Anda di halaman 1dari 17

TUGAS FILSAFAT ILMU

EPISTEMOLOGI ISLAM DALAM PENGEMBANGAN


EKONOMI ISLAM

M. HARIS HIDAYATULLOH (091614553016)


MOH ARIFIN (091614553017)
YUAN EKANANDA M.A. (091614553018)

FAKULTAS PASCA SARJANA


UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2016
BAB I

PENDAHULUAN

Dewasa ini epistimologi seringkali menjadi pembahasan yang menarik dalam


sebuah seminar, artikel-artikel, buku, jurnal maupun majalah. Hal ini terjadi karena
mayoritas manusia sudah menyadari betapa pentingnya sebuah epistimologi dalam
menyusun dan mengembangkan sebuah ilmu pengetahuan. Sebenarnya epistimologi
tidak pernah terlepas dari subsistem ontologi dan aksiologi, ketga sub sistem ini sama-
sama mempunyai peran dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

Implikasi kesadaran itu telah melahirkan penyangkalan atas klaim objektivitas


ilmu pengetahuan, sehinggan melahirkan paham-paham sekularisasi. Tapi penyataan-
pernyataan iu dibantah karena ilmu pengetahuan yang objektiktif ataus bebas nilai lebih
cenderung muncul manipulasi dengan proses rekayasa. Sehingga para ilmuan muslim
menyadari bahawa ilmu pengetahuan modern bukan satu-satunya pilihan dalam
pengembangan ilmu pengetahuan. Berangkat dari keyakinan peradigma yang berbeda
maka akan melahirkan ilmu pengetahuan yang berbeda. Namun begitu, eksistensi sains
modern terus berkembang dengan semangat sekularisasinya. Sebuah semangat revolusi
sains yang berpijak pada ide pembebasan rasio dari mitologi. Agama sebagai dasar
fundamental dari keyakinan ditinggalkan. Masyarakat dunia kemudian percaya bahwa
kemajuan peradaban dan ilmu pengetahuan hanya dapat terlaksana jika mampu
membebaskan diri dari ikatan-ikatan agama, karena hampir semua cabang ilmu
pengetahuan yang berkembang di Barat muncul dari pendekatan non agama, jika bukan
anti agama.

Paradigma yang demikiani tu sangat bertentangan dengan Islam, umat muslim


berkenyakitan bahwa al Quran sebagai dasar mereka dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan dan dijadikan petunjuk untuk keberlangsungan hidup mereka. Ajaran al
Quran yang engandung nilai-nilai normatif, nilai normatif inilah yang kemudian
dikembangkan kemmudian menjadi sebuah sistem dan diaktualisasikan kedalan
kehidupan manusia sehingga dapat dipraktekkan dengan perilaku yang sesuai dengan
nilai-nilai islam.

Dengan demikian paper ini difokuskan untuk membahas permasalahan-


permasalahan epistimologi islam dalam pengembangan ekonom Islam yang meliputi
definisi epistimologi islam, perinsi, konsep dan model eistimologi islam dalam
pengembangan ekonomi Islam. Sebagaimana yang telah dikatakan oleh para ahli ilmu
bahwa seseorang tidak akan memahami sesuatu hal yang spesifik, jika belum
mamahami sesuatu yang bersifat umum.
BAB II

PEMBAHASAN

Definisi epistimologi Islam

Epistemologi secara etimologi berasal dari kata Yunani episteme berarti


pengetahuan, dan logos berarti teori. Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang
filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan sahnya
(validitasnya) pengetahuan. Dalam Epistemologi. Sementara itu, Azyumardi Azra
menambahkan bahwa epistimologi sebagai ilmu yang membahas tentang keaslian,
pengertian, struktur, metode, dan validitas ilmu pengetahuan.

Islam merupakan agama yang banyak dikaji, bukan saja oleh pemeluknya tapi
juga ditelaah oleh orang-orang luar. Ini adalah satu bukti Islam merupakan agama yang
dinamis. Ini dapat dimengerti karena agama ini bukan saja mengurus soal pribadatan
yang bersifat individual, namun dalam sejarahnya memberikan andil dan sumbangsih
terhadap peradaban umat manusia. Dari sekian banyak agama dan kepercayaan-
kepercayaan yang ada, Islam lebih dominan menghasilkan karya-karya pengetahuan.
Bersumber dari ajaran-ajaran yang dikandungnya, agama ini mampu memberikan
pandangan hidup unik, menyeluruh dan tak kenal batas. Penelaahan dan kajian
terhadapnya senantiasa berjalan dan tak kenal henti. Ribuan gagasan dan ide muncul
dari rahim agama satu ini.

Agama islam berisi ajaran-ajaran Allah yang mengatur hubungan manusia


dengan Allah, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam. Islam dalam
pengertian ini adalah agama yang dibawa oleh para Rasul Allah, sejak Nabi Adam
sampai Nabi Muhammad SAW. Agama islam di setiap zaman mengajarkan aqidah yang
sama, yaitu tauhid atau mengesakan Allah SWT. Letak perbedaan ajaran di antara
wahyu yang diterima setiap Nabi pada syariat yang disesuaikan dengan tingkat
perkembangan dan kecerdasan umat pada saat itu. Sehingga islam memiliki peranan
yang sangat penting dalam ruang kehidupan manusia. Tetapi pertanyaannya adalah,
sampai manakah kemauan manusia untuk mengetahui tentang islam yang akan menjadi
penuntun hidupnya?

Ajaran islam yang turun kepada Nabi Muhammad merupakan wahyu Allah yang
diturunkan dengan sempurna. Ketetapan ini dinyatakan dalam firman Allah yaitu pada
QS Al-maidah : 3







Pada hari ini telah kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah kucukup kan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah kuridhai islam jadi agamamu. (QS. Al-Maidah, 5:3)

Ayat di atas mengisyaratkan bahwa agama islam mampu menjadi landasan


hidup dan menyediakan jawaban terhadap segala permasalahan dan perkembangan
budaya manusia sampai akhir sejarahnya. Oleh karena itu, manusia tidak memerlukan
lagi sumber nilai lain yang menjadi landasan hidupnya dan hendaknya supaya
memepelajari Al-Quran sebagai sumber pengetahuan islam, sehingga dapat merasakan
Rahmah ajaran islam melalui peranan dan fungsinya dalam kehidupan.

Epistemologis islam mengambil titik tolak Islam sebagai subjek untuk


membicarakan filsafat pengetahuan, maka disatu pihak epistemologi islam berpusat
pada Allah, dalam arti Allah sebagai sumber pengetahuan dan sumber segala kebenaran.
Dilain pihak, filsafat pengetahuan islam berpusat pula pada manusia; dalam arti manusia
sebagai pelaku pencari pengetahuan (kebenaran). Disini manusia berfungsi sebagai
subjek yang mencari kebenaran. Pendapat di atas berdasarkan alasan, bahwa manusia
sebagai khalifah Allah berikhtiar untuk memperoleh pengetahuan, sekaligus memberi
interprestasinya. Dalam islam, manusia memiliki pengetahuan, dan mencari
pengetahuan itu sendiri sebagai suatu kemuliaan. berdirilah kamu, maka berdirilah,
niscaya Allah akan meninggikan orang-orang beriman diantaramu dan orang-orang
yang berilmu beberapa derajat. Dalam beberapa Hadist Nabi dikatakan; Menuntut Ilmu
itu wajib bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan.

Konstruk epistemologi Islam dibangun di atas landasan wahyu, sehingga bersifat


tauhidy. Konsep ketuhanan menjadi sentral utama dari pembahasan epistemologi Islam.
Dengan kata lain, dalam Islam, epistemologi berkaitan erat dengan struktur metafisika
dasar Islam yang telah terformulasikan sejalan dengan wahyu, hadits, akal, pengalaman
dan intuisi. Ini berarti bahwa ilmu dalam Islam merupakan produk dari pemahaman
(tafaqquh) terhadap wahyu yang memiliki konsep-konsep yang universal, permanen
(thawabit) dan dinamis (mutaghayyirat), pasti (muhkamat) dan samar-samar
(mutashabih), yang asasi (usul) dan yang tidak (furu). Oleh sebab itu pemahaman
terhadap wahyu tidak dapat dilihat secara dikhotomis: historis-normatif, tekstual-
kontekstual, subyektif-obyektif dan lain-lain. Wahyu, pertama-tama harus difahami
sebagai realitas bangunan konsep yang membawa pandangan hidup baru. Realitas
bangunan konsep ini kemudian harus dijelaskan dan ditafsirkan agar dapat
dipergunakan untuk memahami dan menjelaskan realitas alam semesta dan kehidupan
ini. Karena bangunan konsep dalam wahyu yang membentuk worldview itu sarat
dengan prinsip-prinsip tentang ilmu, maka epistemologi merupakan bagian terpenting di
dalamnya.

Proses terbentuknya epsitemologi Islam terlebih dahulu di awali dengan proses


terbentuknya worldview Islam. Worldview terbentuk dari adanya akumulasi
pengetahuan dalam fikiran seseorang, baik a priori maupun aposteriori, konsep-konsep
serta sikap mental yang dikembangkan oleh seseorang sepanjang hidupnya. Menurut
Wall akumulasi pengetahuan yang disebut epistemological beliefs sangat berpengaruh
terhadap pembentukan worldview seseorang, namun yang sangat menentukan
tebentuknya worldview baginya adalah metaphysical belief. Epistemologi Islam lahir
dari pandangan hidup Islam itu sendiri, sebab di dalam lapisan worldview terdapat
conceptual framework (kerangka kerja konseptual) , sehingga pendekatan-
pendekatannya pun berdasar kepada pandangan hidupnya yang bertumpu kepada
metaphysical belief. Konsep ketauhidan menjadi framework di dalam mengkaji dan
memahami wahyu dan realitas alam semesta ini. Adapun framework menurut Alparslan,
tidak hanya berurusan dengan fakta dan data. Ia berkaitan dengan pendekatan
metodologis. Artinya, bagaimana data dan fakta itu dipahami. Dalam Islam realitas
(haqiqah) data dan fakta (afaq) sebagai objek kajian harus diselaraskan dengan realitas
alam pikiran manusia (anfus), sebagai subjek yang mikrokosmis tersebut. Karena itu
realitas alam pikiran (afaq) Muslim bersifat relatif jika berkaitan dengan fakta saja dan
bersifat mutlak jika diderivasi dari dan selaras dengan realitas teks wahyu. Bukan
melulu produk spekulasi rasional, bukan pula berasal dari data yang empiris atau
intuisionistis, tapi integrasi dari semua, asalkan mendapat pancaran dari wahyu. Jadi
pendekatan dalam epistemologi Islam bersifat integral (tawhidy) dan holistik.
Keselarasan antara subjek-objek, teks-konteks, normatif-historis, dan tidak mengenal
dikotomi dan juga tidak bersifat spekulatif akal semata.

Dalam kajian epistemologi islam dijumpai beberapa teori tentang kebenaran:

1. Teori korespondensi

Menurut teori ini suatu posisi akan pengertian itu benar adalah apabila terdapat
suatu fakta bersesuaian, yang beralasan dengan realitas, yang serasi dengan situasi akal
maka kebenaran adalah sesuai dengan fakta dan sesuatu yang selaras dengan situasi akal
yang diberi interpretasi.

2. Teori Konsistensi

Menurut teori ini kebenaran tidak dibentuk atas hubungan antara putusan
(judgement) dengan sesuatu yang lain fakta atau realitas, tetapi atas suatu hubungan
antara putusan-putusan itu sendiri. Dengan kata lain kebenaran itu ditegakkan atas
hubungan antara putusan-putusan yang baik dengan putusan lainnya yang telah kita
ketahui dan diakui benar terlebih dahulu, jadi suatu itu benar, hubungan itu saling
berhubungan dengan kebenaran sebelumnya.

3. Teori Pragmatis

Teori ini mengemukakan benar tidaknya suatu ucapan, dalil atau semata-mata
tergantung kepada berfaedah tidaknya ucapan, dalil atau teori tersebut bagi manusia
untuk berfaedah dalam kehidupannya.

Prinsip Epistimologi Islam.

1. Wahyu

Wahyu berasal dari bahasa arab yaitu al wahy yang artinya suara, api dan
kecepatan. Disamping itu wahyu juga mengandung makna bisika, isyarat, tulisan, dan
kitap. Wahyu merupakan pengetahuan yang disampaikan oleh tuhankepada manusia,
pengetahuan ini disalurkan oleh nabi-nabi yang diutus sepanjang zaman.

Agama pengetahuan bukan hanya mengena kehidupan sekarang yang terjangkau


pengalaman, namun juga mencakup masala-masalah yang bersifat transendental seperti
latar belakang peciptaan manusia dan hari kemudian diakhirat nanti. Pengetahuan ini
didasarkan kepada kepercayaan terhadap hal-hal yang ghaib (supernatural).
Kepercayaan kepada tuhan yang merupakan sumber pengetahuan, kepercayaan kepada
nabi sebagai perantara, dan kepercayaan kepada wahyu sebagai cara penyampaian,
merupakan dasar dari penyusun pengetahuan ini.

2. Akal

Dalam pandangan islam akal manusia mendapat kedudukan yang tinggi, hal ini
dapat dilihat dari beberapa ayat al Quran. Pengetahuan lewat akal disebut pengetahuan
aqli, akal dengan indra dalam kaitan dengan pengetahuan satu dengan tidak dipisahkan
dengan tajam, bahkan sering berhubungan.

Dalam pandangan islam, akal mempunyai pengertian tersendiri dan berbeda


dengan pengertian pada umumnya. Dalam pengertian islam, akal berbeda dengan otak,
akal dalam islam bukan otak, melainkan daya pikir yang terdapat dalam jiwa
manusia.Akal dalam islam merupakan tiga unsur, yakni: pikiran,perasaan dan kemauan.
Dala pengertian biasanya pikiran terdapat dalam otak, sedangkan perasaan terdapat
dalam indra, dan kemauan terdapat dalam jiwa. Ketiga unsur tersebut satu dengan
lainnya tidak dapat dipisahkan. Apabila satu diantaranya pisah maka tidak lagi
berfungsi sebagai akal. Para filosof islam membagi akal menjadi dua jenis:

a) Akal praktis yang menerima arti-arti yag berasal dari materi melalui indra
pengingat yang ada pada jiwa hewan.
b) Akal teori, yang menangkap arti-arti murni, yaitu: arti-arti yang tidak pernah
ada dalam materi seperti tuhan, roh, dan maaikat.
3. Rasa

Rasa merupakan daya yang penting dalam pengetahuan manusia. Karenabegitu


pentingnya, dianggap atau diyakini sebagai satu-satunya tolak ukur pengetahuan,
pandangan inilah yang disebut empirisme. Dalam epistimologi islam, fakultas indrawi
terdiri dari dua bentuk, yaitu pancaindra lahir dan pancaindra batin.
a) Panca indra lahir terdiri dari lima dimensi, yaitu: pendengaran,penglihatan,
perasa, pencium, dan peraba.
b) Pancaindra batin adalah kecakapan mental yang cukup efektif dalam
membantu fungsi esensi akal. Yang indrawibersama (al hiss al
mustarak)indrawi ini berfungsi menggabungkan data-data indrawi lahir
secara utuh. Pengetahuan yang didapatkan dari mata, telinga, hidung, lidah,
dan kulit bersifat parsial. Untuk menggabungkan pengetahuan itu dibutuhkan
indrawi bersama ini.

Model-Model Epistimologi Islam


Dalam kajian islam, epistimologi islam terbagi menjadi tiga bagian yaitu
epistimologi bayani, epistimologi irfani dan epistimologi burhani.

1. Epistimologi Bayani

Dalam epistimologi bayani menggunakan pendekatan dengan menganalisa teks


(nash) secara lagsung maupun tidak langsung. Secara langsung dalam artian memahami
teks secara penuh dan mengaplikasikannya untuk menjadikannya sebuah ilmu
pengetahuan, sedangkan tidak langsung yaitu dengan menganggap suatu teks (nash)
memrlukan suatu penafsiran dan penalaran, namun juga tetap bersandar pada makna
teks yang sebenarnya sehingga rasio tidak bebas tafsir dan menyimpang.

Secara umum kita memaknai teks (nash) merupakan wahyu Allah namun pada
dasarnya jika kita menggali lebih jauh lagi tentang arti wahya yaitu apa saja yang dapat
membimbing dan mendorong manusia kearah yang benar. Ismail mengungkapkan
manusia tanpa ada bimbingan wahyu tidak mungkin hidup sejahtera didunia ini,
sebbagaimana firman Allah Swt dalam QS. Al-Baqarah : 2 yang berbunyi :

Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang
bertaqwa.

Dari ayat ini dapat kita pahami bahwa sumber pengetahuan bayani adalah Al-
quran dan Hadits. Namun disisi lain perhatian juga mengarah pada proses transmisi teks
dari generasi ke generasi, karena validitas dari transmisi ini menentukan benar tidaknya
suatu ketentuan hukum.

2. Epistimologi Irfani

Epistimologi irfani berbeda dengan epistimologi bayani. Epistimologi irfani


bertumpu pada pengalaman batin, qalb, bashirah dan instuisi. Pada epistimologi irfani
sebuah pengetahuan tidak dapat diperoleh melalui analisa terhadap teks (nash) namun
lebih terfokus pada olah ruhani yaitu dengan mengutamakan kesucian hati suatu
pengetahuan akan diperoleh secara langsung dari sang pencipta.

3. Epistimologi Burhani

Yang terakhir aadalah epistimologi burhani, yaitu proses memperoleh ilmu


pengetahuan dengan menyandarkan diri pada rasio, akal dan dilakukan melalui dalil-
dalil logika. Dengan demikian kita ketahui bahwa sumber pengetahuan dalam metode
epistimologi burhani adalah rasio, yaitu dengan adanya informasi yang dicerna oleh
indera yang kemudian akan dikelola untuk mendapatkan suatu kesimpulan
(pengetahuan).

Sumber Ilmu Ekonomi Islam

Menurut M. Akram Khan, sumber pembentukan ilmu ekonomi Islam adalah Al-
Quran, As-Sunnah, hukum Islam dan yurisprudensinya (Ijtihad), Sejarah peradaban
umat Islam dan berbagai data yang berkaiatan dengan kehidupan ekonomi

Sementara itu Masudul Alam Chowdhury, merumuskan metodologi islamic


economic dengan istilah shuratic process. Penggunaan istilah shuratic berasal dari dari
kata syura/musyawarah, untuk menunjukkan bahwa proses ini bersifat konsultatif dan
dinamis. Metodologi ini merupakan upaya untuk menghasilkan ilmu pengetahuan yang
bersifat transenden, sekaligus didukung oleh kebenaran empiris dan rasional yang
merupakan tolak ukur utama kebenaran ilmiah saat ini. Sementara seorang muslim
meyakini bahwa kebenaran utama dan mutlak berasal dari Allah, Sedangkan kebenaran
dari manusia bersifat tidak sempurna. Akan tetapi manusia dikaruniai akal dan berbagai
fakta empiris di sekitarnya sebagai wahana untuk memahami kebenaran dari Allah.
Perpaduan kebenaran wahyu dan kebenaran ilmiah akan menghasilkan suatu kebenaran
yang memiliki tingkat keyakinan yang tinggi.
Menurut Chouwdhury sumber utama dan permulaan dari segala ilmu
pengatahuan (primordial stock of knowledge) adalah Al-quran, sebab ia merupakan
kalam Allah. Pengetahuan yang ada dalam Al-Quran memiliki kebenaran mutlak
(absolute), telah mencakup segala kehidupan secara komprehensif (complete) dan
karenanya tidak dapat dikurangi dan ditambah (irreducible).

Akan tetapi, Al-quran pada dasarnya tidak mengetahui pengetahuan yang


praktis, tetapi lebih pada prinsip-prinsip umum. Ayat-ayat Alquran diimplementasikan
dalam perilaku nyata oleh Rasulullah, karena itu as-Sunnah juga adalah sumber ilmu
pengetahuan berikutnya. Al-Quran dan Sunnah kemudian dapat dielaborasi dalam
hukum-hukum dengan menggunakan metode epistemological deduction, yaitu menarik
prinsip-prinsip umum yang terdapat dalam kedua sumber tersebut untuk diterapkan
dalam realitas individu.

Selanjutnya dalam epistemology ekonomi Islam diperlukan ijtihad dengan


menggunakan rasio/akal. Ijtihad terbagi kepada dua macam, yaitu ijtihad istimbathi dan
ijtihad tathbiqi. Ijtihad istimbathi bersifat deduksi, sedangkan ijtihad tathbiqi bersifat
induksi.

Dari segi kuantitas orang yang berijtihad, ijtihad dibagi kepada dua, yaitu ijtihad
fardi (individu) dan ijtihad jamaiy (kumpulan orang banyak). Ijtihad yang dilakukan
secara bersama disebut ijma dan dianggap memiliki tingkat kebenaran ijtihad yang
paling tinggi.

Dalam membicarakan epistemology ekonomi Islam, digunakan metode desuksi


dan induksi. Ijtihad tahbiqi yang banyak mengunakan induksi akan menghasilkan
kesimpulan yang lebih operasional, sebab ia didasarkan pada kenyataan empiris.
Selanjutnya, dari keseluruhan proses ini yaitu kombinasi dari elaborasi kebenaran
wahyu Allah dan As Sunnah dengan pemikiran dan penemuan manusia yang dihasilkan
dalam ijtihad akan menghasilkan hukum dalam berbagai bidang kehidupan. Jika
diperhatikan, maka sesungguhnya Shuratic proses ini merupakan suatu metode untuk
menghasilkan ilmu pengetahuan yang memiliki akar kebenaran empiris (truth based on
empirical process).

Metodologi Ekonomi Islam

Dalam perspektif Islam, eksistensi suatu metodologi merupakan sebuah


keniscayaan, sebab prinsip dasar ajaran Islam adalah kebenaran. Manusia diperintahkan
untuk mengikuti kebenaran dan dilarang mengikuti persangkaan. Untuk memperoleh
kebenaran itu manusia harus memiliki pengetahuan. Ekonomi Islam sebagai sebuah
disiplin ilmu yang bersumber dari syariah memiliki metodologi tertentu sesuai dengan
nilai-nilai ajaran Islam itu sendiri.

Dengan demikian, epistemologi ilmu ekonomi konvensional jelas berbeda


dengan ilmu ekonomi Islam. Ilmu ekonomi konvensional disusun berdasarkan
metodologi dengan pendekatan rasionalisme dan empirisme, dengan demikian
sumbernya adalah rasio dan pengalaman belaka. Sedangkan ilmu ekonomi Islam
bersumber dari syariah (Alquran dan Sunnah). Oleh karena itu dalam beberapa hal
metodologi ilmu ekonomi Islam berbeda dengan ilmu ekonomi konvensional, namun
dalam beberapa hal keduanya dapat menggunakan metodologi yang sama, khususnya
pada tataran penggunaaan ijtihad.

Dalam sejarah bahkan, para ilmuwan muslim klasik telah banyak memberikan
konstribusi yang besar terhadap metodologi ilmiah modern. Ibnu Taymiyah (w.11110
dikenal sebagai ilmuwan yang banyak menggunakan metode induktif. Demikian pula
Ibnu Khaldun (1332-1406) sering menggunakan metode induktif dalam menganalisis
ekonomi sosial.
Ibnu Rusydi atau Averros yang tinggal di Spanyol adalah ilmuwan muslim yang
paling berjasa mengajarkan pemikiran rasionalisme di Eropa, ketika di Eropa sedang
berlangsung kejumudan pemikiran.Upaya itu pada gilirannya mengilhami para ilmuwan
Eropa untuk meretas kejumudan pemikiran yang pada akhirnya melahirkan era
renaisance. Muhammad Anas Zarqa (1992), menjelaskan bahwa ekonomi Islam itu
terdiri dari 3 kerangka metodologi. Pertama adalah presumptions and ideas, atau yang
disebut dengan ide dan prinsip dasar dari ekonomi Islam. Ide ini bersumber dari Al
Quran, Sunnah, dan Fiqih Al Maqasid. Ide ini nantinya harus dapat diturunkan menjadi
pendekatan yang ilmiah dalam membangun kerangka berpikir dari ekonomi Islam itu
sendiri. Kedua adalah nature of value judgement, atau pendekatan nilai dalam Islam
terhadap kondisi ekonomi yang terjadi. Pendekatan ini berkaitan dengan konsep utilitas
dalam Islam. Ketiga, yang disebut dengan positive part of economics science. Bagian ini
menjelaskan tentang realita ekonomi dan bagaimana konsep Islam bisa diturunkan
dalam kondisi nyata dan riil. Melalui tiga pendekatan metodologi tersebut, maka
ekonomi Islam dibangun.

Secara garis besar metodologi ilmu ekonomi Islam tersusun secara sistimatis
sebagai berikut :

Pertama, Al-Quran adalah sumber kebenaran yang paling utama, sehingga ia


merupakan sumber primer ilmu ekonomi Islam. Al-quran yang merupakan wahyu dari
Allah tidak saja memuat dalil-dalil normatif tetapi juga fakta empiris yang bersifat
empiris, faktual dan obyektif. Al-quran tersebut selanjutnya dijelaskan oleh Sunnah
Nabi Saw yang juga dipandang sebagai wahyu ghairu matlu sesuai dengan Firman
Allah, Muhammad itu tidak bertutur menurut hawa nafsunya.(An-najm: 4). Dengan
demikian, Al-Quran dan sunnah merupakan sumber utama ajaran Islam. segala
metodologi harus bersumber dari Al-quran dan Sunnah tersebut. Dari persepektif ini,
epistemologi ekonomi konvensional dan ekonomi Islam memiliki perbedaan yang
sangat mendasar.
Kedua, Setelah Al-Quran dan Sunnah, ekonomi Islam digali dan dikembangkan
dengan menggunakan ijtihad, yaitu penggunaan rasio untuk menemukan kebenaran.
Pada tataran ijtihad inilah epistemologi ekonomi konvensional memiliki kesamaan
dengan ekonomi Islam. Ijtihad adalah upaya penggunaaan rasio untuk merumuskan dan
menyimpulkan suatu hukum atau menghasilkan suatu teori. Dalam ilmu ushul,
metodologi ijtihad antara lain mengunakan qiyas, maslahah, sadduz zariah, istihsan,
urf, dsb. Dengan ijtihad para ulama melakukan penelitian induktif.

Ekonomi Islam dapat menerima metode ilmiah ekonomi konvensional sepanjang


metodologi itu tidak bertentangan ajaran Islam. Metode ilmiah melalui istiqra akan
menghasilkan suatu kebenaran yang didasarkan atas realitas obyektif dan
empiris.Kebenaran ilmiah versi Barat hanya mengakomodir kebenaran yang bisa
ditangkap pancaindra, sementara kemampuan rasio dan pancaindra banyak memiliki
keterbatasan. Ilmu ekonomi Islam kontemporer disusun dengan mengikuti aturan main
(rule of game) syariah dan juga kaedah-kaedah ilmiah keilmuan modern.
BAB III

KESIMPULAN

Epistemologi pada hakikatnya membahas tentang filsafat pengetahuan yang


berkaitan dengan asal-usul (sumber) pengetahuan, bagaimana memperoleh
pengetahuan tersebut (metodologi) dan kesahihan (validitas) pengetahuan tersebut.Ilmu
ekonomi Islam (Islamic economics) sebagai sebuah disiplin ilmu, jelas memiliki
landasan epistemologis. Membahas epistemologi ekonomi Islam berarti mengkaji asal-
usul (sumber) ekonomi Islam, metodologinya dan validitasnya secara ilmiah.

Berdasarkan kajian epistemologi ekonomi Islam di atas, jelaslah bahwa ekonomi


Islam bukanlah hanya suatu system atau norma saja sebagaimana yang pernah
disangkakan orang di masa lampau. Ekonomi Islam adalah sebuah disiplin ilmu yang
ditemukan melalui metodologi keilmuan ilmiah. Karena itu para imuwan kontemporer
menyebutnya Islamic economics (ilmu ekonomi Islam). Akan tetapi sumber ilmu
pengetahuan dalam Islam bukan semata rasio dan empiris sebagaimana yang diajarkan
aliran positivisme. Ekonomi Islam memiliki sumber utama yaitu Alquran dan Sunnah.
Sedangkan ijtihad (penggunaan rasio) adalah sumber ilmu berikutnya. Ekonomi Islam
dapat menerima metode ilmiah ekonomi konvensional yang berdasarkan rasio dan
pengamalan empiris. Penerimaan ini karena Islam memberikan peluang ijtihad bagi
manusia untuk melakukan observasi dan penelitian ilmiah (istiqra).
DAFTAR PUSTAKA

Ismail, Azman. 2006. Al-Quran, Bahasa dan Pembinaan Masyarakat. Yogyakarta: AK


Grup bekerja sama dengan Ar-Raniry Press Darussalam Banda Aceh
Naqvi, Syed Nawab Haider. Ethics and Economics an Islamic Synthesis, The Islamic
Foundation. London

Anda mungkin juga menyukai