Bab II 2002ham
Bab II 2002ham
maka perlu pemahaman yang mendalam tentang pengertian dan karakteristik utama
dari kawasan tersebut, baik ditinjau dari ketersediaan fisik wilayahnya maupun
Program (1993) dalanz Rais (1996) memberikan batasan wilayah pesisir sebagai
wilayah yang ke arah darat dibatasi sampai di mana pengaruh laut masih ada dan ke
area) antara ekosistem laut dan darat. Batas ke arah darat meliputi daerah-daerah
yang tergenang maupun yang tidak tergenang air laut yang masih dipengaruhi oleh
proses-proses laut seperti pasang surut, angin laut dan intrusi air laut. Sedangkan
batas ke arah laut meliputi perairan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses
alamiah di daratan, seperti sedimentasi dan aliran air sungai ke laut, serta kegiatan
pesisir harus dilakukan secara luwes (flexible) dan tidak kaku (rigid). Batasan
wilayah pesisir harus disesuaikan dengan permasalahan atau substansi yang menjadi
fokus tujuan dari rencana pengelolaan wilayah pesisir tersebut. Oleh karena itu
diperlukan suatu program pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu (ICZM), yaitu
generasi saat ini tanpa merusak atau menurunkan kemampuan generasi mendatang
datalinformasi keruangan (spasial) serta teknik analisis yang handal seperti teknologi
Secara umum teknologi SIG didukung oleh serangkaian perangkat lunak, data
dan manusia yang terorganisir dan dikelola secara baik. Semuanya dirancang secara
rnendefinisikan SIG sebagai suatu sistem berbasis komputer yang mernpunyai empat
kernampuan pokok untuk menangani data bereferensi geografis yaitu: pernasukan dan
menjadi beberapa sub-sistern yaitu: data input, data output dan data nrrmugernenl &
Data Input
output
Laporan DATA MANAGEMENT &
MANIPULATION
I
Pengukuran
Lapangan
topografi, dll.)
Foto udara
Data lainnya
yang bersifat konseptual yang berkaitan dengan lokasi, kondisi, kecenderungan, pola,
deskripsi mengenai suatu unsur peta yang terdapat pada lokasi tertentu atau
menanyakan posisi objek tertentu yang dapat berupa nama lokasi (negara,
provinsi, kota), kode lokasi (kode pos atau zip code, dll.), posisi lokasi (lintang-
proyeksinya).
2. Condition :where is it ?
peta yang deskripsinya sudah diberikan. Dengan pertanyaan ini informasi tentang
kualitatif atau kuantitatif), seperti: kondisi cuaca, iklim, lahan (subur, kering,
kritis), kependudukan, rawan pangan dan lain-lain. Dengan demikian SIG dapat
yang terdapat di dalam setiap layer dibandingkan dengan unsur-unsur pada layer
pada keberadaan pola-pola yang diamati yang terdapat di dalam data spasial dan
atribut atau layers suatu SIG, sehingga dapat diketahui berapa banyak yang
Pertanyaan ini digunakan untuk menentukan apa yang terjadi melalui pemodelan.
sumber data untuk SIG dibagi dalam tiga kategori yaitu: (i) data lapangan. Data ini
salinitas air, curah hujan suatu wilayah, dan sebagainya; (ii) data peta. Informasi yang
telah terekam pada peta kertas atau film, dikonversikan ke dalam bentuk dijital.
Apabila data sudah terekam dalam bentuk peta, maka tidak lagi diperlukan data
lapangan, kecuali untuk pengecekan kebenarannya; (iii) data citra penginderaan jauh.
Citra penginderaan jauh yang berupa foto udara atau radar dapat diinterpretasi
terlebih dahulu sebelum dikonversi ke dalam bentuk dijital. Sedangkan citra yang
diperoleh dari satelit yang sudah dalam bentuk dijital dapat langsung digunakan
I. Foto udara dan hasil fotografi dari citra satelit (setelah diolah dan
2. Data dijital penginderaan jauh dianalisis dan diklasifikasi secara dijital, output
dari proses tersebut berupa peta konvensional kemudian didijitasi ke dalam SIG.
4. Data mentah hasil penginderaan jauh dimasukkan langsung ke dalam SIG apabila
terdapat perangkat lunak yang dapat menganalisis data citra dan SIG sekaligus.
sangat bermanfaat pada saat aplikasi SIG yang menggunakan data spasial dan atribut.
Pemanfaatan SIG kemudian akan berkembang kepada ha1 yang mendasar yaitu
kumpulan informasi yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Secara
umum basisdata dalam SIG terdiri atas dua tipe data, yaitu data spasial dan atribut
(Aronoff, 1989).
Data Spasial
Jenis data spasial mengacu kepada entitas (objek), yaitu tempat di mana lokasi
sebagai data posisi, koordinat atau ruang (Prahasta, 2001). Aronoff (1989),
menjelaskan bahwa di dalam SIG, data spasial disajikan dalam dua model yaitu
model data raster dan vektor. Pada model data raster, data spasial dibagi-bagi dalam
satuan homogen terkecil yang dsebut elemen garnbar (pael) sehingga membentuk
matriks baris dan kolom. Untuk model data vektor, data spasial disajikan dalam
bentuk titik (point), garis ( h e ) dan area (polygon) yang ditunjukkan dengan sistem
koordinat X-axis dan Y-axis. Untuk melengkapi data spasial dari suatu objek, maka
Data Atribut
spasialnya baik dalam bentuk statistik maupun deskriptif. Data atribut ini dibedakan
menjadi data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif adalah data hasil
pengamatan/pengukuran yang dinyatakan tidak dengan bilangan. Sebagai contoh,
pada tataguna tanah (landuse) merepresentasikan perbedaan jenis tataguna tanah yang
ada (misalnya hutan, kebun, pemukiman, sawah, danau, sungai, kawasan industri, dan
lainnya), bukan nilai-nilai dari tataguna tanah itu sendiri. Untuk jenis data kuantitatif
bilangan. Data ini merepresentasikan perbedaan dalam angka, nilai (value), atau
Untuk mendapatkan kualitas hasil analisis informasi dari SIG, maka data dari
berbagai jenis dan sumber dalam basisdata perlu dikelola dan diorganisasikan melalui
lunak) yang diperlukan untuk memanipulasi dan memelihara data dalam basisdata.
Pengelolaan data dengan pendekatan DBMS ini bermanfaat dalam penggunaan data
secara efisien serta keamanan data dapat terjamin. Keuntungan lainnya adalah data
dapat terkontrol secara terpusat dan digunakan secara bersama-sama, keberadaan data
tidak terikat (data independence), serta implementasi aplikasi basisdata baru lebih
mudah.
serta format data dalam basisdata pada saat akan diekstrak (disajikan outputnya),
perancangan basisdata dengan SIG meliputi: (i) data spasial yang digunakan
topologi dapat dibangun secara tepat; (iii) menggunakan model data relasional untuk
merancang basisdata; (iv) mendefinisikan field-field data atribut secara benar; (v)
Setiap variabel untuk kepentingan manipulasi data hams terwakili dalam basisdata;
dan (vi) hubungan antarafield data hams one lo one atau one to many (tidak boleh
many to many).
Semua basisdata yang telah dirancang dan dimasukkan ke dalam SIG sebagai
basisdata dapat dianalisis secara spasial untuk berbagai keperluan. Salah satu
kemampuan analisis yang dapat dilakukan adalah penentuan kesesuaian lahan untuk
lahan untuk tujuan penggunaan tertentu melalui penentuan nilai (kelas) suatu lahan
serta pola tata guna tanah yang dihubungkan dengan potensi lahan wilayahnya
sehingga dapat diusahakan penggunaan lahan yang lebih terarah berikut usaha-usaha
persamaan sifat atau kualitas lahan yang mempengamhi kesesuaian lahan bagi suatu
usaha atau penggunaan tertentu. Untuk tujuan pengembangan wilayah pesisir dengan
kegiatan budidaya tambak udang tersebut dapat berlangsung secara optimal, terpadu
Tambak adalah kolam ikan atau udang yang dibuat pada lahan pantai laut dan
Tambak berasal dari kata "nambak" yang berarti membendung air dengan pematang
sehingga terkumpul pada suatu tempat. Bentuk tambak umumnya persegi panjang dan
tiap petakan dapat meliputi areal seluas 0,5 - 2 ha. Deretan tambak dapat mulai dari
tepi laut terns ke pedalaman sejauh 1 - 3 km atau lebih bergantung pada sejauh mana
pertambakan, maka perlu dilakukan pemilihan lokasi yang baik dan cocok dengan
memperhatikan kapasitas daya dukung lingkungan yaitu nilai mutu lingkungan yang
ditimbulkan oleh interaksi dari semua unsur atau komponen (fisik, kimiawi dan
biologi) dalam satu kesatuan ekosistem. Daya dukung lahan pantai untuk
pertambakan ditentukan oleh kualitas tanah (tekstur dan pH), halitas air tanah
(salinitas dan pH), surnber air (asin dan tawar), hidro-oseanogra) (arus dan pasang
surut), topografi lahan dan klimatologi daerah pesisir dan Daerah Aliran Sungai
Areal yang kita pilih hams berada pada lingkungan perairan yang bebas dari
pencemaran sebagai media hidupnya. Oleh karena itu lokasi tambak udang
hendaknya tidak di daerah yang merupakan buangan pabrik, persawahan yang banyak
menggunakan pestisida, dan pelabuhan yang banyak mendapat buangan minyak dari
ekonominya. Secara sosial penentuan lokasi pertambakan hams dapat diterima oleh
Sedangkan secara ekonomi berkaitan dengan harga dan kemudahan suplai bahan-
bahan sarana produksi tambak seperti benih, pupuk dan pakan yang tepat waktu,
pendapatan clan keuntungan yang layak bagi kesejahteraan masyarakat sekitar. Oleh
karena itu diperlukan juga ketersediaan sarana dan prasarana penunjang yang
Untuk keperluan pengairan tambak udang, akan sangat ideal apabila lahan
pertambakan dibuat di kawasan pantai dekat dengan sungai yang dapat memasok air
tawar sepanjang tahun agar dapat mengendalikan salinitas yang diperlukan. Selain
pasok air yang cukup, kesempumaan pengeluaran air buangan dan air limbah ke
perairan umum serta pelaksanaan pengeringan dasar tambak secara sempurna akan
lebih baik dibandingkan dengan yang jauh dari laut, asalkan lokasi di sepanjang
pantai tersebut tidak berlumpur yang disebabkan oleh siltasi (Poernomo, 1992).
mempengaruhi mutu air di dalam tambak antara lain: oksigen terlarut, salinitas, suhu,
Oksigen Terlarut
oksigen. Kadar oksigen terlarut di dalam air dihasilkan oleh adanya proses
dalam air dipengarubj oleh peubah lain seperti suhy salinitas, bahan organik dan
terlamt akan menurunkan konsentrasi oksigen terlamt terutama pada malam hari
akibat adanya proses respirasi dari biota perairan hingga mencapai tingkat minimum
pada pagi hari. Sedangkan penurunan kecerahan (kekeruhan) dalam batas-batas
tertentu yang disebabkan oleh fitoplankton dibutuhkan. Hal itu menunjukkan bahwa
terdapat cukup fitoplankton sebagai makanan dan terjadi proses fotosintesis yang
Salinitas
Salinitas atau kadar garam merupakan total konsentrasi garam terlamt dalam
air yang dinyatakan dalam mgll atau daIam satuan permil ("/,). Salinitas terbaik
untuk udang adalah 12 - 20 'loo, Pada salinitas 235 'loo, pertumbuhan udang
terhambat, sedangkan pada salinitas 2.50 'loo udang mulai mati. Pada salinitas <I2 %o
udang tidak terganggu seperti pada salinitas tinga tetapi metabolisme pigmen tidak
sempuma (wama udang lebih bim) dan kulit lunak sehingga Iebih mudah diserang
Suhu Perairan
Untuk budidaya tambak udang, suhu yang baik adalah 27 - 30' C, meskipun
sampai suhu 35" C masih dapat tumbuh atau hidup normal. Pada suhu 18 - 27' C
nafsu makan udang mulai tumn dan pada suhu antara 12 - 27" C mulai berbahaya
untuk pertumbuhan udang. Selanjutnya pada suhu 4 2 " C udang mulai mati.
Kecerahan
Kecerahan atau kekeruhan air mencerminkan jumlah plankton yang ada dalam
ganggang dalam air dan tanaman air lainnya. Batas kecerahan yang baik atau optimal
Kondisi keasaman (pH) air laut yang alamiah bersifat netral, dan kondisi
tersebut sesuai untuk kegiatan budidaya. Air payau berperan sebagai penyangga
perubahan pH, sehingga sangat jarang pH turun menjadi 6,5 atau naik menjadi > 9.
Pada pagi hari saat konsentrasi COz masih tinggi, pH air tambak sekitar 7,O tetapi
pada sore hari saat konsentrasi oksigen terlarut mencapai maksimum karena C 0 2
menyebutkan bahwa pH yang baik untuk udang adalah antara 7,O - 9,O.
Untuk memperoleh air dengan jumlah dan kualitas yang ideal dalarn
parameter lain, seperti: amplitude pasang surut dan ketinggian elevasi, topografi,
keadaan iklim wilayahnya, keadaan tanah, serta kebijakan regulasi pemerintah dalam
penggunaan lahan.
2. Amplitudo Pasang-Surut dan Ketinggian Elevasi
Dua faktor dominan yang mempengaruhi pasok dan buang air dalam
mengoperasikan tambak adalah ketinggian lahan dan sifat pasut. Dalam penerapan
budidaya ekstensif dan semi intensif yang pasok dan pembuangan aimya
dilaksanakan secara gravitas, maka apabila temyata elevasinya berada di atas rataan
pasang tinggi tertinggi akan menjadi tidak layak karena memerlukan penggalian.
Sebaliknya pada lokasi yang elevasinya sama atau lebih rendah dari air surut rendah
terendah juga tidak layak karena akan menghadapi masalah besar dalam pembuangan
antara 2 - 3 m dan rataan amplitudonya antara 1,l - 2,l m) adalah layak untuk
itu Suyanto dan Mujiman (2001) menyebutkan kisaran yang paling cocok untuk
pertambakan hams mempunyai fluktuasi atau beda pasang dan surut 1,5 - 2 m.
masalah, karena diperlukan pematang yang besar untuk melindungi tambak dari
dalam tambak pada saat air surut rendah. Di sisi lain kawasan yang amplitudo
pasangnya sangat kecil (kurang dari I m) akan dihadapkan pada masalah pengisian
dan pembuangan air dari tambak karena tidak dapat dilakukan secara sempuma
(Poemomo, 1992).
Berdasarkan kesesuaian pasang surut untuk pertambakan, Departemen PU
(1997) menentukan batas ideal elevasi wilayah pertarnbakan antara 0,5 - 1,O m
selama periode rata-rata pasang tertinggi dan wilayah tersebut dapat dikeringkan
3. Topografi Lahan
Lahan rawa atau pasang surut yang tidak rata, bergelombang atau berbukit
kawasan yang datar. Jamulya dan Sunarto (1996) membatasi tingkat kelerengan yang
datar antara 0 - 3 % dan masih dapat digenana langsung oleh pasang surut air asin
atau payau.
semakin baik, sepanjang amplitudo pasang cukup ideal dan pasok air tawar dari
sungai cukup memadai. Curah hujan rata-rata yang ideal untuk pertambakan adalah
kurang dari 2000 m d t h . Apabila curah hujannya melebihi 2000 rnmlth dan tidak ada
bulan tanpa hujan sepanjang tahun akan menimbulkan masalah besar. Kondisi seperti
ini sangat penting untuk diperhatikan, karena untuk memperoleh produksi yang lebih
baik dan stabil serta menurnbuhkan makanan alami dalam tambak mutlak untuk
dilakukan upaya pengeringan dasar tambak secara rutin menjelang penebaran benur
(Poernomo, 1992).
Sementara itu Hardjowigeno (2001) menguraikan perlunya dikeringkan dasar
tambak secara berkala dengan tujuan untuk memperbaiki sifat fisik tanah,
beracun seperti asam sulfida (H2S), amoniak (NH3), serta metan. Oleh karena itu
diperlukan adanya periode kering pada bulan-bulan tertentu pada setiap tahun. Curah
hujan yang tinggi sepanjang tahun tanpa adanya bulan kering kurang cocok untuk
tambak. Sebaliknya curah hujan yang terlalu rendah dan bulan kering yang terlalu
panjang juga kurang baik untuk daerah pertambakan (Hardjowigeno, 200 1).
5. Kualitas Tanah
Salah satu masalah yang sering timbul dalam pengelolaan tambak adalah
lahan tambak tidak mampu menahan air karena dasar tambak mempunyai porositas
tinggi. Malun kasar tanah berarti porositas semakin tinggi, sehingga kurang cocok
untuk tambak (Hardjowigeno, 2001). Oleh karena itu dalam memilih lokasi tambak,
Tekstur tanah adalah sifat fisik tanah yang menyatakan kasar-halusnya tanah
atau yang menunjukkan perbandingan fraksi-fraksi liat, debu dan pasir (Jamulya dan
Yunianto, 1996). Tekstur tanah akan berpengaruh pada konstruksi tambak dan sistem
budidaya. Tanah yang ideal untuk kegiatan pertambakan adalah yang bertekstur liat
berpasir (Poernomo, 1992). Semakin tinggi kadar liat dan semakin sedikit kadar pasir,
maka tekstur tanah akan semalan stabil dan semakin kedap air. Tekstur tanah yang
demikian mudah dipadatkan dan tidak pecah-pecah pada musim panas (Suyanto dan
Mujiman, 2001).
Ditinjau dari sifat kimia tanah, salah satu parameter yang digunakan sebagai
syarat minimal untuk tambak adalah kawasan tersebut harus cukup kandungan unsur
haranya. Ketersediaan berbagai jenis unsur hara dalam tanah dibutuhkan untuk
pertumbuhan dan makanan alami klekap (campuran berbagai macam jasad renik yang
tumbuh di dasar tambak). Klekap ini menghendaki tekstur tanah dasar liat berpasir
atau liat berdebu (Suyanto dan Mujiman, 2001). Selanjutnya Jamulya dan Sunarto
(1996) menggolongkan kedua tekstur tanah tersebut sebagai tanah bertekstur halus.
menurut tingkat teknologi budidaya yang akan diterapkan. Dalam budidaya ekstensif
sebagai makanan alami bagi udang, maka harus memilih dasar tambak lempung
sarnpai liat berpasir. Berbeda dengan tekstur lempung liat berpasir hingga lempung
berpasir dapat diterapkan untuk tingkat budidaya semi intensif dan intensif karena
Ekstensif Lempung-berpasir
I I I I
kelestarian dan stabilitas produksi secara optimal, yaitu dengan tidak memberikan
dampak negatif terhadap lingkungan dalam jangka panjang. Berkaitan dengan ha1
s!akelzolders yang terkait agar keseimbangan ekosistein pantai yang diperlukan bagi
pemanfaatan dari pantai sekitar 130 kali nilai rata-rata perbedaan air pasang tertinggi
dan terendah tahunan yang diukur dari garis air sumt terendah ke arah darat.
Sedangkan dari tepi sungai minimal bejarak 100 m. Jarak masing-masing dalam
lebar tersebut dijadikan sebagai jalur hijau (green belt) untuk menjaga kelestarian
ekologis serta sebagai pelindung usaha budidaya dari gangguan alam, seperti erosi
kegiatan pemanfaatan lahan atas (up land) seperti budidaya tambak udang hams
disinergikan dengan ekosistem wilayah pesisir (coastal ecosystem) agar tidak terjadi
daya dan kenyamanan (amenities) ekosistem laut serta kesehatan manusia dan nilai
guna lainnya. Salah satu penyebab pencemaran yang sering terjadi dalam kegiatan
budidaya tambak udang, terutama untuk budidaya tambak udang intensif dan semi
intensif adalah melimpahnya buangan limbah organik ke dalam perairan pantai yang
banyak mengandung nutrien (nitrogen - N dan fosfor - P). Hal ini dapat
menimbulkan masalah eutrofikasi (Dahuri et a/., 2001). Oleh karena itu dalam
melakukan pengenceran.
udang di satu hamparan lahan (melebihi kapasitas daya dukung lingkungan) dapat
plankton yang membusuk, dan mikro organisme lainnya (Poemomo, 1992). Limbah
organik ini terakumulasi dalam bentuk sedimen yang tertahan dan mengendap di
dasar tambak atau tertumpuk pada dinding pematang. Sedimen ini biasanya kaya
akan nutien (nitrogen dan fosfor) yang pada akhimya akan digelontorkan ke Iuar
dibatasi oleh suplai nitrogen dan fosfor akan meningkatkan aktivitas fotosintesisnya.
Pada umumnya fitoplankton akan mengalami blooming dan jenis yang ada berubah
menjadi jenis yang tidak diinginkan dalam jumlah sangat besar. Fenomena seperti ini
disebut sebagai red tides yang berbahaya bagi ikan dan kerang (Dahuri et al., 2001).
kondisi kekurangan oksigen (anoxia) di perairan, maka proses anaerob akan terjadi
dan akan menghasilkan sulfat dan metana. Hal ini akan menyebabkan kematian ikan,
kegiatan budidaya tambak udang, terutama terhadap kandungan nutrien (nitrogen dan
fosfor) yang masuk ke perairan pantai, maka perlu dilakukan prediksi kemampuan
Dimana:
pembangunan yang optimal dan berkelanjutan, maka selain tinjauan kelayakan dari
(constraints) yang ada. Hal ini akan diakomodir melalui analisis model program
Pada dasarnya persoalan optimasi adalah suatu persoalan untuk membuat nilai
tersebut meIiputi tenaga kerja (men), uang (nzoney), Input, se& waktu dan ruang
(Supranto, 1983).
terbatas tersebut, maka digunakan teknik program linear (Welch dan Commer, 1983
rangka menyusun strategi alokasi sumberdaya yang terbatas untuk mencapai tujuan
metode grafik; dan (ii) metode simpleks. Metode dengan anaiisis grafik hanya dapat
digunakan untuk permasalahan program linear yang terdiri dari dua peubah
dalam metode grafik akan sangat sulit, sementara permasalahan program linear dalam
dunia nyata sangat kompleks, luas dan besar, sehingga diperlukan metode yang cocok
secara sistematis dimulai dari suatu pemecahan dasar yang fisibel ke pemecahan
dasar yang fisibel (layak) laimya dan ini dilakukan berulang-ulang sehingga tercapai
suatu pemecahan dasar yang optimum (optimal) dan pada setiap tahap menghasilkan
suatu nilai dari fimgsi tujuan yang selalu lebih besar atau sama dari tahap-tahap
sebelumnya.
Ciri khas dari metode simpleks ini adalah dimasukkannya kegiatan disposal
(disposal activities) dalam model program linear. Peranan kegiatan disposal adalah
untuk menampung sumberdaya yang tersisa atau yang tidak digunakan. Dengan
adanya kegiatan disposal ini dapat dibuat ketidaksamaan suatu rumusan matematika
positif dari peubah-peubah yang ada. Dengan demilaan fimgsi pembatas non-negatif
tidak perlu ikut dimasukkan ke dalarn struktur perhitungan tabel simpleks. Hal ini
3. Syarat Non-negatif
Nilai peubah keputusan hams positif atau hsebut dengan syarat non-negatif
xjro
dimana :
a;, = Koefisien teknologi peubah pengambilan keputusan dalam kendala data ke-i
1. Linearitas. Asumsi ini menyatakan bahwa hubungan antara input dan output
bersifat linear.
keputusan (Xj) akan menyebar dengan proporsi yang sama terhadap fungsi tujuan
3. Aditivitas. Asumsi ini menyatakan bahwa dampak total dari parameter optimasi
linear tertentu.
4. Divisibilitas. Asumsi ini berarti bahwa nilai peubah pengambilan keputusan dapat
5. Deterministik. Asumsi ini berarti bahwa semua parameter dalam model program