Perdarahan
dapat terjadi pada setiap usia kehamilan. Pada kehamilan muda sering dikaitkan dengan
kejadian abortus, misscariage, early pregnancy loss. Perdarahan yang terjadi pada umur
kehamilan yang lebih tua terutama setelah melewati trimester III disebut perdarahan
antepartum.
1. ABORTUS
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau
berat janin kurang dari 500 grarn. Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut
abortus spontan, sedangkan abortus yang terjadi dengan sengaja dilakukan tindakan
disebut abortus provokatus. Abortus provokatus ini dibagi 2 kelompok yaitu abortus
provokatus medisinalis dan abortus provokatus kriminalis. Disebut medisinalis bila
didasarkan pada pertimbangan dokter untuk menyelamatkan ibu.
Angka kejadian abortus sukar ditentukan karena abortus provokatus banyak
yang tidak dilaporkan, kecuali bila sudah terjadi komplikasi. Sementara itu, dari
kejadian yang diketahui, 15 20% merupakan abortus spontan atau kehamilan
ektopik. Sekitar 5% dari pasangan yang mencoba hamil akan mengalami 2 keguguran
yang berurutan, dan sekitar 1% dari pasangan mengalami 3 atau lebih keguguran yang
berurutan. Abortus habitualis adalah - abortus yang terjadi berulang tiga kali secara
berturut- turut. Kejadiannya sekitar 3 - 5 %. Data dari beberapa studi menunjukkan
bahwa setelah 1 kali abortus spontan, pasangan punya risiko 5 % untuk mengalami
keguguran lagi, sedangkan bila pernah 2 kali, risikonya akan meningkat 25 %.
Beberapa studi meramalkan bahwa risiko abortus setelah 3 abortus ber-urutan adalah
30 - 45 %.
Etiologi
Penyebab abortus (early pregnancy loss) bervariasi dan sering diperdebatkan.
Umumnya lebih dari satu penyebab. Penyebab terbanyak di anraranya adalah :
- Penyebab anatomik
Defek anatomik uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi obstetrik,
sepeni abortus berulang, prematuritas, serta malpresentasi janin. Insiden kelainan
bentuk uterus berkisar 1/200 sampai 1/600 perempuan. Pada perempuan dengan
riwayat abortus, ditemukan anomali uterus pada 27% pasien. Penyebab terbanyak
abortus karena kelainan anatomik uterus adalah septum uterus (40 - 80 %),
kemudian uterus bikornis atau uterus didelfis atau unikornis (10 - 30 %). Mioma
uteri juga bisa menyebabkan baik infertilitas maupun abortus berulang.
- Penyebab autoimun
Terdapat hubungan yang nyata. antara abortus berulang dan penyakit
autoimun. Misalnya, pada Systematic Lupus Erythematosus (SLE) dan
Antiphospholipid Antibodies (aPA). aPA merupakan antibodi spesifik yang
didapati pada perempuan dengan SLE yang akan berikatan dengan sisi negatif dari
fosfolipid. Paling sedikit ada 3 bentuk aPA yang diketahui mempunyai arti klinis
yang penting, yaitu Lupus Anticoagulant (LAC), anticardiolipin antibodies
(aCLs), dan biologically fake-positive untuk syphilis (FP-STS). APS
(antipbospholipid syndrome) sering juga ditemukan pada beberapa keadaan
obstetrik, misalnya pada preeklampsia, IUGR dan prematuritas. Beberapa keadaan
lain yang berhubungan dengan APS yaitu trombosis arteri-vena, trombositopeni
autoimun, anemia hemolitik, dan hipertensi pulmonum.
The Intemational Consensus Workshop pada 1998 mengajukan klasifikasi
kriteria untuk APS, yaitu meliputi:
Trombosis vaskular
o Satu atau lebih episode trombosis arteri, venosa atau kapilar yang
dibuktikan dengan gambaran Doppler, pencitraan, atau
histopatologi
o Pada histopatologi, trombosisnya tanpa disertai gambaran inflamasi
Komplikasi kehamilan
o Tiga atau lebih kejadian abortus dengan sebab yang tidak jelas,
tanpa kelainan anatomik, genetik, atau hormonal
o Satu atau lebih kematian janin di mana gambaran morfologi secara
sonografi normal
o Satu atau lebih persalinan prematur dengan gambaran janin normal
dan berhubungan dengan preeklampsia berat atau insufisiensi
plasenta yang berat
Kriteria laboratorium
o aCL : IgG dan atau IgM dengan kadar yang sedang atau tinggi pada
2 kali atau lebih pemeriksaan dengan jarak lebih dari atau sama
dengan 6 minggu
o aCL diukur dengan metode ELISA standar
Antibodi fosfolipid/antikoagulan
o Pemanjangan tes skrining koagulasi fosfolipid (misalnya aPTT, PT
dan CT)
o Kegagalan untuk memperbaiki tes skrining yang memanjang
dengan penambahan plasma piatelet normal
o Adanya perbaikan nilai tes yang memanjang dengan penambahan
fosfolipid
o Singkirkan dulu kelainan pembekuan darah yang lain dan
pemakaian heparin
- Penyebab Infeksi
Beberapa jenis organisme tertentu diduga berdampak pada kejadian abortus
antara lain:
Bakteria - Human
- Listeria monositogenes immwnodeficienqt virus
- Klamidia trakomatis (HTY)
- Ureaplasma urealitikum - Parvovirus
- Mikoplasma hominis
- Bakterial vaginosis Parasit
- Toksoplasmosis gondii
Virus - Plasmodium falsiparum
- Sitomegalovirus
- Rubela Spirokaeta
- Herpes simpieks virus - Treponema pallidum
(FISV)
- Faktor lingkungan
Diperkirakan 1 10% malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan kimia,
atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus, misalnya paparan terhadap
buangan gas anestesi dan tembakau. Sigaret rokok diketahui mengandung ratusan
unsur toksik, antara lain nikotin yang telah diketahui mempunyai efek vasoaktif
sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta. Karbon monoksida juga
menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin serta memacu neurotoksin. Dengan
adanya gangguan pada sistem sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi gangguan
pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya abortus.
- Faktor hormonal
Ovulasi, implantasi, serta kehamilan dini bergantung pada koordinasi yang
baik sistem pengaturan hormon maternal. Oleh karena itu, perlu perhatian
langsung terhadap sistem hormon secara keseluruhan, fase luteal, dan gambaran
hormon setelah konsepsi terurama kadar progesteron.
Diabetes mellitus
Perempuan dengan diabetes yang dikelola dengan baik risiko
abortusnya tidak lebih jelek jika dibanding perempuan yang tanpa diabetes.
Akan tetapi perempuan diabetes dengan kadar HbAlc tinggi pada trimester
pertama, risiko abortus dan malformasi janin meningkat signifikan. Diabetes
jenis insulin-dependen dengan kontrol glukosa tidak adekuat punya peluang 2
- 3 kali lipat mengalami abortus.
- Faktor hematologik
Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan defek plasentasi dan
adanya mikrotrombi pada pernbuluh darah plasenta. Berbagai komponen-
koagulasi dan fibrinolitik memegang peran penting pada implantasi embrio,
invasi trofoblas, dan plasentasi. Pada kehamilan terjadi keadaan
hiperkoagulasi dikarenakan :
o Peningkatan kadar faktor prokoagulan
o Penurunan faktor antikoagulan
o Penurunan aktivitas fibrinolitik
2. Abortus Insipiens
Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks telah mendatar
dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam karum
uteri dan dalam proses pengeluaran.
Penderita akan merasa mulas karena kontraksi yang sering,dan kuat,
perdarahannya bertambah sesuai dengan pembukaan serviks uterus dan umur
kehamilan. Besar uterus masih sesuai dengan umur kehamilan dengan tes urin
kehamilan masih positif. Pada pemeriksaan USG akan didapati pembesaran uterus
yang masih sesuai dengan umur kehamilan, gerak janin dan gerak jantung janin
masih jelas walau mungkin sudah mulai tidak normal, biasanya terlihat penipisan
serviks uterus atau pembukaannya. Perhatikan pula ada tidaknya pelepasan
plasenta dari dinding uterus.
Pengelolaan penderita ini harus memperhatikan keadaan umum dan perubahan
keadaan hemodinamik yang terjadi dan segera lakukan tindakan
evakuasi/pengeluaran hasil konsepsi disusul dengan kuretase bila perdarahan
banyak. Pada umur kehamilan di atas 12 minggu, uterus biasanya sudah melebihi
telur angsa tindakan evakuasi dan kuretase harus hati-hati, kalau perlu dilakukan
evakuasi dengan cara digital yang kemudian disusul dengan tindakan kuretase
sambil diberikan uterotonika. Hal ini diperlukan untuk mencegah terjadinya
perforasi pada dinding uterus. Pasca tindakan perlu perbaikan keadaan umum,
pemberian uterotonika, dan antibiotika profilaksis
3. Abortus Kompletus
Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari karum uteri pada kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Semua hasil konsepsi telah
dikeluarkan, osteum uteri telah menutup, uterus sudah mengecil sehingga
perdarahan sedikit. Besar uterus tidak sesuai dengan umur kehamilan.
Pemeriksaan USG tidak perlu dilakukan bila pemeriksaan secara klinis sudah
memadai. Pada pemeriksaan tes urin biasanya masih positif sampai 7 - 10 hari
setelah abortus. Pengelolaan penderita tidak memerlukan tindakan khusus ataupun
pengobatan. Biasanya hanya diberi roboransia atau hematenik bila keadaan pasien
memerlukan. Uterotonika tidak perlu diberikan.
4. Abortus Inkompletus
Sebagian hasii konsepsi telah keluar dari karum uteri dan masih ada yang
tertinggal. Batasan ini juga masih terpancang pada umur kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Sebagian jaringan hasil konsepsi
masih tertinggal di dalam uterus di mana pada pemeriksaan vagina, kanalis
servikalis masih terbuka dan teraba jaringan dalam kavum uteri atau menonjol
pada ostium uteri eksternum. Perdarahan biasanya masih terjadi jumlahnya pun
bisa banyak atau sedikit bergantung pada jaringan yang tersisa, yang
menyebabkan sebagian placental site masih terbuka sehingga perdarahan berjalan
terus.
Pasien dapat jatuh dalam keadaan anemia atau syok hemoragik sebelum sisa
jaringan konsepsi dikeluarkan. Pengelolaan pasien harus diawali dengan perhatian
terhadap keadaan umum dan mengatasi gangguan hemodinamik yang terjadi
untuk kemudian disiapkan tindakan kuretase. Pemeriksaan USG hanya dilakukan
bila kita ragu dengan diagnosis secara klinis. Besar uterus sudah lebih kecil dari
umur kehamilan dan kantong gestasi sudah sulit dikenali, di karum uteri tampak
massa hiperekoik yang bentuknya tidak beraturan.
Bila terjadi perdarahan yang hebat, dianjurkan segera melakukan pengeluaran
sisa hasil konsepsi secara manual agar jaringan yang mengganjal terjadinya
kontraksi uterus segera dikeluarkan, kontraksi uterus dapat berlangsung baik dan
perdarahan bisa berhenti. Selanjutnya dilakukan tindakan kuretase. Tindakan
kuretase harus dilakukan secara hati-hari sesuai dengan keadaan umum ibu dan
besarnya utems. Tindakan yang dianjurkan ialah dengan karet vakum
menggunakan kanula dari plastik. Pascatindakan perlu diberikan uterotonika
parenteral ataupun per oral dan antibiotika
5. Missed Abortus
Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam
kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih
tertahan dalam kandungan.
Penderita rnissed abortion biasanya tidak merasakan keluhan apa pun kecuali
merasakan pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang diharapkan. Bila
kehamilan di atas 14 minggu sampai 20 minggu penderita justru merasakan
rahimnya semakin mengecil dengan tanda-tanda kehamilan sekunder pada
payudara mulai menghilang.
Kadangkala missed abortion juga diawali dengan abortus iminens yang
kemudian merasa sembuh, tetapi pertumbuhan janin terhenti. Pada pemeriksaan
tes urin kehamiian biasanya negatif setelah satu minggu dari terhentinya
pertumbuhan kehamilan. Pada pemeriksaan USG akan didapatkan uterus yang
mengecil, kantong gestasi yang mengecil, dan bentuknya idak beraturan disertai
gambaran fetus yang tidak ada tanda-tanda kehidupan. Bila missed abortion
berlangsung lebih dari 4 minggu harus diperhatikan kemungkinan terjadinya
gangguan penjendalan darah oleh karena hipofibrinogenemia sehingga perlu
diperiksa koagulasi sebelum tindakan evakuasi dan kuretase.
Pada umur kehamilan kurang dari 12 minggu tindakan evakuasi dapat
dilakukan secara langsung dengan melakukan dilatasi dan kuretase bila serviks
urerus memungkinkan. Bila umur kehamilan di atas 12 minggu atau kurang dari
20 minggu dengan keadaan serviks uterus yang masih kaku dianjurkan untuk
melakukan induksi terlebih dahulu untuk mengeluarkan janin atau mematangkan
kanalis servikalis. Beberapa cara dapat dilakukan antara lain dengan pemberian
infus intravena cairan oksitosin dimulai dari dosis 10 unit dalam 500 cc dekstrose
5% tetesan 20 tetes per menit dan dapat diulangi sampai total oksitosin 50 unit
dengan retesan dipertahankan untuk mencegah terjadinya retensi cairan tubuh.
Jika tidak berhasil, penderita diistirahatkan satu hari dan kemudian induksi
diulangi biasanya maksimal 3 kali. Setelah janin atau jaringan konsepsi berhasil
keluar dengan induksi ini dilanjutkan dengan tindakan kuretase sebersih mungkin.
Pada dekade belakangan ini banyak tulisan yang telah menggunakan
prostaglandin atau sintetisnya untuk melakukan induksi pada missed abonion.
Salah satu cara yang banyak disebutkan adalah dengan pemberian mesoprostol
secara sublingual sebanyak 400 mg yang dapat diulangi 2 kali dengan jarak enam
jam. Dengan obat ini akan terjadi pengeluaran hasil konsepsi atau terjadi
pembukaan ostium serviks sehingga tindakan evakuasi dan kuretase dapat
dikerjakan untuk mengosongkan kavum uteri
6. Abortus Habitualis
Abortus habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturur-
rurur. Penderita abortus habitualis pada umumnya tidak sulit untuk menjadi hamil
kembali, tetapi kehamilannya berakhir dengan keguguran/abortus secara berturut-
turut.
Penyebab abortus habitualis selain faktor anatomis banyak yang
mengaitkannya dengan reaksi imunologik yaitu kegagalan reaksi terhadap antigen
lymphocyte trophoblast cross reactive (TLX). Bila reaksi terhadap antigen ini
rendah atau tidak ada, maka akan terjadi abortus. Kelainan ini dapat diobati
dengan transfusi leukosit atau heparinisasi.
Salah satu penyebab yang sering dijumpai ialah inkompetensia serviks yaitu
keadaan di mana serviks uterus tidak dapat menerima beban untuk tetap bertahan
menurup setelah kehamilan melewati trimester pertama, di mana ostium serviks
akan membuka (inkompeten) tanpa disertai rasa mules/kontraksi rahim dan
akhirnya terjadi pengeluaran janin. Kelainan ini sering disebabkan oleh trauma
serviks pada kehamilan sebelumnya, misalnya pada tindakan usaha pembukaan
serviks yang berlebihan, robekan serviks yang luas sehingga diameter kanalis
servikalis sudah melebar.
Diagnosis inkompetensia serviks tidak sulit dengan anamnesis yang cermat.
Dengan pemeriksaan dalam/inspekulo kita bisa menilai diameter kanalis servikalis
dan didapati selaput ketuban yang mulai menonjol pada saat mulai memasuki
trimester kedua. Diameter ini melebihi 8 mm. Untuk itu, pengelolaan penderita
inkompetensia serviks dianjurkan untuk periksa hamil seawal mungkin dan bila
dicurigai adanya inkompetensia serviks harus dilakukan tindakan untuk
memberikan fiksasi pada serviks agar dapat menerima beban dengan
berkembangnya umur kehamilan. Operasi dilakukan pada umur kehamilan 12 - 14
minggu dengan cara SHIRODKAR atau McDONALD dengan melingkari kanalis
servikalis dengan benang sutera/MERSILENE yang tebal dan simpul baru dibuka
setelah umur kehamilan aterm dan bayi siap dilahirkan.
2. KEHAMILAN EKTOPIK
Kehamilan ektopik ialah suatu kehamiian yang pertumbuhan sel telur yang
telah dibuahi tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri. Lebih dari 95
% kehamilan ektopik berada di saluran telur (tuba Falopii).
Patofisiologi terjadinya kehamilan ektopik tersering karena sel telur yang
sudah dibuahi dalam perjalanannya menuju endometrium tersendat sehingga embrio
sudah berkembang sebelum mencapai kavum uteri dan akibatnya akan tumbuh di luar
rongga rahim. Bila kemudian tempat nidasi tersebur tidak dapat menyesuaikan diri
dengan besarnya buah kehamilan, akan terjadi ruptura dan menjadi kehamilan ektopik
yang terganggu
Berdasarkan lokasi terjadinya, kehamilan ektopik dapat dibagi menjadi 5
berikut ini.
- Kehamilan tuba, meliputi > 95 % yang terdiri atas: Pars ampularis (55 %), pars
ismika (25%),pars fimbriae (17 %), dan pars interstisialis(2 %).
- Kehamilan ektopik lain (< 5%) antara lain terjadi di serviks uterus, ovarium, atau
abdominal. Untuk kehamilan abdominal lebih sering merupakan kehamilan
abdominal sekunder di mana semula merupakan kehamilan tuba yang kemudian
abortus dan meluncur ke abdomen dari ostium tuba pars abdominalis (abortus
tubaria) yang kemudian embrio/buah kehamilannya mengalami reimplantasi di
kavum abdomen, misalnya di mesenterium/mesovarium atau di omentum.
- Kehamilan intraligamenter, jumlahnya sangat sedikit.
- Kehamilan heterotopik, merupakan kehamilan ganda di mana satu janin berada di
kavum uteri sedangkan yang lain merupakan kehamilan ektopik. Kejadian sekitar
satu per 15.000 - 40.000 kehamilan.
- Kehamilan ektopik bilateral. Kehamilan ini pernah dilaporkan walaupun sangat
jarang terjadi.
Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya hambatan dalam nidasi embrio ke
endometrium menjadi penyebab kehamilan ektopik ini. Faktor-faktor yang disebutkan
adalah sebagai berikut :
- Faktor tuba
Adanya peradangan atau infeksi pada tuba menyebabkan lumen tuba
menyempit atau buntu. Keadaan uterus yang mengalami hipoplasia dan saluran
tuba yang berkelok-kelok panjang dapat menyebabkan fungsi silia tuba tidak
berfungsi dengan baik. Juga pada keadaan pascaoperasi rekanalisasi tuba dapat
merupakan predisposisi terjadinya kehamilan ektopik.
Faktor tuba yang lain ialah adanya kelainan endometriosis tuba atau divertikel
saluran tuba yang bersifat kongenital. Adanya tumor di sekitar saluran tuba,
misalnya mioma uteri atau tumor ovarium yang menyebabkan perubahan bentuk
dan patensi tuba, juga dapar menjadi etiologi kehamilan ektopik.
- Faktor ovarium
Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang kontralateral,
dapat membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih panjang sehingga
kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik lebih besar.
- Faktor hormonal
Pada akseptor, pil KB yang hanya mengandung progesreron dapat
mengakibatkan gerakan tuba melambat. Apabila terjadi pembuahan dapat
menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik.
- Faktor lain
Termasuk di sini antara lain adalah pemakai IUD di mana proses peradangan
yang dapat timbul pada endometrium dan endosalping dapat menyebabkan
terjadinya kehamilan ektopik. Faktor umur penderita yang sudah menua dan
faktor perokok juga sering dihubungkan dengan terjadinya kehamilan ektopik.
Patologi
Pada proses awal kehamilan apabila embrio tidak bisa mencapai endometrium
untuk proses nidasi, maka embrio dapat tumbuh di saluran tuba dan kemudian akan
mengalami beberapa proses seperti pada kehamilan pada umumnya. Karena tuba
bukan merupakan suatu media yang baik untuk pertumbuhan embrio atau mudigah,
maka pertumbuhan dapat mengalami beberapa perubahan dalam bentuk berikut ini :
Gambaran Klinik
Pada umumnya penderita menunjukkan gejala-gejala kehamilan muda, dan
mungkin merasa nyeri sedikit di perut bagian bawah yang tidak seberapa dihiraukan.
Pada pemeriksaan vaginal uterus membesar dan lembek walaupun mungkin tidak
sebesar tuanya kehamilan. Tuba yang mengandung hasil konsepsi karena iembeknya
sukar diraba pada pemeriksaan bimanual.
Apabila kehamilan ektopik mengalami penyulit atau terjadi ruptur pada tuba
tempat lokasi nidasi kehamilan ini akan memberikan gejala dan tanda yang khas yaitu
timbulnya sakit perut mendadak yang kemudian disusul dengan syok atau pingsan. Ini
adalah pertanda khas teriadinya kehamilan ektopik yang terganggu
Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu. Pada
ruptur tuba nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitasnya disertai
dengan perdarahan yang menyebabkan penderita pingsan dan masuk ke dalam syok.
Biasanya pada abortus tuba nyeri tidak seberapa hebat dan tidak terus-menerus. Rasa
nyeri mula-mula terdapat pada satu sisi; tetapi, setelah darah masuk ke dalam rongga
perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau ke seluruh perut bawah. Darah dalam
rongga perut dapat merangsang diafragma, sehingga menyebabkan nyeri bahu dan
bila membentuk hematokel retrouterina, menyebabkan defekasi nyeri.
Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan
ektopik yang terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin, dan berasal dari kavum
uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan yang berasal dari uterus biasanya tidak
banyak dan berwarna cokelat tua
Amenorea merupakan juga tanda yang penting pada kehamilan ektopik
walaupun penderita sering menyebutkan tidak jelasnya ada amenorea, karena gejala
dan tanda kehamilan ektopik terganggu bisa langsung terjadi beberapa saat setelah
terjadinya nidasi pada saluran tuba yang kemudian disusul dengan ruptur tuba karena
tidak bisa menampung pertumbuhan mudigah selanjutnya. Lamanya amenorea
bergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi.
Pada kehamilan ektopik terganggu ditemukan - pada pemeriksaan vaginal
bahwa usaha menggerakkan serviks uteri menimbulkan rasa nyeri, yang disebut
dengan nyeri goyang (+) atau slinger pijn. Demikian pula kavum Douglasi menonjol
dan nyeri pada perabaan oleh karena terisi oleh darah. Pada abortus tuba biasanya
teraba dengan jelas suatu tumor di samping uterus dalam berbagai ukuran dengan
konsistensi agak lunak. Hematokel retrouterina dapat diraba sebagai tumor di kavum
Douglasi. Pada ruptur tuba dengan perdarahan banyak tekanan darah dapat menurun
dan nadi meningkat, perdarahan lebih banyak lagi menimbulkan syok
Pemeriksaan USG dapat dilakukan secara perabdominal atau pervaginam.
Umumnya kita akan mendapatkan gambaran uterus yang tidak ada kantong gestasinya
dan mendapatkan gambaran kantong gestasi yang berisi mudigah di iuar uterus.
Apabila sudah terganggu (ruptur) maka bangunan kantong gestasi sudah tidak jelas,
tetapi akan mendapatkan bangunan massa hiperekoik yang tidak beraturan, tidak
berbatas tegas, dan di sekitarnya didapati cairan bebas (gambaran darah
intraabdominal). Gambar USG kehamilan ektopik sangat bevariasi bergantung pada
usia kehamilan, ada tidaknya gangguan kehamilan (ruptur, abortus) serta banyak dan
lamanya perdarahan intraabdomen. Diagnosis pasti kehamilan ektopik secara USG
hanya bisa diregakkan bila terlihat kantong gestasi berisi mudigah/janin hidup yang
letaknya di luar kavum uteri.
Diagnosis
Bila diduga ada kehamilan ektopik yang belum terganggu, penderita segera
dirawat di rumah sakit. Alat bantu diagnostik yang dapat digunakan ialah
ultrasonografi, laparoskopi, atau kuldoskopi. Pada umumnya dengan anamnesis yang
teliti dan pemeriksaan yang cermat diagnosis dapat ditegakkan, walaupun biasanya
alat bantu diagnostik sepeni kuldosentesis, ultrasonografi, dan laparoskopi masih
diperlukan
Pada anamnesis, haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu dan kadang-
kadang terdapat gejala subjektif kehamilan muda. Nyeri perut bagian bawah, nyeri
bahu, tenesmus, dapar dinyatakan. Perdarahan pervaginam terjadi setelah nyeri perurt
bagian bawah.
Pemeriksaan laboratorium dilakukan dengan pemeriksaan hemoglobin dan
jumlah sel darah merah berguna dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik
terganggu, terutama bila ada tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut.
Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit dapat dilakukan secara serial dengan jarak
satu jam selama 3 kali berturut-turut. Bila ada penurunan hemoglobin dan hematokrit
dapat mendukung diagnosis kehamilan ektopik terganggu.
Penghitungan leukosit secara berturut menunjukkan adanya perdarahan bila
leukositosis meningkat. Untuk membedakan kehamilan ektopik dari infeksi pelvik,
dapat diperhatikan jumlah leukosit. Jumlah leukosit yang melebihi 20.000 biasanya
menunjuk pada keadaan yang terakhir. Tes kehamilan berguna apabila positif. Akan
tetapi, tes negatif tidak menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik terganggu
karena kematian hasil konsepsi dan degenerasi trofoblas menyebabkan produksi
human chorionic gonadotropin menurun dan menyebabkan tes negatif.
Pada umumnya dilatasi dan kerokan untuk menunjang diagnosis kehamilan
ektopik tidak dianjurkan. Berbagai aiasan dapat dikemukakan:
- Kemungkinan adanya kehamilan dalam uterus bersama kehamilan ektopik;
- hanya 12 sampai 19% kerokan pada kehamilan ektopik menunjukkan reaksi
desidua
- Perubahan endometrium yang berupa reaksi Arias-Stella tidak khas untuk
kehamilan ektopik. Namun, jika jaringan yang dikeluarkan bersama dengan
perdarahan terdiri atas desidua tanpa vili korialis, hal itu dapat memperkuat
diagnosis kehamilan ektopik terganggu.
Penatalaksanaan
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Pada kasus
kehamilan ektopik di pars ampularis tuba yang belum pecah pemah dicoba ditangani
dengan menggunakan kemoterapi untuk menghindari tindakan pembedahan.
Kriteria kasus yang diobati dengan cara ini ialah :
o Kehamilan di pars ampularis tuba belum pecah
o Diameter kantong gestasi < 4 cm
o Perdarahan dalam rongga perut < 100 ml
o Tanda vital baik dan stabil. Obat yang digunakan ialah metotreksat 1mg/kg
I.V. dan faktor sitrovorum 0,1 g/kg I.M. berselang-seling setiap hari
selama 8 hari.
Dari seluruh 6 kasus yang diobati, satu kasus dilakukan salpingektomi pada
hari ke-12 karena gejala abdomen akut, sedangkan 5 kasus berhasil diobati dengan
baik.
Kehamilan Ovarial
Diagnosis kehamilan tersebut ditegakkan atas dasar 4 kriterium dari
Spiegelberg, yakni :
o Tuba pada sisi kehamilan harus normal
o Kantong janin harus berlokasi pada ovarium
o Kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovari
proprium
o Jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding kantong
janin.
Pada kehamilan ovarial biasanya terjadi ruptur pada kehamilan muda dengan
akibat perdarahan dalam perut. Hasil konsepsi dapat pula mengalami kematian
sebelumnya, sehingga tidak terjadi ruptur, ditemukan benjolan dengan berbagai
ukuran, yang terdiri atas jaringan ovarium yang mengandung darah, vili korialis, dan
mungkin juga selaput mudigah.
Kehamilan Servikal
Kehamilan servikal pun sangat jarang terjadi. Bila ovum berimplantasi dalam
kanalis servikalis, maka akan terjadi perdarahan tanpa nyeri pada kehamilan muda.
Jika kehamilan berlangsung terus, serviks membesar dengan ostium uteri eksternum
terbuka sebagian. Kehamilan servikal jarang melampaui 12 minggu dan biasanya
diakhiri secara operatif oleh karena perdarahan. Pengeluaran hasil konsepsi
pervaginam dapat menyebabkan banyak perdarahan, sehingga untuk menghentikan
perdarahan diperlukan histerektomia totalis.
3. MOLA HIDATIDOSA
Mola hidatidosa adaiah suatu kehamilan yang berkembang tidak waiar di
mana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan
berupa degenerasi hidropik. Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal
yaitu berupa geiembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih,
dengan ukuran bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1. atau 2 cm. Gambaran
histopatologik yang khas dari mola hidatidosa ialah edema stroma vili, tidak ada
pembuluh darah pada vili/degenerasi hidropik dan proliferasi sel-sel trofoblas.
Diagnosis
Adanya mola hidatidosa harus dicurigai bila ada perempuan dengan amenorea,
perdarahan pervaginam, uterus yang lebih besar dari tuanya kehamilan dan tidak
ditemukan tanda kehamilan pasti seperti balotemen dan detak jantung anak. Untuk
memperkuat diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan kadar Human Chorionic
Gonadotropin (hCG) dalam darah atau urin, baik secara bioasay, immunoasay,
maupun radioimmunoasay. Peninggian hCG, terutama dari hari ke-100, sangat
sugestif. Bila belum jelas dapat dilakukan pemeriksaan USG, di mana kasus mola
menunjukkan gambaran yang khas, yaitu berupa badai salju (snow flake pattern) atau
gambaran seperti sarang lebah (honey comb).
Pada kehamilan trimester I gambaran mola hidatidosa tidak spesifik, sehingga
seringkali sulit dibedakan dari kehamilan anembrionik, missed abortion, abortus
inkompletus, atau mioma uteri. Pada kehamilan trimester II gambaran mola hidatidosa
umumnya lebih spesifik. Kavum uteri berisi massa ekogenik bercampur bagian-
bagian anekoik vesikular berdiameter antara 5 - 10 mm. Gambaran tersebut dapat
dibayangkan seperti gambaran sarang lebah (honey comb) aau badai salju (snow
storrn). Pada 20 - 50 % kasus dijumpai adanya massa kistik multilokuler di daerah
adneksa. Massa tersebut berasal dari kista teka-lutein.
Apabila jaringan mola memenuhi sebagian kavum uteri dan sebagian berisi
janin yang ukurannya relatif kecil dari umur kehamilannya disebut mola parsialis.
Umumnya janin mati pada bulan pertama, tapi ada juga yang hidup sampai cukup
besar atau bahkan aterm. Pada pemeriksaan histopatologik tampak di beberapa tempat
vili yang edema dengan sel trofoblas yang tidak begitu berproliferasi, sedangkan di
tempat lain masih tampak vili yang normal. Umumnya mola parsialis mempunyai
kariotipe triploid. Pada perkembangan selanjutnya jenis mola ini .jarang menjadi
ganas.
Penatalakasanaan
Pengelolaan mola hidatidosa dapat terdiri atas 4 tahap berikut ini :
- Perbaikan Keadaan Umum
Yang termasuk usaha ini misalnya pemberian transfusi darah untuk
memperbaiki syok atau anemia dan menghilangkan atau mengurangi penyulit
seperti preeklampsia atau tirotoksikosis.
- Pengeluaran laringan Mola
Ada 2 cara yaitu:
o Vakum kuretase
Setelah keadaan umum diperbaiki dilakukan vakum kuretase tanpa
pembiusan. Untuk memperbaiki kontraksi diberikan pula uterotonika.
Vakum kuretase dilanjutkan dengan kuretase dengan menggunakan sendok
kuret biasa yang tumpul. Tindakan kuret cukup dilakukan 1 kali saja, asal
bersih. Kuret kedua hanya dilakukan bila ada indikasi. Sebelum tindakan
kuret sebaiknya disediakan darah untuk menjaga bila terjadi perdarahan
yang banyak.
o Histerektomi
Tindakan ini dilakukan pada perempuan yang telah cukup umur dan cukup
mempunyai anak. Alasan untuk melakukan histerektomi ialah karena umur
tua dan paritas tinggi merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya
keganasan. Batasan yang dipakai adalah umur 35 tahun dengan anak hidup
tiga. Tidak jarang bahwa pada sediaan histerektomi bila dilakukan
pemeriksaan histopatologik sudah tampak adanya tanda-tanda keganasan
berupa mola invasif/koriokarsinoma.
- Pemeriksaan Tindak Lanjut
Hal ini perlu dilakukan mengingat adanya kemungkinan keganasan setelah
mola hidatidosa. Tes hCG harus mencapai nilai normal 8 minggu setelah
evakuasi. lama pengawasan berkisar satu tahun. Untuk tidak mengacaukan
pemeriksaan selama periode ini pasien dianjurkan untuk tidak hamil dulu dengan
menggunakan kondom, diafragma, atau pantang berkala.