Anda di halaman 1dari 14

PEMICU

Seorang laki laki berumur 59 tahun dengan BB 60 kg, tiba di IGD rumah sakit. Pasien
mengeluh sesak nafas yang kambuhan sejak 5 hari yang lalu. Sesak memberat 5 jam sebelum
masuk RS. Sebulan yang lalu pasien dirawat di sebuah RS karena penyakit jantung yang telah
diderita sejak lama. RPT : Hipertensi (+), riwayat batuk lama (-).

Pada pemeriksaan didapati : KU tampak sesak sekali, posisi duduk, gelisah, keringat dingin.
Kesadaran compos mentis, vital sign TD 158/89 mmHg, nadi 115x/menit, frekuensi napas
40x/menit, suhu 36,80C. Pada monitor tampak saturasi oksigen 80%. Airway clear, tidak ada
sumbatan jalan nafas, breathing spontan, gerakan dada simetris, pola pernafasan takipnoe,
tampak retraksi otot sela iga. Akral basah dan dingin. Pada leher tampak TVJ meningkat.
Pemeriksaan paru pada palpasi stem fremitus meningkat, pada perkusi redup kedua lapangan
paru, auskultasi ada suara tambahan yaitu ronki basah di kedua lapangan paru, wheezing -/-.
Pada ekstremitas bawah tampak oedem +/+.

Pemeriksaan penunjang : Darah Rutin Hb 12,9 g/dl, leu 10 rb/ul, trombosit 261 rb/ul, ht
39.1%. Kgd ad R 157. AGDA pH 7,32; pO2 35,6; pCO2 81,1; HCO3 26,8; BE +3

Foto thorax PA : Cardiomegali dan tampak infiltrate perihilier (butterfly appearance)

ECG : sinus takikardia

MORE INFO :

Tigapuluh menit kemudian, pernafasan pasien melambat dan kesadaran mulai menurun.
Pasien mendadak henti nafas. Pasien menjadi tidak sadar. Pemeriksaan TD 60/40 mmHg,
nadi 125 x/menit.

I. KLARIFIKASI ISTILAH
Pemeriksaan penunjang (BE) : Base Ekscess. Menggambarkan jumlah
asam/basa kuat. Nilai normal : (-2) (+2)
Butterfly appearance : sebuah pola berupa gambaran sayap kupu kupu.

II. DEFINISI MASALAH


a. Sesak nafas, saturasi oksigen 80%
b. RPT : hipertensi
c. Nadi : 115 x/mnt (Takikardia)
d. RR : 40 x/mnt
e. Gelisah, keringat dingin, akral basah
f. TVJ meningkat
g. Pemeriksaan paru : Palpasi : stem fremitus , Perkusi : redup kedua
lapangan paru, Auskultasi : ronki basah
h. Retraksi otot sela iga
i. Ekstremitas bawah oedem
j. AGDA : pH 7,32 , pO2 35,6 , pCO2 81,1 , HCO3 26,8 , BE +3
k. Foto thorax PA : cardiomegali dan tampak infiltrate perihilier

III. ANALISA MASALAH


a,d,h : Sesak nafas, saturasi oksigen 80%; RR : 40 x/mnt; Retraksi otot
sela iga :
Fungsi jantung menurun darah dari paru paru tidak bisa kembali ke
jantung cairan menumpuk di paru-paru oksigen tidak dapat masuk
ke paru-paru hipoksia takipnea.

b,c : RPT : hipertensi; Nadi : 115 x/mnt (Takikardia) :


Hipoksia kerja jantung meningkat HR meningkat TD
meningkat.

e : Gelisah, keringat dingin, akral basah


Hipoksia oksigen ke perifer menurun.

f,i : TVJ meningkat; Ekstremitas bawah oedem :


Fungsi jantung menurun darah tidak bisa kembali ke jantung TVJ
meningkat.

g : Pemeriksaan paru : Palpasi : stem fremitus , Perkusi : redup kedua


lapangan paru, Auskultasi : ronki basah :
Penumpukan cairan di paru.
j : AGDA : pH 7,32 , pO2 35,6 , pCO2 81,1 , HCO3 26,8 , BE +3
:
Asidosis Respiratorik.

k : Foto thorax PA : cardiomegali dan tampak infiltrate perihilier :


Kerja jantung meningkat Kardiomegali.

IV. GALI KONSEP


Laki laki 59 tahun

Anamnese : Pemeriksaan Fisik : Pemeriksaan Penunjang :


- Sesak nafas - Vital sign : - AGDA :
- RPT : jantung, TD 158/89 mmHg pH : 7,32
hipertensi Nadi 115 x/menit pO2 : 35,6
RR 40 x/menit pCO2 : 81,1
0
Temp 36,8 C HCO3 : (26,8)
- Sesak, gelisah, keringat dingin BE : +3
- Airway clear, breathing spontan - Foto thorax PA :
- Gerakan dada simetris Cardiomegali dan
- Pernafasan takipnoe, tampak tampak infiltrate
retraksi otot sela iga perihilier
- Akral basah dan dingin - ECG : sinus takikardia
- TVJ
Pemeriksaan Paru
Palpasi stem fremitus
Perkusi : redup kedua lapangan
paru
Auskultasi : ronki basah
- Ekstremitas bawah : oedem (+)

DD :
- Oedem paru
- CHF
- Hipertensi Heart Disease
V. LEARNING OBJECTIVE
1. Interpretasi AGDA
2. DD pemicu dan diagnosa
3. Penanganan awal pada pemicu
4. Indikasi rujuk, dirawat di ICU/tidak, dirujuk kemana?
5. Syok kardiogenik, definisi, gejala klinis, penanganan
6. Edema paru, definisi, gejala klinis, penanganan

VI. BELAJAR MANDIRI

1. Interpretasi AGDA
Analisa gas darah arteri dilakukan ketika dibutuhkan informasi tentang status asam-
basa klien. Kontraindikasi : keadaan fibrinolisis sistemik, seperti pada terapi
trombolitik merupakan keadaan kontraindikasi relatif.
Faktor-faktor yang berkontribusi pada nilai-nilai analisa gas darah yang abnormal:
Obat-obatan dapat meningkatkan pH darah: sodium bikarbonat
Kegagalan untuk mengeluarkan semua udara dari spuit akan menyebabkan nilai
PaCO2 yang rendah dan nilai PaO2 meningkat
Obat-obatan yang dapat meningkatkan PaCO2 : aldosterone, ethacrynic acid,
hydrocortisone, metolazone, prednisone, sodium bicarbonate, thiazides. Obat-
obatan yang dapat menurunkan PaCO2 : acetazolamide, dimercaprol, methicillin
sodium, nitrofurantoin, tetracycline, triamterene.
Obat-obatan yang dapat meningkatkan HCO3 - : alkaline salts, diuretics Obat-
obatan yang dapat menurunkan HCO3 - : acid salts.
Saturasi oksigen dipengaruhi oteh tekanan parsial oksigen dalam darah, suhu
tubuh, pH darah, dan struktur hemoglobin
Dilakukan untuk evaluasi pertukaran O2 dan CO2 dan untuk mengetahui status
asam basa.
pH
serum pH menggambarkan keseimbangan asam basa dalam tubuh.
Nilai normal : 7,35 7,45
Nilai kritis : < 7,25 7,55
Umumnya nilai pH akan pada keadaan asidemia (peningkatan
pembentukan asam).
Nilai pH akan pada keadaan alkalemia (kehilangan asam)

PaCO2 (Parsial Karbon Dioksida)


Menggambarkan tekanan yang dihasilkan oleh CO2 yang terlarut dalam
plasma. Dapat digunakan untuk menentukan efektifitas ventilasi dan
keadaan asam basa dalam darah.
Nilai normal : 35 45 mmHg
Penurunan nilai PaCO2 hiperventilasi
Peningkatan nilai PaCO2 hipoventilasi

PaO2 ( Parsial Oksigen)


Ukuran tekanan parsial yang dihasilkan oleh sejumlah O2 yang terlarut
dalam plasma. Nilai ini menunjukkan kemampuan paru paru dalam
menyediakan O2 bagi darah.
Nilai normal (suhu kamar, tergantung umur) ; 75 100 mmHg
Penurunan nilai PaO2 penyakit paru obstruksi kronik (PPOK), penyakit
obstruksi paru, anemia, hipoventilasi akibat gangguan fisik atay
neuromuscular dan gangguan fungsi jantung.
Peningkatan nilai PaO2 peningkatan penghantaran O2 oleh alat bantu.
Hiperventilasi dan polisitemia.

SaO2 (Saturasi Oksigen)


Jumlah oksigen yang diangkut oleh hb, ditulis sebagai presentasi total
oksigen yang terikat pada hemoglobin.
Nilai normal : 95 99% O2.
SaO2 digunakan untuk mengevaluasi kadar hemoglobin dan kecakupan O2
pada jaringan.

BE (Base Excess)
Menggambarkan jumlah asam/basa kuat yang harus ditambahkan dalam
mmol/l untuk membuat darah memiliki pH 7,4 pada kondisi PCO2 40
mmHg dengan Hb 5,5 g/dl dan suhu 370C.
BE (+) Alkalosis metabolik
BE (-) Asidosis metabolik
Nilai normal BE : -2 sampai 2 mmol/l

2. DD pada pemicu dan diagnose


a. Oedem paru
Edema paru dapat didefinisikan secara luas sebagai akumulasi cairan yang
berlebihan di dalam sel, ruang antar sel, dan rongga alveoli pada paru.
Penyebabnya beragam, tetapi memiliki hasil akhir yang sama, yaitu jumlah air
yang berlebihan di dalam paru. Edema paru secara klasik dikategorikan
berdasarkan patofisiologinya, yaitu edema paru hidrostatik dan edema paru
permeabilitas. Pada keadaan normal, cairan pada kapiler paru berada dalam
keadaan seimbang dengan cairan yang berada di ruang interstisial. Sejumlah kecil
plasma kapiler (air dan sedikit zat terlarut) terus-menerus memasuki ruang
interstisial, yang kemudian dialirkan melalui saluran limfe menuju sirkulasi vena
sistemik. Faktor yang menentukan keseimbangan cairan di kapiler dan ruang
interstisial adalah tekanan hidrostatik dan tekanan onkotik. Adanya cairan pada
interstisium ataupun pada alveoli. Dalam keadaan normal, cairan pada
jaringan interstisium dapat keluar dari paru melalui pembuluh limfe,
tekanan onkotik plasma lebih tinggi (25 mmHg) dibandingkan tekanan
kapiler paru (>-12 mmHg), dinding kapiler elastic impermeable terhadap
protein plasma, dan system limfatik jalan baik.
Gejala klinis :
- Kerly lymphatic A Line 1 1,25 cm selebar rambut (radiologis)
- Kerly lymphatic B Line pada pertengahan hilus dan pinggir paru. 1
3 cm selebar rambut diatas sudut kostofrenikus.
- Gambaran butterfly pattern/bars wing

b. CHF (Congestive Heart Failure)


Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa
kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan/kemampuannya hanya
ada kalau disertai peninggian volume diastolic secara abnormal.
Gejala klinis :
- Ventrikel kanan tidak mampu kompensasi dilatasi ventrikel
volume curah jantung pada akhir diastolic laju tekanan darah
pada atrium kanan vena jugularis.
- Edema dalam jaringan interstisial lebih dari jumlah yang biasa
gangguan sirkulasi pertukaran cairan elektrolit antara plasma dan
jaringan interstisial.

c. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik merupakan suatu keadaan penurunan curah jantung dan perfusi
sistemik pada kondisi volume intravaskular yang adekuat, sehingga menyebabkan
hipoksia jaringan. Gambaran yang esensial dari syok kardiogenik adalah adanya
hipoperfusi sistemik yang menyebabkan hipoksia jaringan dengan bukti volume
intravaskular yang adekuat. Kriteria hemodinamik syok kardiogenik adalah
adanya hipotensi yang berkepanjangan dengan batasan/cut-off points tekanan
darah sistolik untuk syok kardiogenik adalah < 90 mmHg selama sekurangnya 30-
60 menit atau mean arterial pressure < 30 mmHg dari baseline dengan indeks
kardiak yang berkurang (< 2,2 L/menit/m2 ) dan tekanan baji kapiler paru
(pulmonary capillary wedge pressure/PCWP) > 15 mmHg.
Gejala klinis :
- Nyeri dada
- Sesak nafas
- Pucat dan akral dingin
- Somnolen/ kebingungan/ agitasi
- Bradikardi berat/ pulsasi lemah dan cepat
- Takipnoe
- Sistolik dengan tekanan nadi sempit (< 30 mmHg)
- Distensi vena jugularis

d. Penyakit Jantung Hipertensi (Hipertensi Heart Disease)


Kelainan jantung akibat hipertensi dan mengakibatkan kerusakan organ lain
: Otak, ginjal, arteri perifer, mata.
Gejala klinis :
- Keluhan debar debar, pusing, melayang
- Nyeri dada, bengkak pada tungkai dan perut
- Pandangan kabur, epistaksis
- Polidipsi, poliuria, lemah otot.

3. Penanganan awal pada pemicu :


Nilai keadaan ABCDE pasien (airway, breathing, circulation, disability,
exposure), deteksi keadaan syok dan jenis syok.
Posisikan pasien dalam keadaan setengah duduk
Pemberian oksigen
Dapatkan akses vascular, pasang infus dan kateter urine.
Bila TD sistolik >100 mmHg, injeksi nitrogliserin 10 20 mcg/mnt IV
Bila TD sistolik 70 100 mmHg tanpa gejala syok diberikan inotropik
seperti dobutamine.
Bila TD sistolik 70 100 mmHg dengan gejala syok, pemakaian
vasopressor seperti dopamine dianjurkan.
Bila TD sistolik < 70 mmHg + tanda syok, gunakan vasopressor kuat
seperti norepinephrine.
Injeksi diuretik yaitu furosemide 2 ampul/IV, dilanjutkan dengan dosis 5
10 mg/jam.
Injeksi morfin 2 4 mg/IV dilanjutkan dengan dosis 2 mg/kgBB/jam
Pantau vital sign
Apabila keadaan hemodinamik stabil (MAP 65) dan saturasi oksigen
meningkat, pindahkan pasien ke ICU.

4. Indikasi rujuk, dirawat di ICU atau tidak, dirujuk kemana?


a. Indikasi rujuk
Kompetensi 3B yaitu pertama kita tangani syok, perbaiki keadaan
umum, kemudian kita rujuk ke spesialis anastesi kemudian kita rujuk ke
spesialis jantung untuk menangani CHF pada pasien.
b. Indikasi ICU
Pasien dengan gangguan akut yang masih diharapkan untuk
reversible (pulih kembali)
Pasien yang memerlukan intervensi medis segera oleh tim intensive
care
Pasien yang memerlukan pengelolaan fungsi sistem organ tubuh
secara terkoordinasi dan berkelanjutan sehingga dapat dilakukan
pengawasanyang konstan
Pasien kritis yang memerlukan perawatan kontinue
5. Syok kardiogenik, definisi, gejala klinis, penanganan
a. Definisi : Syok kardiogenik merupakan suatu keadaan penurunan curah
jantung dan perfusi sistemik pada kondisi volume intravaskular yang adekuat,
sehingga menyebabkan hipoksia jaringan. Gambaran yang esensial dari syok
kardiogenik adalah adanya hipoperfusi sistemik yang menyebabkan hipoksia
jaringan dengan bukti volume intravaskular yang adekuat. Kriteria
hemodinamik syok kardiogenik adalah adanya hipotensi yang berkepanjangan
dengan batasan/cut-off points tekanan darah sistolik untuk syok kardiogenik
adalah < 90 mmHg selama sekurangnya 30-60 menit atau mean arterial
pressure < 30 mmHg dari baseline dengan indeks kardiak yang berkurang (<
2,2 L/menit/m2 ) dan tekanan baji kapiler paru (pulmonary capillary wedge
pressure/PCWP) > 15 mmHg.

TD sistolik <90 mmHg selama >1jam dimana :


- Tidak responsif dengan pemberian cairan saja
- Sekunder terhadap disfungsi jantung, atau
- Berkaitan dengan tanda tanda hipoperfusi atau indeks kardiak <2,2
l/mnt per m2 dan tekanan bagi kapiler paru >18 mmHg.

b. Gejala klinis :
- TD sistolik rendah (<90 mmHg) bahkan dapat turun sampai <80
mmHg pada pasien yang tidak memperoleh pengobatan adekuat
- Hipoperfusi, ditandai dengan produksi urin >20ml/jam
- Akral dan keringat dingin akibat dari vasokontriksi perifer
- Aritmia yang serius, berkurangnya aliran darah koroner,
meningkatnya laktat kardial
- Meningkatnya adrenalin, glucose, free fatty acid cortisol, rennin,
angiotensin plasma serta menurunnya kadar insulin plasma
- Pada keadaan lanjut akan diikuti hipoksemia primer atau sekunder,
terjadi karena ketidakseimbangan ventilasi perfusi, hipovolemia,
dan asidosis metabolic.

c. Penanganan :
Syok kardiogenik

Prinsip resusitasi ABC

Pertahankan sirkulasi

Infus intravena

TD >100 mmHg TDS 70-100 mmHg & TDS 70-100 mmHg TDS <70 mmHg &
tanda syok (-) & tanda syok (+) gejala syok

Nitrogliserin 10- Dobutamin 2-20 Dopamin 5-15 Norepinefrin 0,5-


20 mcg/mnt IV mcg/kg/mnt IV mcg/mnt IV 30 mcg/mnt IV

6. Edema paru, definisi, gejala klinis, penanganan


a. Definisi : Edema paru terjadi dikarenakan aliran cairan dari pembuluh
darah ke ruang intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi
aliran cairan kembali ke darah atau melalui saluran limfatik. Edema paru
terjadi ketika cairan yang disaring ke paru lebih cepat dari cairan yang
dipindahkan. Penumpukan cairan menjadi masalah serius bagi fungsi paru
karena efisiensi perpindahan gas di alveoli tidak bisa terjadi. Struktur paru
dapat menyesuaikan bentuk edema dan yang mengatur perpindahan cairan
dan protein di paru menjadi masalah yang klasik. penumpukan cairan dan
zat zat terlarut ke dalam jaringan ekstravaskular dan ruang ruang di
daerah pertukaran gas dalam paru.
b. Gejala Klinis :
- Gejala gejala yang ditimbulkan oleh karena kegagalan jantung untuk
memenuhi oksigenasi jaringan tubuh, terutama serebral, koroner, dan
ginjal.

Asma kardiak

Sesak nafas secara tiba tiba biasanya bersifat nocturnal dan


ortopnea, berkeringat dingin, mengi (wheezing) yang dapat di
dengar diseluruh lapangan paru, dan batuk batuk dengan
ekspektorasi yang disebabkan oleh karena kongestif paru.
Kadang kadang terjadi hemoptisis, sehingga menyebabkan
terjadinya sputum yang berdarah.
Tanda tanda serebral terjadi oleh karena adanya penurunan
cardiac output, sehingga timbul stupor, koma, depresi mental.
Gejala gejala kardiovaskular dapat berupa suatu sindroma
renjatan (shock syndrome). Penurunan cardiac output yang
disertai dengan berbagai renjatan kardiogenik ditandai dengan
takikardia, fluter, dan fibrilasi.
- Gejala gejala yang ditimbulkan oleh karena berkumpulnya berbagai
zat toksik yang disebabkan oleh karena kegagalan fungsi transportasi
zat zat sisa.
Berkurangnya substrat yang dipengaruhi oleh jaringan, terutama
glukosa sehingga jaringan tersebut dalam hal ini
mempergunakan sumber energy lainnya, misalnya lemak dan
protein. Kekurangan substrat ini hanya terjadi apabila terdapat
kegagalan dalam aliran darah.
Pengangkutan zat sisa yang tidak dapat dilakukan oleh tubuh
yang disebabkan oleh 2 hal :
Peranan mikrosirkulasi dan transportasi sisa sisa bahan
makanan tidak sempurna.
Fungsi ekskresi dari ginjal tidak sempurna.
c. Penanganan :
Usaha usaha yang dilakukan adalah :
- Mendudukan pasien dalam posisi 600 900 untuk memperbaiki
ventilasi walaupun terdapat hipotensi.
- Memberikan oksigen 6 8 liter/mnt atau 100% oksigen dengan
masker
- Memberikan morfin 4 6 mg IV untuk mengurangi venous return
- Memberikan furosemide 40 80 mg IV dalam 5 menit
- Memberikan aminofilin IV secara perlahan lahan untuk mengurangi
asma kardiak
- Memberikan digitalisasi yang cepat dengan 1,6 mg lanatosid C atau
1,2 mg digitoksin dan dengan dosis yang lebih rendah pada pasien
yang telah mendapat digitalisasi sebelumnya
- Memberikan nifedipin pada pasien dengan TD normal/hipertensi
dengan dosis 0,4 0,8 mg. Bila nitrogliserin memberikan hasil yang
baik, maka dapat diulang setiap 3 4 jam.
- Pada edema paru yang disebabkan oleh infark miokard (MCI) dapat
diberikan nitroprosid.
VII. KESIMPULAN
Seorang laki laki 59 tahun didiagnosa sementara menderita Oedem Paru et causa
CHF dengan penanganan awal memposisikan pasien duduk 600 900 lalu
pemberian oksigen, dan atasi syoknya. Kemudian dirujuk ke dokter spesialis
anastesi untuk pemasangan intubasi, lalu dirujuk ke dokter spesialis jantung.
DAFTAR PUSTAKA

Bambang, Putu, Arto, dkk. 2017. EIMED PAPDI. Jakarta: Interna Publishing.

Chris, Tanto, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Ed IV. Jakarta: Media Aesculapius.

Henderson, Sean O. 2012. Kedokteran Emergensi. Jakarta: EGC.

Mayer, Welsh dan Kowalak, 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Price, Sylvia Anderson, 1985, Patofisiologi Konsep Klinik proses- proses penyakit. Jakarta :
EGC.

Setiati, Siti, dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Ed. VI. Jakarta: Internal
Publishing.

Sjamsuhidajat. R dan De jong Wim. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2.
Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai