Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM

ANALISIS FARMASI SEDIAAN LIKUID DAN SEMISOLID

PEMERIKSAAN KEMURNIAN BAHAN BAKU ZNO


SECARA TITRASI KOMPLEKSOMETRI

NAMA : Felia Rizka Sudrajat


NPM : 260110160038
TANGGAL PRAKTIKUM : 12 Oktober 2017
ASISTEN LABORATORIUM : 1. Ayu Brilliany Firsty
2. Arni Praditasari

LABORATORIUM ANALISIS FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2017
I. Tujuan
Menentukan kemurnian bahan baku ZnO dengan metode
kompleksometri.

II. Prinsip
Titrasi Kompleksometri
Dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukkan ion-
ion kompleks ataupun pembentukkan molekul netral yang
terdisosiasi dalam larutan (Khopkar, 2002).

III. Mekanisme Reaksi


Zn++ + NH3 Zn(NH3)++
(Yusrin dan Triwahyuni, 2008).

Pada pH diatas 7, zink yang dititrasi dengan EDTA dan indikator EBT
perlu ditambahkan buffer ammonia untuk mencegah zink mengendap.
Reaksi awal yang terjadi adalah zink membentuk kompleks dengan
ammonia. Pada penambahan larutan dinatrium EDTA, ligan EDTA
akan terionisasi sehingga menjadi bermuatan dan akan mensubstitusi
ammonia. Larutan zink oksida dalam larutan HCl yang bersifat asam
perlu dinetralisasi dengan larutan NH4OH. Ion NH3 dari NH4OH
bereaksi dengan ion Zn2+ membentuk Zn(NH3)++ yang netral.

Zn2+ + EDTA4- Zn(EDTA)2-


(Gandjar dan Rohman, 2007).

Larutan zink oksida yang akan dititrasi, terlebih dahulu ditambahkan


indikator EBT. Pada saat ini, ion Zn2+ bereaksi dengan indikator EBT
dan membentuk kompleks yang menyebabkan larutan berwarna merah
violet. Ketika larutan dititrasi dengan larutan dinatrium EDTA, ikatan
antara ion Zn2+ dan indikator EBT akan terlepas dan kemudian ion
Zn2+ berikatan dengan EDTA membentuk kompleks. Hal ini
dikarenakan kestabilan ikatan antara ion Zn2+ dan indikator tersebut
lebih rendah dibandingkan ikatan ion Zn2+ dengan EDTA. Pada saat
ion Zn2+ telah berikatan semua dengan EDTA, yaitu pada titik akhir
titrasi, kelebihan EDTA akan bereaksi dengan indikator EBT yang
kemudian menyebabkan perubahan warna larutan dari merah violet
menjadi biru.

IV. Teori Dasar


Zink Oksida adalah material yang unik, memperlihatkan unsur-
unsur bahan semikonduktor, piezoelektrik dan pyroelektrik. karena itu
sekarang popular diteliti sebagai bahan masa depan untuk
optoelektronik, sensors, tranduser, biomedicine seperti UV light
emitter, chemical and gas sensor, transparent electronics, piezo
elektrik, surface acoustic wavedevice, dan terutama untuk Light
emitting diodes (LEDs) (Nugroho, 2010).
Analisis kualitatif untuk zat- zat anorganik yang mengandung ion-
ion logam seperti aluminium, bismuth, kalium, magnesium, dan zink
dengan cara gravimetri memakan waktu yang lama, karena
prosedurnya meliputi pengendapan, penyaringan, pencucian, dan
pengeringan atau pemijaran sampai bobot konstan. Sekarang telah
ditemukan prosedur titrimetri yang baru untuk penentuan ion-ion
logam ini dengan peraksi etilen diamin tetra asetat dinatrium yang
umumnya disebut EDTA dengan menggunakan indikator terhadap ion
logam yang mempunyai sifat seperti halnya indikator pH pada titrasi
asam basa, dengan dasar pembentukan khelat yang digolongkan dalam
golongan komplekson (Day dan Underwood, 1986).
EDTA adalah anggota yang paling berguna dari kelas senyawa
yang disebut asam aminopolikarboksilat. EDTA mengalami disosiasi
asam berturut-turut untuk membentuk ion bermuatan negatif. Ion ini
memiliki kemampuan untuk "menangkap" dirinya di sekitar ion logam
positif dalam larutan air. Proses ini disebut khelasi atau formasi
kompleks. Reaksi khelasi antara EDTA dan banyak ion logam
memiliki konstanta kesetimbangan yang sangat besar. Reaksi selalu 1
mol EDTA menjadi 1 mol ion logam. (Cash, 2008).
Kompleks yang melibatkan ligan sederhana, yaitu, yang hanya
membentuk satu ikatan digambarkan sebagai senyawa koordinasi.
Suatu kompleks ion logam dengan 2 atau lebih gugus pada ligan
multidentat disebut khelat atau senyawa khelat. Tidak ada perbedaan
mendasar antara senyawa koordinasi dan senyawa khelat kecuali
bahwa dalam senyawa khelat, cincin mempengaruhi stabilitas
senyawa. Jadi, gugus dapat digambarkan sebagai struktur cincin
heterosiklik dimana atom logam adalah anggota cincin. Stabilitas
chelate biasanya jauh lebih besar daripada kompleks logam unidentate
yang sesuai. Ligan yang memiliki lebih dari satu kelompok
penyumbang elektron disebut agen pengkelat. Bahan pengompleks
yang paling efektif dalam ligan adalah ion amino dan karboksilat.
Garam natrium EDTA adalah zat pengkelat larut dalam air dan selalu
disukai. Ini bersifat non-higroskopik dan agen penyerap yang sangat
stabil. (Husain, 2007).
Titrasi kompleksometri zink melibatkan pembentukan senyawa
kompleks antara zink dengan pereaksi etilen diamin tetra-asetat
dinatrium (EDTA) dan Eriokrom Black (EBT) sebagai indikator
penentuan titik akhir titrasi (Annuryanti, et al., 2015).
Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi
reaksi pembentukan ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul
netral yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar
terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi.
Selain titrasi kompleks biasa seperti di atas, dikenal pula
kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi kelatometri, seperti yang
menyangkut penggunaan EDTA (Khopkar, 2002).
Titrasi Kompleksometri dapat digunakan untuk menguji kadar
apapun. Salah satunya adalah penentuan kadar kalsium. Prinsipnya
adalah zat pembentukan kompleks yang dipakai berupa garam Na
EDTA yang dalam titrasi dapat bereaksi dengan logam Ca dengan
bantuan indicator murexid pada pH 10 11 maka larutan tersebut
berwarna merah sindur. Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan
warna dari merah muda rmenjadi merah ungu (Miefthawati,2013).
Titrasi kompleksometri meliputi reaksi pembentukan ion-ion
kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi
dalam larutan yang biasanya menggunakan EDTA (Etilen Diamin
Tetra Asetat) sebagai pentiter. EDTA dapat bereaksi dengan ion logam
seperti ion-ion Ca2+ dan Mg2+ yang terkandung dalam air sadah
membentuk senyawa kompleks (Setyaningtyas, 2008).
Titrasi langsung dapat dilakukan terhadap sedikitnya 25 kation
dengan menggunakan indikator logam. Buffer NH2-HCl dengan pH 8-
10 sering digunakan untuk logam yang membentuk kompleks dengan
amoniak (Day dan Underwood, 2002).
Titrasi tidak langsung digunakan untuk menentukan kadar ion-ion
seperti anion yang tidak bereaksi dengan pengkelat (Pudjaatmaka,
2002).
Titik akhir titrasi adalah keadaan waktu menghentitkan titrasi, jika
menggunakan indikator yaitu pada saat indikator berubah warna
(Levie, 2010).
Metode titrasi kompleksometri ini tergantung pada reaksi
kesetimbangan yang mungkin ada dalam larutan antara ion logam dan
anion, yang bentuk, menurut konsentrasi mereka, baik sebagai endapan
tidak larut atau ion kompleks yang larut stabilitas cukup rendah untuk
terurai dengan cepat dan reversibel pada pengenceran (Caley, 1963).
Selektivitas kompleks dapat diatur dengan pengendalian pH, misal
Mg, Ca, Cr, dan Ba dapat dititrasi pada pH = 11 EDTA. Sebagian
besar titrasi kompleksometri mempergunakan indikator yang juga
bertindak sebagai pengompleks dan tentu saja kompleks logamnya
mempunyai warna yang berbeda dengan pengompleksnya sendiri.
Indikator demikian disebut indikator metalokromat (Khopkar, 2002).
Untuk logam yang dengan cepat dapat membentuk senyawa
kompleks pada umumnya titrasi dilakukan secara langsung, sedang
yang lambat membentuk senyawa kompleks dilakukan titrasi kembali.
Titrasi Zn2+ merupakan salah satu contoh titrasi yang pHnya harus
diatas 7 dan menggunakan Eriochrom Black T sebagai indikator.
Untuk itu buffer yang dipakai adalah campuran NH4OH dan NH4Cl
misalnya dengan pH 9 pada tingkat kebasaan ini Zn2+ dapat
mengendap, tetapi tercegah oleh pembentukan senyawa kompleks
dengan NH3 (Yusrin dan Triwahyuni, 2008).
EDTA dapat membentuk koordinat dengan kebanyakan logam
divalen dengan perbandingan rasio molar 1:1 dan memfasilitasi tingkat
kelarutan (Liu, 2012).

V. Alat dan Bahan


5.1 Alat
Buret
Erlenmeyer
Gelas kimia
Gelas ukur
Labu ukur
Pipet
Statif
Timbangan analitik
5.2 Bahan
Ammonium hidroksida (NH4OH)
Ammonium klorida (NH4Cl)
Aquadest
Di-Na-EDTA
Indikator Eriochrome Black T (EBT)
Larutan asam klorida (HCl) 4N
Natrium klorida (NaCl)
Zinc sulfat (ZnSO4)
Zink oksida (ZnO)

VI. Metode
Pembuatan Larutan HCl 4 N
Diambil larutan HCl 36% sebanyak 33,3 ml ke dalam gelas kimia,
kemudian ditambahkan aquadest hingga 100 ml dalam labu ukur.

Pembuatan Dapar Amonia pH 10 (Farmakope Indonesia 4)


Ditimbang 5,4 g Amonium klorida (NH4Cl), kemudian dilarutkan
dalam 70 ml larutan ammonium hidroksida (NaOH) 5M. Lalu, larutan
diencerkan dengan aquadest hingga 100 ml.

Pembuatan Larutan NH4OH 5 M


Diambil NH4OH 25% sebanyak 37 ml, kemudian ditambahkan
aquadest hingga 100 ml.

Pembuatan Indikator EBT 1% b/b (Modul)


Ditimbang EBT sebanyak 0,5 mg dan 49,5 mg NaCl serbuk kering,
kemudian dicampur keduanya hingga homogen.

Pembuatan Larutan ZnSO4. 7H2O (Farmakope Indonesia 4)


Ditimbang ZnSO4 sebanyak 1,44 gram kemudian dilarutkan dalam 100
ml aquades dalam labu ukur.

Pembuatan Larutan di-Na-EDTA 0,05 M (Farmakope Indonesia


4)
Ditimbang di-Na-EDTA sebanyak 18,612 gram lalu dilarutkan dalam
aquadest 100 ml. Kemudian ditambahkan aquadest hingga 1000 ml
dalam botol coklat.
Pembakuan Larutan di-Na-EDTA (Farmakope Indonesia 4)
Dimasukkan 100 ml larutan ZnSO4. 7H2O 0,05 M ke dalam gelas
kimia, kemudian ditambahkan 5 ml buffer salmiak dan dicek pH
larutan. Setelah itu, diambil sebanyak 10 ml larutan tersebut dan
dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Lalu, ditambahkan 50 mg indikator
EBT kemudian dititrasi dengan larutan di-Na-EDTA hingga terjadi
perubahan warna dari merah violet menjadi biru (titrasi dilakukan
secara triplo).

Penentuan Kadar ZnO (Modul)


ZnO ditimbang sebanyak 500 mg lalu dilarutkan dalam 10 ml HCl 4N.
Kemudian ditambahkan aquades hingga 100 ml dan ditambahkan
sedikit demi sedikit NH4OH. Lalu, pH larutan dicek dengan indikator
pH universal. Kemudian ditambahkan 5 ml buffer salmiak atau dapar
ammonia pH 10. Lalu, diambil 10 ml larutan sampel dan dimasukkan
ke dalam erlenmeyer. Setelah itu, ditambahkan 50 mg indikator EBT
kemudian titrasi dengan larutan di-Na-EDTA. Titrasi dilakukan secara
triplo.

VII. Data Pengamatan


No. Perlakuan Hasil
1. Pembuatan Reagen
1) Larutan HCl 4 N
- Diambil larutan HCl 36% Reagen sudah disediakan
sebanyak 33,3 ml ke
dalam gelas kimia
- Ditambahkan aquadest
hingga 100 ml dalam
labu ukur.
2) Larutan Dapar Amonia pH
10
- Ditimbang 5,4 g Reagen sudah disediakan
Amonium klorida
(NH4Cl)
- Dilarutkan dalam 70 ml
larutan ammonium
hidroksida (NaOH) 5M
- Larutan diencerkan
dengan aquadest hingga
100 ml.
3) Larutan NH4OH 5 M
- Diambil NH4OH 25%
sebanyak 37 ml
- Ditambahkan aquadest Didapatkan larutan NH4OH
hingga 100 ml. 5M
4) Indikator EBT 1 %
- Ditimbang EBT Didapatkan 0,0151 g EBT
sebanyak 0,015 mg dan dan 1,486 g NaCl serbuk
1485 mg NaCl serbuk kering
kering
- Dicampur keduanya Didapatkan campuran
hingga homogen. serbuk homogen
5) Larutan ZnSO4.7H2O
- Ditimbang ZnSO4 Didapatkan 1,440 g ZnSO4
sebanyak 1,44 gram larut dalam 100 ml aquadest
- Dilarutkan dalam 100 ml Didapatkan larutan ZnSO4
aquades dalam labu ukur.
6) Larutan di-Na-EDTA 0,05 M
- Ditimbang di-Na-EDTA Didapatkan di-Na-EDTA
sebanyak 18,612 gram 18,6129 g larut dalam 100
- Dilarutkan dalam ml aquadest
aquadest 100 ml.
- Ditambahkan aquadest Didapatkan larutan di-Na-
hingga 1000 ml dalam EDTA sebanyak 1000 ml
botol coklat.

2. Pembakuan Larutan di-Na-


EDTA
- Dimasukkan 100 ml Didapatkan larutan ZnSO4
larutan ZnSO4. 7H2O 0,05 M sebanyak 100 ml
0,05 M ke dalam gelas dalam gelas kimia
kimia Didapatkan pH larutan yaitu
- Ditambahkan 5 ml buffer 10
salmiak dan dicek pH
larutan Didapatkan 10 ml larutan
- Diambil sebanyak 10 ml sampel dalam Erlenmeyer
larutan tersebut dan
dimasukkan ke dalam
erlenmeyer Didapatkan larutan sampel
- Ditambahkan 50 mg + indikator EBT
indikator EBT Didapatkan volume larutan
- Dititrasi dengan larutan di-Na-EDTA yang terpakai,
di-Na-EDTA hingga yaitu V1 = 9,4 ml; V2 = 9,1
terjadi perubahan warna ml; V3 = 9 ml dan
dari merah violet menjadi didapatkan normalitas
biru (titrasi dilakukan larutan di-Na-EDTA yaitu
secara triplo). 0,11 N.

3. Penentuan Kadar ZnO


- ZnO ditimbang sebanyak Didapatkan 500 mg ZnO
500 mg dan dilarutkan larut dalam larutan HCl 4 N
dalam 10 ml HCl 4N
- Ditambahkan aquades Didapatkan larutan ZnO
hingga 100 ml dan netral dengan volume
ditambahkan sedikit demi NH4OH yang ditambahkan
sedikit NH4OH sebanyak 6 ml
- Dicek pH larutan dengan Didapatkan pH larutan
indikator pH universal. adalah 7
- Ditambahkan 5 ml buffer Didapatkan buffer dalam
salmiak atau dapar larutan dengan perubahan
ammonia pH 10 pH larutan menjadi 10
- Diambil 10 ml larutan Didapatkan 10 ml sampel
sampel dan dimasukkan dalam Erlenmeyer
ke dalam erlenmeyer.
- Ditambahkan 50 mg Didapatkan warna larutan
indikator EBT sampel merah violet
- Larutan dititrasi dengan Didapatkan volume larutan
larutan di-Na-EDTA. di-Na-EDTA yang terpakai,
- Titrasi dilakukan secara yaitu V1 = 11 ml; V2 = 11
triplo. ml; V3 = 10,8 ml dan
didapatkan normalitas
larutan 0,12 N.

Perhitungan
1. Pembuatan Indikator EBT 1%
EBT = 0,5 mg x 3 = 1,5 mg untuk 3 kali titrasi
= 1,5 mg x 10 = 15 mg
NaCl = 49,5 mg x 3 = 148,5 mg untuk 3 kali titrasi
= 148,5 mg x 10 = 1485 mg
2. Pembuatan larutan ZnSO4 0,05 M
N = Molaritas x valensi
= 0,05 M x 2
= 0,1 N

3. Pembakuan larutan di-Na-EDTA


Ket : V1 = Volume di-Na-EDTA
N1 = Normalitas di-Na-EDTA
V2 = Volume ZnSO4
N2 = Normalitas ZnSO4
- V1 . N1 = V2 . N2
9,4 . N1 = 10 . 0,1
N1 = 0,106 N
- V1 . N1 = V2 . N2
9,1 . N1 = 10 . 0,1
N1 = 0,110 N
- V1 . N1 = V2 . N2
9 . N1 = 10 . 0,1
N1 = 0,116 N
0,106+0,110+0,116
Nrata-rata = = 0,110 N
3

4. Penentuan Kadar ZnO


Ket : V1 = Volume ZnO
N1 = Normalitas ZnO
V2 = Volume di-Na-EDTA
N2 = Normalitas di-Na-EDTA
- V1 . N1 = V2 . N2
10 . N1 = 11 . 0,11
N1 = 0,121 N
- V1 . N1 = V2 . N2
10 . N1 = 11 . 0,11
N1 = 0,121 N
- V1 . N1 = V2 . N2
10 . N1 = 10,8 . 0,11
N1 = 0,118 N
0,121+0,121+0,118
Nrata-rata = = 0,120 N
3

Mg ZnO = NEDTA x VEDTA x BEZnO x Fp


105
= 0,11 x 10,9 x 40,715 x 10

= 512,58 mg


% Kadar = x 100%

512,58
= 100%
500

= 102,51%

VIII. Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan analisis kuantitatif untuk
menentukan kemurnian bahan baku ZnO dengan metode
kompleksometri dan dibandingkan dengan literatur.
Titrasi kompleksometri yaitu titrasi yang memiliki prinsip reaksi
pembentukkan kompleks antara ion logam dan ligan. Ligan merupakan
gugus yang terikat pada ion pusat dan dikenal juga sebagai senyawa
pengkhelat. Pemilihan metode ini didasarkan pada sifat zink oksida
yang mengandung ion logam (Zn2+) sehingga cocok menggunakan
titrasi kompleksometri ini.
Ligan atau komplekson yang digunakan dalam titrasi
kompleksometri kali ini yaitu larutan di-Na-EDTA (Ethylene Diamine
Tetra Acetate). Pemilihan larutan di-Na-EDTA sebagai komplekson
yaitu dikarenakan EDTA merupakan senyawa gugus polikarbonat yang
dapat membentuk kompleks dengan kebanyakan ion logam. EDTA
memiliki enam pasang elektron bebas pada dua atom N dan empat
atom O. Hal ini menyebabkan EDTA dapat terikat pada ion-ion logam
dan akan membentuk kompleks yang stabil dengan kebanyakan ion
logam dengan perbandingan 1:1, kecuali logam alkali. Logam-logam
alkali membentuk kompleks yang tidak stabil dengan komplekson
pada pH asam sehingga harus dititrasi dengan terlebih dahulu
ditambahkan buffer salmiak pH 10 sebagai pengatur keadaan pH dan
mencegah terbentuknya endapan logam hidroksida. Penggunaan buffer
pada proses titrasi juga untuk mencegah terjadinya perubahan pH yang
diakibatkan oleh terbentuknya H+ karena setiap 1 mol logam bereaksi
dengan 1 mol EDTA selalu dilepaskan 2 mol H+. Proton yang
dibebaskan tersebut dapat berpengaruh pada pH, dimana jika H+ terlalu
tinggi, maka hal tersebut dapat terdisosiasi sehingga yang dilepaskan
kesetimbangan pembentukkan kompleks dapat bergeser ke kiri, karena
terganggu oleh suasana sistem titrasi yang terlalu asam.
Suatu EDTA juga dapat membentuk senyawa kompleks dengan
sejumlah besar ion logam, sehingga EDTA dapat dikatakan sebagai
ligan yang tidak selektif. Dalam larutan yang agak asam, dapat terjadi
protonasi parsial EDTA tanpa pematahan sempurna kompleks logam,
yang menghasilkan spesies seperti CuHY-. Ternyata bila beberapa ion
logam yang ada dalam larutan tersebut maka titrasi dengan EDTA
akan menunjukkan jumlah semua ion logam yang ada dalam larutan
tersebut.
EDTA merupakan larutan baku sekunder yang memiliki
konsentrasi tidak tetap atau berubah-ubah sehingga perlu dilakukan
pembakuan dengan larutan baku primer. ZnSO4 merupakan larutan
baku primer yang dapat digunakan untuk pembakuan EDTA. Larutan
EDTA akan membentuk kompleks yang tidak stabil pada pH rendah,
maka titrasi harus dilakukan pada pH 10. Untuk menjaga nilai pH agar
tetap basa, maka dibutuhkan larutan buffer. Larutan buffer yang
digunakan adalah buffer salmiak yang dibuat dari campuran NH4OH
dan NH4Cl. Setelah ditambahkan buffer, lalu ditambahkan indikator
EBT yang dapat mendeteksi titik akhir titrasi dengan adanya
perubahan warna dari merah violet menjadi biru.
Eriochrome Black T (EBT) adalah indikator yang berwarna merah
muda bila berada dalam larutan yang mengandung ion kalsium dan ion
magnesium dengan pH 10,0 0,1. Senyawa ini memiliki dua gugus
fenol yang dapat terionisasi. Suatu kelemahan Eriochrome Black T
adalah larutannya tidak stabil, dan hanya bisa digunakan dalam
suasana basa. Bila disimpan, maka akan terjadi penguraian secara
lambat, sehingga setelah jangka waktu tertentu indikator tidak
berfungsi lagi. Sebagai gantinya dapat diganti dengan indikator
Calmagite. Indikator ini stabil dan dalam kebanyakan sifatnya sama
dengan Eriochrome Black T. Bila indikator Eriochrome Black T (EBT)
ditambahkan kepada suatu larutan yang mengandung ion logam pada
pH basa, maka indikator EBT akan membentuk kompleks dengan ion
logam tersebut dan larutan akan menjadi merah anggur. Bila kemudian
dititrasi dengan EDTA, ion logam akan melepaskan ikatannya dengan
indikator EBT dan membentuk ikatan kompleks yang baru dengan
EDTA. Hal ini dikarenakan kekuatan ikatan antara ion logam dan
indikator EBT lebih rendah dibandingkan kekuatan ikatan ion logam
dan EDTA. Pada titik akhir titrasi, yaitu setelah semua EDTA
membentuk kompleks dengan ion logam, maka kelebihan dari larutan
EDTA akan berikatan dengan indikator EBT membentuk kompleks
dan menghasilkan perubahan warna larutan menjadi biru.
Setelah dilakukan pembakuan, konsentrasi EDTA yang didapat
adalah 0,11 N. Konsentrasi ini yang akan digunakan untuk perhitungan
penentuan kadar ZnO selanjutnya.
ZnO yang akan ditentukan kadarnya terlebih dahulu ditimbang
sebanyak 500 mg dan dilarutkan dalam larutan HCl 4 N. Hal ini
dilakukan karena zink oksida praktis tidak larut dalam air, tetapi
mudah larut dalam larutan asam. ZnO yang telah dilarutkan dalam
larutan HCl akan bersifat asam, sehingga perlu dinetralisasi dengan
adanya penambahan larutan NH4OH sedikit demi sedikit. Setelah itu,
larutan tersebut dicek pHnya dengan indikator universal dengan
mencelupkan kertas indikator universal ke dalam larutan yang akan
dicek pHnya, lalu perubahan warna pada indikator tersebut
dibandingkan dengan warna standar yang telah diketahui nilai pHnya.
pH larutan menunjukkan netral pada saat penambahan larutan NH4OH
sebanyak 6 ml, lalu selanjutnya larutan ditambahkan larutan buffer
salmiak pH 10 sampai larutan memiliki rentang pH 9-10. Penambahan
buffer ini bertujuan agar larutan menjadi stabil dan agar larutan
tersebut bersifat basa karena indikator yang digunakan adalah EBT
yang bekerja pada keadaan basa. Pada saat larutan yang sudah
ditambahkan larutan dapar amonia pH 10 dan kemudian ditambahkan
dengan indikator EBT. Pemilihan indikator EBT ini dikarenakan
trayek pH nya yang berada pada rentang 7-11 sehingga titik akhir
titrasi larutan ZnO pada pH 10 dapat diamati. Pemilihan EBT juga
dikarenakan ikatan antara indikator dengan ion logam yang terbentuk
harus lebih kuat dan tidak mudah terjadi disosiasi, sebab jika mudah
terjadi disosiasi warnanya akan muda berubah menjadi warna lain.
Pada saat penambahan indikator, indikator EBT akan terdisosiasi
melepaskan dua atom hidrogennya dari gugus fenol (OH) dan
mengikat ion Zn2+ dalam air dan segera membentuk kompleks Zn2+
eriokrom yang menyebabkan perubahan warna larutan menjadi merah
violet. Kestabilan kompleks ini cukup tinggi akan tetapi kurang stabil
apabila dibandingkan dengan kompleks antara Zn2+ dengan dinatrium
EDTA. Kemudian, larutan sampel dititrasi dengan larutan di-Na-
EDTA. Pada saat titrasi, terjadi reaksi kompleks antara indikator logam
dengan dinatrium EDTA, dimana hilangnya ion-ion hidrogen dari
gugus fenolat (OH) dan pembentukkan ikatan antara ion-ion logam dan
atom-atom oksigen, yang menghasilkan perubahan warna pada larutan
dari merah violet menjadi biru, dimana ikatan antara indikator EBT
dengan ion Zn2+ terlepas dan menyebabkan ion Zn2+ berikatan dengan
dinatrium EDTA membentuk kompleks berwarna biru. Hal ini
disebabkan kestabilan ikatan indikator dan ion Zn2+ lebih rendah
dibandingkan ikatan antara ion Zn2+ dan dinatrium EDTA. Peristiwa
berubahnya warna ini dikarenakan Zn sudah habis bereaksi dengan
indikator EBT, sehingga kelebihan dinatrium EDTA akan bereaksi
dengan indikator EBT. Setelah didapatkan perubahan warna larutan
menjadi biru, proses titrasi dihentikan. Saat itulah, mol ZnO sama
dengan mol EDTA, dan hal ini dinamakan titik akhir titrasi. Dari
proses titrasi tersebut, didapatkan konsentrasi dinatrium EDTA sebesar
0,12 N. yang selanjutnya angka ini akan digunakan dalam perhitungan
penetapan kadar ZnO.
Diperoleh hasil rata-rata kadar ZnO yang didapatkan adalah
102,51%. Kadar yang didapatkan tersebut kurang memenuhi
persyaratan seperti yang tertera pada Farmakope Indonesia edisi IV
bahwa kadar ZnO tidak kurang dari 99% dan tidak lebih dari 100,5%.
Ketidaksesuaian ini dapat disebabkan oleh faktor penyimpanan
atau faktor lingkungan yang dapat mengurangi kestabilan ZnO seperti
kandungan air, oksigen dan cahaya yang dapat menguraikan serta
mengoksidasi sampel. Menurut Farmakope Indonesia, zink oksida juga
lambat laun dapat menyerap karbondioksida di udara, sehingga faktor
lingkungan dapat mengurangi kestabilan ZnO. Selain itu, faktor lain
yang berpengaruh adalah kestabilan dan kadar reagen yang digunakan.
Reagen-reagen yang digunakan seperti larutan HCl 4 N dan larutan
dapar ammonia pH 10 sudah tersedia selama kurang lebih 1 minggu,
sedangkan reagen lainnya dibuat pada saat praktikum, sehingga reagen
yang sudah lama dibuat mungkin saja telah mengalami perubahan
konsentrasi atau telah terkontaminasi zat lain yang dapat
mempengaruhi hasil akhir titrasi ini. Ketidaktelitian pada saat
pengamatan titik akhir titrasi juga merupakan faktor lain yang
berpengaruh terhadap kadar ZnO yang didapatkan.
IX. Kesimpulan
Dapat menentukan kemurnian bahan baku ZnO dengan metode
kompleksometri, Hasil kadar yang didapatkan yaitu 102,51%. Hasil
tersebut tidak sesuai dengan yang tertera dalam Farmakope Indonesia
yaitu kadar ZnO antara 99-100,5%.

X. Daftar Pustaka
Annuryanti, F., Darmawati, A., dan Moechtar, J. 2015. Perbandingan
Metode Spektrofotometri Sinar Tampak dan Titrasi
Kompleksometri Untuk Penentuan Kadar Zink Dalam Sediaan
Sirup. Berkala Ilmiah Kimia Farmasi. Vol.4(2): 2.
Caley, Earle R., Farrohha, dan Sabri, M. 1963. A New Type of
Complexometric Titration. Ohio Journal of Science. Vol.63.
Cash, D. 2008. EDTA Titrations 1: Standardization of EDTA and
Analysis of Zinc in a Supplement Tablet. Tersedia (online) di:
http://www.uclmail.net/users/dn.cash/EDTA1.pdf/ [Diakses pada
16 Oktober 2017].
Day, R.A. dan Underwood. 1986. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi
Kelima. Jakarta: Erlangga.
Day, R.A., dan Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi
Keenam. Jakarta: Erlangga.
Gandjar, I., dan Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Husain, A. 2007. Theoretical Basis of Analysis: Complexometric
Titrations. Tersedia (online) di:
http://nsdl.niscair.res.in/jspui/bitstream/123456789/771/1/corrected
%20Theoretical%20basis%20of%20analysis%20-
%20Complexometric%20titrations.pdf/ [Diakses pada 16 Oktober
2017].
Khopkar, S. M. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press.
Levie, R. 2010. Potentiometric Titration. Tersedia (online) di:
http://www.titrations.info/ [Diakses pada 10 Oktober 2017].
Liu, Q. 2012. Selective Recovery of Lead from Zinc Oxide Dust with
Alkaline Na2EDTA Solution. Journal of Trans Nonferrous
Met.Soc.China. Vol. 24 : 1179-1186.
Miefthawati. 2013. Penetapan Kadar Kalsium Pada Ikan Kembung
Segar Dan Ikan Kembung Asin Secara Kompleksometri. Jurnal
Analis Kesehatan Klinikal Sains. Vol 1(1) : 1-9.
Nugroho, P. 2010. Massa Depan Cerah dari ZnO. Tersedia (online) di:
http://tatok.staff.ugm.ac.id/?p=3 18 [Diakses pada 10 Oktober
2017].
Pudjaatmaka, A.H. 2002. Kamus Kimia. Jakarta : Balai Pustaka.
Setyaningtyas. 2008. Molekul Potensi Humin Hasil Isolasi Tanah
Hutan Damar Baturraden Dalam Menurunkan Kesadahan Air.
Molekul. Vol. 3(2) : 77- 84.
Yusrin dan Triwahyuni, E. M. 2008. Penggunaan Metode
Kompleksometri pada Penetapan Kadar Seng Sulfat dalam
Campuran Seng Sulfat dengan Vitamin C.Jurnal Unimus. Vol. 1
(1): 336-337.
LAMPIRAN

Penimbangan di- Penimbangan Penimbangan


Na-EDTA ZnO EBT

Penimbangan NaCl Penimbangan ZnSO4 Penimbangan


serbuk kering indikator EBT

Titrasi pembakuan Titrasi pembakuan Titrasi pembakuan


di-Na-EDTA (1) di-Na-EDTA (2) di-Na-EDTA (3)
Sampel + indikator Titrasi penentuan Titrasi penentuan
EBT kadar ZnO (1) kadar ZnO (2)

Titrasi penentuan Pembuatan Pengecekan pH


kadar ZnO (3) indikator EBT setelah penambahan
buffer

Anda mungkin juga menyukai