Anda di halaman 1dari 10

TUGAS SEJARAH INDONESIA

BIOGRAFI PAHLAWAN

Nama : Nadia Fariatul K.


Kelas : XI Multimedia 3
No. Absen : 08
BIOGRAFI PATTIMURA

Kapitan Pattimura yang bernama asli Thomas Matulessy, ini lahir di Negeri Haria, Saparua,
Maluku tahun 1783. Perlawanannya terhadap penjajahan Belanda pada tahun 1817 sempat
merebut benteng Belanda di Saparua selama tiga bulan setelah sebelumnya melumpuhkan semua
tentara Belanda di benteng tersebut. Namun beliau akhirnya tertangkap. Pengadilan kolonial
Belanda menjatuhkan hukuman gantung padanya. Eksekusi yang dilakukan pada tanggal 16
Desember 1817 akhirnya merenggut jiwanya.

Perlawanan sejati ditunjukkan oleh pahlawan ini dengan keteguhannya yang tidak mau
kompromi dengan Belanda. Beberapa kali bujukan pemerintah Belanda agar beliau bersedia
bekerjasama sebagai syarat untuk melepaskannya dari hukuman gantung tidak pernah
menggodanya. Beliau memilih gugur di tiang gantung sebagai Putra Kesuma Bangsa daripada
hidup bebas sebagai penghianat yang sepanjang hayat akan disesali rahim ibu yang
melahirkannya.

Dalam sejarah pendudukan bangsa-bangsa eropa di Nusantara, banyak wilayah Indonesia yang
pernah dikuasai oleh dua negara kolonial secara bergantian. Terkadang perpindahtanganan
penguasaan dari satu negara ke negara lainnya itu malah kadang secara resmi dilakukan, tanpa
perebutan. Demikianlah wilayah Maluku, daerah ini pernah dikuasai oleh bangsa Belanda
kemudian berganti dikuasai oleh bangsa Inggris dan kembali lagi oleh Belanda.

Thomas Matulessy sendiri pernah mengalami pergantian penguasaan itu. Pada tahun 1798,
wilayah Maluku yang sebelumnya dikuasai oleh Belanda berganti dikuasai oleh pasukan Inggris.
Ketika pemerintahan Inggris berlangsung, Thomas Matulessy sempat masuk dinas militer Inggris
dan terakhir berpangkat Sersan.

Namun setelah 18 tahun pemerintahan Inggris di Maluku, tepatnya pada tahun 1816, Belanda
kembali lagi berkuasa. Begitu pemerintahan Belanda kembali berkuasa, rakyat Maluku langsung
mengalami penderitaan. Berbagai bentuk tekanan sering terjadi, seperti bekerja rodi, pemaksaan
penyerahan hasil pertanian, dan lain sebagainya. Tidak tahan menerima tekanan-tekanan
tersebut, akhirnya rakyat pun sepakat untuk mengadakan perlawanan untuk membebaskan diri.
Perlawanan yang awalnya terjadi di Saparua itu kemudian dengan cepat merembet ke daerah
lainnya diseluruh Maluku.

Di Saparua, Thomas Matulessy dipilih oleh rakyat untuk memimpin perlawanan. Untuk itu, ia
pun dinobatkan bergelar Kapitan Pattimura. Pada tanggal 16 mei 1817, suatu pertempuran yang
luar biasa terjadi. Rakyat Saparua di bawah kepemimpinan Kapitan Pattimura tersebut berhasil
merebut benteng Duurstede. Tentara Belanda yang ada dalam benteng itu semuanya tewas,
termasuk Residen Van den Berg.

Pasukan Belanda yang dikirim kemudian untuk merebut kembali benteng itu juga dihancurkan
pasukan Kapitan Pattimura. Alhasil, selama tiga bulan benteng tersebut berhasil dikuasai
pasukan Kapitan Patimura. Namun, Belanda tidak mau menyerahkan begitu saja benteng itu.
Belanda kemudian melakukan operasi besar-besaran dengan mengerahkan pasukan yang lebih
banyak dilengkapi dengan persenjataan yang lebih modern. Pasukan Pattimura akhirnya
kewalahan dan terpukul mundur.

Di sebuah rumah di Siri Sori, Kapitan Pattimura berhasil ditangkap pasukan Belanda. Bersama
beberapa anggota pasukannya, dia dibawa ke Ambon. Di sana beberapa kali dia dibujuk agar
bersedia bekerjasama dengan pemerintah Belanda namun selalu ditolaknya.

Akhirnya dia diadili di Pengadilan kolonial Belanda dan hukuman gantung pun dijatuhkan
kepadanya. Walaupun begitu, Belanda masih berharap Pattimura masih mau berobah sikap
dengan bersedia bekerjasama dengan Belanda. Satu hari sebelum eksekusi hukuman gantung
dilaksanakan, Pattimura masih terus dibujuk. Tapi Pattimura menunjukkan kesejatian
perjuangannya dengan tetap menolak bujukan itu. Di depan benteng Victoria, Ambon pada
tanggal 16 Desember 1817, eksekusi pun dilakukan.

Kapitan Pattimura gugur sebagai Pahlawan Nasional. Dari perjuangannya dia meninggalkan
pesan tersirat kepada pewaris bangsa ini agar sekali-kali jangan pernah menjual kehormatan diri,
keluarga, terutama bangsa dan negara ini.

BIOGRAFI PANGERAN ANTASARI

Nama Lengkap : Pangeran Antasari


Lahir : 1809 di Kayu Tangi
Wafat : 11 Oktober 1862 di Kalimantan
Penghargaan : Pahlawan Nasional

Pangeran Antasari, merupakan salah seorang pahlawan Nasional yang lahir pada tahun 1809 di
daerah Kayu Tangi, Banjar, Kabupaten Banjar di Provinsi Kalimantan Selatan.
Semasa muda beliau bernama adalah Gusti Inu Kartapati, Beliau dilahirkan oleh ibu yang
bernama Gusti Hadijah binti Sultan Sulaiman dan Ayah Pangeran Antasari bernama Pangeran
Masohut (Mas'ud) bin Pangeran Amir.

Sebagai seorang Pangeran, beliau merasa prihatin menyaksikan kesultanan Banjar yang ricuh
karena campur tangan Belanda pada kesultanan semakin besar.

Gerakan-gerakan rakyat timbul di pedalaman Banjar.

Pangeran Antasari diutus menyelidiki gerakan-gerakan rakyat yang sedang bergolak.


Beliau dinobatkan sebagai pimpinan pemerintahan tertinggi di Kesultanan Banjar (Sultan Banjar)
dengan menyandang gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin dihadapan para kepala
suku Dayak dan Adipati (gubernur) penguasa wilayah Dusun atas, Kapuas dan Kahayan yaitu
Tumenggung Suropati/Tumenggung Yang Pati Jaya Raja.
Pangeran Antasari, sebagai salah satu pemimpin rakyat yang penuh dedikasi maupun sebagai
sepupu dari pewaris Kesultanan Banjar.
Untuk mengokohkan kedudukannya sebagai pemimpin perjuangan umat Islam tertinggi di
Banjar bagian Utara (Muara Teweh dan sekitarnya), maka pada tanggal 14 Maret 1862,
bertepatan dengan 13 Ramadhan 1278 Hijriah, dimulai dengan seruan :
Mati untuk Allah dan hidup untuk Allah
Seluruh rakyat, pejuang-pejuang, para alim ulama dan bangsawan-bangsawan Banjar; dengan
suara bulat mengangkat Pangeran Antasari menjadi Panembahan Amiruddin Khalifatul
Mukminin, yaitu pemimpin pemerintahan, panglima perang dan pemuka agama tertinggi.

Tidak ada alasan lagi bagi Pangeran Antasari untuk berhenti berjuang, beliau harus menerima
kedudukan yang dipercayakan oleh Pangeran Hidayatullah kepadanya dan bertekad
melaksanakan tugasnya dengan rasa tanggung jawab sepenuhnya kepada Allah dan rakyat.

Setelah berjuang di tengah-tengah rakyat, Pangeran Antasari kemudian wafat di tengah-tengah


pasukannya tanpa pernah menyerah, tertangkap, apalagi tertipu oleh bujuk rayu Belanda pada
tanggal 11 Oktober 1862 di Tanah Kampung Bayan Begok, sampirang dalam usia lebih kurang
75 tahun.

Menjelang wafatnya, beliau terkena sakit paru-paru dan cacar yang dideritanya setelah terjadinya
pertempuran di bawah kaki Bukit Bagantung, Tundakan.

Perjuangannya dilanjutkan oleh Puteranya yang bernama Muhamad Seman.


Setelah terkubur selama lebih kurang 91 tahun di daerah hulu sungai Barito, atas keinginan
rakyat Banjar dan persetujuan keluarga, pada tanggal 11 November 1958 dilakukan
pengangkatan kerangka Pangeran Antasari, yang masih utuh adalah tulang tengkorak, tempurung
lutut dan beberapa helai rambut.

Kemudian kerangka ini dimakamkan kembali di Taman Makam Perang Banjar, Kelurahan Surgi
Mufti Banjarmasin.

BIOGRAFI TUANKU IMAM BONJOL

Lahir di Bonjol, Pasaman, Sumatra Barat 1772 wafat dalam pengasingan dan dimakamkan di
Lotak, Pineleng, Minahasa, 6 November 1864, adalah salah seorang ulama, pemimpin dan
pejuang yang berperang melawan Belanda, peperangan itu dikenal dengan nama Perang Padri di
tahun 1803-1837. Tuanku Imam Bonjol diangkat sebagai Pahlawan Nasional Indonesia
berdasarkan SK Presiden RI Nomor 087/TK/Tahun 1973, tanggal 6 November 1973.

Riwayat perjuangan : Perang Padri


Tak dapat dimungkiri, Perang Padri meninggalkan kenangan heroik sekaligus traumatis dalam
memori bangsa. Selama sekitar 20 tahun pertama perang itu (1803-1821) praktis yang
berbunuhan adalah sesama orang Minang dan Mandailing atau Batak umumnya.
Pada awalnya timbulnya peperangan ini didasari keinginan dikalangan pemimpin ulama di
Kerajaan Pagaruyung untuk menerapkan dan menjalan syariat Islam sesuai dengan Mazhab
Wahabi yang waktu itu berkembang di tanah Arab (Arab Saudi sekarang). Kemudian pemimpin
ulama yang tergabung dalam Harimau nan Salapan meminta Tuanku Lintau untuk mengajak
Raja Pagaruyung Sultan Muning Alamsyah beserta Kaum Adat untuk meninggalkan beberapa
kebiasaan yang tidak sesuai dengan Islam.
Dalam beberapa perundingan tidak ada kata sepakat antara Kaum Padri (penamaan bagi kaum
ulama) dengan Kaum Adat. Seiring itu dibeberapa nagari dalam Kerajaan Pagaruyung
bergejolak, dan sampai akhirnya Kaum Padri dibawah pimpinan Tuanku Pasaman menyerang
Pagaruyung pada tahun 1815, dan pecah pertempuran di Koto Tangah dekat Batu Sangkar.
Sultan Muning Alamsyah terpaksa melarikan diri dari ibukota kerajaan.
Pada 21 Februari 1821, kaum Adat resmi menyerahkan wilayah darek (pedalaman Minangkabau)
kepada Belanda dalam perjanjian yang diteken di Padang, sebagai kompensasi kepada Belanda
yang bersedia membantu melawan kaum Padri. Perjanjian itu dihadiri juga oleh sisa keluarga
Dinasti Kerajaan Pagaruyung di bawah pimpinan Sultan Tangkal Alam Bagagar yang selamat
dari pembunuhan oleh pasukan Padri.
Campur tangan Belanda dalam perang itu ditandai dengan penyerangan Simawang dan Sulit Air
oleh pasukan Kapten Goffinet dan Kapten Dienema awal April 1821 atas perintah Residen James
du Puy di Padang. Dalam hal ini Kompeni melibatkan diri dalam perang karena diundang oleh
kaum Adat.
Perlawanan yang dilakukan oleh pasukan paderi cukup tangguh sehingga sangat menyulitkan
Belanda untuk menundukkannya. Oleh sebab itu Belanda melalui Gubernur Jendral Johannes
van den Bosch mengajak pemimpin Kaum Padri yang waktu itu telah dipimpin oleh Tuanku
Imam Bonjol untuk berdamai dengan maklumat Perjanjian Masang pada tahun 1824. Hal ini
dimaklumi karena disaat bersamaan Batavia juga kehabisan dana dalam menghadapi peperangan
lain di Eropah dan Jawa seperti Perang Diponegoro. Tetapi kemudian perjanjian ini dilanggar
sendiri oleh Belanda dengan menyerang Nagari Pandai Sikek.
Penangkapan dan Pengasingan
Setelah datang bantuan dari Batavia, maka Belanda mulai melanjutkan kembali pengepungan,
dan pada masa-masa selanjutnya, kedudukan Tuanku Imam Bonjol bertambah sulit, namun ia
masih tak sudi untuk menyerah kepada Belanda. Sehingga sampai untuk ketiga kali Belanda
mengganti komandan perangnya untuk merebut Bonjol, yaitu sebuah negeri kecil dengan
benteng dari tanah liat yang di sekitarnya dikelilingi oleh parit-parit. Barulah pada tanggal 16
Agustus 1837, Bonjol dapat dikuasai setelah sekian lama dikepung.

Dalam bulan Oktober 1837, Tuanku Imam Bonjol diundang ke Palupuh untuk berunding. Tiba di
tempat itu langsung ditangkap dan dibuang ke Cianjur, Jawa Barat. Kemudian dipindahkan ke
Ambon dan akhirnya ke Lotak, Minahasa, dekat Manado. Di tempat terakhir itu ia meninggal
dunia pada tanggal 8 November 1864. Tuanku Imam Bonjol dimakamkan di tempat
pengasingannya tersebut.
Sultan Mahmud Baddaruddin II
Sultan Mahmud Badaruddin II (Palembang, 1767 - Ternate, 26 September 1852) adalah
pemimpin kesultanan Palembang-Darussalam selama dua periode (1803-1813, 1818-1821),
setelah masa pemerintahan ayahnya, Sultan Muhammad Bahauddin (1776-1803). Nama aslinya
sebelum menjadi Sultan adalah Raden Hasan Pangeran Ratu.

Semenjak ditunjuk menjadi Sultan Kerajaan Palembang menggantikan ayahnya Sultan


Muhammad Baha'uddin, Sultan Mahmud Badaruddin melakukan perlawanan terhadap Inggris
dan Belanda.

Dalam masa pemerintahannya, ia beberapa kali memimpin pertempuran melawan Inggris dan
Belanda, di antaranya yang disebut Perang Menteng. Ketika Batavia berhasil diduduki pada
tahun 1811, Sultan Mahmud justru berhasil membebaskan Palembang dari cengkeraman Belanda
pada tanggal 14 Mei 1811.

Sejak timah ditemukan di Bangka pada pertengahan abad ke-18, Palembang dan wilayahnya
menjadi incaran Britania dan Belanda. Demi menjalin kontrak dagang, bangsa Eropa berniat
menguasai Palembang.

Awal mula penjajahan bangsa Eropa ditandai dengan penempatan Loji (kantor dagang). Di
Palembang, loji pertama Belanda dibangun di Sungai Aur (10 Ulu).

Bersamaan dengan adanya kontak antara Britania dan Palembang, hal yang sama juga dilakukan
Belanda. Dalam hal ini, melalui utusannya, Raffles berusaha membujuk Sultan Mahmud
Badaruddin II untuk mengusir Belanda dari Palembang (surat Raffles tanggal 3 Maret 1811).

Dengan bijaksana, Sultan Mahmud Badaruddin II membalas surat Raffles yang intinya
mengatakan bahwa Palembang tidak ingin terlibat dalam permusuhan antara Britania dan
Belanda, serta tidak ada niatan bekerja sama dengan Belanda. Namun akhirnya terjalin kerja
sama Britania-Palembang, di mana pihak Palembang lebih diuntungkan.

Melalui perjuangan panjang dalam membebaskan tanah Palembang dari tangan Belanda, namun
akhirnya pada tanggal 25 Juni 1821 Palembang jatuh ke tangan Belanda.

Pada Tanggal 13 Juli 1821, menjelang tengah malam, Sultan mahmud badarudin II beserta
keluarganya menaiki kapal Dageraad dengan tujuan Batavia. Dari Batavia sultan mahmud
badarudin II dan keluarganya diasingkan ke Ternate oleh belanda dan sampai akhir hayatnya 26
September 1852.

Sebagian Keluarga Sultan karena tidak mau ditangkap, mengasingkan diri ke daerah Marga
Sembilan yang di kenal sekarang sebagai Kabupaten Ogan Komering Ilir dan berasimilasi
dengan penduduk di Desa yang dilewati Mulai dari Pampangan sampai ke Marga Selapan
Kecamatan Tulung Selapan Panglima Radja Batu Api sampai meninggal disemayamkan Di
Tulung Selapan. ( selama 35 tahun tinggal di Ternate dan sketsa tempat tinggal Sri Paduka
Susuhunan Ratu Mahmud Badaruddin / Sultan Mahmud Badaruddin II disimpan oleh Sultan
Mahmud Badaruddin III Prabu Diradja).

Oleh pemerintah, Sultan Mahmud Badaruddin II dianugerahi gelar pahlawan nasional pada 29
Oktober 1984 melalui SK Presiden RI No 063/TK/1984.

Nama Sultan Mahmud Badaruddin II yang meninggal pada 26 September 1852 kini diabadikan
sebagai nama bandara internasional di Palembang, Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II dan
Mata uang rupiah pecahan 10.000 rupiah yang dikeluarkan oleh bank Indonesia pada tanggal 20
Oktober 2005.

Penggunaan gambar Sultan Mahmud Badaruddin II di uang kertas ini sempat menjadi kasus
pelanggaran hak cipta, diduga gambar tersebut digunakan tanpa izin pelukisnya, namun
kemudian terungkap bahwa gambar ini telah menjadi hak milik panitia penyelenggara lomba
lukis wajah Sultan Mahmud Badaruddin II.

BIOGRAFI OTO ISKANDAR DI NATA


Otto Iskandar di Natta merupakan Pahlawan Nasional yang lahir pada 31 Maret 1897 di
Bojongsoang, Kabupaten Bandung. Ayah Otto Iskandar di Nata merupakan keturunan dari
bangsawan Sunda bernama Nataatmadja. Otto adalah anak ketiga dari sembilan bersaudara.

Otto Iskandar Dinata kemudian menjadi anggota BPUPKI dan PPKI pada tahun 1945. Selain
ikut merancang UUD 1945, pada 19 Agustus 1945, ia mengusulkan agar Sukarno-Hatta dipilih
sebagal presiden dan wakil presiden yang disetujui secara aklamasi. Setelah proklamasi, Otto
diangkat menjadi menteri keamanan negara. Situasi saat itu penuh dengan gejolak, para pemuda
dan pejuang membutuhkan senjata untuk mempertahankan kemerdekaan. Otto sebagai Menteri
Keamanan pun melakukan negosiasi dengan Jepang agar menyerahkan senjata. Namun, Jepang
yang dalam situasi dilematis menolaknya. Di tengah situasi ini, Otto Iskandar Dinata diculik
pada Oktober 1945 dan baru diketahui telah meninggal pada Desember 1945. Beliau ternyata
telah dibunuh di Pantai Mauk, Tangerang. Jenazah beliau tak pernah ditemukan. Tempat/Tgl.
Wafat : Banten, 20 Desember 1945.

BIOGRAFI I GUSTI NGURAH RAI


Kolonel TNI Anumerta I Gusti Ngurah Rai (lahir di Desa Carangsari, Petang, Kabupaten
Badung, Bali, Hindia Belanda, 30 Januari 1917 meninggal di Marga, Tabanan, Bali, Indonesia,
20 November 1946 pada umur 29 tahun) adalah seorang pahlawan Indonesia dari Kabupaten
Badung, Bali.
Ngurah Rai memiliki pasukan yang bernama pasukan "Ciung Wanara" yang melakukan
pertempuran terakhir yang dikenal dengan nama Puputan Margarana. (Puputan, dalam bahasa
bali, berarti "habis-habisan", sedangkan Margarana berarti "Pertempuran di Marga"; Marga
adalah sebuah desa ibukota kecamatan di pelosok Kabupaten Tabanan, Bali) Di tempat puputan
tersebut lalu didirikan Taman Makam Pahlawan Margarana.
Bersama 1.372 anggotanya pejuang MBO (Markas Besar Oemoem) Dewan Perjoeangan
Republik Indonesia Sunda Kecil (DPRI SK) dibuatkan nisan di Kompleks Monumen de Kleine
Sunda Eilanden, Candi Marga, Tabanan. Detil perjuangan I Gusti Ngurah Rai dan resimen CW
dapat disimak dari beberapa buku, seperti "Bergerilya Bersama Ngurah Rai" (Denpasar: BP,
1994) kesaksian salah seorang staf MBO DPRI SK, I Gusti Bagus Meraku Tirtayasa peraih
"Anugrah Jurnalistik Harkitnas 1993", buku "Orang-orang di Sekitar Pak Rai: Cerita Para
Sahabat Pahlawan Nasional Brigjen TNI (anumerta) I Gusti Ngurah Rai" (Denpasar: Upada
Sastra, 1995), atau buku "Puputan Margarana Tanggal 20 November 1946" yang disusun oleh
Wayan Djegug A Giri (Denpasar: YKP, 1990).
Pemerintah Indonesia menganugerahkan Bintang Mahaputra dan kenaikan pangkat menjadi
Brigjen TNI (anumerta). Namanya kemudian diabadikan dalam nama bandar udara di Bali,
Bandar Udara Internasional Ngurah Rai.

BIOGRAFI SOEKARNO
Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno yang biasa dipanggil Bung Karno, lahir di
Surabaya, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970. Ayahnya bernama
Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya Ida Ayu Nyoman Rai. Semasa hidupnya, beliau
mempunyai tiga istri dan dikaruniai delapan anak. Dari istri Fatmawati mempunyai anak Guntur,
Megawati, Rachmawati, Sukmawati dan Guruh. Dari istri Hartini mempunyai Taufan dan Bayu,
sedangkan dari istri Ratna Sari Dewi, wanita turunan Jepang bernama asli Naoko Nemoto
mempunyai anak Kartika..

Masa kecil Soekarno hanya beberapa tahun hidup bersama orang tuanya di Blitar. Semasa SD
hingga tamat, beliau tinggal di Surabaya, indekos di rumah Haji Oemar Said Tokroaminoto,
politisi kawakan pendiri Syarikat Islam. Kemudian melanjutkan sekolah di HBS (Hoogere
Burger School). Saat belajar di HBS itu, Soekarno telah menggembleng jiwa nasionalismenya.
Selepas lulus HBS tahun 1920, pindah ke Bandung dan melanjut ke THS (Technische
Hoogeschool atau sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang menjadi IT.Ia berhasil meraih gelar
Ir pada 25 Mei 1926.
Kemudian, beliau merumuskan ajaran Marhaenisme dan mendirikan PNI (Partai Nasional
lndonesia) pada 4 Juli 1927, dengan tujuan Indonesia Merdeka. Akibatnya, Belanda,
memasukkannya ke penjara Sukamiskin, Bandung pada 29 Desember 1929. Delapan bulan
kemudian baru disidangkan. Dalam pembelaannya berjudul Indonesia Menggugat, beliau
menunjukkan kemurtadan Belanda, bangsa yang mengaku lebih maju itu.

Pembelaannya itu membuat Belanda makin marah. Sehingga pada Juli 1930, PNI pun
dibubarkan. Setelah bebas pada tahun 1931, Soekarno bergabung dengan Partindo dan sekaligus
memimpinnya. Akibatnya, beliau kembali ditangkap Belanda dan dibuang ke Ende, Flores, tahun
1933. Empat tahun kemudian dipindahkan ke Bengkulu.

Setelah melalui perjuangan yang cukup panjang, Bung Karno dan Bung Hatta
memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Dalam sidang BPUPKI tanggal 1
Juni 1945, Ir.Soekarno mengemukakan gagasan tentang dasar negara yang disebutnya Pancasila.
Tanggal 17 Agustus 1945, Ir Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia. Dalam sidang PPKI, 18 Agustus 1945 Ir.Soekarno terpilih secara
aklamasi sebagai Presiden Republik Indonesia yang pertama.

Sebelumnya, beliau juga berhasil merumuskan Pancasila yang kemudian menjadi dasar
(ideologi) Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beliau berupaya mempersatukan nusantara.
Bahkan Soekarno berusaha menghimpun bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan Amerika Latin
dengan Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955 yang kemudian berkembang menjadi
Gerakan Non Blok.Pemberontakan G-30-S/PKI melahirkan krisis politik hebat yang
menyebabkan penolakan MPR atas pertanggungjawabannya. Sebaliknya MPR mengangkat
Soeharto sebagai Pejabat Presiden. Kesehatannya terus memburuk, yang pada hari Minggu, 21
Juni 1970 ia meninggal dunia di RSPAD. Ia disemayamkan di Wisma Yaso, Jakarta dan
dimakamkan di Blitar, Jatim di dekat makam ibundanya, Ida Ayu Nyoman Rai. Pemerintah
menganugerahkannya sebagai Pahlawan Proklamasi.

BIOGRAFI MOHAMMAD HATTA


Dr. (H.C.) Drs. H. Mohammad Hatta (populer sebagai Bung Hatta, lahir di Bukittinggi, Sumatera
Barat, 12 Agustus 1902 meninggal di Jakarta, 14 Maret 1980 pada umur 77 tahun) adalah
pejuang, negarawan, dan juga Wakil Presiden Indonesia yang pertama. Ia mundur dari jabatan
wakil presiden pada tahun 1956, karena berselisih dengan Presiden Soekarno.

Hatta dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Bandar udara internasional Jakarta
menggunakan namanya sebagai penghormatan terhadap jasanya sebagai salah seorang
proklamator kemerdekaan Indonesia.

Hatta lahir dari keluarga ulama Minangkabau, Sumatera Barat. Ia menempuh pendidikan dasar di
Sekolah Melayu, Bukittinggi, dan pada tahun 1913- 1916 melanjutkan studinya ke Europeesche
Lagere School (ELS) di Padang. Saat usia 13 tahun, sebenarnya ia telah lulus ujian masuk ke
HBS (setingkat SMA) di Batavia (kini Jakarta), namun ibunya menginginkan Hatta agar tetap di
Padang dahulu, mengingat usianya yang masih muda. Akhirnya Bung Hatta melanjutkan studi ke
MULO di Padang.
Baru pada tahun 1919 ia pergi ke Batavia untuk studi di Sekolah Tinggi Dagang Prins Hendrik
School. Ia menyelesaikan studinya dengan hasil sangat baik, dan pada tahun 1921, Bung Hatta
pergi ke Rotterdam, Belanda untuk belajar ilmu perdagangan/bisnis di Nederland
Handelshogeschool (bahasa inggris: Rotterdam School of Commerce, kini menjadi Universitas
Erasmus). Di Belanda, ia kemudian tinggal selama 11 TAHUN.
Saat berusia 15 tahun, Hatta merintis karir sebagai aktivis organisasi, sebagai bendahara Jong
Sumatranen Bond (JSB) Cabang Padang. Di kota ini Hatta mulai menimbun pengetahuan perihal
perkembangan masyarakat dan politik, salah satunya lewat membaca berbagai koran, bukan saja
koran terbitan Padang tetapi juga Batavia. Lewat itulah Hatta mengenal pemikiran
Tjokroaminoto dalam surat kabar Utusan Hindia, dan Agus Salim dalam Neratja.

Hatta mengawali karir pergerakannya di Indische Vereeniging pada 1922, lagi-lagi, sebagai
Bendahara. Penunjukkan itu berlangsung pada 19 Februari 1922, ketika terjadi pergantian
pengurus Indische Vereeniging. Ketua lama dr. Soetomo diganti oleh Hermen Kartawisastra.
Momentum suksesi kala itu punya arti penting bagi mereka di masa mendatang, sebab ketika
itulah mereka memutuskan untuk mengganti nama Indische Vereeniging menjadi Indonesische
Vereeniging dan kelanjutannya mengganti nama Nederland Indie menjadi Indonesia. Sebuah
pilihan nama bangsa yang sarat bermuatan politik. Dalam forum itu pula, salah seorang anggota
Indonesische Vereeniging mengatakan bahwa dari sekarang kita mulai membangun Indonesia
dan meniadakan Hindia atau Nederland Indie.

Pada tahun 1945, Hatta secara aklamasi diangkat sebagai wakil presiden pertama RI, bersama
Bung Karno yang menjadi presiden RI sehari setelah ia dan bung karno memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia. Oleh karena peran tersebut maka keduanya disebut Bapak Proklamator
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai