Anda di halaman 1dari 15

BAB II Tinjauan

Pustaka
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Dasar Teori


Minyak Atsiri
Minyak atsiri atau dikenal juga sebagai minyak eteris (aetheric
oil), minyak esensial, minyak terbang, serta minyak aromatik, adalah
kelompok besar minyak nabati yang berwujud cairan kental pada suhu
ruang namun mudah menguap sehingga memberikan aroma yang khas.
Minyak atsiri merupakan bahan dasar dari wangi-wangian atau minyak
gosok (untuk pengobatan) alami. Di dalam perdagangan, sulingan
minyak atsiri dikenal sebagai bibit minyak wangi.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Minyak_atsiri)
Minyak atsiri umumnya larut dalam pelarut organik dan tidak larut
air. Minyak atsiri ini merupakan salah satu dalam hasil sisa dari proses
metabolisme dalam tanaman yang terbentuk karena reaksi antara
berbagai persenyawaan kimia dengan adanya air. Minyak tersebut
disintesa dalam sel glanular pada jaringan tanaman dan ada juga yang
terbentuk dalam pembuluh resin, misalnya minyak terpenting dari
pohon pinus.
(Ketaren, S., 1985. Pengantar teknologi minyak atsiri. Balai Pustaka. Jakarta)

Ciri-ciri Minyak Atsiri


Minyak atsiri bersifat mudah menguap karena titik uapnya rendah.
Selain itu, susunan senyawa komponennya kuat mempengaruhi saraf
manusia (terutama di hidung) sehingga seringkali memberikan efek
psikologis tertentu (baunya kuat). Setiap senyawa penyusun memiliki
efek tersendiri, dan campurannya dapat menghasilkan rasa yang
berbeda. Secara kimiawi, minyak atsiri tersusun dari campuran yang
rumit berbagai senyawa, namun suatu senyawa tertentu biasanya
bertanggung jawab atas suatu aroma tertentu. Sebagian besar minyak

Laboratorium Teknologi Biofuel, Atsiri, dan Nabati


II-1
BAB II Tinjauan
Pustaka
atsiri termasuk dalam golongan senyawa organik terpena dan terpenoid
yang bersifat larut dalam minyak/lipofil.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Minyak_atsiri)
Penghasil Minyak Atsiri
Jenis minyak atsiri yang telah dikenal dalam dunia perdagangan
berjumlah sekitar 70 jenis, yang bersumber dari tanaman, antara lain
dari akar, batang, daun, bunga dan buah. Khususnya di Indonesia telah
dikenal sekitar 40 jenis tanaman penghasil minyak atsiri, namun baru
sebagian dari jenis tersebut telah digunakan sebagai sumber minyak
atsiri secara komersial, yaitu minyak sereh wangi, nilam, kenanga, pala,
daun cengkeh, cendana, kayu putih, akar wangi, jahe dan kemukus.
(Ketaren, S., 1985. Pengantar teknologi minyak atsiri. Balai Pustaka. Jakarta)
Secara garis besar arti minyak atsiri mengandung 3 hal kunci,
yaitu merupakan senyawa organik, bersifat mudah menguap, dan
berasal dari tumbuhan. Tidak semua tumbuhan bisa menghasilkan
minyak atsiri. Hanya tumbuhan yang mempunyai sel glandula saja yang
mampu menghasilkan minyak atsiri. Famili tumbuhan Lauraceae,
Myrtaceae, Rutaceae, Myristicaceae, Astereaceae, Apocynaceae,
Umbeliferae, Pinaceae, Rosaceae, dan Labiateae dikenal sebagai
kelompok tumbuhan penghasil minyak atsiri. Minyak atsiri sendiri
sebenarnya merupakan salah satu produk metabolisme yang tergolong
sebagai metabolit sekunder. Biasanya metabolit sekunder dibentuk
dalam jumlah sedikit dan salah satu fungsinya adalah sebagai
pertahanan tanaman terhadap adanya serangan dari luar seperti
serangga atau mikroorganisme. Terkait dengan sifat mudah menguap,
minyak atsiri yang dihasilkan tumbuhan akan menyebarkan aroma-
aroma tertentu dari tumbuhan tersebut sehingga berpengaruh terhadap
perilaku organisme di sekitar tumbuhan tersebut. Perilaku tersebut
dapat bersifat negatif bagi tumbuhan, artinya organisme tertentu akan
menyukai hidup pada tumbuhan yang mengeluarkan aroma tertentu
atau bersifat positif yang menyebabkan organisme tertentu tidak
menyukai atau hidup di sekitar tumbuhan tersebut.

Laboratorium Teknologi Biofuel, Atsiri, dan Nabati


II-2
BAB II Tinjauan
Pustaka
(http://www.webhorti.puslithorti-litbang.info/IPTEK/Istianto_minyakatsiri.pdf)
SifatSifat Minyak Atsiri
Menurut Gunawan dan Mulyani (2004) sifat-sifat minyak atsiri
ialah: Tersusun oleh bermacam macam komponen senyawa, Memiliki
bau khas, umumnya bau ini mewakili bau tanaman asalnya. Mempunyai
rasa getir, kadang kadang berasa tajam, menggigit, memberi kesan
hangat sampai panas, atau dingin ketika terasa dibunga, tergantung
dari jenis komponen penyusunnya. Dalam keadaan murni (belum
tercemar oleh senyawa lain) mudah menguap pada suhu kamar,
Bersifat tidak bisa disabunkan dengan alkali dan tidak bisa berubah
menjadi tengik (rancid), Bersifat tidak stabil pada pengaruh lingkungan,
baik berupa oksigen udara, sinar matahari dan panas, Indeks biasnya
tinggi. Pada umumnya bersifat optis aktif dan memutar bidang
polarisasi dengan rotasi yang spesifik dan tidak dapat bercampur
dengan air, tetapi cukup larut hingga dapat memberikan baunya kepada
air walaupun kelarutannya sangat kecil, Sangat mudah larut dalam
pelarut organik.
(Ketaren, S., 1985. Pengantar teknologi minyak atsiri. Balai Pustaka. Jakarta)

Proses Produksi Minyak Atsiri


Proses produksi minyak atsiri dapat ditempuh melalui 4 cara,
yaitu:
(1) Pengepresan (pressing)
(2) Ekstraksi menggunakan pelarut (solvent extraction)
(3) Penyulingan (distillation)
(4) Adsorbsi oleh lemak padat (enfleurasi)
Penyulingan merupakan metode yang paling banyak digunakan
untuk mendapatkan minyak atsiri. Penyulingan dilakukan dengan
mendidihkan bahan baku di dalam ketel suling sehingga terdapat uap
yang diperlukan untuk memisahkan minyak atsiri dengan cara
mengalirkan uap jenuh dari ketel pendidih air (boiler) ke dalam ketel
penyulingan.

Laboratorium Teknologi Biofuel, Atsiri, dan Nabati


II-3
BAB II Tinjauan
Pustaka
Penyulingan adalah metoda ekstraksi yang tertua dalam
pengolahan minyak atsiri. Metoda ini cocok untuk minyak atsiri yang
tidak mudah rusak oleh panas, misalnya minyak cengkeh, nilam, sereh
wangi, pala, akar wangi dan jahe.
Dalam industri minyak atisiri dikenal 3 macam metode penyulingan
yaitu :
(1) Penyulingan dengan air (water distillation)
(2) Penyulingan dengan air-uap (water and steam distillation)
(3) Penyulingan dengan uap langsung (steam distillation)
Pada proses penyulingan ini, tekanan, suhu, laju alir, dan lama
penyulingan diatur berdasarkan jenis komoditi. Lama penyulingan
sangat bervariasi mulai dari 3-5 jam untuk sereh wangi, 5 8 jam untuk
minyak nilam dan cengkeh, 10 14 jam untuk minyak pala, dan 10-16
jam untuk minyak akar wangi bergantung kepada jenis bahan baku
(basah / kering), penggunaan tekanan dan suhu penyulingan. Tekanan
uap yang tinggi dapat menyebabkan dekomposisi pada minyak, oleh
karena itu penyulingan lebih baik dimulai dengan tekanan rendah,
kemudian meningkat secara bertahap sampai pada akhir proses.
Selama proses penyulingan, uap air yang terkondensasi dan turun ke
dasar ketel harus dibuang secara periodik melalui keran pembuangan
air untuk mencegah pipa uap berpori terendam, karena hal ini dapat
menghambat aliran uap dari boiler ke ketel suling.
Pada permulaan penyulingan, hasil sulingan sebagian besar terdiri
dari komponen minyak yang bertitik didih rendah, selanjutnya disusul
dengan komponen yang bertitik didih lebih tinggi dan pada saat
mendekati akhir penyulingan jumlah minyak dalam hasil sulingan akan
bertambah kecil. Proses penyulingan minyak dapat dipercepat dengan
menaikkan suhu dan tekanan atau menggunakan sistim superheated
steam.
Akan tetapi hal ini hanya dapat dilakukan terhadap minyak atsiri
yang sukar mengalami dekomposisi pada suhu yang lebih tinggi.

Laboratorium Teknologi Biofuel, Atsiri, dan Nabati


II-4
BAB II Tinjauan
Pustaka
Ekstraksi minyak atsiri dengan cara penyulingan mempunyai beberapa
kelemahan, yaitu :
Tidak baik digunakan terhadap beberapa jenis minyak yang
mengalami kerusakan oleh adanya panas dan air.
Minyak atsiri yang mengandung fraksi ester akan terhidrolisa
karena adanya air dan panas.
Komponen minyak yang larut dalam air tidak dapat diekstrak.
Komponen minyak yang bertitik didih tinggi yang menentukan bau
wangi dan mempunyai daya fiksasi terhadap bau sebagian tidak
ikut tersuling dan tetap tertinggal dalam bahan.
Bau wangi minyak yang dihasilkan sedikit berubah dari bau wangi
alamiah.

Pengepresan dilakukan dengan memberikan tekanan pada bahan


menggunakan suatu alat yang disebut hydraulic atau expeller pressing.
Beberapa jenis minyak yang dapat dipisahkan dengan cara
pengepresan adalah minyak almond, lemon, kulit jeruk, dan jenis
minyak atsiri lainnya.
Ekstraksi minyak atsiri menggunakan pelarut, cocok untuk
mengambil minyak bunga yang kurang stabil dan dapat rusak oleh
panas. Pelarut yang dapat digunakan untuk mengekstraksi minyak atsiri
antara lain kloroform, alkohol, aseton, eter, serta lemak. Sedangkan
enfleurasi digunakan khusus untuk memisahkan minyak bunga-
bungaan, untuk mendapatkan mutu dan rendemen minyak yang tinggi.
Untuk mempermudah proses penyulingan minyak atsiri dapat
dilakukan perlakuan pendahuluan (penanganan bahan baku) dengan
beberapa cara seperti :
Pengeringan
Pengeringan dapat mempercepat proses ekstraksi dan
memperbaiki mutu minyak, namun selama pengeringan kemungkingan
sebagian minyak akan hilang karena penguapan dan oksidasi oleh
udara. Beberapa jenis bahan baku tidak perlu dikeringkan, seperti jahe,

Laboratorium Teknologi Biofuel, Atsiri, dan Nabati


II-5
BAB II Tinjauan
Pustaka
lajagoan, dan bahan lain yang disuling dalam keadaan segar untuk
mencegah kehilangan aroma yang diinginkan.
Pencucian
Pencucian biasanya dilakukan untuk bahan-bahan yang berasal
dari tanah seperti akar wangi dan rimpang. Tujuannya adalah untuk
membersihkan bahan dari kotoran yang menempel, mencegah hasil
minyak agar tidak kotor, dan efisiensi pemuatan bahan dalam ketel
suling.
Perajangan
Perajangan bertujuan untuk memudahkan penguapan minyak
atsiri dari bahan, memperluas permukaan suling dari bahan dan
mengurangi sifat kamba. Pada umumnya perajangan dilakukan pada
ukuran 20 30 cm.
Perlakuan ini mempunyai komponen yang sama yang berbeda
adalah kadar atsiri yang dihasilkan dan rendemen pada minyak pala.
(Ketaren, S., 1985. Pengantar teknologi minyak atsiri. Balai Pustaka. Jakarta)

Deskripsi Pala
Biji pala terdiri dari dua bagian utama yaitu 3045% minyak dan
4560% bahan padat termasuk selulosa. Minyak terdiri atas dua jenis
yaitu minyak atsiri (essential oil) sebanyak 515% dari berat biji
keseluruhan, dan lemak (fixed oil) yang disebut nutmeg butter
sebanyak 24-40% dari berat biji. Perbedaan komponen tersebut
bervariasi tergantung pada letak geografis dan tempat tumbuhnya
maupun jenis (varietas) dari tanaman tersebut. Walaupun kandungan
minyak atsiri dalam biji lebih rendah dari fixed oil tetapi komponen
minyak atsiri lebih berperanan penting sebagai perisa (flavouring agent)
dalam industri makanan dan minuman, dan dalam industri farmasi.
(http://pascapanen.litbang.deptan.go.id/media/publikasi/juknis_pala.pdf/)

Bagian-Bagian Pala

Laboratorium Teknologi Biofuel, Atsiri, dan Nabati


II-6
BAB II Tinjauan
Pustaka

Daging buah Biji Minyak pala Fuli


(77,8%) (13,1%) (7-15%) (4%)
Gambar II.1.1 Bagian-bagian Pala
Karakteristik Minyak Pala
Minyak pala tidak berwarna sampai dengan kuning muda, berbau
tajam, dan beraroma rempah. Minyak pala dengan formulasi C10H16
mempunyai sifat tidak beracun dan tidak menyebabkan iritasi, tetapi
bila digunakan dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan pingsan
karena kandungan myristicin yang tinggi mempunyai efek halusinasi
seperti narkotik. Minyak pala dari fuli memiliki kadar myristicin lebih
tinggi dibanding minyak pala dari biji. Bila minyak pala diproses lebih
lanjut akan menghasilkan 84% trimyristin, suatu kristal beracun turunan
dari safrole yang merupakan senyawa dari methylene dioxyphenyl
dengan rumus kimia C45H86O6, biasanya digunakan untuk sabun,
detergen, dan parfum.
(Bustaman, Sjahrul, Jurnal Litbang Pertanian, 27(3), 2008)
Tabel II.1.1. Komposisi minyak pala di Indonesia
Senyawa Nilai (%)
- pinene 26,5
-pinene 15
Myrene 3,7
-phellandro 0,9
-tepirene 2
Limonene 3,6
p-cymene 0,6
Linalool 0,2
Terpine-4-ol 3
-terpinene 0,6

Laboratorium Teknologi Biofuel, Atsiri, dan Nabati


II-7
BAB II Tinjauan
Pustaka

Tabel II.1.2 SNI Minyak Pala 06-2388-1991 tahun 2001


Jenis Analisa Nilai (%)
B.J. 15/15 . 0,854 - 0,925
Putaran optic (D 20) +10 - +30
Indeks bias pada 20C (nD 1,474 - 1,497
20 )
Sisa penguapan (dari 3 ml maksimum 60 mg
contoh)
Minyak Pelikan Negatif
Kelarutan dalam Etanol 1 : 1 jernih seterusnya
jernih
90%

Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat
maupun cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus
dapat mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan
material lainnya.
Ekstraksi padat cair atau leaching adalah transfer difusi komponen
terlarut dari padatan inert ke dalam pelarutnya. Proses ini merupakan
proses yang bersifat fisik karena komponen terlarut kemudian
dikembalikan lagi ke keadaan semula tanpa mengalami perubahan
kimiawi. Ekstraksi dari bahan padat dapat dilakukan jika bahan yang
diinginkan dapat larut dalam solven pengekstraksi. Ekstraksi
berkelanjutan diperlukan apabila padatan hanya sedikit larut dalam
pelarut. Namun sering juga digunakan pada padatan yang larut karena
efektivitasnya. [Lucas, Howard J, David Pressman. Principles and
Practice In Organic Chemistry]
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju ekstraksi adalah:
Tipe persiapan sampel
Waktu ekstraksi
Kuantitas pelarut
Suhu pelarut
Tipe pelarut

Laboratorium Teknologi Biofuel, Atsiri, dan Nabati


II-8
BAB II Tinjauan
Pustaka
Minyak dapat diekstraksi dengan perkolasi, imersi, dan gabungan
perkolasi-imersi. Dengan metode perkolasi, pelarut jatuh membasahi
bahan tanpa merendam dan berkontak dengan seluruh spasi diantara
partikel. Sementara imersi terjadi saat bahan benar-benar terendam
oleh pelarut yang bersirkulasi di dalam ekstraktor. Sehingga dapat
disimpulkan:
Dalam proses perkolasi, laju di saat pelarut berkontak dengan
permukaan bahan selalu tinggi dan pelarut mengalir dengan cepat
membasahi bahan karena pengaruh gravitasi.
Dalam proses imersi, bahan berkontak dengan pelarut secara
periodeik sampai bahan benar-banar terendam oleh pelarut. Oleh
karena itu pelarut mengalir perlahan pada permukaan bahan,
bahkan saat sirkulasinya cepat.
Untuk perkolasi yang baik, partikel bahan harus sama besar untuk
mempermudah pelarut bergerak melalui bahan.
Dalam kedua prosedur, pelarut disirkulasikan secara counter-
current terhadap bahan. Sehingga bahan dengan kandungan
minyak paling sedikit harus berkontak dengan pelarut yang
kosentrasinya paling rendah.
Metode perkolasi biasa digunakan untuk mengekstraksi bahan
yang kandungan minyaknya lebih mudah terekstraksi. Sementara
metode imersi lebih cocok digunakan untuk mengekstraksi minyak yang
berdifusi lambat.
Ekstraksi bahan makanan biasa dilakukan untuk mengambil
senyawa pembentuk rasa bahan tersebut. Misalnya senyawa yang
menimbulkan bau dan/atau rasa tertentu.

Laboratorium Teknologi Biofuel, Atsiri, dan Nabati


II-9
BAB II Tinjauan
Pustaka

Gambar II.1.2 Ekstraksi soxhlet


Ekstraksi Soxhlet
Ada dua jenis ekstraktor yang lazim digunakan pada skala
laboratorium, yaitu ekstraktor Soxhlet dan ekstraktor Butt. Pada
ekstraktor Soxhlet, pelarut dipanaskan dalam labu didih sehingga
menghasilkan uap. Uap tersebut kemudian masuk ke kondensor melalui
pipa kecil dan keluar dalam fasa cair. Kemudian pelarut masuk ke dalam
selongsong berisi padatan. Pelarut akan membasahi sampel dan
tertahan di dalam selongsong sampai tinggi pelarut dalam pipa sifon
sama dengan tinggi pelarut di selongsong. Kemudian pelarut seluruhnya
akan menggejorok masuk kembali ke dalam labu didih dan begitu
seterusnya. Peristiwa ini disebut dengan efek sifon.
Prinsip kerja ekstraktor Butt mirip dengan ekstraktor Soxhlet.
Namun pada ekstraktor Butt, uap pelarut naik ke kondensor melalui
annulus di antara selongsong dan dinding dalam tabung Butt. Kemudian
pelarut masuk ke dalam selongsong langsung lalu keluar dan masuk
kembali ke dalam labu didih tanpa efek sifon. Hal ini menyebabkan
ekstraksi Butt berlangsung lebih cepat dan berkelanjutan (rapid). Selain
itu ekstraksinya juga lebih merata. Ekstraktor Butt dinilai lebih efektif
daripada ekstraktor Soxhlet. Hal ini didasari oleh faktor berikut:
Pada ekstraktor Soxhlet cairan akan menggejorok ke dalam labu
setelah tinggi pelarut dalam selongsong sama dengan pipa sifon.
Hal ini menyebabkan ada bagian sampel yang berkontak lebih
lama dengan cairan daripada bagian lainnya. Sehingga sampel
yang berada di bawah akan terekstraksi lebih banyak daripada
bagian atas. Akibatnya ekstraksi menjadi tidak merata. Sementara
pada ekstraktor Butt, pelarut langsung keluar menuju labu didih.
Sampel berkontak dengan pelarut dalam waktu yang sama.

Laboratorium Teknologi Biofuel, Atsiri, dan Nabati


II-10
BAB II Tinjauan
Pustaka
Pada ekstraktor Soxhlet terdapat pipa sifon yang berkontak
langsung dengan udara ruangan. Maka akan terjadi perpindahan
panas dari pelarut panas di dalam pipa ke ruangan. Akibatnya
suhu di dalam Soxhlet tidak merata. Sedangkan pada ekstraktor
Butt, pelarut seluruhnya dilindungi oleh jaket uap yang mencegah
perpindahan panas pelarut ke udara dalam ruangan.
(http://majarimagazine.com/2009/03/ekstraksi/)
Kiat Meningkatkan Rendemen
Rendemen merupakan perbandingan jumlah (kuantitas) minyak
yang dihasilkan dari ekstraksi tanaman aromatik. Adapun satuan yang
digunakan adalah persen (%). Semakin tinggi nilai rendemen
menunjukkan bahwa minyak atsiri yang dihasilkan semakin besar.
Dengan semakin besarnya jumlah minyak, pendapatan sebuah
pengusaha minyak atsiri pun akan semakin besar. Peningkatan
rendemen minyak yang dihasilkan dapat dilakukan dari dua pendekatan,
yaitu dari proses budi daya dan proses pembuatan minyak. Sementara
faktor yang harus diperhatikan untuk mendapatkan nilai tinggi setelah
proses ekstraksi adalah mempertahankan mutu (kualitas) minyak,
bukan lagi masalah rendemen. Semakin tinggi rendemen, biasanya
minyak belum memenuhi syarat mutu yang baik. Sementara minyak
bermutu baik biasanya ditandai dengan jumlah rendemen yang sedikit.

(Http://books.google.co.id/books?isbn=9790023634.../hal71)

Menjaga Mutu Minyak Atsiri


Untuk mengetahui karakteristik minyak asiri yang dihasilkan
terdapat beberapa uji yang dapat dilakukan, yaitu berat jenis (densitas),
indeks bias, putaran optik, bilangan asam, dan kelarutan dalam alkohol.
Uji inilah yang akan menentukan tingkat kelayakan minyak untuk
menyandang gelar minyak murni (asli) atau sebaliknya.
Beberapa Uji yang bisa dilakukan adalah :
1. Berat jenis
Laboratorium Teknologi Biofuel, Atsiri, dan Nabati
II-11
BAB II Tinjauan
Pustaka
Nilai berat jenis (densitas) minyak atsiri merupakan perbandingan
antara berat minyak dengan berat berat air pada volume air yang
sama dengan volume minyak. Semakin besar fraksi berat yang
terkandung dalam minyak, semakin besar pula nilai densitasnya.
2. Indeks bias
Indeks bias merupakan perbandingan antara kecepatan cahaya di
dalam udara dengan kecepatan cahaya di dalam zat tersebut
pada suhu tertentu. Minyak atsiri dengan indeks bias besar lebih
bagus dibandingkan minyak atsiri dengan nilai indeks bias kecil.
3. Putaran optik
Sifat optik minyak atsiri ditentukan dengan menggunakan alat
polarimeter. Pengukuran parameter ini sangat menentukan
kriteria kemurnian suatu minyak atsiri.
4. Bilangan asam
Bilangan asam menunjukkan kadar asam bebas dalam minyak
atsiri. Bilangan asam yang semakin besar dapat mempengaruhi
kualitas, di antaranya mengubah bau khas minyak atsiri.
5. Kelarutan dalam alkohol
Alkohol dapat larut dalam minyak atsiri maka pada komposisi
minyak atsiri yang dihasilkan tersebut terdapat komponen-
komponen terpen teroksigenasi. Semakin kecil kelarutan minyak
atsiri pada alkohol (biasanya alkohol 90%) maka kualitas minyak
atsirinya semakin baik.

Pemurnian minyak atsiri


Proses pemurnian bisa dilakukan dengan menggunakan beberapa
metode, yaitu secara fisika dan kimia. Hal ini terkait dengan sifat
minyak atsiri yang terdiri dari berbagai komponen kimia dan secara
alami terbentuk pada tanaman sesuai dengan tipe komponen yang
berbeda dari setiap tanaman. Proses pemurnian secara fisika bisa
dilakukan dengan mendistilasi ulang minyak atsiri yang dihasilkan

Laboratorium Teknologi Biofuel, Atsiri, dan Nabati


II-12
BAB II Tinjauan
Pustaka
(redestillation) dan distilasi fraksinasi dengan pengurangan tekanan.
Untuk proses secara kimia dengan 1) adsorpsi menggunakan adsorben
tertentu seperti bentonit, arang aktif, zeolit, 2) menghilangkan senyawa
terpen (terpeneless) untuk meningkatkan efek flavoring, sifat kelarutan
dalam alkohol encer, kestabilan dan daya simpan dari minyak, dan 3 )
larutan senyawa pembentuk kompleks seperti asam sitrat, asam
tartarat .
Dalam proses secara fisika, yaitu metode redestilasi adalah
menyuling ulang minyak atsiri dengan menambahkan air pada
perbandingan minyak dan air sekitar 1:5 dalam labu destilasi, kemudian
campuran didestilasi. Minyak yang dihasilkan akan terlihat lebih jernih.
Hasil penyulingan ulang terhadap minyak nilam dengan metode
redestilasi, ternyata dapat meningkatkan nilai transmisi (kejernihan) dari
4 % menjadi 83,4 %, dan menurunkan kadar Fe dari 509,2 ppm menjadi
19,60 ppm. Untuk distilasi fraksinasi akan jauh lebih baik karena
komponen kimia dipisahkan berdasarkan perbedaan titik didihnya.
Komponen kimia yang terpisah sesuai dengan golongannya.
(http://www.scribd.com/doc/21002722/PEMURNIAN-ZAT)

Penyimpanan
Minyak atsiri disimpan di dalam botol kaca yang berwarna gelap dan kering.
Botol ini harus ditutup rapat. Jerigen plastik yang berkualitas tinggi juga dapat
digunakan sebagai wadah penyimpan minyak atsiri pala.
(www.warintek.ristek.go.id/pangan/.../minyak_atsiri_fuli_buah_pala.pdf)

II.2. Aplikasi Industri


MINYAK ATSIRI FULI DAN BUAH PALA

PENDAHULUAN

Laboratorium Teknologi Biofuel, Atsiri, dan Nabati


II-13
BAB II Tinjauan
Pustaka
Minyak atsiri adalah senyawa mudah menguap yang tidak larut di
dalam air yang berasal dari tanaman. Minyak atsiri dapat dipisahkan
dari jaringan tanaman melalui proses destilasi.
Metode Penyulingan
Fuli dan biji pala mengandung minyak atsiri, masing-masing 11
dan 12%.
Minyak atsiri tersebut dapat diperoleh dengan berbagai teknik
penyulingan, yaitu:
1. Metode perebusan: Alat yang digunakan untuk metode ini disebut
alat suling perebus.
2. Metode pengukusan: Alat yang digunakan untuk metode ini disebut
suling pengukus.
3. Metode uap langsung: Alat yang digunakan untuk metode ini disebut
alat suling uap langsung.
BAHAN
1) Fuli pala
2) Buah pala muda.
3) Air
4) Kertas saring berlapis magnesium karbonat.
PERALATAN
1) Alat suling pengukus.
2) Botol kaca berwarna gelap, atau jerigen plastik kualitas tinggi.
CARA PEMBUATAN
1) Penyiapan Bahan
a. Fuli kering yang akan disuling tidak perlu dipersiapkan secara
khusus. Bahan ini dapat langsung dimasukkan ke dalam ketel
suling. Sedangkan buah pala muda perlu dipotong atau dicacah
menjadi ukuran kecil-kecil (0,5-1 cm).
b. Ukuran potongan buah harus diusahakan seseragam mungkin.
Ukuran yang tidak seragam akan meyulitkan penyusunan bahan di
dalam ketel secara baik.

Laboratorium Teknologi Biofuel, Atsiri, dan Nabati


II-14
BAB II Tinjauan
Pustaka
2) Penyiapan Alat Suling
Bagian dalam ketel dibersihkan. Setelah itu ketel diisi dengan air
bersih. Permukaan air barada 3-5 cm di bawah plat berpori yang
menjadi alas potongan fuli atau buah pala.
3) Pengisian Bahan ke dalam Ketel
a. Bahan diisikan ke dalam ketel secara baik. Bahan disusun dengan
formasi seragam dan mempunyai cukup rongga untuk penetrasi
uap secara merata ke dalam tumpukan bahan.
b. Setelah bahan diisikan ke dalam ketel, penutup ketel ditutup secara
rapat sehingga tidak ada celah sekecil apapun yang memungkinkan
uap lolos dari celah tersebut.
4) Penyulingan
a. Mula-mula kondensor dialiri dengan air pendingin. Pada saat itu
alat pemisah air-minyak sudah terpasang pada saluran keluar
kondensat.
b. Ketel dipanaskan dengan api tungku atau kompor. Api harus
diusahakan hanya mengenai dasar ketel. Penyulingan dilakukan
selama 24 - 48 jam.
5) Pengurangan air
a. Minyak atsiri pala (dari fuli atau dari buah) yang diperoleh masih
mengandung sejumlah kecil air. Air ini dapat dikurangi dengan
menyaring minyak melalui kertas saring berlapis magnesium
karbonat.
b. Untuk memperoleh minyak atsiri pala dengan kandungan air yang
rendah, minyak atsiri pala harus disentrifusi dengan kecepatan
tinggi atau disaring dengan penyaring mekanis.
6) Penyimpanan
Minyak atsiri disimpan di dalam botol kaca yang berwarna gelap dan
kering. Botol ini harus ditutup rapat.

Laboratorium Teknologi Biofuel, Atsiri, dan Nabati


II-15

Anda mungkin juga menyukai