliki kadar karbon yang yang berwarna hitam tersebut merupakan -Fe
rendah, yaitu 0,29%. Baja ini tergolong mild steel dengan supersaturated oleh karbon. Dari Gambar 12 dapat
komposisi atau unsur kimianya sebagai berikut: 0,10% terlihat lingkatan besar berwarna hitam. Bulat hitam di
Mn; 0,10% S; 0,28% Si; 0,2% Cu; dan 0,04% P. spesimen heat treat adalah porositas atau korosi namun
Sampel yang diberikan perlakuan panas dan di- belum dapat dijelaskan karena tidak melakukam uji
quench ini diharapkan akan membentuk fasa martensite. komposisi
Fasa martensite ini akan diperoleh dari proses quenching
yang dilakukan setelah proses perlakuan panas dengan 3.2 Pengujian Jominy
media quench-nya adalah oli.
Fasa martensite tidak terbentuk karena berbagai Setelah melewati proses preparasi sampel, sampel Jominy
faktor. Faktor pertama yang menyulitkan untuk siap untuk dilakukan uji kekerasannya yang dapat dilihat
membentuk fasa martensite adalah jumlah paduan sebagai kemampukerasan dari material tersebut.
karbon. Pada Fe A36, komposisi karbon sedikit sehingga Kekerasannya diuji dengan metode Rockwell C. Jarak
fasa martensite sulit terbentuk. Faktor lainnya adalah pertama dari media quench adalah 10mm. Selanjutnya,
media quench yang digunakan. Karena menggunakan jarak interval penjejakan juga 10mm. Data kekerasan
media quench oli, pendinginan lambat sehingga tidak diperoleh dan dapat dilihat pada Tabel 1. Dwell time atau
terbentuk fasa martensite. Fasa martensite dapat dilihat waktu tunggunya adalah selama 5 detik. Dengan metode
dari struktur yang berbentuk jarum. Struktur mikro dari Rockwell C, digunakan indentor spheroconical diamond
sampel Fe A36 heat treatment dapat dilihat pada Gambar dengan preliminary force atau beban minor sebesar
11 dan Gambar 12. 10kgf. Beban mayor yang diberikan adalah sebesar
150kgf.

Tabel 1. Hasil uji kekerasan dari pengujian Jominy.

Nilai
Jarak(mm) Kekerasan
(HRC)
10 24

20 18,7

30 12,7

40 10,8

50 7,6
Kemudian, data tersebut dapat di terjemahkan ke holding time saat proses austenisasi. Pada spesimen
dalam bentuk diagram garis. Diagram tersebut dapat kelompok 8 dilakukan perlakuan panas dengan holding
dilihat pada Gambar 5. time selama 30 menit sedangkan pada kelompok 9
dilakukan proses yang sama dengan holding time selama
50 menit.
Berdasarkan literatur, lama waktu holding time
pada saaat proses austenisasi dapat memengaruhi ukuran
butir. Hal ini sesuai dengan proses rekristalisasi dimana
pada pemanasan material diatas suhu rekristalisasi dalam
waktu yang cukup lama dapat mengakibatkan peristiwa
pertumbuhan butir.[lit]
Pengaruh dari durasi holding time dapat dilihat pada
Gambar 12, dan Gambar 13. Keduanya mengalami
perlakuan panas yang berbeda. Gambar 12 merupakan
gambar mikrostruktur spesimen kelompok 8 dan
Gambar 13 merupakan gambar mikrostruktur spesimen
Gambar 11. Diagram hasil uji kekerasan jarak (mm) vs nilai kelompok 9 yang mengalami durasi holding time lebih
kekerasan (HRC) pada sampel Jominy. lama. Dapat dibandingkan kedua gambar bahwa ukuran
butir pada spesimen kelompok 9 memiliki ukuran yang
Dari jarak 5mm pertama sudah dapat disimpulkan lebih besar dibandingkan spesimen kelompok 8.
bahwa fasa martensite sudah tidak mencapai 100% pada
jarak tersebut. Pada hakikatnya, untuk mencapai 100%
fasa martensite dibutuhkan minimal nilai kekerasan 50
HRC[9]. Meskipun demikian, diagram yang kami
dapatkan pada pengujian Jominy ini dapat dikatakan
memiliki data yang belum sesuai dengan literatur.
Data yang tidak sesuai denga literatur ini dikarenakan
selama proses preparasi sampel dilakukan dengan baik
dan benar. Meskipun pada prosesnya terjadi kendala.
Kendala tersebut terjadi pada saat mengeluarkan sampel
dari furnace menuju ke rak Jominy. Saat ingin mengambil
specimen dari furnace praktikan mengalami kesulitan saat
akan mengambil specimen sehingga terjadi penundaan
terhadap waktu pengeluaran specimen dari dapur
pemanas menuju lokasi proses quenching. Sehingga,
diperlukan beberapa waktu untuk menunggu hingga
sampel langsung bisa di-quench dengan air. Hal ini Gambar 12 Mikrostruktur hasil perlakuan panas Fe A36
kelompok 8 pada perbesaran 500x
mengakibatkan terjadi pendinginan sementara dari udara
dan penjepit yang mengakibatkan terjadinya fenomena
transfer (perpindahan energi). Karena hal tersebut,
kekerasan yang dicapai menjadi kurang maksimal.
Meskipun kekerasannya kurang maksimal, data uji
kekerasan menunjukkan data yang baik. Hal ini sesuai
dengan teori yang terdapat pada ASTM A255, yang
menyatakan bahwa grafik kemampukerasan memiliki
kecenderungan untuk menurun seiring bertambahnya
jarak.
Dapat disimpulkan bahwa baja S45C memiliki
kemampukerasan yang cukup baik, karena diagram
menunjukkan garis yang landai dan hal ini menunjukan
bahwa distribusi terbentuknya fasa martensit tidak
timpang antara kedua ujung spesimen.

3.3 Pengaruh Perlakuan Panas Gambar 13 Mikrostruktur hasil perlakuan panas Fe A36
kelompok 9 pada perbesaran 500x
Pengaruh dari perlakuan panas dapat ditinjau dengan
berbagai variabel. Misalnya dengan mengubah
temperatur pre-heat, temperatur akhir, holding time Sedangkan untuk melakukan perbandingan terhadap spesimen
austenisasi, atau mengganti media quench. yang tidak diberikan perlakuan panas terlihat pada Gambar 14.
Pada pengujian spesimen ini diketahui bahwa variabel Terlihat bahwa material yang tidak melalui proses perlakuan
panas memiliki mikrostruktur yang berbeda dengan spesimen
kerja yang akan dibandingkan ialah perbedaan waktu kelompok 8 dan 9 yang mengalami proses perlakuan panas.
Dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan pada fasa yang Metode kedua dilakukan dengan menghitung masing-
terbentuk serta ukuran butir. Terlihat terbentuknya fasa berbeda masing nilai HV pada setiap percobaan pengujian
pada spesimen yang mengalami perlakuan panas. Fasa tersebut Vickers. Dari cara ini akan didapatkan tiga nilai HV yang
adalah fasa martensite yang terbentuk akibat proses perlakuan kemudian akan dicari rata-ratanya. Rata-rata tersebut
panas quenching oli pada spesimen kelompok 8 dan 9.
adalah nilai HV yang dicari. Perhitungan metode kedua
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Pengolahan data uji Vickers dengan metode dua.

Jarak Rata-
Diagonal HV
(m) rata
D1h 35.5
32.5 526.693
D1v 29.5
D2h 34
32.25 534.8909
D2v 30.5
D3h 32.5
32.25 534.8909
D3v 32
Rata-rata HV 532.1582

Dapat diketahui dari kedua metode, metode kedua


Gambar 14 Mikrostruktur Fe A36 tanpa perlakuan panas pada memiliki nilai HV yang lebih besar. Demikian pula, dapat
perbesaran 500x dikatakan metode penghitungan kedua memiliki nilai data
yang lebih valid karena menghitung nilai HV satu per
3.4 Pengujian Kekerasan Vickers satu. Nilai kekerasan dari uji Vickers yang didapat adalah
181.23 HV
Perhitungan pada pengujian kekerasan Vickers dilakukan Perbandingan akan dilakukan dengan kekerasan Fe
dengan dua metode. Metode pertama, dicari semua rata- A36 saat belum diberikan perlakuan panas dan Fe A36
rata dari diagonal horizontal dan diagonal vertikal hasil yang di-quench dengan air.
tiga kali penjejakan. Lalu dicari rata-rata dari ketiga hasil Nilai kekerasan uji Vickers dari sampel Fe A36 yang
diagonal rata-rata penjejakan. Setelah didapat nilai rata- tidak diberikan perlakuan panas adalah 149.49 HV. Nilai
rata diagonal dari semua percobaan, baru dimasukkan ke tersebut diberikan oleh asisten dari laboratorium yang
Rumus HV. Dimana pada Rumus HV, d adalah diagonal bersangkutan.
dari hasil penjejakan. P adalah beban yang diberikan, Pengolahan data untuk nilai kekerasan uji Vickers dari
yaitu 300gf. sampel Fe A36 yang di-quench dengan media air dapat
dilihat pada Tabel 4. Nilai kekerasan yang didapat adalah
HV = (1854.4 x P) / (d2) 323.47 HV.

Hasil dan penghitungan dari metode pertama dapat


dilihat pada Tabel 2. Dari metode pertama, didapat nilai Tabel 4. Pengolahan data uji Vickers Fe A36 quench oli.
HV sebesar 180.33784 HV. Pada Tabel 2, D1h memiliki
Jarak Rata-
arti diagonal horizontal pada pengujian Vickers pertama. Diagonal
(m) rata
HV
D1v memiliki arti diagonal vertikal pada pengujian
Vickers kedua. Arti dari D1h, D1v, dan lainnya berlaku
D1h 42.5
42.25 311.65295
seterusnya. D1v 42
D2h 42.5
42 315.37415
D2v 41.5
Tabel 2. Pengolahan data uji Vickers dengan metode satu. D3h 39.5
40.25 343.39416
Jarak Rata- D3v 41
Diagonal HV
(m) rata 323.47375
Rata-rata HV
D1h 35.5
32.5
D1v 29.5
Nilai kekerasan diurutkan dari yang terkecil hasilnya
D2h 34
32.25 akan adalah Fe A36 tidak dengan perlakuan panas, Fe
D2v 30.5 532.0807 A36 quench oli, Fe A36 quench air. Masing-masing
D3h 32.5 memiliki nilai 149.49 HV, 181.23 HV, dan 323.47 HV.
32.25 Data ini dapat dikatakan valid dikarenakan perlakuan
D3v 32
panas dan pendinginan yang diberikan. Laju pendinginan
Davg 32.33 tercepat ada pada quenching menggunakan air. Namun,
Fe A36 yang tidak diberikan perlakuan panas tidak
mengalami penambahan kekerasan yang menghasilkan Tabel 5. Pengolahan data metalografi kuantitatif metode
nilai kekerasannya paling kecil diantara yang lain Jeffries.

Lingkaran 1 2 3
Ninside 147 155 144
3.5 Analisis Metalografi Kuantitatif
Nintercept 68 76 66
Metode yang digunakan untuk mengetahui besar ukuran NA 1448 1544 1416
dari butir Fe A36 yang tidak diberikan perlakuan panas
adalah Jeffries planimetri. Cara penghitungannya adalah G 7.546073163 7.638686317 7.513832128
dengan memberikan lingkaran pada suatu gambar Gavg 7.566197202
mikrostruktur yang setidaknya memiliki jumlah 50 butir.
Lalu, dihitung butir yang ada di dalam lingkaran dan Setelah didapatkan G rata-rata dari semua lingkaran,
memotong lingkaran. Setelah didapat kedua data tersebut, dapat ditentukan nilai n. Nilai n adalah jumlah butir per
dimasukkan ke rumus metode Jeffries. Ada beberapa inci kuadrat pada perbesaran 100x.
rumus yang perlu diperhatikan, f adalah rumus Jeffries
multiplier, M adalah magnification pada gambar n = 2G-1
mikrostruktur, NA adalah rumus grain number per mm2, Nilai dari n adalah 94.76. Hal ini menyatakan bahwa
Ninside adalah jumlah butir di dalam lingkaran, Nintercept terdapat 95 butir/inci2 pada perbesaran 100x.
adalah jumlah butir yang menyinggung lingkaran, dan G
adalah ASTM grain size number.
4. Kesimpulan
2
f = M / 5000
Pada sampel Al Rolled didapatkan hasil yang sesuai
NA = f (Ninside + (Nintercept/2)) dengan literatur yang mana bentuk butirnya terlihat
memanjang searah dengan pemberian beban rollnya. Jika
G = (3.322log10NA) 2.954 dibandingkan dengan Al 7xxx, bentuk butir Al 7xxx
adalah equiaxed, dan tidak memanjang seperti bentuk
Kami menggunakan tiga lingkaran untuk dihitung, butir Al Rolled. Pada sampel Cu-Zn Cast bentuk butir
lalu dicari rata-rata untuk mendapatkan data yang sesuai pada literatur yang mana bentuknya bulat dan
memiliki error kecil. Tiga lingkaran pada gambar dapat besar tetapi masih ada scratch yang dikarenakan kurang
dilihat pada Gambar 15. Gambar yang kami gunakan sempurnanya pengamplasan dan pemolesan, dan
memiliki perbesaran 200x yang berarti nilai M adalah sedangkan jika dibandingkan dengan Cu-Zn Roll
200. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa nilai f memiliki butir yang memanjang dikarenakan rolling
adalah 8. Setelah itu, akan memiliki perbedaan nilai dari tersebut. Pada sampel Ss 304 dapat dilihat bahwa hasil
NA karena setiap lingkaran memiliki Ninside dan Nintercept yang didapat pada percobaan ada yang sesuai dan ada
yang berbeda. yang tidak sesuai dengan literatur. Kesesuaian dapat
dilihat dari bentuk butir yang didapat pada pengamatan
berukuran besar yang merupakan ciri atau karakterisktik
dari austenitic stainless steel. Sedangkan perbedaan yang
signifikan dapat dilihat dari adanya jumlah bulatan hitam
yang teramati pada sampel lebih banyak dengan apa yang
ada pada literatur. Bulatan hitam itu sendiri dapat
disebabkan oleh berbagai macam hal seperti holes,
microcrack ataupun iklusi. Pada sampel Fe A36 setelah
melalui perlakuan panas mulai dari dipanaskan hingga
suhu austenisasi hingga diquench, hasil yang kami dapat
tidak sama dengan literatur karena tidak ditemukan fasa
martensite adalah butir yang berbentuk jarum, dimana
sesuai dengan literatur yang seharusnya butirnya
berbentuk jarum dikarenakan fasa yang terbentuk adalah
martensite. Hal ini terjadi karena komposisi karbon pada
Fe A36 sedikit dan media quench yang digunakan adalah
Gambar 15. Mikrostruktur Fe A36 non-heat treatment dengan media oli. Pada sampel ini juga diuji kekerasan
perbesaran 200x untuk perhitungan metalografi kuantitatif. menggunakan uji Vickers yang mana hasilnya jika
dibandingkan dengan sampel Fe A36 yang di quench
Hasil perhitungan Ninside, Nintercept, NA, dan G pada setiap dengan media air dan dengan sampel Fe A36 yang tidak
lingkaran dapat dilihat pada Tabel 5. diberikan perlakuan panas. Nilai kekerasan dalam HRC
sampel media quench air lebih besar dibandingkan
dengan media quenching oli. Namun, Fe A36 yang tidak
diberikan perlakuan panas tidak mengalami penambahan
kekerasan yang menghasilkan nilai kekerasannya paling
kecil diantara yang lain. Untuk sampel jominy yang juga
telah melalui perlakuan panas, setelah dipreparasi sampel
juga dihitung besar kekerasannya menggunakan uji
Rockwell dan hasilnya adalah titik terdekat dengan media
quench memiliki kekerasan tertinggi daripada titik
selanjutnya. Hal ini sesuai dengan literature dimana
semakin jauh dari media quench maka nilai kekerasannya
menurun.

5. Referensi
1. http://www.mediabelajar.info/2012/12/sifat-sifat-
bahan-dan-kegunaannya.html
2. https://www.leica-microsystems.com/science-
lab/metallography-an-introduction/
3. Zipperian, DC, Metallographic Specimen Preparation
Basic, Pace Technology.
http://www.metallographic.com/Technical/Basics.pdf
4. Rajiv S. Mishra, Mageshwari Komarasamy., Chapter
5: Physical Metallurgy of Al7xxx Alloy, 2016
5. Xinwei Li, Qizhou Cai* , Bingyi Zhao, Yating Xiao,
Bing Li; Effect of nano TiN/Ti refiner addition content
on the microstructure and properties of as-cast Al-Zn-
Mg-Cu alloy; Journal of Alloys and Compounds; vol
675; 2016; 201-210
6. T. konkova, S. Mironov; Grain structure evolution
during cryogenic rolling of alpha brass; Journal of
Alloys and Compounds; vol 629; 2015; 140-147
7. https://www.azom.com/article.aspx?ArticleID=965
8. Si, S, M Si, and Dicky Febriantoro. Pengaruh Jumlah
TDCR 5 Terhadap Sifat Mekanik Dan Struktur Mikro
Pada Pembuatan Besi Cor Nodular FCD 450 ( Produk
Elastic Shoulder ) 450 (n.d.): 17.
9. http://dl.iran-mavad.com/sell/trans/en/Hardness%20of
%20Tempered%20Martensite%20in%20Carbon.pdf
6. Tugas Tambahan

1. Apa saja syarat batas kelarutan pada Precipitation Hardening? Jelaskan dengan Contohnya!

Pada contoh Binary phase diagram Al-Cu terdapat fasa yang terlarut pada temperatur tinggi dalam jumlah yang cukup
besar (min. 3% - 5%) pada label no. 1 sebagai syarat pertama. Syarat kedua adalah kelarutan Al yang terus menurun
ketika temperatur diturunkan sehingga dapat menciptakan presipitat saat larutan tepat telah lewat jenuh saat
pendinginan yang ditunjukan pada label no. 2

2. Perbedaan SEM,TEM,EDS,EPMA, mekanisme? ( dalam bentuk tabel)

Anda mungkin juga menyukai