Anda di halaman 1dari 9

Fakultas Kedokteran

Gigi Universitas
Indonesia
Student Log Book
Tugas Forensik 1

Nama Mahasiswa : Saly Salim Alatas

NPM : 1406572523

Nama Fasilitator : Prof. Dr. drg. Elza Ibrahim, M.Biomed.

Tanggal / Jam Diskusi : 20 Oktober 2017

1. Jelaskan definisi Forensik Odontologi?


Forensic odontologi adalah semua aplikasi dari disiplin ilmu kedokteran gigi
yang terkait dalam suatu penyidikan dalam memperoleh data-data postmortem,
berguna untuk menentukan otentitas dan identitas korban maupun pelaku demi
kepentingan hukum dalam suatu proses peradilan dan menegakkan kebenaran.
Odontologi forensic adalah ilmu forensik yang berfokus pada bukti dental.
Menurut Keiser Neilsen (1970), odontologi forensik adalah cabang dari kedokteran
gigi yang berfokus untuk mengidentifikasi bukti untuk keperluan pengadilan dengan
cara pengamatan bukti-bukti dental dan evaluasi segala penemuan dental.
Secara garis besar, odontologi forensik adalah pengaplikasian ilmu kedokteran
gigi terhadap hukum. Dental forensik berkisar dari identifikasi seseorang
menggunakan dental record hingga identifikasi dan analisis catatan gigit pada suatu
objek seperti makanan atau catatan gigit pada korban dibandingkan dengan dugaan
atau sebaliknya, estimasi usia seseorang berdasarkan perkembangan dental atau
karakteristik lainnya.
Disiplin odontologi forensik meliputi aplikasi pengetahuan kedokteran gigi
yang spesifik dan ekstensif untuk isu hukum dan criminal. Pekerjaannya berfokus
pada identifikasi manusia, identifikasi korban bencana, perkiraan usia dan
pemeriksaan catatan gigit.

2. Uraikan tentang sejarah odontologi Forensik


Terbentuknya odontologi forensik sebagai displin ilmu yang unik dikarenakan Dr.
Oscar Amoedo (dikatakan sebagai bapak odontologi forensik), yang mengidentifikasi
korban kebakaran di Paris, pada tahun 1898. Berikut ini adalah sejarah odontologi
forensik:
1. 1453 : Kasus identifikasi dental yang pertama sekali dilaporkan. Pangeran
Shewsburry, yang meninggal pada pertempuran Castillon, berhasil diidentifikasi.
2. 1775 : Dr. Paul Revere, forensic odontologist pertama, mengidentifikasi jenazah
korban berdasarkan informasi protesa yang telah dibuat.
3. 1849 : Pemberian hukuman terhadap tersangka berdasarkan bukti dental pertama
sekali terjadi. Buktinya adalah crown dari korban yang terbakar.
4. 1850 : Di Boston, Dr. John Webster dihukum karena pembunuhan berdasarkan
bukti dental. Dia kemudian digantung.
5. 1884 : R. Reid, seorang dokter gigi, membacakan artikel penting kepada BDA
(British Dental Association) pada rapat di Edinburgh tentang penggunaan ilmu
dental untuk deteksi kejahatan.
6. 1887 : Godon di Paris merekomendasikan penggunaan gigi pada identifikasi
orang hilang, berdasarkan keakuratan catatan yang disimpan oleh dokter gigi.
7. 1897 : Sebanyak 126 warga Paris mati terbakar di Bazar de la Charite. Dr. Oscar
Amoedo (seorang dokter gigi Cuba yang bekerja di Paris) membantu 2 dokter gigi
Prancis, drg. Devenport dan Brault memeriksa dan mengidentifikasi banyak
korban. Insiden ini dipublikasikan sebagai tulisan pertama dalam kedokteran gigi
forensik tentang bencana massal.
8. 1898 : Dr. Amoedo menulis tesis mengenai pentingnya ilmu kedokteran gigi
dalam aspek medicolegal. Dia secara universal dikenal sebagai bapak odontologi
forensik.
9. 1932 : Edmond Locard merekomendasikan penggunaan sidik bibir dalam
identifikasi.
10. 1937 : Percobaan pembunuhan yang gagal dan tersangka dihukum berdasarkan
bukti bite mark untuk pertama kalinya.
11. 1946 : Welty dan Glasgow merancang program komputer untuk menyortir 500
catatan dental.
12. 1963 : Tangan, mata, telinga, kulit kepala, dan gigi yang ditambal dibuang setelah
kematian untuk merahasiakan identitas mereka oleh J. Taylor.
13. 1967 : Linda Peacock memiliki bite mark dan bukti lain yang merujuk pada
penghukuman seorang pria muda.
14. 1967 : Menurut Keiser-Nielsen (1967), odontologi forensik didefinisikan sebagai
penilaian dan pemeriksaan terhadap dental evidence, dalam mencari keadilan,
maka penemuan dental dapat di ajukan dan dievaluasi
15. 1969 : Para pemrakarsa di Amerika telah mendirikan AAFS, yang salah satunya
adalah kedokteran gigi forensik.
16. 1970 : Para pemrakarsa pula mendirikan Organization in Forensic Dentistry.
17. 1972/1973 : The International Reference Organization in Forensic Medicine and
Sciences (I.N.F.O.R.M.) mempublikasikan ringkasan dari 1016 referensi tentang
identifikasi gigi dan forensik odontologi yang disusun oleh Dr. William dan
mencakup lebih dari 120 tahun.

18. 1980 : Karena kemajuan IPTEK telah dirancang suatu program kompter dalam
suatu peristiwa korban massal untuk kedokteran gigi forensik walaupun belum
sempurna.
19. 2000 : Di tanah air telah diselenggarakan suatu kongres Asia Pasifik tentang
identifikasi korban massal (MDVI) di Ujung Pandang. Penyelenggaranya adalah
Kapolda setempat dengan Interpol.
20. 2003 : Telah berdiri ikatan peminat ilmu kedokteran gigi forensik di Jakarta
kemudian diresmikan oleh kongres PDGI di Ujung Pandang.
21. 2004 : Hingga kini telah dilaksanakan pelatihan identifikasi oleh Direktorat
Pelayanan Gigi Medik DEPKES RI.

3. Uraikan ruang lingkup Forensik Odontologi


Ruang Lingkup Forensik Odontologi
1. Identifikasi Gigi
Ketika mempertimbangkan banyak proses yang terlibat dalam
kedokteran gigi forensik, orang awam biasanya mengidentifikasi individu yang sudah
meninggal melalui perbandingan radiografi gigi. Identifikasi dengan menggunakan
gigi adalah metode yang terbilang cepat dan handal. Identifikasi melalui gigi sering
dilakukan dengan membandingkan radiografi gigi postmortem (setelah kematian) dari
orang tak dikenali dengan radiografi antemortem (sebelum kematian) dari individu
yang dikenali.
Dalam kasus nyata forensik, proses menggunakan radiografi dan bagan
gigi dapat menjadi metode yang akurat dan efisien untuk membuat identifikasi positif
atau pengecualian. Tapi perbandingan harus diselesaikan dengan cara yang terkontrol
dan metodis, dengan memperhatikan detil dari struktur gigi dan restorasi yang dapat
dilihat dalam perbandingan radiografi.
Dalam identifikasi gigi, tujuan awal dari dokter gigi forensik adalah
untuk mendapatkan satu set foto postmortem, radiografi, dan bagan gigi (dental chart)
yang akurat pada orang yang tak dikenali. Hal ini dapat menjadi suatu proses yang
mudah maupun sulit, tergantung pada kondisi spesimen postmortem dan sumber daya
fisik yang tersedia untuk dokter gigi. Masalah yang paling sering adalah keterbatasan
sumber daya yang terlibat dalam kamar mayat.
Pengadaan catatan antemortem juga bisa menjadi suatu tantangan.
Seringkali, tetapi tidak selalu, akan ada beberapa informasi pada orang tak dikenali
yang dapat dijadikan petunjuk untuk identifikasi. Setelah identitas tersangka
diketahui, proses pengadaan catatan gigi antemortem dimulai. Banyak dokter gigi
khawatir bahwa catatan asli mereka harus tetap dalam kepemilikan dan menahan
pelepasan catatan mereka. Meskipun benar bahwa dokter gigi diharapkan untuk
mempertahankan catatan asli, rintangan ini mudah diselesaikan dengan
mendiskusikannya dengan dokter gigi tentang keharusan untuk menggunakan catatan
untuk perbandingan atas kemungkinan terjadinya konsekuensi dari hal yang dapat
mengganggu penyelidikan kematian medikolegal.
Setiap bagan gigi (dental chart) dari gigi, catatan keuangan untuk
pengobatan yang diberikan, formulir klaim asuransi, foto, dan radiografi yang akan
menjadi bagian dari pemeriksaan gigi adalah barang penting untuk mengumpulkan
sebagian data antemortem. Barang-barang ini bisa menjadi bagian dari catatan dental
(dental record) yang dibuat selama pemeriksaan di klinik dental maupun di fasilitas
medis. Barang-barang ini dapat ditemukan sebagai bagian dari catatan medis dental
dalam praktek dokter gigi pribadi, fakultas kedokteran gigi, sekolah militer, rumah
sakit khusus gigi, pemeriksaan gigi pada tahanan, atau untuk keperluan gawat
darurat. Ruang gawat darurat berpotensi memiliki radiograf dari daerah kepala / leher
yang mencakup struktur gigi yang ditemukan pada radiograf gigi. Radiograf gigi yang
paling sering digunakan pada proses perbandingan gigi yaitu bitewing, karena teknik
ini umumnya diambil selama pemeriksaan gigi pada kunjungan reguler dan
merupakan radiografi yang paling sering tersedia.
Setelah bagan postmortem dan radiografi selesai dan catatan
antemortem telah dihasilkan, proses perbandingan dapat dimulai. Hasil penilaian
secara mendetil dari catatan gigi dan perbandingan akan menghasilkan identifikasi
positif yang merupakan bagian berharga dari pekerjaan. Odontologi forensik dapat
membantu dalam proses penutupan kasus untuk keluarga yang berduka.
2. Manajemen Insiden Kematian
Sebuah insiden kematian berkembang saat jumlah korban jiwa dalam insiden
itu melebihi jumlah pemeriksa medis yang menangani. Proses pengumpulan informasi
gigi pada korban dalam bencana massal identik dengan proses yang digunakan dalam
identifikasi kematian tunggal. Perbedaan utama dalam prosesnya adalah besarnya
potensi dan uniknya situasi yang dapat terjadi pada peristiwa itu. Hal yang mungkin
termasuk adalah lokasi, iklim, dan cakupan area sekitar bencana, misalnya,
kecelakaan pesawat di daerah pegunungan, tsunami di daerah topikal, runtuhnya
struktur bertingkat di kota besar, atau badai di daerah pesisir. Setiap kejadian ini
menyebabkan masalah unik yang harus diatasi sehubungan dengan pemulihan,
pengolahan, dan penyimpanan yang tersisa. Setiap potensi insiden kematian akan
memiliki masalah yang unik untuk mengatasinya, proses yang umum dilakukan dalam
setiap situasi adalah dengan mengumpulkan dan membandingkan data.
Personil di semua area operasi harus memiliki kemampuan dan keinginan
untuk berorientasi pada hal-hal yang mendetil, karena kekeliuran dapat menyebabkan
kesalahan dalam identifikasi. Sebuah tim bencana massal harus diatur dan dilatih
dalam koordinasi dengan pemerintah daerah atau negara bagian untuk memungkinkan
penyebaran yang paling cepat dari tim gigi ketika layanan dan informasi diperlukan.
3. Pengumpulan dan Analisis Bekas Gigitan
Analisis bekas gigitan adalah area yang paling kompleks dan kontroversial
dalam odontologi forensik. Akibatnya, beberapa dokter gigi forensik enggan untuk
masuk ke dalam arena ini. Bekas gigitan dapat terjadi dalam berbagai macam media,
meskipun yang paling umum dan sering adalah pada kulit manusia. Dokumentasi
yang tepat dari bekas gigitan sebenarnya tidak terlalu rumit, teknik untuk
mengumpulkan bukti-bukti nya pun dapat dikelola dengan baik oleh sebagian besar
dokter gigi forensik dengan melakukan banyak latihan dan perhatian terhadap detil.
Area gigitan dapat dievaluasi dalam tiga dimensi dengan menggunakan bahan cetak
gigi yang akurat, dental stone, atau resin untuk membuat model yang solid yang
nantinya dapat diamati di bawah mikroskop pembesaran, mikroskop cahaya, atau
dengan pemindaian mikroskop elektron. Model tiga dimensi dari area gigitan ini
kemudian dapat dibandingkan dengan cetakan gigi tersangka.
4. Pelecehan
Identifikasi dan pelaporan pelecehan merupakan hal yang kompleks dan
emosional. Praktisi kesehatan diwajibkan oleh hukum di kebanyakan yurisdiksi untuk
melaporkan kasus dugaan pelecehan. Kepala dan leher adalah target umum dalam
pelecehan. Cedera ekstraoral konsisten dalam bentuk dari benda yang teridentifikasi,
contohnya adalah bentuk tangan. Trauma intraoral dapat terjadi sebagai akibat dari
pukulan pada wajah yang menyebabkan frena robek dan retak, dapat bergerak bebas,
atau gigi yang avulsi. Patologi intraoral jaringan lunak dapat disebabkan oleh suapan
paksa atau oral seks paksa. Kasus yang sama mungkin memerlukan pertimbangan
apakah karies meluas maupun karies rampan merupakan hasil dari kurangnya
pengetahuan pengasuh atau akibat kelalaian dan pelecehan. Pada daerah yang
kesulitan akses ke dokter gigi berpotensi memiliki insidensi karies yang lebih tinggi,
yang selanjutnya akan memperburuk penentuan apakah pelaporan pelecehan mungkin
diperlukan. Memutuskan untuk melaporkan dugaan pelecehan membutuhkan
penilaian yang baik, terutama mengingat bahwa orang tua atau wali mungkin menjadi
pelaku.
5. Estimasi Usia
Peneliti telah mempelajari proses penuaan manusia dengan berbagai metode.
Hal ini termasuk perkembangan, histologi, biokimia, dan teknik antropologi.
Antropolog menganalisis fusi dari sutura dari tengkorak kranial, perkembangan tulang
panjang, fitur dari panggul, dan bersama dengan dokter gigi forensik menganalisis
fitur dari gigi. Teknik ini dapat berharga saat membuat profil untuk orang tak dikenal.
Memperkirakan usia seseorang juga dapat membantu lembaga penegak hukum dalam
menentukan pencapaian tahun mayoritas individu hidup yang pada akhirnya akan
mempengaruhi perawatan individu dalam sistem hukum baik sebagai anak atau orang
dewasa.
Yang termasuk dalam metode estimasi umur menggunakan gigi adalah
perkembangan gigi dan erupsi, mempelajari degradasi gigi, pengukuran biokimia dan
melacak perubahan unsur dalam struktur gigi. Masing-masing metode memiliki
kelebihan dan keterbatasan dalam akurasi dan kemudahan penggunaan. Beberapa
dapat dilakukan melalui analisis gigi, foro radiograf atau dengan pemeriksaan klinis,
lainnya memerlukan pengujian laboratorium atau perusakan gigi. Persyaratan individu
yurisdiksi dan keterampilan odontologis dan pengetahuan akan membantu untuk
menetapkan teknik yang sesuai untuk setiap kasus.
6. Kesaksian ahli dalam litigasi pidana dan perdata
Odontologis forensik sering dipanggil untuk memberikan pernyataan
kesaksian pada ruang sidang. Kesaksian mungkin melibatkan ruang lingkup yang
telah disebutkan sebelumnya yaitu identifikasi gigi, analisis bekas gigit, atau estimasi
umur.
Dokter gigi forensik juga dapat dipanggil untuk memberikan pendapat dalam
standar perawatan, cedera pribadi, penipuan gigi, atau kasus sipil lainnya. Kasus-
kasus ini, seperti kasus forensik lainnya, memerlukan evaluasi material dan
pengembangan pendapat. Ahli gigi harus menjadi pendorong untuk kebenaran dan
berusaha untuk menemukan kebenaran dengan penerapan pengetahuan dan
keterampilan khusus mereka. Ahli gigi forensik harus bersikap netral, cermat, dan
tepat.

Tugas pertanyaan: apa saja keuntungan gigi sebagai objek pemeriksaan


forensik?

1. Gigi geligi terlindung oleh otot-otot bibir dan pipi sehingga apabila terjadi trauma
akan mengenai otot-otot tersebut terlebih dahulu

2. Gigi merupakan jaringan keras yang sukar untuk membusuk

3. Gigi geligi manusia tidak ada yang sama, kemungkinanannya hanya satu banding dua
milyar

4. Gigi geligi memiliki ciri khusus untuk setiap ras

5. Gigi geligi tahan terhadap asam keras.

6. Gigi geligi tahan panas hingga 400 derajat Celcius dan akan menjadi abu jika terpapar
panas pada suhu 649 derajat Celcius

7. Secara radiografis, pada gigi geligi dan tulang rahang, kadang terdapat anomali gigi
dan komposisi tulang rahang yang khas

8. Gigi tiruan dapat menjadi sarana identifikasi

9. Gigi geligi merupakan sarana terakhr dalam identifikasi apabila sarana lain atau organ
tubuh lain tidak ditemukan.

Referensi:
1. Lukman, Djohansyah. 2006. Ilmu Kedokteran Gigi Forensik Jilid I. Jakarta: Sagung
Seto
2. Blackwell, W. 2014. Forensic Odontology An Essential Guide.
3. Rai B, Kaur J. Evidence-Based Forensic Dentistry. Heidelberg Springer. 2013.
4. Patel AS, Saxena AS, Ikhar AD, Bhede RR, Saraf HP. Forensic odontology at a
glance. Int J Dent Clin. 2013;5(3):149.
5. Adams C, Carabott R, Evans S, editors. Forensic Odontology: An Essential Guide.
UK: Wiley Blackwell; 2014.
6. Gupta S, Agnihotri A, Chandra A, Gupta OP. Contemporary practice in forensic
odontology. J Oral Maxillofac Pathol. 2014;18(2):24451.
7. Senn DR, Stimson PG, editors. Forensic Dentistry. 2nd ed. US: CRC Press; 2010.
8. RCPA. Forensic Odontology. Trainee Handb. 2016;

Anda mungkin juga menyukai