PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dan fungsi Ormas Islam
2. Untuk mengetahui tentang radikalisme keagamaan
1
BAB II
ISI
2
luhur dan mendorong terjadinya kekerasan tindak kejahatan dan prilaku
amoral lainnya.
8. Meningkatkan kualitas hidup umat Islam dalam bidang agama, pendidkan,
ekonomi, sosial, dan budaya.
3
anggotanya atau sesama ormas atau dengan organisasi kekuatan sosial politik atau
Pemerintah atau dengan yang lainnya. (Sumber : UU No. 8 tahun 1985).
6. Sarana pemelihara dan pelestarian norma, nilai norma dan etika dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
4
Menyikapi situasi dan kondisi setelah disahkannya Perppu Nomor 2 Tahun
2017 tentang Ormas oleh DPR, maka GNPF-Ulama (Gerakan Nasional Pengawal
Fatwa Majelis Ulama) dan Ormas Islam menyatakan sikap sebagai berikut: pertama,
ajaran Islam mewajibkan menentang dan memerangi kezaliman maupun
kemungkaran yang terjadi. Hal tersebut dikarenakan GNPF dan Ormas Islam
berpegang pada empat ayat Al-Quran. Dua diantaranya adalah:
Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru pada kebajikan,
mengurus (berbuat) yang makruf dan mencegah yang munkar. Dan mereka itulah
orang-orang yang beriman. (Q.S. Ali Imran ayat 104).
Dan perangilah mereka itu sampai tak ada lagi fitnah dan agama hanya bagi Allah
semata. Jika mereka berhenti, maka tak ada lagi permusuhan kecuali terhadap orang-
orang yang zalim. (Q.S. Al-Baqarah ayat 193).
1. Tentang kegentingan yang memaksa, yang menjadi alasan utama lahirnya Perppu.
2. Tentang anggapan ketiadaan hukum yang memadai untuk menindak ormas-ormas
yang ditengarai bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
5
3. Tentang penghilangan peran hakim/pengadilan dalam proses pembubaran ormas.
4. Unsur ancaman pidana yang dianggap tidak manusiawi,
5. Berpotensi mengancam hak-hak kelompok agama minoritas dengan tuduhan
penistaan agama, terutama yang dianggap berlawanan dengan agama mayoritas.
6
dukungan yang diberikan oleh pihak-pihak tertentu serta didukung pula oleh
kemampuan, kekuasaan dan kepemimpinan yang baik atau mumpuni maka
dibentuklah partai politik yang dapat dikatakan lebih memiliki ruang bebas dan
terbuka dalam mengatur pemerintahan jika dibandingkan dengan organisasi
kemasyarakatan (ormas) yang ada. (Sukma. 2013)
Organisasi Masyarakat sebagaimana yang tercantum dalam pasal 1 UU nomor
8 tahun 1985 adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warga Negara
Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi,
agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk berperan serta dalam
pembangunan dalam rangka mencapai Tujuan Nasional dalam wadah Negara
kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
Definisi organisasi kemasyarakatan ditetapkan dalam Pasal 1 Undang-undang
Dasar RI Nomor 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Yang dimaksud
dengan Organisasi Kemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota
masyarakat Warganegara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan
kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
untuk berperanserta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional
dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
Kemudian Asas Ormas ditetapkan kembali dalam Pasal 2: Organisasi
Kemasyarakatan berasaskan Pancasila sebagai satu-satunya asas (asas dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara). Kemudian dalam penjelasan
Undang-undang ini menetapkan bahwa penetapan Pancasila sebagai satusatunya asas
bagi Organisasi Kemasyarakatan tidaklah berarti Pancasila akan menggantikan
agama, dan agama tidak mungkin di-Pancasilakan; antara keduanya tidak ada
pertentangan nilai.
Menyikapi hal tersebut Undang-undang Nomor 8/1985 tentang Organisasi
Kemasyarakatan hanya mengatur apabila organisasi kemasyarakatan melakukan
tindakan yang mengganggu ketertiban, keamanan dan kenyamanan, menerima dan
memberi bantuan kepada pihak asing tanpa persetujuan pemerintah dan merugikan
kepentingan bangsa dan negara diberikan sanksi hanya pembekuan dan pembubaran
dengan tata cara diatur 12 dalam Peraturan Pemerintah9 Kemudian menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 18 Tahun 1986 sebagai pelaksanaan atas undang-undang ini
mengatur hal yang sama, yaitu sanksi apabila Organisasi Kemasyarakatan melakukan
tindakan yang mengganggu ketertiban, keamanan dan kenyamanan, menerima dan
memberi bantuan kepada pihak asing tanpa persetujuan pemerintah dan merugikan
kepentingan bangsa dan negara diberikan sanksi tindakan pembekuan dan
pembubaran, pengaturan hanya lebih rinci dimulai dengan teguran secara tertulis,
mengakui kesalahan dan berjanji tidak mengulanginya dalam waktu 3 bulan jika
memenuhi syarat tersebut dapat melakukan kegiatan kembali10 Artinya hukuman
beratnya hanya pembekuan/pembubaran yang diawali dengan teguran tertulis yang
harus memperbaiki kesalahan saja.
Menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1985 pasal l, Organisasi
kemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat warga
Negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi,
fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa untuk berperan serta
dalam wadah Negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
Kemudian dalam penjelasan Pasal tersebut lebih lanjut menjelaskan bahwa, salah satu
ciri penting dari organisasi kemasyarakatan adalah kesukarelaan dalam pembentukan
dan keanggotanannya. Artinya, anggota masyarakat warga Negara Republik Indonesia
7
diberikan kebebasan untuk membentuk, memilih, bergabung dalam organisasi
kemasyarakatan yang diminatinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama dan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang maha Esa, atau bergabung terhadap organisasi kemasyarakatan
yang mempunyai lebih dari satu ciri dan/atau kekhususan. (Mursitama,T.N. 2011. )
8
keras terhadap sesama muslim, bahkan terhadap non-muslim yang tidak memusuhi
umat Islam diwajibkan untuk berperilaku baik.
Islam adalah agama yang Rahmatan lil Alamin, keberadaan Islam haruslah
memberikan manfaat terhadap semua orang. Islam memerintahkan untuk menerapkan
ajaran secara keseluruhan, namun tidak diperkenankan adanya kekerasan yang
memaksakan kehendak. Maka untuk melakukan dakwah diwajibkan untuk
menggunakan cara yang lemah lembut sehingga mereka tidak pergi dari Islam.
9
Metamorfosis
Sejatinya, radikalisme atas nama agama ini sudah terjadi sejak masa Nabi
Muhammad SAW. Bahkan, beliau pun sudah mengabarkan dalam berbagai haditsnya
bahwa gerakan semacam ini akan selalu ada sampai kelak. Salah satunya hadits yang
menceritakan mengenai tentang Dzul Khuwaishirah (HR. Bukhari 3341, HR. Muslim
1773) dan hadits yang menceritakan mengenai ciri-ciri kelompok radikal (HR.
Bukhari nomor 7123, Juz 6 halaman 200748; Sunan an-Nasai bab Man Syahara
Saifahu 12/ 474 nomor 4034; Musnad Ahmad bab Hadits Abi Barzakh al-Aslami 40/
266 nomor 18947).
Dalam sejarah perkembangan Islam, dikenal kemudian firqah yang bernama
Khawarij. Khawarij ini muncul sebagai respon ketidakksepakatan terhadap
tindakan tahkim (arbitrase) yang ditempuh Khalifah Ali Ibn Abu Thalib dalam
penyelesaian peperangan Shiffin dengan Muawiyah ibn Abu Sufyan. Dalam
perjalanannya, Khawarij ini dapat ditumpas. Namun, pemikirannya bermetamorfosis
dalam berbagai bentuk firqah. Sehingga, sampai sekarang pun masih banyak
ditemukan pemikiran yang benar-benar fanatik, tekstual, dan fundamental. Kalangan
yang pendapatnya berbeda dengannya maka akan diberikan stempel kafir, bidah,
dansesat. Dalam tataran kenegaraan pun, juga terdapat kelompok radikal yang
selalu mengangkat isu khilafah (satu pemerintahan atas nama Islam). Setiap
permasalahan negara selalu dibawa ke ranah khilafah. Bahkan, ada kalangan yang
menganggap pemerintahan selain khilafah adalah thaghut. Meskipun, bentuk negara
ini merupakan perkara yang ijtihadi (diperlukan ijtihad dan tidak mutlak).
Kalangan-kalangan radikal ini pun sangat gencar menyuntikkan paradigma-
paradigmanya sehingga tidak sedikit kalangan muda yang terbius oleh paradigma-
paradigma semu tersebut. Didorong oleh pahala dan surga, kalangan muda banyak
yang mendukung gerakan-gerakan radikal tersebut. Bahkan, banyak kalangan muda
yang bersedia menjadi pihak bom bunuh diri. Ironisnya, bekal keagamaan mereka
pun belum dapat dikatakan mencukupi (belum alim dan faqih), namun mereka sudah
gencar berdakwah atas perspektif yang mereka pelajari sendiri. Model gerakan
mereka pun sangat masif dan terkoordinir dengan baik sehingga mampu memengaruhi
hampir seluruh lapisan masyarakat. Sehingga, paradigma ini harus menjadi perhatian
serius.
Akar masalah.
Scott M. Thomas (2005) dalam bukunya The Global Resurgence of Religion
and The Transformation of International Relation, The Struggle for the Soul of the
Twenty-First Century halaman 24 mengemukakan bahwa pemikiran dan gerakan
radikal biasanya terkait dengan faktor ideologi dan agama. Istilah radikalisme adalah
hasil labelisasi terhadap gerakan-gerakan keagamaan dan politik yang memiliki ciri
pembeda dengan gerakan keagamaan dan politik mainstream. Gerakan radikalisme
yang terkait dengan agama sebenarnya lebih terkait dengan a community of believers
dibandingkan body of believe.
Ernest Gelner (1981) dalam bukunya Muslim Society halaman 4 mengatakan
bahwa pemikiran dan gerakan radikal yang dikaitkan dengan komunitas Muslim
dipahami sebagai cara bagi komunitas Muslim tertentu dalam mengembangkan nilai-
nilai keyakinan akibat desakan penguasa, kolonialisme maupun westernisasi. Di lain
pihak, Mudhofir dan Syamsul Bakri (2005) menjelaskan dalam bukunya Memburu
Setan Dunia, Ikhtiyar Meluruskan Persepsi Barat dan Islam tentang
Terorisme halaman 9395 bahwa radikalisme modern muncul biasanya disebabkan
oleh tekanan politik penguasa, kegagalan pemerintah dalam merumuskan kebijakan
10
dan implementasinya di dalam kehidupan masyarakat serta sebagai respon terhadap
hegemoni Barat.
Syafii Maarif, Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah 19992004, dalam
buku Ilusi Negara Islam, Ekspansi Gerakan Transnasional di Indonesia (2009),
setidaknya ada tiga teori yang menyebabkan adanya gerakan radikal dan tumbuh
suburnya gerakan transnasional ekspansif. Pertama, adalah kegagalan umat Islam
dalam menghadapi arus modernitas sehingga mereka mencari dalil agama untuk
menghibur diri dalam sebuah dunia yang dibayangkan belum tercemar. Kedua,
adalah dorongan rasa kesetiakawanan terhadap beberapa negara Islam yang
mengalami konflik, seperti Afghanistan, Irak, Suriah, Mesir, Kashmir, dan Palestina.
Ketiga, dalam lingkup Indonesia, adalah kegagalan negara mewujudkan cita-cita
negara yang berupa keadilan sosial dan kesejahteraan yang merata.
Dalam suatu artikelnya, Adian Husaini (2004) mengutip dan menganalisis
beberapa pendapat Samuel P. Huntington yang menulis buku berjudul Who Are We?
: The Challenges to Americas National Identity pada tahun 2004. Huntington
menggunakan bahasa yang lebih lugas, bahwa musuh utama Barat pasca Perang
Dingin adalah Islam yang ia tambah dengan predikat militan. Namun, dari
berbagai penjelasannya, definisi Islam militan melebar ke mana-mana, ke berbagai
kelompok dan komunitas Islam, sehingga definisi itu menjadi kabur.
Hal ini membuktikan bahwa Islam secara tidak langsung diciptakan (dijebak) sebagai
teroris sehingga persepsi terhadap Islam pun menjadi buruk dan mengerucut bahwa
Islam adalah teroris. Definisi Islam militan yang tanpa batasan tersebut kemudian
merugikan umat Islam secara keseluruhan.
11
kalangan Muslim moderat, meskipun kalangan Muslim moderat juga berpandangan
bahwa terorisme ini juga termasuk pada konspirasi global untuk menghancurkan
Islam.
12
Tugas berat bagi kalangan Muslim moderat, harus gencar dalam menanamkan
nilai Islam yang humanis dalam tataran akar rumput. Misalkan, memajukan TPA
(Tempat Pendidikan Al-Quran) dan pengajian serta majelis-majelis yang diisi dengan
internalisasi nilai-nilai Islam rahmatan lil alamin dan deradikalisasi. TPA, pengajian,
dan majelis talim ini merupakan tempat yang jitu dalam menginternalisasikan nilai-
nilai keislaman karena sasaran dari TPA, pengajian, dan majelis adalah masyarakat
akar rumput.
Kajian terhadap bentuk negara, menceritakan kembali mengenai perjuangan
para ulama memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, kajian terhadap hubungan
Islam dengan konstitusi, dan kajian mengenai sahnya Negara Kesatuan Republik
Indonesia juga harus diintensifkan. Satu hal yang juga tidak boleh dilupakan adalah
bahwa Islam harus dibumikan sehingga mampu memberdayakan umat manusia. Nilai-
nilai Islam yang dibumikan ini akan menjadi nilai universal yang mampu
menyelesaikan persoalan umat manusia. Nilai-nilai Islam yang tidak kaku dan tidak
tergantung pada bentuk, sehingga dapat diimplementasikan dalam kerangka kebajikan
apapun dan dalam dimensi waktu kapanpun. Menampilkan wajah Islam rahmatan lil
alamin inipun akan menghindarkan kaum Muslim dari jebakan Huntington, sehingga
Islam tidak dipandang radikal dan teroris. Wallahu alam bish shawab.
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela
berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan,
dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Radikalisme keagamaan merupakan gerakan radikal yang mengatasnamakan
agama yang dikaitkan dengan hal-hal negatif berupa kekerasan atau secara
prinsip menolak aliran yang tidak sejalan.
14
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2017. Ini Sikap Gnpf Ulama Terkait Disahkannya Perppu Ormas Menjadi Undang
Undang. mediaumat.news/ini-sikap-gnpf-ulama-terkait-disahkannya-perppu-ormas-
menjadi-undang-undang/. Diakses pada 9 November 2017.
Jeffrie G. 2017. Menyikapi UU Ormas secara Proposional.
https://geotimes.co.id/kolom/politik/menyikapi-uu-ormas-secara-proporsional/.
Diakses pada 9 November 2017.
Khamami,Z. 2002. Islam radikal ; pergulatan ormas-ormas islam garis keras di indonesia.
jakarta
Mursitama,T.N. 2011. Laporan Pengkajian Hukum Tentang Peran Dan Tanggungjawab
Organisasi Kemasyarakatan Dalam Pemberdayaan Masyarakat. Pusat Penelitian Dan
Pengembangan Sistem Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional
Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Ri
Nottingham, E.K. 1985. Religion and Society. Alih Bahasa. Agama dan Masyarakat, Suatu
Pengantar Sosiologi Agama. Abdul Muis Naharong (penterjemah). Jakarta. CV
Rajawali.
Sukma,I.W.P.W. 2013. Eksistensi Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Dalam Partai Politik
Di Kecamatan Sukawati. Artikel. Jurusan Pendidikan Pancasila Dan
Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja.
Syam, N. 2009. Tantangan Multikulturisme dari Radikalisme Menuju Kebangsaan. Kanisius.
Yogyakarta.
http://www.nu.or.id/post/read/78246/radikalisme-agama-di-indonesia
http://www.harianumum.com/berita/detail/3581/GNPF-Ulama-Serukan-Umat-Islam-Lawan-
UU-Ormas-yang-Baru
15