Anda di halaman 1dari 20

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kakao merupakan salah satu komoditi yang cukup banyak dimanfaatkan pada
dunia industri. Biji kakao dapat diolah menjadi berbagai macam produk. Produk
utama dari biji kakao adalah bubuk dan lemak kakao yang kemudian dapat diolah
menjadi beberapa produk baru yang bernilai ekonomi tinggi. Hal ini dikarenakan
biji kakao mengandung cita rasa dan warna khas yang sangat digemari dan banyak
diminati. Produk olahan kakao yang bermutu baik sangat dipengaruhi oleh mutu
dari biji kakao yang digunakan. Bila biji kakao yang digunakan bermutu rendah,
maka hasil yang diperoleh akan rendah pula.
Biji kakao merupakan salah satu komoditi perdagangan yang mempunyai
peluang untuk dikembangkan dalam rangka usaha memperbesar/meningkatkan
devisa negara serta penghasilan petani kakao. Produksi biji kakao di Indonesia
secara signifikan terus meningkat, namun mutu yang dihasilkan sangat rendah dan
beragam, antara lain kurang terfermentasi, tidak cukup kering, ukuran biji tidak
seragam, kadar kulit tinggi, keasaman tinggi, cita rasa sangat beragam dan tidak
konsisten. Hal tersebut tercermin dari harga biji kakao Indonesia yang relatif
rendah dan dikenakan potongan harga dibandingkan harga produk sama dari
negara produsen lain (Haryadi dan Supriyanto, 2001). Oleh sebab itu perlu adanya
penggolongan mutu kakao sehingga nantinya dapat mengoptimalkan nilai jual
kakao.

1.2 Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengelompokkan biji kakao berdasarkan mutunya.
2. Mahasiwa dapat menentukan kualitas biji kakao sesuai dengan SNI 2323-
2008
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kakao (Thebroma Cacao)

Theobroma cacao L adalah nama biologis yang diberikan pada pohon


kakao oleh Linnaeus pada tahun 1753. Tempat alamiah dari genus Theobroma
adalah di bagian hutan tropis dengan banyak curah hujan, tingkat kelembaban
tinggi, dan teduh. Dalam kondisi seperti ini Theobroma cacao jarang berbuah dan
hanya sedikit menghasilkan biji (Spillane, 1995).
Biji kakao mengandung berbagai macam komponen kimia, zat gizi, dan
senyawa bioaktif di dalamnya. Komposisi kimia ini bervariasi setelah mengalami
proses pengolahan menjadi produk. Komposisi kimia bubuk kakao berbeda
dengan mentega kakao dan pasta coklat. Komposisi kimia bubuk kakao (natural)
per 100 gram adalah mengandung kalori 228,49 Kkal, lemak 13,5 g, karbohidrat
53,35 g, serat 27,90 g, protein 19,59 g, air 2,58 g, dan kadar abu 6,33, yang
meliputi : kalium 1495,5 mg, natrium 8,99 mg, kalsium 169,45 mg, besi 13,86
mg, seng 7,93 mg, tembaga 4,61 mg, dan mangan 4,73 mg. Komponen senyawa
bioaktif dalam bubuk kakao adalah senyawa polifenol yang berfungsi sebagai
antioksidan. Kandungan polifenol total dalam bubuk kakao lebih tinggi
dibandingkan dalam anggur maupun teh. Kelompok senyawa polifenol yang
banyak terdapat pada kakao adalah flavonoid yaitu senyawa yang mengandung 15
atom karbon yang 8 terdiri dari dua cincin benzene yang dihubungkan oleh rantai
karbon (Wahyudi et al. 2008).
Menurut Susanto (1994), jenis yang paling banyak ditanam untuk produksi
coklat hanya 3 jenis, yaitu :
1. Jenis Criollo
Jenis Criollo terdiri dari Criollo Amerika Tengah dan Criollo Amerika
Selatan. Jenis ini menghasilkan biji coklat yang mutunya sangat baik dan
dikenal sebagai coklat mulia. Buahnya berwarna merah atau hijau, kulit
buahnya tipis dan berbintil bintil kasar dan lunak. Biji buahnya berbentuk
bulat telur dan berukuran besar dengan kotiledon berwarna putih pada waktu
basah.
2. Jenis Forastero
Jenis ini menghasilkan biji coklat yang memiliki mutu sedang atau
dikenal juga sebagai Ordinary cocoa. Buahnya berwarna hijau, kulitnya tebal,
biji buahnya tipis atau gepeng dan kotiledon berwarna ungu pada waktu basah.
3. Jenis Trinitario
Merupakan campuran dari jenis Criollo dengan jenis Forastero. Coklat
Trinitario menghasilkan biji yang termasuk fine flavour cocoa dan ada yang
termasuk bulk cocoa. Buahnya berwarna hijau atau merah dan bentuknya
bermacam macam. Biji buahnya juga bermacam macam dengan kotiledon
berwarna ungu muda sampai ungu tua pada waktu basah.
Taksonomi tanaman kakao menurut Poedjiwidodo (1996), adalah sebagai
berikut .
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Malvales
Famili : Sterculiaceae
Genus : Theobroma
Spesies : Theobroma cacao. L.
Menurut Wahyudi dkk (2008), bentuk buah dan warna kulit buah kakao
sangat bervariasi, tergantung pada kultivarnya. Namun, pada dasarnya hanya ada
dua macam warna, yaitu :
Buah yang ketika muda berwarna hijau/hijau agak putih, bila sudah masak
berwarna kuning, dan
Buah yang ketika masih muda berwarna merah, bila sudah masak
berwarna oranye.
Tanaman kakao memiliki banyak manfaat. Tanaman kakao merupakan
tanaman yang digunakan sebagai penyedap makanan juga sebagai sumber lemak
nabati. Kakao ini juga digunakan sebagai bahan dalam pembuatan minuman,
campuran gula-gula atau jenis makanan lainnya (Siregar dan Riyadi, 1994).
Suatu produk cokelat yang dihasilkan berawal dari buah tanaman kakao
kemudian diproses melalui beberapa tahapan yang relatif panjang. Tanaman
kakao akan meghasilkan buah kakao yang di dalamnya terdapat biji-biji kakao.
Melalui proses pascapanen yang meliputi proses pengolahan dan pengeringan,
akan dihasilkan biji-biji kakao kering yang siap dikirim ke pabrik pengolah. Oleh
pengolah, biji kakao kemudian diolah menjadi produk-produk setengah jadi atau
produk-produk yang sudah jadi (Wahyudi dkk, 2008).
Biji kakao yang dikeringkan tanpa fermentasi akan bermutu rendah karena
tidak mempunyai calon cita rasa cokelat. Biji dalam kotak fermentasi ditutup
dengan daun pisang atau karung goni. Tujuannya untuk mempertahankan panas.
Pengadukan dilakukan cukup sekali saja setelah 48 jam (2 hari) proses fermentasi
berlangsung. Fermentasi sebaiknya diakhiri setelah 5 hari dan tidak boleh lebih
dari 7 hari. Biji kakao yang telah difermentasi harus segera dikeringkan untuk
mendapatkan hasil fermentasi yang cukup baik. Pada proses pengeringan dengan
penjemuran, biji dihamparkan di atas alas seperti terpal plastik, tikar, sesek
bambu, atau lantai semen. Tebal lapisan biji mencapai 5 cm (2 - 3 lapis biji)
dengan lama penjemuran pada cuaca panas dan cerah selama 7 - 8 jam sehari.
Selama penjemuran, dilakukan pembalikan 1 - 2 kali . Lama penjemuran bisa
berlangsung lebih dari 10 hari, tergantung keadaan cuaca dan lingkungannya.
Tujuan utama pengeringan adalah mengurangi kadar air biji dari sekitar 60%
menjadi 6 - 7% sehingga aman selama pengangkutan menuju pabrikan (Wahyudi
dkk, 2008).
2.2 Karakteristik Biji Kakao
2.2.1 Kadar Air
Yang dimaksud air dalam analisis proksimat adalah semua cairan yang menguap pada
pemanasan dalam beberapa waktu pada suhu 105-110C dengan tekanan udara bebas
sampai sisa yang tidak menguap mempunyai bobot tetap. Penentuan kandungan
kadar air dari suatu bahan sebetulnya bertujuan untuk menentukan kadar bahan
kering dari bahan tersebut (Kamal, 1998).
Sampel makanan ditimbang dan diletakkan dalam cawan khusus dan dipanaskan dalam
oven dengan suhu 105C. Pemanasan berjalan hingga sampel tidak turun lagi beratnya. Setelah
pemanasan tersebut sampel bahan pakan disebut sebagai sampel bahan kering dan penggunaanya
dengan sampel disebut kadar air (Tillman et al., 1998).
Hijauan pakan segar berkadar air sangat tinggi, setelah dikeringkan 55C
sampai beratnya tetap diperoleh bahan pakan dalam kondisi kering udara disebut juga
berat kering, kering udara atau dry weight. Bahan pakan konsentrat pada
umumnya berada pada kondisi kering udara dan sering disebut kondisi asfed
(keadaan apa adanya) (Utomo dan Soejono,1999).

2.2.2 Ukuran Biji

Biji kakao banyak diperhatikan terutama karena berpengaruh terhadap


hasil yang akan diperoleh oleh pabrik cokelat, khususnya adalah kadar air, berat
biji, dan kadar kulit. Sifat-sifat fisik tersebut satu sama lain saling berkaitan dan
dapat ditentukan dengan mudah (Wahyudi,2008) .karakteristik buah kakao
berbentuk bulat lonjong (ovoid) dengan panjang 15-30 cm dan lebar 8-10 cm
terdiri dari 4 bagian utama yaitu kulit buah, plasenta, pulp dan biji. Buah yang
telah masak berwarna kuning terang sedangkan buah muda berwarna hijau atau
merah tergantung jenisnya. Bagian buah kakao yang diolah menjadi cokelat
adalah bijinya.

Biji kakao terdiri dari dua agian yaitu kulit biji dan keping biji. Sekitar 86-
90% dari berat kering biji merupakan keping biji, sedangkan sisanya adalah kulit
biji yang meliputi 10-14% dari berat kering biji (Rohan,1963). Biji kakao ketika
masih berada dalam buah yang matang belum terkontaminasi berbagai
mikroorganisme. Segera setelah pemecahan buah dilakukan, biji kakao seger
langsung mengalami kontak dengan udara disekitarnya dan arilus yang
mengelilingi biji terpapar oleh berbagai populasi mikroorganisme yang berasal
dari kulit buah, tangan, wadah yag digunakan untuk mengangkut biji, sisa-sisa
arilus dari proses fermentasi sebelumnya pada peti-peti fermentasi dan juga oleh
lalat buah.
2.2.3 Kadar Kulit Biji
Biji kakao terdiri atas keping biji (nib) yang dilindungi oleh kulit (shell).
Kadar kulit dihitung atas dasar perbandingan berat kulit dan berat total biji kakao
(kulit + keping) pada kadar air 6 - 7 %. Standar kadar kulit biji kakao yang umum
adalah antara 11 - 13 %. Namun, nilai kadar kulit umumnya tergantung pada
permintaan konsumen. Beberapa konsumen bersedia membeli biji kakao dengan
kadar kulit di atas nilai tersebut. Mereka akan memperhitungkan koreksi harga
jika kadar kulit lebih tinggi dari ketentuan karena seperti halnya ukuran biji, kadar
kulit berpengaruh pada randemen hasil lemak. Biji kakao dengan kadar kulit yang
tinggi cenderung lebih kuat atau tidak rapuh saat ditumpuk di dalam gudang
sehingga biji tersebut dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Sebaliknya,
jika kadar kulit terlalu rendah, maka penjual (eksportir) biji kakao akan
mengalami kerugian dalam bentuk kehilangan bobot. Kadar kulit biji kakao
dipengaruhi oleh jenis bahan tanaman dan cara pengolahan (fermentasi dan
pencucian). Semakin singkat waktu fermentasi, kadar kulit biji kakao semakin
tinggi karena sebagian besar sisa lendir (pulp) masih menempel pada biji. Namun
demikian, kandungan kulit biji tersebut dapat dikurangi dengan proses pencucian.

2.3 Komponen Penentu Mutu Kakao


Biji kakao mengandung berbagai macam komponen kimia, zat gizi, dan
senyawa bioaktif di dalamnya. Komposisi kimia ini bervariasi setelah mengalami
proses pengolahan menjadi produk. Komposisi kimia bubuk kakao berbeda
dengan mentega kakao dan pasta coklat. Komposisi kimia bubuk kakao (natural)
per 100 gram adalah mengandung kalori 228,49 Kkal, lemak 13,5 g, karbohidrat
53,35 g, serat 27,90 g, protein 19,59 g, air 2,58 g, dan kadar abu 6,33, yang
meliputi : kalium 1495,5 mg, natrium 8,99 mg, kalsium 169,45 mg, besi 13,86
mg, seng 7,93 mg, tembaga 4,61 mg, dan mangan 4,73 mg. Komponen senyawa
bioaktif dalam bubuk kakao adalah senyawa polifenol yang berfungsi sebagai
antioksidan. Kandungan polifenol total dalam bubuk kakao lebih tinggi
dibandingkan dalam anggur maupun teh. Kelompok senyawa polifenol yang
banyak terdapat pada kakao adalah flavonoid yaitu senyawa yang mengandung 15
atom karbon yang 8 terdiri dari dua cincin benzene yang dihubungkan oleh rantai
karbon (Wahyudi et al. 2008).

2.4 Syarat Mutu Biji Kakao (Tabel SNI)


Pada dasarnya buah kakao terdiri atas 4 bagian yakni : kulit, placenta,
pulp, dan biji. Buah kakao masak berisi 30-40 biji yang diselubungi oleh pulp dan
placenta. Pulp merupakan jaringan halus yang berlendir yang membungkus biji
kakao, keadaan zat yang menyusun pulp terdiri dari 80-90% air dan 8-14% gula
Universitas Sumatera Utara sangat baik untuk pertumbuhan mikroorganisme yang
berperan dalam proses fermentasi (Bintoro, 1977). Adapun mutu biji kakao
menurut Standar Nasional Indonesia adalah sebagai berikut: I. Bentuk biji :
Bulat,lonjong penuh, tebal 1 cm, panjang 1,5 cm dan lebar 1,5 cm Warna :
Cokelat rata dan cerah, Bau : Khas coklat, % ka (b/b) maksimal : 8 % , kadar
lemak (b/b) min : 55%. II. Bentuk biji : sedikit berlekuk-lekuk, warna : Cokelat
rata dan cerah atau coklat muda, Bau : Khas cokelat, % ka (b/b) maksimal : 8 %,
kadar lemak (b/b) minimal 55%. III. Bentuk biji : Keriput, warna : Cokelat rata
dan cerah, Bau : Khas coklat, % ka (b/b) maksimal : 8 %, kadar lemak (b/b)
minimal 55%. (SNI 01 2323 - 2000).
Syarat Mutu :
1. Syarat umum
No Jenis Uji Satuan Persyaratan
1. Serangga hidup - Tidak ada
2. Kadar air % fraksi massa Maks 7,5
3. Biji berbau asap dan hammy atau - Tidak ada
berbau asing
4. Kadar benda asing - Tidak ada
2. Syarat khusus
Biji
Biji slaty Biji Kotoran Biji
Kaka berjamur
Kaka maksimu berserangg maksimu berkecamba
o maksimu
o m a m h
linda m
mulia (%biji/biji maksimum (%biji/biji maksimum
k (%biji/biji
) (%biji/biji) ) (%biji/biji)
)
1F IB 2 3 1 1,5 2
II F II B 4 8 2 2 3
III F III B 4 9 2 3 3
BAB 3 METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat : 1. Neraca
2. ayakan
3. botol timbang
4. mortar
5. pisau
6. kaca alroji
3.1.2 Bahan :1. Biji kakao fermentasi

3.2 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan


3.2.1 Skema kerja
1. Penentuan adanya serangga hidup

Kakao dalam kemasan

Pembukaan

Pengamatan serangga,
dan benda asing

Pada praktikum kali ini dilakukan beberapa acara, untuk acara yang pertama
yaitu penentuan adanya serangga hidup pada biji kakao. Hal yang pertama
dilakukan sebelum melakukan praktikum yaitu menyiapkan alat dan bahan yang
akan digunakan. Alat yang digunakan yaitu neraca, ayakan, botol timbang,
mortar,pisau, kaca arloji. Sedangkan untuk bahan yang digunakan yaitu biji
kakao. Pertama biji kakao dalam kemasan dibuka, setelah itu dilakukan
pengamatan serangga dan benda asing yang ada pada biji. Pengamatan ini
berfungsi untuk mendapatkan biji kakao yang sesuai dengan standar SNI.

2. Kadar air

1000 g biji kakao

Pengecilan ukuran

Pemasukan dalam botol


timbang

Pengovenan 24 jam

Desikator 15

Penimbangan

Acara yang ke dua yaitu penentuan kadar air pada biji kakao. Hal pertama
yang dilakukan sebelum praktikum yaitu menyiapkan alat dan bahan yang akan
digunakan. Alat yang digunakan yaitu neraca, ayakan, botol timbang,
mortar,pisau, kaca arloji. Sedangkan untuk bahan yang digunakan yaitu biji
kakao. Pertama siapkan kurang lebih 5 gram biji kakao, lakukan pengecilan
ukuran, fungsi dari pengecilan ukuran ini yaitu untuk mempermudah dalam
menganalisis kadar air, metode yang digunakan dalam penentuan kadar air ini
yaitu metode oven. Setelah proses pengecilan ukuran selesai dilanjutkan dengan
pemasukan dalam botol timbang, oven selama 24 jam dan setelah pengovenan
selesai desikator selama 15 menit. Dan selanjutnya lakukan penimbangan. Lihat
perbedaan antara sebelum dan sesduah di oven.

3.Penentuan biji berbau asap / asing

150 g biji kakao

Pembelahan

Pengamatan aroma

Acara yang ketiga yaitu penentuan biji berbau asap/asing. Sama seperti
acara-acara sebelumnya yaitu menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan .
Alat yang digunakan yaitu neraca, ayakan, botol timbang, mortar,pisau, kaca
arloji. Sedangkan untuk bahan yang digunakan yaitu biji kakao. Pertama ambil
150 keping biji kakao, kemudian lakukan pembelahan terhadap biji. Amati aroma
yang tercium dari masing-masing keping biji.
4.Kadar kotoran

1000 g biji kakao

Pengamatan kotoran

Penimbangan

Penghitungan kadar
kotoran

Acara yang keempat yaitu penentuan kadar kotoran, hal pertama yang
dilakukan sebelum praktikum yaitu menyiapkan alat dan bahan yang akan
digunakan untuk praktikum. Alat yang digunakan yaitu neraca, ayakan, botol
timbang, mortar, pisau, kaca arloji. Sedangkan untuk bahan yang digunakan yaitu
biji kakao. Pertama disiapkan 1000 gram biji kakao, kemudian dilakukan
pengamatan kotoran fungsi dari pengamatan kotoran ini yaitu untuk mendapatkan
biji kakao yang bebas dari kotoran. Dan setelah itu dilakukan penghitungan sesuai
dengan kadar kotoran.
5. Jumlah biji kakao/100 gram

1000 g biji kakao

Penghitungan jumlah biji

Penggolongan
(AA,A,B,C,S)

Acara yang kelima yaitu penentuan jumlah biji kakao / 100 gram. Hal yang
pertama dilakukan sebelum prakikum yaitu menyiapkan alat dan bahan yang akan
digunakan. Alat yang digunakan yaitu neraca, ayakan, botol timbang,
mortar,pisau, kaca arloji. Sedangkan untuk bahan yang digunakan yaitu biji
kakao. Pertama ambil 100 gram biji kakao, lakukan penggolongan sesuai dengan
mutunya. Jika AA = maks 85 biji per seratus gram, A=86-100 biji per seratus
gram, B=101-110 biji per seratus gram, C= 111-120 biji per seratus gram, dan S=
lebih dari 120 biji per seratus gram (SNI, 2008).
6.Penentuan kadar biji cacat

150 g biji kakao

Pemotongan memanjang

Pengamatan

Perhitungan

Penentuan kadar masing-


masing bji

Acara yang ke enam yaitu penentuan kadar biji cacat, hal pertama yang
dilakukan sebelum praktikum yaitu menyiapkan alat dan bahan yang akan
digunakan. Alat yang digunakan yaitu neraca, ayakan, botol timbang,
mortar,pisau, kaca arloji. Sedangkan untuk bahan yang digunakan yaitu biji
kakao. Pertama siapkan 300 keping biji kakao, lakukan pemotongan secara
memanjang. Setelah itu amati keping biji kakao dan hitung seberapa banyak biji
kakao yang cacat. Dan selanjutnya tentukan kadar masing masing biji.
BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Penentuan adanya serangga hidup atau benda asing


Praktikum kali ini dilakukan beberapa acara, untuk acara yang pertama yaitu
penentuan kadar kotoran. Kotoran pada biji kakao berupa plasenta, biji dempet,
pecahan biji, pecahan kulit, biji pipih, ranting dan benda lainnya yang berasal dari
tanaman kakao. Dalam praktikum ini menunjukkan bahwa tidak adanya serangga
hidup atau benda asing pada biji kakao. Hal ini sesuai dengan SNI 2323-2008
yang menyatakan bahwa biji kakao yang baik merupakan biji kakao yang tidak
mengandung serangga hidup ataupun benda lainnya.
5.2 Penentuan kadar air
Pada praktikum ini, bahan yang digunakan yaitu 4 sampel biji kakao
fermentasi dalam kemasan yang telah dihaluskan dengan berat masing masing
10 gram untuk menentukan apakah biji kakao tersebut telah sesuai dengan SNI
2323-2008 atau tidak berdasarkan kadar airnya. Hasil pengamatan menunjukkan
bahwa kandungan air pada masing-masing ulangan yaitu 1: 0,47 gr 2: 0,45 gr 3:
0,48 gr dan 4: 0,44 gr. Sehingga diperoleh hasil perhitungan kadar air pada
masing-masing ulangan yaitu 1: 4,7 % 2:4,5 % 3: 4,8 % dan 4: 4,4 % dengan rata-
rata kadar air sebesar 4,6%. Tetapi pada literatur lain menyebutkan bahwa kadar
air yang terlalu rendah yaitu dibawah 5%, juga tidak baik karena biji kakao
menjadi sangat mudah rapuh. Jika lebih dari 7,5%, yang turun bukan hanya hasil
rendemennya saja tetapi juga berisiko terhadap serangan bakteri dan jamur
(Wahyudi dkk, 2008).
5.3 Penentuan adanya biji berbau asap abnormal atau berbau asing lainnya
Acara yang ke tiga yaitu penentun adanya biji berbau asing, selain bau
khas dari coklat. Percobaan ini dilakukan masing-masing biji yang digunakan
sebagai bahan sebanyak 100 biji untuk menentukan biji kakao yang menurut SNI
2323-2008. Pendeteksian untuk percobaan ini dilakukan secara visual dengan
menggunakan indera penciuman. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa selain
aroma khas biji kakao fermentasi, terdapat 16 biji kakao yang berbau asap.
Adanya bau asap pada 16 biji kakao, dapat disebabkan bahwa pengeringan belum
dilakukan dengan benar yaitu mengeringkannya diatas api yang dapat
menyebabkan bau asap atau asing pada biji. Hal ini berarti terdapat biji kakao
yang belum sesuai dengan syarat mutu biji kakao pada SNI 2323-2008.
5.4 Penentuan kadar kotoran
Pada praktikum ini, bahan yang digunakan yaitu biji kakao fermentasi
dalam kemasan sebanyak 1000gram untuk menentukan apakah biji kakao tersebut
telah sesuai dengan SNI 2323-2008 atau tidak berdasarkan penentuan kadar
kotorannya. SNI (2323-2008) mendefinisikan kotoran sebagai benda-benda
berupa plasenta, biji demept (cluster), pecahan biji, pecahan kulit, biji pipih,
ranting dan benda lainnya yang berasal dari tanaman kakao. Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa terdapat kadar kotoran seperti plasenta, biji dempet, pecahan
biji, pecahan kulit, biji pipih dan ranting berturut-turut sebanyak 0,63 gram; 96,81
gram; 7,9 gram; 1,91 gram; 43 dan tidak terdapat kotoran berupa ranting.Sehingga
diperoleh hasil perhitungan kadar kotoran berupa plasenta, biji dempet, pecahan
biji, pecahan kulit, biji pipih berturut-turut sebanyak 0,063%;9,681%;0,191%;
4,3%. Dan dari data tersebut diperoleh total kadar kotoran sebesar 15,025%.Kadar
kotoran berdasarkan syarat mutu biji kakao yang dikeluarkan oleh SNI tahun 2008
mensyaratkan untuk masing-masing jenis biji kakao, kadar kotoran tidak boleh
lebih dari 3,0 (biji/biji) atau maksimal 3%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
biji kakao tersebut tidak memenuhi persyaratan dalam SNI 2323-2008.
5.5 Penentuan jumlah biji kakao per seratus gram
Pada praktikum ini, bahan yang digunakan yaitu biji kakao fermentasi
dalam kemasan sebanyak 100gram untuk menentukan apakah biji kakao tersebut
telah sesuai dengan SNI 2323-2008 atau tidak berdasarkan jumlah biji per seratus
gram dengan menghitung banyaknya jumlah biji kakao dalam 100gram. Menurut
SNI 2323-2008 biji kakao dikelompokkan menjadi 5 golongan yaitu :
AA = maksimum 85 biji per 100gram
A= 86-100 biji per 100gram
B= 101-110 biji per 100gram
C= 111-120 biji per 100gram
S= > 120 biji per 100gram
Pengamatan dilakukan dengan penimbangan sebanyak 100 gram biji kakao.
Kemudian dilakukan perhitungan. Dan dari perhitungan tersebut biji kakao yang
didapatkan sejumlah 84 biji. Dalam penggolongan bersadarkan SNI biji kakao
tersebut termasuk dalam kategori AA. Menurut SNI (2008), AA merupakan
golongan biji antara 85 biji perseratus gram. Biji kakao tersebut termasuk besar
karena jika semakin kecil maka dalam 100 gram biji kakao akan lebih banyak
jumlahnya.
5.6 Penentuan kadar biji cacat pada (kakao biji berjamur, biji slaty, biji
berserangga, dan biji berkecambah)
Pada praktikum ini, bahan yang digunakan yaitu biji kakao fermentasi
dalam kemasan sebanyak 300biji untuk menentukan apakah biji kakao tersebut
telah sesuai dengan SNI 2323-2008 atau tidak berdasarkan adanya cacat pada biji
kakao. Biji yang termasuk ke dalam biji cacat diantaranya biji berjamur, biji slaty,
biji berserangga, dan biji berkecambah (SNI, 2008). Biji berjamur adalah biji
kakao yang ditumbuhi jamur dibagian dalamnya dan apabila dibelah dapat terlihat
dengan mata(SNI, 2008). Biji berjamur dapat diakibatkan oleh kadar air yang
tinggi atau dapat pula disebabkan oleh proses fermentasi yang tidak dilakukan
secara benar. Biji slaty memperlihatkan warna keabu-abuan pada kakao lindak
dan pada biji kakao mulia memperlihatkan warna putih kotor serta tekstur kedua
biji pejal, padat dan susah diiris (SNI, 2008). Biji yang tidak terfermentasi dapat
disebabkan oleh kondisi fermentasi yang tidak menyeluruh. Biji berserangga
menurut SNI (2008) tentang mutu biji kakao menyebutkan bahwa biji berserangga
adalah biji yang bagian dalamnya terdapat serangga atau bagian dari serangga
maupun kerusakan yang diakibatkan oleh serangga. Serangga dapat merusak biji
kakao apabila kondisi lingkungan sekitar fermentasi, pengeringan atau
penyimpanan tidak steril dari serangga. biji berkecambah adalah biji yang
kulitnya pecah akibat pertumbuhan lembaga (SNI, 2008). Menurut Tiwow dan
Soemarno (1989), mengatakan bahwa biji kakao yang dikeluarkan dari buahnya
tanpa penyimpanan akan berkecambah dalam waktu 3-4 hari.
Berdasarkan hasil pengamatan,terdapat cacat pada biji kakao berupa biji
berjamur dan biji slaty berturut-turut sebanyak 3biji dan 57biji, dan tidak
ditemukan biji kakao cacat berupa biji berserangga, dan biji berkecambah. Dari
hasil pengamatan diperoleh hasil perhitungan kadar cacat ciji kakao berupa biji
berjamur dan biji slaty masing-masing sebesar 1% dan 19%. SNI
mengelompokkan mutu biji kakao berdasarkan jenisnya (mulia dan lindak)
sehingga kadar kotoran antara masing-masing biji berbeda. Pengelompokan mutu
biji kakao pada praktikum ini tidak memperhatikan jenis buah kakao sehingga
dapat disimpulkan bahwa biji kakao masih memenuhi SNI 2323-2008 yaitu pada
kakao mutu III F atau III B dengan syarat khusus biji berjamur maksimal sebesar
4% dan biji slaty maksimum 20%.
BAB 6 PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum yang telah dilakukan bahwa. Hasil
pengamatan menujukkan sudah ada beberapa acara yang memenuhi syarat mutu
biji kakao sesuai SNI 2323-2008. Syarat mutu biji kakao menurut SNI 2323-2008
ditentukan berdasarkan adanya, serangga hidup atau benda asing, kadar air,
adanya biji berbau asap abnormal, atau berbau asing lainnya, kadar kotoran,
jumlah biji kakao per seratus gram, dan penentuan kadar biji cacat yang meliputi
biji berjamur, biji slaty, biji berserangga, dan biji berkecambah.

6.2 Saran
Praktikum selanjutnya sebaiknya menggunakan biji kakao yang tidak
disimpan dalam waktu yang lama sehingga pengamatan dan perbandingan bisa
dilakukan secara maksimal. Dan dari pembuatan laporan diperlukan adanya
revisi dari co. Asisten.
DAFTAR PUSTAKA

Bintoro, M.H., 1977. Periode Cukup Panen, Panen dan Periode Setelah Panen
Coklat. Bogor : IPB-Press.

Haryadi, M. dan Supriyanto. 2001. Pengolahan Kakao Menjadi Bahan Pangan.


Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Yogyakarta : Universitas Gajah
Mada.

Kamal, M. 1998. Nutrisi Ternak I. Rangkuman. Lab. Makanan Ternak, jurusan


Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, UGM. Yogyakarta

Poedjiwidodo, M. S., 1996. Sambung Samping Kakao. Trubus Agriwidya, Jawa


Tengah.

Rohan, T.A., 1963. Processing Of Raw Cocoa for the Market. Roma : FAO Agric.

Siregar dan Riyadi, 1994. Budidaya Pengolahan dan Pemasaran Cokelat. Jakarta
: Penebar Swadaya.

Spillane, J.J., 1995. Komoditi Kakao Peranannya Dalam Perekonomian


Indonesia. Kanisius, Yogyakarta.Wahyudi et al. 2008. Panduan lengkap
kakao. Jakarta : penebar swadaya.

Standar Nasional Indonesia. 2008. SNI 01-2323-2008: Biji Kakao. Jakarta: Badan
Standarisasi Nasional.

Susanto, 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Surabaya : Bina Ilmu.

Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawiro Kusuma, dan S.


Lebdosoekoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.

Utomo dan Soejono,1999. Bahan Pakan dan Formulasi Ransum. Fakultas


Peternakan UGM. Yogyakarta.

Wahyudi., dkk. 2008. Manajemen Konflik dalam Organisasi. Bandung : Alfabeta

Anda mungkin juga menyukai