Disusun oleh :
Kelompok 12
(Kelas 2B)
AKADEMI KEPERAWATAN
PEMERINTAHAN KABUPATEN CIANJUR
BADAN LAYANAN UMUM DAERAH (BLUD)
Jalan Pasir Gede Raya No. 19 (0263) 267206 Fax.270953 Cianjur
2017
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun
makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas tentang Asuhan
Keperawatan pada Anemia. Dalam penyusunan makalah ini, penyusun banyak
mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi tantangan itu bisa teratasi.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik
dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca
sangat penyusun harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN................................................................................1
A. Kesimpulan .............................................................................................
B. Saran ........................................................................................................
Brunner dan Suddarth. 2013. Keperawtan Medikal Bedah. Edisi :12. Jakarta :
EGC.
Carpenito, L.J. (2009) Diagnosis Keperawatan: aplikasi pada praktik klinis. Edisi
ke Sembilan. Jakarta :EGC
Mansjoer, A. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga Jilid Satu. Jakarta :
Media Aesculapius
A. Latar Belakang
Anemia adalah salah satu penyakit yang sering diderita masyarakat, baik
anak-anak, remaja usia subur, ibu hamil ataupun orang tua. Penyebabnya
sangat beragam, dari yang karena perdarahan, kekurangan zat besi, asam
folat, vitamin B12, sampai kelainan hemolitik.
Anemia dapat diketahui dengan pemeriksaan fisik maupun dengan
pemeriksaan laboratorium. Secara fisik penderita tampak pucat, lemah, dan
secara laboratorik didapatkan penurunan kadar Hemoglobin (Hb) dalam darah
dari harga normal.
Anemia bukan suatu penyakit tertentu, tetapi cerminan perubahan
patofisiologik yang mendasar yang diuraikan melalui anamnesis yang
seksama, pemeriksaan fisik, dan konfirmasi laboratorium (Baldy, 2006).
Pada masalah gizi dapat menimbulkan suatu tidak seimbangnya tubuh manusia dan
dapatmenimbulkan penyakit lainnya. Masalah gizi adalah masalah kesehatan masyarakat.
Namunpenanggulannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan
kesehatansaja. Penyebab timbulnya masalah gizi adalah multi faktor, karena itu
pendekatanpenanggulangan harus melibatkan berbagai sektor yang terkait.Dan pada
masalah gizi pada anemia gizi disini merupakan kondisi sakit seseorang yangdisebabkan
oleh berbagai faktor, diantaranya yaitu: perdarahan, kekurangan makanan
yangmengandung besi, dan lain-lain. Anemia gizi defisiensi besi dapat dilihat dari kadar
Hb, danpenderita yang sering mengalaminya yaitu pada wanita, disebabkan karena
menstruasi,kehamilan dan pada bayi: karena membutuhkan gizi zat besi yang tinggi karena
prosespertumbuhan yang cepat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Anemia ?
2. Apa Etiologi Anemia?
3. Apa saja Klasifikasi Anemia?
4. Bagaimana Manifestasi Klinis Anemia?
5. Bagaimana Patofisiologi Anemia?
6. Bagaimana Pemeriksaan Diagnostik Anemia?
7. Bagaiman Penatalaksanaan Anemia ?
8. Bagaimana Pertimbangan gerontologi Anemia?
9. Bagaimana Konsep Asuhan keperawatan Anemia?
C. Tujuan Penulisan
I. Tujuan Umum :
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pasien dengan anemia.
II. Tujuan Khusus :
1. Mengetahui Pengertian Anemia.
2. Mengetahui Etiologi Anemia.
3. Mengetahui Klasifikasi Anemia.
4. Mengetahui Manifestasi Klinis Anemia.
5. Mengetahui Patofisiologi Anemia.
6. Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik Anemia.
7. Mengetahui Penatalaksanaan medis Anemia.
8. Mengetahui Pertimbangan gerontologi Anemia.
9. Mengetahui Konsep Asuhan keperawatan Anemia.
D. Sistematika Penulisan
Makalah ini tersusun dengan sistematika dari tiga bab, yaitu :
Bab I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penulisan, sistematika penulisan
Bab II : Pembahasan yang terdiri dari pengertian anemia, klasifikasi anemia,
etiologi anemia, manifestasi klinis anemia, patofisiologi anemia,
pemeriksaan diagnostic anemia, penatalaksanaan medis anemia,
pertimbangan gerontology anemia dan konsep asuhan keperawatan
pada anemia.
Bab III : Penutupan yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian anemia
Anemia adalah suatu kondisi konsentrasi hemoglobin kurang dari
normal anemia merefleksikan jumlah eritrosit yang hilang dari normal di
dalam sirkulasi. Akibatnya, jumlah oksigen yang di hantarkan ke jaringan
tubuh juga berkurang. Anemia bukan merupakan kondisi penyakit khusus
melainkan suatu tanda adanya gangguan yang mendasari. Sejauh ini
anemia merupakan kondisi hematoligi yang paling sering terjadi.
Menurut Corwin (2009. Hal 410), Anemia adalah penurunan kuantitas
sel sel darah merah dalam sirkulasi, abnormalitas kandungan hemoglobin
sel darah merah, atau keduanya. Menurut Baughman, (2000. Hal 22)
Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar
hemoglobin (HB) atau hematokrit (HT) dibawah normal.
Menurut Mansjoer (2000. Hal 547) menyatakan anemia defesiensi
besi adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin dan/atau hitung
ertrosit lebih rendah dari harga normal. Dikatakan sebagai anemia bila
hemoglobin < 14 g/dl dan hematokrit < 41% pada pria atau hemoglobin <
12 g/dl dan hematokrit < 37% pada wanita.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka penulis menyimpulkan
bahwa anemia adalah Anemia atau kurang darah adalah kondisi di mana
jumlah sel darah merah atau hemoglobin (protein pembawa oksigen)
dalam sel darah merah berada di bawah normal.
2. Etiologi
Penyebab anemia antara lain :
a. Perdarahan
b. Kekurangan gizi seperti : zat besi, vitamin B12, dan asam folat. (Barbara
C. Long, 1996 )
c. Penyakit kronik, seperti gagal ginjal, abses paru, bronkiektasis,
empiema, dll.
d. Kelainan darah
e. Ketidaksanggupan sum-sum tulang membentuk sel-sel darah. (Arif
Mansjoer, 2001).
3. Klasifikasi
Secara patofisiologi anemia terdiri dari :
2. Anemia makrositik
a. Anemia Pernisiosa
Anemia yang terjadi karena kekurangan vitamin B12 akibat
faktor intrinsik karena gangguan absorsi yang merupakan penyakit
herediter autoimun maupun faktor ekstrinsik karena kekurangan
asupan vitamin B12.
b. Perdarahan kronik
Pengeluaran darah biasanya sedikit sedikit sehingga tidak
diketahui pasien. Penyebab yang sering antara lain ulkus peptikum,
menometroragi, perdarahan saluran cerna, dan epistaksis.
4. Anemia hemolitik
Pada anemia hemolitik terjadi penurunan usia sel darah merah (
normal 120 hari ), baik sementara atau terus menerus. Anemia ini
disebabkan karena kelainan membran, kelainan glikolisis, kelainan
enzim, ganguan sistem imun, infeksi, hipersplenisme, dan luka bakar.
Biasanya pasien ikterus dan splenomegali.
5. Anemia aplastik
Terjadi karena ketidaksanggupan sumsum tulang untuk
membentuk sel-sel darah. Penyebabnya bisa kongenital, idiopatik,
kemoterapi, radioterapi, toksin, dll.
4. Manifestasi klinis
Selain anemia itu sendiri, beberapa faktor turut memengaruhi
perkembangan gejala, yang terkait dengan anemia: kecepatan terbentuknya
anemia, durasi anemia (kronisitasnya), kebutuhan metabolik pasien,
penyakit lain atau disabilitas yang menyertai anemia, (penyakit jantung
atau paru), dan komplikasi atau manifestasi kondisi penyerta yang
menimbulkan anemia. Biasanya, semakin cepat anemia terbentuk, semakin
berat gejalanya. Gejala yang menonjol dari anemia mencakup:
a. Dispnea, nyeri dada, nyeri otot atau keram, takikardia.
b. Kelemahan, keletihan, malaise umum.
c. Pucat pada kulit dan membran mukosa (konjungtiva, mukosa oral)
d. Ikterik (anemia megloblastik atau hemolitik)
e. Lidah halus dan berwarna merah (anemia difisiensi besi)
f. Lidah luka seperti daging merah (anemia megaloblastik).
g. Keolisis angular (ulserasi pada tepi/sudut mulut).
h. Kuku rapuh, melengkung atau membumbung, berbentuk cekung dan
pika (secara tidak lazim lapar tepung, tanah, es) pada pasien anemia
defisiensi besi.
5. Patofisiologi
Menurut Tarwoto (2008. Hal 43), Patofisiologi pada klien anemia
ialah Zat besi masuk dalam tubuh melalui makanan. Pada jaringan tubuh
besi berupa : senyawa fungsional seperti hemoglobin, mioglobin dan
enzimenzim, senyawa besi transportasi yaitu dalam bentuk transportasi
dan senyawa besi cadangan seperti ferritin dan hemosiderin. Besi ferri
dari makanan akan menjadi ferro jika dalam keadaan asam dan bersifat
mereduksi sehingga mudah untuk diabsorpsi oleh mukosa usus. Dalam
tubuh besi tidak terdapat bebas terapi berikatan dengan molekul protein
menbebtuk ferritin, komponen proteinnya disebut apoferritin, sedangkan
dalam bentuk transport zat besi dalam bentuk ferro berikatan dengan
protein membentuk transferin, komponen proteinnya disebut apotransferin,
dalam darah disebut serotransferin.
Zat besi yang berasal dari makanan seperti daging, hati, telor,
sayuran hiaju dan buah buahan diabsorpsi di usus halus. Rata rata dari
makanan yang masuk mengandung 10 15 mg zat besi, tetapi hanya 5
10 % yang dapat diabsorpsi. Penyerapan zat besi ini dipengaruhi oleh
faktor adanya protein hewani dan vitamin C. sedangkan yang menghambat
serapan adalah kopi, the, garam kalsium dan magnesium, karena bersifat
mengikat zat besi. Menurut asupan zat besi yang merupakan unsur utama
pembentuk hemoglobin maka kadar/produksi hemoglobin juga akan
menurun.
6. Pemeriksaan diagnostik
Menurut Tarwoto (2008. Hal 40), pemeriksaan laboratorium pada klien
dengan anemia adalah sebagai berikut.
a. Hitung sel darah yaitu jumlah sebenarnya dari unsur darah ( sel darah
merah, sel darah putih dan tronbosit ) dalam volume darah tertentu,
dinyatakan sebagai jumlah sel per millimeter kubik ( mm3 ).
b. Hitung jenis sel darah yaitu menentukan karakteristik morfologi darah
maupun jumlah sel darah.
c. Pengukuran hematokrit ( Hct ) atau volume sel padat, menunjukkan
volume darah lengkap ( sel darah merah ). Pengukuran ini menunjukkan
presentasi sel darah merah dalam darah, dinyatakan dalam mm3 /
100ml.
d. Mean Corpuscular Hemoglobin ( MCH ) atau konsentrasi hemoglobin
rata rata adalah mengukur banyaknya hemoglobin yang terdapat
dalam satu sel darah merah. MCH ditentukan dengan membagi jumlah
hemoglobin dalam 100 ml darah dengan jumlah sel darah per
millimeter kubik darah. Nilai normalnya kira kira 27 31 pikogram /
sel darah merah.
e. Mean Corpuscular volume ( MCV ) atau volume eritrosit rata rata
merupakan pengukuran besarnya sel yang dinyatakan dalam
micrometer kubik, dengan batas normal 81 96 um 3, apabila
ukurannya kurang dari 81 mm maka menunjukkan sel sel mikrositik,
apabila lebih besar dari 96 menunjukkan sel sel makrositik.
f. Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration ( MCHC ) atau
konsentrasi hemoglobin eritrosit rata rata, mengukur banyaknya
hemoglobin dalam 100 ml sel darah merah padat. Normalnya 30-36 g /
ml darah.
g. Hitung leukosit adalah jumlah leukosit dalam 1 mm3 darah.
h. Hitung trombosit adalah jumlah trombosit dalam 1 mm3 darah.
i. Pemeriksaan pada sumsum tulang yaitu dengan melakukan aspirasi dan
biopsy pada sumsum tulang, biasanya pada sternum, prosesus spinosus
vertebra, Krista iliaka anterior atau posterior. Pemeriksaan sumsum
dilakukan jika tidak cukup data data yang diperoleh untuk
mendiagnosa penyakit pada sistem hemotologik.
j. Pemeriksaan biokimiawi, pemeriksaan untuk mengukur kadar unsur
unsur yang perlu bagi perkembangan sel sel darah merah seperti kadar
besi ( Fe ) serum, vitamin B12 dan asam folat.
7. Penatalaksanaan medis
Menurut Tarwoto (2008 Hal 45), penatalaksanaan pada setiap kasus anemia
perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut ini :
a. Pemberian diet tinggi zat besi.
b. Atasi penyebab seperti cacingan, pendarahan.
c. Pemberian preparat zat besi seperti sulfas ferosus ( dosis : 3 x 200 mg ),
ferro glukonat 3 x 200 mg / hari.
d. Iron dextran mengadung fe 50 mg / ml dengan IM, kemudian 100 250
mg tiap 1 2 hari sampai dosis total sesuai perhitungan.
e. Pemberian vitamin C ( dosis : 3 x 100 mg / hr ).
f. Transfusi darah jika diperlukan.
8. Pertimbangan gerontologi
Anemia adalah kondisi hematologi yang paling sering dialami oleh
pasien lansia. Dampak anemia pada fungsi tubuh sangat besar. Tinjauan di
kalangan lansia telah mencatat bahwa peningkatan kerapuhan, penurunan
mobilitas dan performa olahraga, peningkatan risiko jatuh, penurunan fungsi
kognitif,peningkatan risiko terjadinya demensia dan depresi mayor, serta
penurunan densitas tulang dan otot rangka berkaitan dengan anemia.
Ketidakseimbangan
Nutrisi : kurang dari
kebutuhan
B. Diagnosa Keperawatan
1) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan
komponen seluler.
2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai oksigen.
3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan
mencerna makanan.
C. Intervensi Keperawatan
Perencanaan dilakukan sesuai dengan diagnosa yang telah ditentukan,
adapun perencanaan menurut Doengoes (2000. Hal 573) adalah
sebagai berikut :
1) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan
komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman
oksigen/nutrient ke sel kemungkinan dibuktikan oleh palpitasi,
angina. Kulit pucat, membrane mukosa kering, kuku dan ramput
rapuh. Ektremitas dingin, penurunan haluaran urine, mual/muntah
dan distensi abdomen.
Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional
peningkatan menunjukkan 1) Awasi tanda 1) Memberikan
perfusi perfusi adekuat, vital kaji informasi tentang
jaringan misalnya tanda pengisian derajat/keadekuata
vital stabil kapiler, warna n perfusi jaringan
kulit/membrane dan membantu
mukosa, dasar menetukan
kuku. kebutuhan
intervensi.
2) Tinggikan 2) meningkatkan
kepala tempat ekspansi paru dan
tidur sesuai memaksimalkan
toleransi. oksigenasi untuk
kebutuhan seluler.
Catatan :
kontraindikasi bila
ada hipotensi.
3) Awasi upaya 3) dispnea, gemericik
pernapasan menununjukkan
auskultasi bunyi gangguan jantung
napas karena regangan
perhatikan jantung
bunyi lama/peningkatan
adventisius. kompensasi curah
jantung.
4) Selidiki keluhan 4) Iskemia seluler
nyeri mempengaruhi
dada/palpitasi. jaringan
miokardial/
potensial risiko
infark.
5) Hindari 5) Termoreseptor
penggunaan jaringan dermal
botol dangkal karena
penghangat atau gangguan oksigen.
botol air panas.
Ukur suhu air
mandi dengan
thermometer.
6) Kolaborasi 6) Mengidentifikasi
pengawasan defisiensi dan
hasil kebutuhan
pemeriksaan pengobatan
laboraturium. /respons terhadap
Berikan sel terapi.
darah merah
lengkap/packed
produk darah
sesuai indikasi.
7) Berikan oksigen 7) Memaksimalkan
tambahan sesuai transport oksigen
indikasi. ke jaringan.
A. Kesimpulan
Anemia sering di jumpai di masyarakat dan mudah di kenali (di diagnosa ).
Tanda dan gejalanya beragam, seperti pucat, lemah, maul,dll. Pendiagnosaan
anemia dapat di tunjang dengan pemeriksaan laborat yakni adanya penurunan
kadar Hb.
B. Saran
Sebagai perawat kita harus mampu mengenali tanda tanda anemia dan
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan anemia secara benar.