Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Organisasi Islam di Indonesia merupakan sebuah fenomena yang menarik
untuk dipelajari, mengingat bahwa organisasi Islam merupakan representasi dari
Umat Islam yang menjadi mayoritas di Indonesia. Hal ini menjadikan organisasi
Islam menjadi sebuah kekuatan sosial maupun politik yang diperhitungkan dalam
pentas politik di Indonesia. Perkembangan organisasi keagamaan di Indonesia
memang sangat panjang dari zaman sebelum kemerdekaan sampai pasca orde baru.
Organisasi juga biasa dikenal sebagai gerakan keagamaan, yang didefinisikan oleh
Nottingham sebagai suatu usaha terorganisasi untuk menyebarkan agama baru, atau
interpretasi baru dari agama yang sudah ada (Nottingham, 1985).
Organisasi keagamaan Islam merupakan kelompok organisasi yang terbesar
jumlahnya, baik yang memiliki skala nasional maupun yang bersifat lokal saja. Tidak
kurang dari 40 buah organisasi keagamaan Islam yang berskala nasional memiliki
cabang-cabang organisasinya di ibukota provinsi maupun ibukota
kabupaten/kotamadya, seperti : Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Serikat
Islam (SI), Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI), Majelis Ulama Indonesia (MUI),
Gabungan Usaha Perbaikan Pendidikan Indonesia (GUPPI), Majelis Dakwah
Islamiyah (MDI), Dewan Mesjid Indonesia (MDI), Ikatan Cendikiawan Muslim se
Indonesia (ICMI), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Persatuan Mahasiswa Islam
Indonesia (PMII), Aisyiah, Muslimat NU, dan sebagainya. Sedangkan organisasi
keagamaan Islam yang bersifat lokal pada umumnya bergerak di bidang dakwah dan
pendidikan seperti : Majelis Talim, Yayasan Pendidikan Islam, Yayasan Yatim Piatu,
Lembaga-lembaga dakwah lokal dan sebagainya.
Indonesia adalah negara yang terdiri dari banyak pulau, suku, agama, ras, dan
golongan. Dengan kata lain, Indonesia adalah negara multikultural. Setiap golongan
masyarakat memiliki latar belakang, sudut pandang, dan pemikiran yang berbeda-
beda. Hal inilah yang menyebabkan pertikaian, seperti munculnya paham radikalisme.
Radikalisme disebagian masyarakat bisa muncul karena banyak hal. Salah satunya
adalah karena lemahnya pemahaman agama. Radikalisme ini merupakan sasaran yang
tepat bagi orang-orang yang bertujuan menyelewengkan ajaran agama atau
mengajarkan paham-paham keagamaan yang sesat. Oleh karena itu, pada makalah ini
penulis akan membahas tentang organisasi masyarakat (Ormas Islam) dan radikalisme
keagaaman (Syam, 2009).

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dan fungsi Ormas Islam
2. Untuk mengetahui tentang radikalisme keagamaan

1
BAB II
ISI

2.1 Pengertian Ormas


Berdasarkan Perppu No. 2 Tahun 2017, ditegaskan bahwa Organisasi
Kemasyarakatan yang selanjutnya disebut Ormas merupakan organisasi yang
didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan
aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi
dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Ormas-ormas islam seperti Front Pembela Islam (FPI), Hizbur Tahrir
Indonesia (HTI), Majelis Mujahidin, Laskar Jihad Ahlussunnah Waljamaah, Komite
Indonesia untuk Soldaritas Dunia Islam (KISDI), dan Negara Islam Indonesia (NII)
memiliki ciri-ciri yang sebagaimana dungkapkan oleh Horace M. Kallen di atas,
pertama, mereka memperjuangkan islam secara kaffah (totalistik), syariat islam
sebagai hukum negara, islam sebagai dasar negara, sekaligus islam sebagai sistem
politik sehingga bukan demokrasi yang menjadi suara aspirasi rakyat yang menjadi
sistem politik, kedua, mereka mendasarkan praktik keagaamnya pada orientasi masa
lalu (salafi), ketiga mereka sangat memusuhi barat dengan segala produk
peradabannya, seperti sekularisasi dan modernisasi, keempat perlawanan dengan
gerakan liberalisme islam yang tengah berkembang di kalangan muslim indonesia
(khamami. 2002) .Oleh sebab itula ormas orms islam seperti ini bisa dikategorikan
kedalamgolongan islam radikal
2.1.1 Peran Ormas Dalam Islam
1. Melakukan pemurnian akidah umat Islam yang selama ini mengalami
penyimpangan dan menjurus kepada kesyirikan yang dilakukan dengan
menyebarkan kesadaran dan pemahaman tentang akidah Islam yang benar di
tengah-tengah kaum Muslimin.
2. Membentengi umat Islam untuk tetap berpegang teguh pada aqidah salimah
dengan ilmu syari yang mantap dari serangan musuh-musuh Islam yang ingin
menghancurkan umat Islam lewat pemikiran mereka.
3. Membentengi umat Islam dari serangan kristenisasi.
4. Mengarahkan umat Islam kepada peningkatan keilmuan ummat agar mereka
mampu membela Islam dan menjaga identitas keislaman dan akidah mereka
secara benar.
5. Menyelamatkan umat Islam dari rencana-rencana penyebar aliran-aliran sesat
dan menghadapi mereka dengan cara-cara yang legal dan berusaha
menyingkap tujuan-tujuan mereka dan membedah kesalahan ideologi mereka.
6. Melakukan penyadaran kepada umat Islam mengenai bahaya dan kesalahan
keyakinan aliran-aliran sesat itu serta mengungkapkannya kepada publik
dengan argumen yang jelas dan atas dasar pemahaman dan ilmu yang benar.
7. Membentengi semua kalangan baik generasi muda wanita orang dewasa atau
anak-anak yang menjadi incaran budaya-budaya pendatang yang mengajak
orang kepada permisifme dan memberontak terhadap nilai-nilai akhlak yang

2
luhur dan mendorong terjadinya kekerasan tindak kejahatan dan prilaku
amoral lainnya.
8. Meningkatkan kualitas hidup umat Islam dalam bidang agama, pendidkan,
ekonomi, sosial, dan budaya.

2.1.2 Sikap Umat Islam Terhadap Munculnya Ormas


a. Sikap fanatik, Menolak atau membenci organisasi lain. Sikap ini ditujukan
oleh seseorang atau sekelompok orang yang menganggap bahwa organisasi
lain yang diluar organisasinya sendiri itu tidak benar dan merasa bahwa hanya
organisasinya sendirilah yang benar baik dalam pergerakan, pemahaman,
manhaj, dan lain sebagainya.
b. Lebih membanggakan organisasi lain daripada organisasinya sendiri. Sikap ini
ditujukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang menganggap bahwa
organisasi lain selain organisasinya sendiri itu lebih baik dari pada
organisasinya sendiri, hal ini terjadi karena ada kekecewaan atau
ketidakpuasan yang ia dapatkan dalam organisasinya yang ia berkecimpung di
dalamnya.
c. Sikap pertengahan. Yaitu tidak mengklaim hanya organisasinya sendiri yang
benar (fanatik) dan tidak mengklaim bahwa organisasi lain itu tidak benar.
Sikap pertengahan ini diawali dengan sebuah kesadaran penuh bahwa
perbedaan dalam berorganisasi masyarakat itu adalah sebuah rahmat yang
perlu disatukan dalam bentuk kerjasama dan menjalin hubungan yang baik
antar ormas-ormas islam, tidak menganggap mereka adalah lawan.

2.2 Fungsi Ormas


Fungsi organisasi kemasyarakatan yang sebenarnya adalah :

1. Ormas dibentuk dengan tujuan menjaga persatuan dan kesatuan bangsa


Organisasi kemasyarakatan pada dasarnya dibentuk dengan tujuan untuk
menjaga, memelihara, serta memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. Semua
ormas, tak terkecuali Ormas terbesar di Indonesia memiliki kewajiban untuk tetap
menjaga norma, etika, dan nilai-nilai moral dalam hidup bermasyarakat. Inilah kenapa
contoh Ormas yang baik adalah yang bisa ikut terlibat dalam mewujudkan tujuan
negara. Sebuah organisasi bisa keluar dari daftar Ormas di Indonesia kalau sudah tak
lagi sejalan dengan tujuan negara, apalagi kalau sudah menunjukkan tendensi
memecah belah persatuan.Ormas dibentuk untuk berperan serta dalam pembangunan
dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah NKRI yang berdasarkan
Pancasila.

2. Ormas dibentuk sebagai sarana aspirasi masyarakat


Bisa dibilang kalau sebuah ormas, dibentuk sebagai wadah agar masyarakat
bisa menyalurkan aspirasinya dengan lebih terorganisasi.Fungsi dari Ormas adalah
sebagai wadah penyalur kegiatan sesuai kepentingan anggotanya, pembinaan dan
pengembangan anggotanya, peran serta dalam usaha menyukseskan pembangunan
nasional, sarana penyalur aspirasi anggota dan sarana komunikasi sosial diantara

3
anggotanya atau sesama ormas atau dengan organisasi kekuatan sosial politik atau
Pemerintah atau dengan yang lainnya. (Sumber : UU No. 8 tahun 1985).

3. Wadah pembinaan dan pengembangan anggotanya dalam usaha mewujudkan


tujuan organisasi.

4. Wadah peran serta dalam usaha menyukseskan pembangunan nasional.

5. Sarana pemenuhan pelayanan sosial.

6. Sarana pemelihara dan pelestarian norma, nilai norma dan etika dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

2.3 Undang-Undang Ormas


Undang-Undang yang mengatur tentang organisasi kemasyarakatan pada
awalnya terdapat pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985. Menimbang bahwa
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan
dinamika kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sehingga muncul
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 sebagai pengganti. Namun Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2013 mendesak untuk dilakukan perubahan sehingga muncul
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 sebagai Pengganti yang berisi tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013. Hal tersebut menimbang
bahwa Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan
mendesak untuk segera dilakukan perubahan karena belum mengatur secara
komprehesif mengenai keormasan yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sehingga terjadi kekosongan
hukum dalam hal penerapan sanksi yang efektif.
Adanya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 sebagai Pengganti tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 mengenai Organisasi
Kemasyarakatan ini beralaskan bahwa (1) kebebasan berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat merupakan bagian dari hak asasi manusia dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dijamin
oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. (2) dalam
menjalankan hak dan kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat,
setiap orang wajib menghormati hak asasi dan kebebasan orang lain dalam rangka
tertib hukum serta menciptakan keadilan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. (3) sebagai wadah dalam menjalankan kebebasan berserikat,
berkumpul, dan mengeluarkan pendapat, organisasi kemasyarakatan berpartisipasi
dalam pembangunan untuk mewujudkan tujuan nasional dalam wadah Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
Maksud dan tujuan Peraturan Pemerintah ini adalah untuk membedakan dan
sekaligus melindungi Ormas yang mematuhi dan konsisten dengan asas dan tujuan
Ormas berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dan Ormas yang asas dan kegiatannya nyata-nyata
bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini telah
memisahkan kedua golongan Ormas tersebut dan disertai sanksi dengan jenis sanksi
dan penerapannya yang luar biasa.

4
Menyikapi situasi dan kondisi setelah disahkannya Perppu Nomor 2 Tahun
2017 tentang Ormas oleh DPR, maka GNPF-Ulama (Gerakan Nasional Pengawal
Fatwa Majelis Ulama) dan Ormas Islam menyatakan sikap sebagai berikut: pertama,
ajaran Islam mewajibkan menentang dan memerangi kezaliman maupun
kemungkaran yang terjadi. Hal tersebut dikarenakan GNPF dan Ormas Islam
berpegang pada empat ayat Al-Quran. Dua diantaranya adalah:

Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru pada kebajikan,
mengurus (berbuat) yang makruf dan mencegah yang munkar. Dan mereka itulah
orang-orang yang beriman. (Q.S. Ali Imran ayat 104).

Dan perangilah mereka itu sampai tak ada lagi fitnah dan agama hanya bagi Allah
semata. Jika mereka berhenti, maka tak ada lagi permusuhan kecuali terhadap orang-
orang yang zalim. (Q.S. Al-Baqarah ayat 193).

Kedua, agar selalu waspada terhadap kemungkinan terburuk yang diakibatkan


oleh UU tersebut. Terakhir, melakukan perlawanan melalui mekanisme legal
konstitusional. Seperti diketahui, sejak diajukan ke DPR, Perppu ini ditolak oleh umat
Islam karena diyakini kalau Islam lah yang ditarget Perppu ini, karena Perppu ini pula
yang menjadi dasar bagi pemerintah untuk membubarkan HTI (Hizbut Tahrir
Indonesia). Umat Islam yakin, setelah HTI, Ormas Islam lain menjadi target termasuk
FPI (Front Pembela Islam).

2.4 Sikap Ormas terhadap Undang-Undang


Perppu Nomor 02 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan telah
disahkan menjadi Undang Undang oleh DPR RI. Menyikapi hal tersebut Gerakan
Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF Ulama) dalam Siaran Persnya menyatakan
beberapa sikap atas disahkannya Perppu menjadi Undang Undang. Menurut
GNPF, ajaran Islam mewajibkan menentang dan mencegah setiap
kezhaliman maupun kemungkaran yang terjadi. Dari Sudut konstitusional , GNPF
Ulama menyatakan proses politik yang melahirkan peraturan Perundang
Undangan tersebut tidak dapat diterima sebagai proses politik yang dibenarkan
menurut ukuran legal formal konstitusional, yaitu tidak terpenuhinya unsur syarat -
syarat untuk dapat diterbitkannya sebuah Perppu. GNPF Ulama dan Ormas ormas
Islam memandang bahwa substansi dari Perppu yang telah disahkan menjadi Undang
Undang tersebut sangat merugikan, karena cenderung ditujukan untuk membatasi
dan mengekang dakwah islam. Oleh karenanya GNPF menyerukan untuk tidak
mendukung dan tidak memilih partai -partai yang telah menyetujui Perppu menjadi
Undang Undang baik dalam pilkada, pileg maupun pilpres. Kemudian
mengingatkan agar selalu waspada terhadap kemungkinan terburuk yang diakibatkan
oleh undang undang tersebut dan kembali melakukan perlawanan melalui
mekanisme legal konstitusional (Anonim, 2017). Selain itu Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2017 tentang
Perubahan Atas Undang Undang Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi
Kemasyarakatan (Perppu Ormas) menimbulkan kotroversi. Di antara poin-poinnya
yang dianggap paling krisial adalah :

1. Tentang kegentingan yang memaksa, yang menjadi alasan utama lahirnya Perppu.
2. Tentang anggapan ketiadaan hukum yang memadai untuk menindak ormas-ormas
yang ditengarai bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.

5
3. Tentang penghilangan peran hakim/pengadilan dalam proses pembubaran ormas.
4. Unsur ancaman pidana yang dianggap tidak manusiawi,
5. Berpotensi mengancam hak-hak kelompok agama minoritas dengan tuduhan
penistaan agama, terutama yang dianggap berlawanan dengan agama mayoritas.

Masukan-masukan dari masyarakat untuk perbaikan, apalagi penolakan, sudah


sulit dilakukan karena Perppu telah disahkan Dewan Perwakilan Rakyat menjadi
Undang-Undang Ormas. Tapi pengesahan ini tentu tidak lantas menutup kontroversi,
malah semakin menyulut kemarahan pihak-pihak yang merasa menjadi korban (Jeffri,
2017).

Lebih detil, Rubaidi mengurangi lima ciri gerakan radikal islam,


1. Menjadikan islam sebagai ideologi final dalam mengatur kehidupan individual
dan juga politik ketata negaraan,
2. Nilai-nilai islam yang dianut mengadopsi sumbernya di timur secara apa adanya
tanpa mempertimbangkan perkembangan sosial politik ketika al-quraan dan hadist
hadir dimuka bumi ini, dengan realistas lokal kekinian
3. Karena perhatian lebih fokus pada teks Al-quran dan hadist, maka purifikasi ini
sangat berhati-hati untuk menerima segala budaya non asal muslim (budaya timur
tengah) termasuk berhai-hati menerima traddiso lokal karena khawatir
mencampuri islam dengan bidah
4. Menolak ideologi Non-Timur Tengah termasuk idologi barat, seperti demokrasi,
sekularisme dan liberalisme. Sekali lgi segala peraturan yang ditetapkan harus
merujuk pada AL-Quran dan hadist
5. Gerakan kelompok ini sering berseberangan dengan masyarakat luas termasuk
pemerintah, olehkarena itu, termaasuk pemerintah
Untuk itu dalam pergerakan organisasi kemasyarakatan (ormas) telah diatur
dalam UU No. 8 tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakatan (ormas). Akan tetapi
sampai saat ini dari UU No. 8 tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakatan (ormas)
tersebut tidak dapat atau belum dapat dijalankan dengan baik oleh organisasi
kemasyarakatan (ormas) yang ada, serta masih perlunya dilakukan pembenahan
terhadap UU No. 8 tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakatan (ormas). Dengan
adanya undang-undang yang mengatur pergerakan organisasi kemasyarakatan (ormas)
dan partai politik, sudah pasti di tegaskan bahwa anggota organisasi kemasyarakatan
(ormas) harus menjalankan tugas dan perannya sesuai dengan undang-undang yang
telah mengaturnya masing-masing. Dengan keadaan yang terjadi di lapangan sekarang
ini tentu menimbulkan berbagai pertanyaan bagi penulis yaitu salah satunya sejauh
mana keterlibatan organisasi kemasyarakatan (ormas) dengan partai politik di
kecamatan Sukawati dan bagaimana strategi yang dilakukan oleh organisasi
kemasyarakatan (ormas) ke partai politik serta kendala apa yang dihadapi oleh
organisasi kemasyarakatan (ormas) dalam partai politik. (Sukma. 2013)
Lahirnya organisasi kemasyarakatan (ormas) tidak terlepas dari sejarah bangsa
Indonesia yang memberikan ruang bebas dan terbuka untuk masyarakatnya dalam
berkumpul bersama, hal tersebut dikarenakan mulai terbentuknya kelompok-
kelompok yang berkepentingan dan kemudian diatur lebih jelasnya kedalam UU No.
8 tahun 1985 tentang organisasi kemasyaraktaan (ormas). Dalam sejarah partai
politik, masyarakat terlebih dulu tergabung dalam kelompok-kelompok yang telah
memiliki nama atau identitas tertentu dan kemudian dengan berbagai bentuk

6
dukungan yang diberikan oleh pihak-pihak tertentu serta didukung pula oleh
kemampuan, kekuasaan dan kepemimpinan yang baik atau mumpuni maka
dibentuklah partai politik yang dapat dikatakan lebih memiliki ruang bebas dan
terbuka dalam mengatur pemerintahan jika dibandingkan dengan organisasi
kemasyarakatan (ormas) yang ada. (Sukma. 2013)
Organisasi Masyarakat sebagaimana yang tercantum dalam pasal 1 UU nomor
8 tahun 1985 adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warga Negara
Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi,
agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk berperan serta dalam
pembangunan dalam rangka mencapai Tujuan Nasional dalam wadah Negara
kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
Definisi organisasi kemasyarakatan ditetapkan dalam Pasal 1 Undang-undang
Dasar RI Nomor 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Yang dimaksud
dengan Organisasi Kemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota
masyarakat Warganegara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan
kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
untuk berperanserta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional
dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
Kemudian Asas Ormas ditetapkan kembali dalam Pasal 2: Organisasi
Kemasyarakatan berasaskan Pancasila sebagai satu-satunya asas (asas dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara). Kemudian dalam penjelasan
Undang-undang ini menetapkan bahwa penetapan Pancasila sebagai satusatunya asas
bagi Organisasi Kemasyarakatan tidaklah berarti Pancasila akan menggantikan
agama, dan agama tidak mungkin di-Pancasilakan; antara keduanya tidak ada
pertentangan nilai.
Menyikapi hal tersebut Undang-undang Nomor 8/1985 tentang Organisasi
Kemasyarakatan hanya mengatur apabila organisasi kemasyarakatan melakukan
tindakan yang mengganggu ketertiban, keamanan dan kenyamanan, menerima dan
memberi bantuan kepada pihak asing tanpa persetujuan pemerintah dan merugikan
kepentingan bangsa dan negara diberikan sanksi hanya pembekuan dan pembubaran
dengan tata cara diatur 12 dalam Peraturan Pemerintah9 Kemudian menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 18 Tahun 1986 sebagai pelaksanaan atas undang-undang ini
mengatur hal yang sama, yaitu sanksi apabila Organisasi Kemasyarakatan melakukan
tindakan yang mengganggu ketertiban, keamanan dan kenyamanan, menerima dan
memberi bantuan kepada pihak asing tanpa persetujuan pemerintah dan merugikan
kepentingan bangsa dan negara diberikan sanksi tindakan pembekuan dan
pembubaran, pengaturan hanya lebih rinci dimulai dengan teguran secara tertulis,
mengakui kesalahan dan berjanji tidak mengulanginya dalam waktu 3 bulan jika
memenuhi syarat tersebut dapat melakukan kegiatan kembali10 Artinya hukuman
beratnya hanya pembekuan/pembubaran yang diawali dengan teguran tertulis yang
harus memperbaiki kesalahan saja.
Menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1985 pasal l, Organisasi
kemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat warga
Negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi,
fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa untuk berperan serta
dalam wadah Negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
Kemudian dalam penjelasan Pasal tersebut lebih lanjut menjelaskan bahwa, salah satu
ciri penting dari organisasi kemasyarakatan adalah kesukarelaan dalam pembentukan
dan keanggotanannya. Artinya, anggota masyarakat warga Negara Republik Indonesia

7
diberikan kebebasan untuk membentuk, memilih, bergabung dalam organisasi
kemasyarakatan yang diminatinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama dan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang maha Esa, atau bergabung terhadap organisasi kemasyarakatan
yang mempunyai lebih dari satu ciri dan/atau kekhususan. (Mursitama,T.N. 2011. )

2.5 Pengertian Radikalisme


Pengertian radikal dari sisi bahasa, radikal berasal dari bahasa latin radix
yang artinya akar. Radikal berarti segala sesuatu yang bersifat mendasar sampai ke
akar-akarnya atau pada prinsipnya. Radikal adalah maju dalam berpikir atau
bertindak. Pengertian radikal dari sisi filsafat, proses berfikir secara kompleks sampai
ke akar-akarnya, sampai kepada esesi, hakikat, atau substansi yang dipikirkan.
Pengertian radikal dari sisi politik, sikap yang keras dalam menuntut perubahan dalam
undang-undang. Sebuah istilah yang netral dapat berubah maknanya menjadi negatif
ketika dikaitkan dengan hal-hal negatif. Istilah radikal banyak dikaitkan dengan hal-
hal negatif kekerasan, padahal makna sebenarnya dari radikal adalah berpegang teguh
pada prinsip sampai ke akarnya. Media lebih sering menggunakan istilah ini untuk
memberitakan suatu kekerasan dibandingkan suatu kegiatan yang positif. Istilah
radikalisme sering digunakan terhadap ormas-ormas yang menginginkan perubahan
dalam sosial politik dengan cara kekerasan atau drastis. Kekerasan disini dapat
bermakna keras secara fisik atau secara prinsip menolak aliran yang tidak sejalan.

2.6 Pandangan Islam terhadap Radikalisme


Beberapa ayat dalam Al-Quran melarang adanya tindakan memaksakan
kehendak seperti yang ditunjukkan oleh ormas radikalis yang menuntut orang lain
mengikuti aliran mereka.

Q.S Yunus (10) ayat: 99


Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah semua manusia di bumi seluruhnya akan
beriman. Tetapi apakah kamu (hendak) memaksakan manusia agar mereka menjadi
orang-orang yang beriman?

Q.S. Al-Baqarah (2): 190


Dan perangilah di jalan Allah orang yang memerangi kamu, tapi janganlah engkah
melampaui batas. Sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.

Q.S. Al-Baqarah (2): 193


Dan perangilah mereka sampai tidak ada fitnah, dan agama hanya bagi Allah
semata. Jika mereka berhenti maka tidak ada lagi permusuhan, kecuali terhadap
orang-orang zalim.

Ayat tersebut menerangkan bahwa umat Islam hanya diperbolehkah


melakukan kekerasan terhadap pihak-pihak yang secara bertindak secara nyata
memusuhi Islam dan menghendaki lenyapnya Islam dari bumi, batasan bahwa jika
mereka berhenti memusuh Islam maka tidak diperkenankan melakukan kekerasan
terhadap mereka. Maka tidak diperkenankan untuk melakukan sesuatu yang bersifat

8
keras terhadap sesama muslim, bahkan terhadap non-muslim yang tidak memusuhi
umat Islam diwajibkan untuk berperilaku baik.

Penerapan Islam secara menyeluruh.


Penyebab terjadinya kekesaran atau memaksanakan kehendak kebanyakan
berlandaskan dari Surat Al-Baqarah (2): 208.

Wahai orang-orang yang beriman. Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan


dan janganlah kamu ikut langkah-langkah setan. Sungguh ia musuh yang nyata
bagimu

Tindakan radikalisme yang muncul akibat pemahaman Al-Quran yang tidak


secara tekstual yang hanya melihat ayat-ayat tertentu tanpa dikaitkan dengan ayat
lainnya. Tindakan kekerasan tentunya tidak sesuai dengan ajaran Islam berdasarkan
Q.S Al-Ahzab (33): 58
Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan,
tanpa adanya kesalahan yang mereka perbuat , maka sungguh, mereka telah memikul
kebohongan dan dosa yang nyata.

Dan Q. S Ali Imran (3): 159


Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah
ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.
Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.

Islam adalah agama yang Rahmatan lil Alamin, keberadaan Islam haruslah
memberikan manfaat terhadap semua orang. Islam memerintahkan untuk menerapkan
ajaran secara keseluruhan, namun tidak diperkenankan adanya kekerasan yang
memaksakan kehendak. Maka untuk melakukan dakwah diwajibkan untuk
menggunakan cara yang lemah lembut sehingga mereka tidak pergi dari Islam.

2.7 Hubungan Ormas, Radikalisme dan Negara Indonesia


Radikalisme atas nama agama tidak akan pernah habis dibicarakan. Sampai
saat ini, berita-berita harian baik media televisi maupun di media cetak, sebagian
masih diisi dengan berita terorisme. Belum lagi mengenai konflik-konflik di Timur
Tengah yang salah satunya disebabkan oleh pemahaman yang fundamental dan
radikal terhadap permasalahan politik, keagamaan dan kehidupan. Pada akhir tahun
2015, Densus 88 mengadakan penangkapan terduga teroris di beberapa daerah,
misalkan Cilacap, Sukoharjo, Mojokerto dan Bekasi. Sebagian elemen di Indonesia
pun secara terang-terangan menolak keberadaan aliran radikal atas nama agama. Di
sisi lain, banyak kelompok radikal atas nama agama yang hendak mengganti Negara
Kesatuan Republik Indonesia, Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dengan khilafah, meskipun NKRI dan UUD 1945 merupakan
produk dari ulama-ulama Indonesia yang berjuang dan mengusir penjajah, sampai
merumuskan dasar negara dan bentuk negara Indonesia ini.

9
Metamorfosis
Sejatinya, radikalisme atas nama agama ini sudah terjadi sejak masa Nabi
Muhammad SAW. Bahkan, beliau pun sudah mengabarkan dalam berbagai haditsnya
bahwa gerakan semacam ini akan selalu ada sampai kelak. Salah satunya hadits yang
menceritakan mengenai tentang Dzul Khuwaishirah (HR. Bukhari 3341, HR. Muslim
1773) dan hadits yang menceritakan mengenai ciri-ciri kelompok radikal (HR.
Bukhari nomor 7123, Juz 6 halaman 200748; Sunan an-Nasai bab Man Syahara
Saifahu 12/ 474 nomor 4034; Musnad Ahmad bab Hadits Abi Barzakh al-Aslami 40/
266 nomor 18947).
Dalam sejarah perkembangan Islam, dikenal kemudian firqah yang bernama
Khawarij. Khawarij ini muncul sebagai respon ketidakksepakatan terhadap
tindakan tahkim (arbitrase) yang ditempuh Khalifah Ali Ibn Abu Thalib dalam
penyelesaian peperangan Shiffin dengan Muawiyah ibn Abu Sufyan. Dalam
perjalanannya, Khawarij ini dapat ditumpas. Namun, pemikirannya bermetamorfosis
dalam berbagai bentuk firqah. Sehingga, sampai sekarang pun masih banyak
ditemukan pemikiran yang benar-benar fanatik, tekstual, dan fundamental. Kalangan
yang pendapatnya berbeda dengannya maka akan diberikan stempel kafir, bidah,
dansesat. Dalam tataran kenegaraan pun, juga terdapat kelompok radikal yang
selalu mengangkat isu khilafah (satu pemerintahan atas nama Islam). Setiap
permasalahan negara selalu dibawa ke ranah khilafah. Bahkan, ada kalangan yang
menganggap pemerintahan selain khilafah adalah thaghut. Meskipun, bentuk negara
ini merupakan perkara yang ijtihadi (diperlukan ijtihad dan tidak mutlak).
Kalangan-kalangan radikal ini pun sangat gencar menyuntikkan paradigma-
paradigmanya sehingga tidak sedikit kalangan muda yang terbius oleh paradigma-
paradigma semu tersebut. Didorong oleh pahala dan surga, kalangan muda banyak
yang mendukung gerakan-gerakan radikal tersebut. Bahkan, banyak kalangan muda
yang bersedia menjadi pihak bom bunuh diri. Ironisnya, bekal keagamaan mereka
pun belum dapat dikatakan mencukupi (belum alim dan faqih), namun mereka sudah
gencar berdakwah atas perspektif yang mereka pelajari sendiri. Model gerakan
mereka pun sangat masif dan terkoordinir dengan baik sehingga mampu memengaruhi
hampir seluruh lapisan masyarakat. Sehingga, paradigma ini harus menjadi perhatian
serius.

Akar masalah.
Scott M. Thomas (2005) dalam bukunya The Global Resurgence of Religion
and The Transformation of International Relation, The Struggle for the Soul of the
Twenty-First Century halaman 24 mengemukakan bahwa pemikiran dan gerakan
radikal biasanya terkait dengan faktor ideologi dan agama. Istilah radikalisme adalah
hasil labelisasi terhadap gerakan-gerakan keagamaan dan politik yang memiliki ciri
pembeda dengan gerakan keagamaan dan politik mainstream. Gerakan radikalisme
yang terkait dengan agama sebenarnya lebih terkait dengan a community of believers
dibandingkan body of believe.
Ernest Gelner (1981) dalam bukunya Muslim Society halaman 4 mengatakan
bahwa pemikiran dan gerakan radikal yang dikaitkan dengan komunitas Muslim
dipahami sebagai cara bagi komunitas Muslim tertentu dalam mengembangkan nilai-
nilai keyakinan akibat desakan penguasa, kolonialisme maupun westernisasi. Di lain
pihak, Mudhofir dan Syamsul Bakri (2005) menjelaskan dalam bukunya Memburu
Setan Dunia, Ikhtiyar Meluruskan Persepsi Barat dan Islam tentang
Terorisme halaman 9395 bahwa radikalisme modern muncul biasanya disebabkan
oleh tekanan politik penguasa, kegagalan pemerintah dalam merumuskan kebijakan

10
dan implementasinya di dalam kehidupan masyarakat serta sebagai respon terhadap
hegemoni Barat.
Syafii Maarif, Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah 19992004, dalam
buku Ilusi Negara Islam, Ekspansi Gerakan Transnasional di Indonesia (2009),
setidaknya ada tiga teori yang menyebabkan adanya gerakan radikal dan tumbuh
suburnya gerakan transnasional ekspansif. Pertama, adalah kegagalan umat Islam
dalam menghadapi arus modernitas sehingga mereka mencari dalil agama untuk
menghibur diri dalam sebuah dunia yang dibayangkan belum tercemar. Kedua,
adalah dorongan rasa kesetiakawanan terhadap beberapa negara Islam yang
mengalami konflik, seperti Afghanistan, Irak, Suriah, Mesir, Kashmir, dan Palestina.
Ketiga, dalam lingkup Indonesia, adalah kegagalan negara mewujudkan cita-cita
negara yang berupa keadilan sosial dan kesejahteraan yang merata.
Dalam suatu artikelnya, Adian Husaini (2004) mengutip dan menganalisis
beberapa pendapat Samuel P. Huntington yang menulis buku berjudul Who Are We?
: The Challenges to Americas National Identity pada tahun 2004. Huntington
menggunakan bahasa yang lebih lugas, bahwa musuh utama Barat pasca Perang
Dingin adalah Islam yang ia tambah dengan predikat militan. Namun, dari
berbagai penjelasannya, definisi Islam militan melebar ke mana-mana, ke berbagai
kelompok dan komunitas Islam, sehingga definisi itu menjadi kabur.
Hal ini membuktikan bahwa Islam secara tidak langsung diciptakan (dijebak) sebagai
teroris sehingga persepsi terhadap Islam pun menjadi buruk dan mengerucut bahwa
Islam adalah teroris. Definisi Islam militan yang tanpa batasan tersebut kemudian
merugikan umat Islam secara keseluruhan.

Radikalisme dan terorisme


Radikalisme atas nama agama ini tidak jarang kemudian menimbulkan konflik
sampai pada puncaknya, yaitu terorisme dalam taraf membahayakan stabilitas dan
keamanan negara. Pada akhirnya, radikalisme ini menyebabkan peperangan yang
justru menimbulkan rasa tidak aman. Pada taraf terendah, radikalisme sampai
mengganggu keharmonisan dan kerukunan masyarakat. Klaim sesat, bidah, dan
kafir bagi kalangan yang tidak sependapat dengannya membuat masyarakat menjadi
resah. Ironisnya, keresahan tersebut dianggap sebagai tantangan dakwah oleh kaum
radikalis.Permasalahan radikalisme dan terorisme yang saling keterkaitan ini pun
sangat kompleks. Buku Samuel P. Huntington tersebut mempengaruhi AS untuk
menciptakan Islam militan sebagai terorisme, meskipun Huntington sendiri tidak
memberikan batasan-batasan militan sehingga Islam militan yang dimaksud itupun
akan menajdi bias dan berpotensi melebar. AS pun juga selalu berkampanye bahwa
Islam militan adalah terorisme.
Terorisme selalu berawal dari radikalisme. Radikalisme dalam konteks sebab
memahami teks dan norma agama secara dangkal. Radikalisme dalam konteks sebab
terjebak pada situasi politik dan hegemoni Barat. Radikalisme dalam konteks sebab
tidak puas dengan kinerja pemerintah dan ingin mengadakan revolusi secara besar-
besaran. Adian Husaini (2004) dalam sebuah artikelnya menjelaskan bahwa banyak
ilmuwan dan tokoh AS, seperti Chomsky, William Blum, yang tanpa ragu-ragu
memberi julukan AS sebagai a leading terrorist state, atau a rogue state. Maka dari
itu, sangat naif bagi Huntington yang justru mencoba menampilkan fakta yang tidak
adil dan sengaja membingkai Islam sebagai musuh baru AS. Bahkan ia menyatakan,
The rethoric of Americas ideological war with militant communism has been
transferred to its religious and cultural war with militant Islam. Di sisi lain, aksi
terorisme oleh kalangan Islam militan dan radikal ini juga menuai protes dari

11
kalangan Muslim moderat, meskipun kalangan Muslim moderat juga berpandangan
bahwa terorisme ini juga termasuk pada konspirasi global untuk menghancurkan
Islam.

Menampilkan wajah Islam sebagai rahmat


Islam yang berasal dari kata salima yang berarti selamat, merupakan agama
yang menjamin keselamatan bagi siapapun baik di dunia maupun di akhirat. Bahkan,
sabda Nabi Muhammad SAW bahwa orang yang dinamakan Islam itu apabila orang
lain dapat selamat dari ucapan dan tindakan orang Islam itu. Perang dalam sejarah
perkembangan Islam pun harus dimaknai secara kontekstual, termasuk penafsiran
terhadap ayat-ayat perang dalam Al-Quran dan Hadits. Allah SWT pun berfirman
bahwa Dia mengutus Nabi Muhammad SAW yang membawa Islam sempurna sebagai
rahmat untuk seluruh alam. Selain itu, Nabi Muhammad SAW pun bersabda bahwa
beliau diutus untuk menyempurnakan akhlak. Maka, wajah asli Islam adalah penuh
kelembutan, toleransi, dan menyejukkan. Bahkan, dalam Q.S. An Nahl ayat 125 pun
dikatakan mengenai cara berdakwah yang sama sekali tidak diperintahkan untuk
perang.
Satu hal yang salah dipahami oleh Muslim radikal bahwa makna berdakwah
itu adalah mengajak, bukan memaksa. Mereka memahami makna dakwah bahwa
kelompok lain wajib dan harus mengikuti jalur pemikiran mereka. Dakwah berasal
dari kata da yang berarti mengajak. Mengajak inipun juga sudah diatur dalam
Q.S. An Nahl ayat 125 tersebut, yaitu dengan cara hikmah (perkataan yang baik, jelas,
tegas, dan benar), mauidhah al hasanah (pelajaran yang baik) dan mujadalah bi al
lati hiya ahsan (membantah dengan cara yang baik). Dalam kalimat selanjutnya pun
dijelaskan bahwa Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang
siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang
yang mendapat petunjuk. Hal ini mengindikasikan penekanan bahwa berdakwah itu
memang dengan cara yang baik dan benar, serta kemauan orang untuk mengikuti
jalan Islam itu hanya ditentukan oleh hidayah Allah SWT. Bukan kemudian dijuluki
dengan sesat.
Selain itu, kisah-kisah menyejukkan dalam Islam yang bernuansa kedamaian
pun jarang diangkat untuk menampilkan wajah Islam yang sesungguhnya. Seperti
misalkan kisah Nabi Muhammad SAW yang menolak penawaran malaikat untuk
menghancurkan kaum kafir dalam perang Uhud, kisah Nabi Muhammad SAW yang
justru menjenguk orang yang meludahi beliau setiap hari, kisah Ali ibn Abu Thalib
yang tidak jadi menghunuskan pedang ke musuh karena diludahi oleh lawan, kisah
Ali ibn Abu Thalib yang kalah dalam pengadilan dalam kasus pencurian baju
perangnya sehingga pencuri justru masuk Islam, kisah Shalahuddin al-Ayyubi yang
mengirimkan kuda kepada Raja Richard The Great karena Raja Richard dijatuhkan
oleh anak buah Shalahuddin al-Ayyubi, kisah Shalahuddin al-Ayyubi yang
mengirimkan dokter kepada Raja Richard yang sedang sakit, dan kisah lainnya.
Menampilkan wajah Islam yang moderat inipun menjadi tugas berat, terutama
bagi elemen bangsa Indonesia yang belum tertular virus radikalisme atas nama agama.
Konsep Islam Nusantara pun akan diuji dan harus dioperasionalkan. Pemerintah
jangan hanya berusaha menangkis gerakan radikalisme dan terorisme dengan
menghancurkan kelompok-kelompok mereka. Namun, juga dengan berupaya
memperbaiki kondisi bangsa dan kinerja pemerintah sehingga lebih mengedepankan
kepentingan dan kesejahteraan rakyat, mengingat salah satu faktor penyebab
radikalisme dan terorisme adalah faktor politik dan ketidakpuasan terhadap berbagai
penyelesaian masalah yang dilakukan oleh pemerintah dan politik global.

12
Tugas berat bagi kalangan Muslim moderat, harus gencar dalam menanamkan
nilai Islam yang humanis dalam tataran akar rumput. Misalkan, memajukan TPA
(Tempat Pendidikan Al-Quran) dan pengajian serta majelis-majelis yang diisi dengan
internalisasi nilai-nilai Islam rahmatan lil alamin dan deradikalisasi. TPA, pengajian,
dan majelis talim ini merupakan tempat yang jitu dalam menginternalisasikan nilai-
nilai keislaman karena sasaran dari TPA, pengajian, dan majelis adalah masyarakat
akar rumput.
Kajian terhadap bentuk negara, menceritakan kembali mengenai perjuangan
para ulama memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, kajian terhadap hubungan
Islam dengan konstitusi, dan kajian mengenai sahnya Negara Kesatuan Republik
Indonesia juga harus diintensifkan. Satu hal yang juga tidak boleh dilupakan adalah
bahwa Islam harus dibumikan sehingga mampu memberdayakan umat manusia. Nilai-
nilai Islam yang dibumikan ini akan menjadi nilai universal yang mampu
menyelesaikan persoalan umat manusia. Nilai-nilai Islam yang tidak kaku dan tidak
tergantung pada bentuk, sehingga dapat diimplementasikan dalam kerangka kebajikan
apapun dan dalam dimensi waktu kapanpun. Menampilkan wajah Islam rahmatan lil
alamin inipun akan menghindarkan kaum Muslim dari jebakan Huntington, sehingga
Islam tidak dipandang radikal dan teroris. Wallahu alam bish shawab.

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela
berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan,
dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Radikalisme keagamaan merupakan gerakan radikal yang mengatasnamakan
agama yang dikaitkan dengan hal-hal negatif berupa kekerasan atau secara
prinsip menolak aliran yang tidak sejalan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2017. Ini Sikap Gnpf Ulama Terkait Disahkannya Perppu Ormas Menjadi Undang
Undang. mediaumat.news/ini-sikap-gnpf-ulama-terkait-disahkannya-perppu-ormas-
menjadi-undang-undang/. Diakses pada 9 November 2017.
Jeffrie G. 2017. Menyikapi UU Ormas secara Proposional.
https://geotimes.co.id/kolom/politik/menyikapi-uu-ormas-secara-proporsional/.
Diakses pada 9 November 2017.
Khamami,Z. 2002. Islam radikal ; pergulatan ormas-ormas islam garis keras di indonesia.
jakarta
Mursitama,T.N. 2011. Laporan Pengkajian Hukum Tentang Peran Dan Tanggungjawab
Organisasi Kemasyarakatan Dalam Pemberdayaan Masyarakat. Pusat Penelitian Dan
Pengembangan Sistem Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional
Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Ri
Nottingham, E.K. 1985. Religion and Society. Alih Bahasa. Agama dan Masyarakat, Suatu
Pengantar Sosiologi Agama. Abdul Muis Naharong (penterjemah). Jakarta. CV
Rajawali.
Sukma,I.W.P.W. 2013. Eksistensi Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Dalam Partai Politik
Di Kecamatan Sukawati. Artikel. Jurusan Pendidikan Pancasila Dan
Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja.
Syam, N. 2009. Tantangan Multikulturisme dari Radikalisme Menuju Kebangsaan. Kanisius.
Yogyakarta.

http://www.nu.or.id/post/read/78246/radikalisme-agama-di-indonesia
http://www.harianumum.com/berita/detail/3581/GNPF-Ulama-Serukan-Umat-Islam-Lawan-
UU-Ormas-yang-Baru

15

Anda mungkin juga menyukai