Anda di halaman 1dari 48

I.

IDENTITAS
Nama : An.H Nama ayah :Tn. yeyeh
Tempat dan tanggal lahir : Subang, 21/05/2016 Umur : 27 th
Jenis kelamin : Laki-laki Pendidikan : SMP
Alamat : Anggasari Pekerjaan : Pedagang
Masuk RS : 15/10/2017
Keluar RS : 17/10/2017 Nama Ibu : Ny. Juleha
No. CM : 442321 Umur : 24 th
Tgl Diperiksa : 16/10/2017 Pendidikan : SMP
Pekerjaan : IRT

II. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis kepada ibu pasien pada tanggal 16
Oktober 2017 di Bangsal Anggrek RSUD Subang.
1. Keluhan Utama : BAB mencret sejak 3 hari sebelum masuk
rumah sakit
2. Riwayat Penyakit Sekarang :Pasien datang ke RSUD Subang
dengan keluhan BAB mencret sejak 3 SMRS , sebanyak 6x
perhari, berupa cairan kekuningan, terdapat ampas, berbau busuk,
tidak berlendir dan tidak disertai darah. Keluhan mencret disertai
dengan muntah sejak 1 hari SMRS, sebanyak 3x/hari, apabila di isi
makanan dan minuman. Keluhan mencret juga disertai dengan
panas badan yang tidak begitu tinggi sejak 1 hari SMRS, hilang
timbul, siang sama dengan malam. Keluhan juga disertai batuk.
Keluhan tidak disertai dengan, pilek, sesak nafas, kejang atau
penurunan kesadaran. Penderita tampak rewel dan minum banyak.
BAK tidak ada keluhan. Pasien sehari-hari makan makanan rumah
dan masih asi. Saat ini pasien dalam pengobatan TB bulan ke 3.
Kontrol TB rutin seminggu sekali ke poli anak RSUD Subang,
pasien rutin minum obat serta tidak mengeluhkan penurunan nafsu
makan dan demam tinggi.
3. Riwayat penyakit dahulu :
Pasien belum pernah mengalami sakit diare sebelumnya.

1
4. Riwayat penyakit keluarga :
Ayah pasien riwayat TB 2 tahun yang lalu dan dinyatakan sembuh.
Saat ini ayah pasien tidak ada keluhan terkait batuk.

5. Silsilah atau Ikhtisar keturunan :

An. H

6. Riwayat pribadi :
Riwayat kehamilan :
Selama kehamilan ibu pasien rutin memeriksakan kehamilan ke
bidan terdekat. Ibu pasien juga mengkonsumsi makanan cukup
nutrisi. Riwayat mengkonsumsi alkohol, obat-obatan, merokok,
jamu-jamuan disangkal. Tidak ada riwayat hipertensi dan demam
selama kehamilan.
Riwayat persalinan :
Pasien lahir dari ibu G1P0A0, cukup bulan, secara sectio cesaria
presentasi bokong, ditolong oleh dokter kebidanan dan kandungan,
dengan berat badan lahir 2700 gram, panjang badan 49 cm, lahir
langsung menangis.
Riwayat pasca lahir :
Tidak ada keluhan kelainan bawaan

2
7. Riwayat Makanan :
Umur ASI/PASI Buah/biskuit Bubur Nasi tim
(bulan)
0-6 +
6-8 + + +
8-10 + + + +
12 + + +
Pasien dari lahir hingga usia satu tahun meminum ASI. Saat usia 1
tahun pasien makan 2 kali sehari yaitu pagi dan sore hari dengan
nasi tim yang kadang di beri sayuran rebus berwarna hijau seperti
brokoli dan bayam.

8. Perkembangan :
Menurut ibu pasien perkembangan anak sejak lahir hingga saat ini
sama dengan anak-anak seusianya.
Usia Motorik Motorik Bicara Sosial
kasar halus
2 bulan Angkat Mengoceh
kepala spontan
Memiringkan
tubuh ke
kanan atau
kiri
4 bulan Menggengg Melihat
am muka
orang
dengan
tersenyu
m

3
5 bulan Tengkurap
7 bulan Duduk Mengeluarka
n kata tanpa
arti
8 bulan Merangkak
9 bulan Berdiri Menoleh
ketika di
panggil
nama
12 Berjalan Menyatakan
bulan berpegangan satu atau 2
dengan benda kata
sekitar

9. Imunisasi
Ibu pasien mengatakan pasien di imunisasi wajib yaitu:
Macam Dasar Ulangan
I II III
BCG (2bln)
Hepatitis B (lahir) (1bln) (6bln)
Polio (2bln) (4bln) (6 bln)
DPT (2bln) (4bln) (6 bln)
Campak (9 bln) x (6 thn)

10. Sosial ekonomi dan lingkungan


Sosial Ekonomi
Orangtua pasien merupakan pedagang makanan. Jumlah
penghasilan dalam keluarga tidak diketahui pasti, jumlah anggota
keluarga yang dihidupi yaitu dua orang.

4
Lingkungan :
Ibu pasien mengaku rumahnya dekat dengan pasar tradisional.
Rumah pasien terbuat dari dinding yang terbuat dari semen, dan
terdiri dari 4 ruang, yakni ruang tamu, dapur, 1 kamar tidur dan
kamar mandi. Terdapat 3 ventilasi diruang tamu dan 2 ventilasi
diruang kamar. Sumber air berasal dari air tanah. Kebiasaan
membersihkan rumah hanya dilakukan oleh ibu 1x dalam
seminggu. Serta ibu pasien mengaku jarang mencuci kembali
dengan air alat makan anaknya dan hanya mengelap nya
menggunakan lap basah.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Pemeriksaan Umum :
1. Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
2. Kesadaran : Compos mentis. E4, M6, V5 (GCS
total:15)
3. Tanda Vital :
Frekuensi nadi : 110x/menit, teratur, isi cukup.
Frekuensi napas : 24x/menit
Suhu : 37C
Tekanan darah : 110/70 mmHg
4. Status Gizi :
Klinis : Tampak kurus
Berat badan (BB) : 9.5 kg
Tinggi/Panjang Badan (TB/PB) : 76 cm
BB/U : 9.5kg/1th
TB/U : 76cm/1th
BB/TB : 9.5kg/76cm
BMI :BB(kg)/TB(m2)
9.5kg/7,6m2=1,25

5
Status Gizi WHO
Tinggi/Panjang Badan: 0
cukup

Status Gizi WHO


Berat Badan/Umur: 0
cukup

Status Gizi WHO


Berat Badan/Tinggi
Badan: 0
cukup

cukup

Status Gizi WHO


BMI: -2
kurus

6
B. Pemeriksaan Khusus :
1. Kulit : Hitam
Warna : Coklat terang
Pucat : Tidak ada
Jaringan parut : Tidak ada
Turgor : Baik
Ikhterik : Tidak ada
Edema : Tidak ada
2. Kepala :
Bentuk : Normocephal
Posisi : Simetris
Penonjolan : Tidak ada
Ubun ubun : Sedikit cekung
3. Mata :
Palpebra : Normal, tidak edema
Konjungtiva : Tidak anemis
Sklera : Tidak ikhterik
Refleks cahaya langsung : +/+
4. Telinga :
Membran timpani : Tidak diperiksa
Darah : Tidak ada
Cairan : Tidak ada
5. Hidung :
Napas cuping hidung : Tidak ada
Nyeri tekan : Tidak ada
Sekret : Tidak ada
6. Mulut :
Lidah : Merah, tidak kotor
Faring : Tidak hiperemis
Tonsil : T1:T1

7
Uvula : Tidak deviasi
7. LEHER :
Trakea : Tidak deviasi
Kelenjar tiroid : Tidak membesar
Kelenjar limfe : Tidak membesar
8. Dada :
a. Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis teraba lemah.
Auskultasi : Bunyi jantung S1 S2 Normal,
murmur (-), gallop (-)
Perkusi : Batas jantung kanan di Intercostal 4
linea sternalis dextra. Batas pingang jantung di
Intercostal 2 linea parasternalis sinistra. Batas
jantung kiri di Intercostal 5 linea midclavicularis
sinistra.
b. Paru
Inspeksi : Dada simetris kiri-kanan, gerakan
statis simetris, gerakan dinamis
simetris. Retraksi suprasternal (-),
retraksi epigastrial (-), retraksi
intercostal (-)
Palpasi : Fremitus taktil dan vokal simetris
pada kedua lapang paru, krepitasi (-).
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Ronki (-/-),
wheezing (-/-)
9. Abdomen :
Inspeksi : Abdomen datar simetris

8
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak
teraba, turgor menurun 2 detik
Perkusi : Tympani pada seluruh lapang abdomen
Auskultasi : Bising usus (+) normal
10. Ekstremitas :
Akral hangat +/+, udem (-), capillary refilll time < 2 detik.

IV. DATA LABORATORIUM


Lab tanggal 15/10/17 pukul 15:13 WIB
Result Units Normal Limits
WBC 14.4 103/L 4.0 12.0
LYM 7.5 103/L 1.0 5.0
MON 1.5 103/L 0.1 1.0
GRA 25.5 103/L 2.0 8.0
LYM% 51.9 % 25.0 50.0
MON% 10.2 % 2.0 10.0
GRA% 37.9 % 50.0 80.0
RBC 5.59 106/L 4.00 6.20
HGB 10.4 g/dl 11.0 17.0
HCT 32.0 % 35.0 55.0
MCV 57.2 m3 80.0 100.0
MCH 18,6 pg 26.0 34.0
MCHC 35.1 g/dl 31.0 35.5
RDW 18.4 % 10.0 16.0
PLT 409 103/L 150 400
MPV 9.1 m3 7.0 11.0
PCT 0.294 % 0.200 0.500
PDW 16.0 % 10.0 18.0

9
RINCIAN HASIL PEMERIKSAAN FESES RUTIN 15-10-2017
JENIS HASIL SATUAN NILAI NORMAL
PEMERIKSAAN
Konsistensi Lembek
Bau feses Khas
Darah feses Negatif /LP L: negatif P: negatif
Eritrosit feses Negatif /LP L: negatif P: negatif
Lemak Negatif /LP L: negatif P: negatif
Sisa makanan Positif /LP L: negatif P: negatif
Amoeba Negatif /LP L: negatif P: negatif
Telur cacing Negatif /LP L: negatif P: negatif
Warna feses Kuning /LP L: kuning P: kuning
Leukosit Negatif /LP L: negatif P: negatif

V. RINGKASAN DATA DASAR


RESUME
Pasien datang ke RSUD Subang dengan keluhan BAB cair sejak 3
SMRS sebanyak 6x perhari, berupa cairan kekuningan, terdapat
ampas, berbau busuk, tidak berlendir dan tidak disertai darah. Keluhan
mencret disertai dengan muntah sejak 1 hari SMRS, sebanyak 3x/hari,
apabila di isi makanan dan minuman. Keluhan mencret juga disertai
dengan panas badan yang tidak begitu tinggi sejak 1 hari SMRS,
hilang timbul, siang sama dengan malam. Keluhan juga disertai batuk.
Keluhan tidak disertai dengan, pilek, sesak nafas, kejang atau
penurunan kesadaran. Penderita tampak rewel dan minum banyak.
BAK tidak ada keluhan. Pasien sehari-hari makan makanan rumah dan
masih asi. Saat ini pasien dalam pengobatan TB bulan ke 3. Kontrol
TB rutin seminggu sekali ke poli anak RSUD Subang, pasien rutin
minum obat serta tidak mengeluhkan penurunan nafsu makan dan
demam tinggi.

10
Pada pemeriksaan fisik didapatkan ubun ubun sedikit cekung serta
turgor menurun yang menandakan anak tersebut mengalami diare akut
dengan dehidrasi ringan sedang.

VI. DIAGNOSIS KERJA


Diare Akut ec Viral Infection + Dehidrasi Ringan Sedang + TB on
OAT

VII. DIAGNOSIS BANDING


Diare Akut ec Bacterial Infection + Dehidrasi Ringan Sedang

VIII. RENCANA PENGELOLAAN


A. Usulan Pemeriksaan
Kultur bakteri
B. Tatalaksana
Infus RL 10 gtt/ menit
Cefotaxim 3 x 300 mg (iv)
Zinc 1 x cth 1 (po)
Bio 3 x 1 sach (po)
Paracetamol 3 x cth 12 (po) jika suhu < 38.5 C

IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad Sanationam : ad bonam

11
Follow Up
Tanggal 16-10-2017
keterangan
S Demam (+), mual (-), muntah (-). Bab cair (+) 1x
O KU : TSR Kes : CM
TD : 90/60 N:100x/menit P: 28x/menit S:37,6 C
Mata : CA(-) SI (-)
THT : KGB (-) NCH (-)
Cor : BJ I II reg, m(-) g(-)
Pulmo : SBV +/+, rh(-/-), wh (-/-)
Abdomen : supel, BU (+), turgor baik
Kulit : akral hangat
A Diare akut + dehidrasi ringan sedang
P Infus RL 10 gtt/ menit
Cefotaxim 3 x 300 mg (iv)
Zinc 1 x cth 1 (po)
Bio 3 x 1 sach (po)
Paracetamol 3 x cth 12 (po) jika suhu < 38.5 C

Tanggal 17-10-2017
keterangan
S Demam (+) Bab cair (-)
O KU : TSS Kes : CM
TD : 100/60 N:110x/menit P: 30x/menit S:36.6 C
Mata : CA(-) SI (-)
THT : KGB (-) NCH (-)
Cor : BJ I II reg, m(-) g(-)
Pulmo : SBV +/+, rh(-/-), wh (-/-)

12
Abdomen : supel, BU (+), turgor baik
Kulit : akral hangat
A Diare akut + dehidrasi ringan sedang
P Infus RL 10 gtt/ menit
Cefotaxim 3 x 300 mg (iv)
Zinc 1 x cth 1 (po)
Bio 3 x 1 sach (po)
Paracetamol 3 x cth 12 (po) jika suhu < 38.5 C

13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Diare adalah buang air besar (BAB) dengan konsistensi yang lebih lunak
atau cair dengan atau tanpa darah dan atau lendir yang terjadi dengan frekuensi
3x dalam 24 jam.
Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi buang air besar lebih dari 3-4
kali perhari, keadaan ini tidak dapat disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologis
atau normal. Selama berat badan bayi meningkat normal, hal tersebut tidak
tergolong diare, tetapi merupakan intoleransi laktosa sementara akibat belum
sempurnanya perkembangan saluran cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara
eksklusif definisi diare yang praktis adalah meningkatnya frekuensi buang air
besar atau konsistesinya menjadi cair yang menurut ibunya abnormal atau tidak
seperti biasanya. Kadang-kadang pada seorang anak buang air besar kurang dari 3
kali perhari, tetapi konsistesinya cair, keadaaan ini sudah dapat disebut diare.
B. Cara penularan dan faktor resiko
Cara penularan diare pada umumnya melalui fekal oral yaitu melalui
makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung
tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita
atau tidak langsung melalui lalat. (4F= field, flies, fingers, fluid).
Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain:
-
Tidak memberikan ASI secara penuh selama 4-6 bulan pertama kehidupan
bayi,
-
Tidak memadainya penyediaan air bersih,
-
Pencemaran air oleh tinja,
-
Kurangnya sarana kebersihan atau MCK,
-
Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk,

14
-
Penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara
penyapihan yang tidak baik.
Selain hal-hal tersebut, beberapa faktor pada penderita dapat
meningkatkan kecenderungan untuk terkena diare antara lain: gizi buruk,
imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung, menurunya motilitas usus,
menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik.
1. Faktor umur
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.
Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat
diberikan makanan pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi
efek penurunan kadar antibody ibu, berkurangnya kekebalan aktif bayi,
pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan
kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai
merangkak. Kebanyakan enteropatogen merangsang paling tidak sebagian
kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang berulang yang membantu
menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada anak yang lebih besar dan
pada orang dewasa.
2. Infeksi asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik
ini meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas
aktif. pada infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari
atau minggu, tinja penderita mengandung virus, bakteri, atau kista
protozoa yang infeksius. Orang dengan infeksi yang asimtomatik berperan
penting dalam penyebaran banyak eneteropatogen terutama bila mereka
tidak menyadari adanya infeksi, tidak menjaga kebersihan dan berpindah-
pindah dari satu tempat ke tempat yang lain.
3. Faktor musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. di
daerah tropis, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas,
sedangkan diare karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada
musim dingin. didaerah tropic (termasuk Indonesia) diare yang disebabkan

15
rotavirus dapat terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang
musim kemarau, sedangkan diare karena bakteri terus meningkat pada
musim hujan.
4. Epidemi dan pendemi
Vibrio cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat menyebabkan epidemic
dan pandemic dan mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian
pada semua golongan usia. sejak tahun 1961, cholera yang disebabkan
oleh v. cholera 0.1 biotipe eltor telah menyebar ke negara-negara di afrika,
amerika latin, asia, timur tengah, dan beberapa daerah di amerika utara dan
eropa. dalam kurun waktu yang sama Shigella dysentriae 1 menjadi
penyebab wabah yang besar di amerika tengah dan terakhir di afrika
tengah dan asia selatan. Pada tahun 1992 dikenal strain baru Vibrio
cholera 0139 yang menyebabkan epidemic di Asia dan lebih dari 11
negara mengalami wabah.

C. Mekanisme daya tahan tubuh


Infeksi virus atau bakteri tidak selamanya akan menyebabkan terjadinya
diare karena tubuh mempunyai mekanisme daya tahan tubuh. Usus adalah organ
utama yang berfungsi sebagai front terdepan terhadap invasi dari berbagai bahan
yang berbahaya yang masuk ke dalam lumen usus. Bahan-bahan ini antara lain
mikroorganisme, antigen toksin, dll. Jika bahan-bahan ini dapat menembus barieir
mekanisme daya tahan tubuh dan masuk kedalam sirkulasi sistemis, terjadilah
bermacam-macam reaksi seperti infeksi, alergi atau keadaan autoimunitas.
1. Daya pertahanan tubuh non-imunologi
a. Flora usus
Bakteri yang terdapat dalam usus normal (flora usus normal), dapat
mencegah pertumbuhan yang berlebihan dari kuman pathogen yang secara
potensial dapat menyebabkan penyakit. Setelah lahir usus sudah dihuni
oleh bermacam-macam mikroorganisme yang merupakan flora usus
normal. Penggunaan antibiotika dalam jangka panjang dapat mengganggu
keseimbangan flora usus, menyebabkan pertumbuhan yang berlebihan dari

16
kuman-kuman non pathogen yang mungkin juga telah resisten terhadap
antibiotika.
Pertumbuhan kuman pathogen dalam usus akan dihambat karena
adanya persaingan dengan flora usus normal. Hal ini terjadi karena adanya
kompetisi terhadap substrat yang mempengaruhi pertumbuhan kuman
yang optimal (pH menurun, daya oksidasi reduksi menurun,dsb) atau
karena terbentuknya zat anti bakteri terhadap kuman pathogen yang
disebut colicines.
b. Sekresi usus
Mucin (Glikoprotein dalam usus) dan kelenjar ludah penting untuk
mencegah perlekatan kuman-kuman Streptococcus, Staphylococcus,
Lactobacilus pada mukosa mulut sehingga pertumbuhan kuman tersebut
dapat diahambat dan dengan sendirinya mengurangi jumlah
mikrooganisme yang masuk ke dalam lambung. Mucin serupa terdapat
pula dalam mucus yang dikeluarkan oleh sel epitel usus atau disekresi oleh
usus secara kompetitif mencegah melekatnya dan berkembang biaknya
mikroorganisme di epitel usus. Selain itu muci juga dapat mencegah
penetrasi zat-zat toksik seperti allergen, enterotoksin,dll.
c. pertahanan lambung
Asam lambung dan pepsin mempunyai peranan penting sebagai
penahan masuknya mikroorganisme, toksin dan antigen kedalam usus.
d. gerak peristaltik
Gerak peristaltic merupakan suatu hal yang sangat penting dalam
usaha mencegah perkembangbiakan bakteri dalam usus, dan juga ikut
mempercepat pengeluaran bakteri bersama tinja. Hal ini terlihat bila karna
sesuatu sebab gerak peristaltis terganggu (operasi, penyakit, kelainan
bawaan dsb), sehingga menimbulkan stagnasi isi usus.
e. filtrasi hepar
Hepar, terutama sel kupfer dapat bertindak sebgaai filtrasi terhadap
bahan-bahan yang berbahaya yang diabsorbsi oleh usus dan mencegah
bahan-bahan yang berbahaya tadi masuk kedalam sirkulasi sistemik.

17
f. Lain-lain
- lisosim (mempunyai daya bakteriostatik)
- garam-garam empedu membantu mencegah perkembangbiakan
kuman
- Natural antibody : menghambat perkembangan beberapa bakteri
pathogen, tetapi tidak mengganggu pertumbuhan flora usus
normal. Natural antibody ini mungkin merupakan hasil dari reaksi
cross imunity terhadap antigen yang sama yang terdapat pula pada
beberapa mikroorganisme.
2. Pertahanan imunologik lokal
Saluran pencernaan dilengkapi dengan system imunologik terdapat
penetrasi antigen ke dalam epitel usus. Limfosit dan sel plasama terdapat
dalam jumlah yang berlebihan dalam usus, baik sebagai bagian dari plaque
peyeri di ileum dan apendiks maupun tersebar secara difus di dalam lamina
propria usus kecil dan usus besar. Reaksi imunologik local ini tidak tergantung
dari system imunologik sistemik.Reaksi ini terjadi karena rangsangan antigen
dari permukaan epitel usus. Yang termasuk dalam pertahanan imunologik
lokal adalah:

a. Secretory Immunoglobulin A (SIgA)


IgA diketahu terbanyak terdapat pada sekresi eksternal sedangkan
IgG dalam cairan tubuh internal. Strukur SIgA berlainan dengan antibody
yang terdapat dalam serum, berbentuk dimer dari IgA yang diikat oleh
rantai polipeptida. Dimer IgA ini dibuat dalam sel plasma yang terdapat
dibawah permukaan epitel usus yang kemudian akan diikat lagi oleh suatu
glikoprotein yang dinamakan sekretori komponen (SC). Dengan ikatan
yang terakhir SIgA akan lebih tahan terhadap pengrusakan oleh enzim
proteolitik (tripsin dan kemotripsin) yang terdapat dalam usus. Bagaiman
proses proteksi dari SIgA ini yang sesungguhnya belum jelas, walaupun
ada yang menyatakan bahwa SIgA yang terdapat dalam lapisan mukosa
usus halus dapat mencegah melekatnya mikroorganisme dan antigen pada

18
epitel usus sehingga bakteri tidak dapat berkembangbiak. Sejumlah SIgA
terdapat pula pad kolostrum.Hal ini sangat penting sebagai proteksi
terhadap usus bayi yang baru lahir.
b. Cell Mediated Immunity (CMI)
Dikemukakan bahwa peranan limfosit dalam CMI terletak pada
plaque peyeri di ileum. walaupun demikian peranan CMI dalam proteksi
usus masih dalam taraf penelitian.
c. Imunoglobulin lain
IgG terdapat dalam jumlah kecil dalam usus dan mudah rusak
dalam lumen usus. Hanya bila mukosa usus mengalami peradangan IgG
bersama-sama dengan sel plasma terdapat dalam jumlah cukup banyak di
usus dan merupakan proteksi temporer terhadap kerusakan usus lebih
lanjut. IgM dapat menggantikan fungsi IgA bila karena suatu sebab terjadi
defisiensi IgA. IgE tidak jelas peranannya dalam protersi usus.

D. Anatomi dan fisiologi


1) Usus halus
Memanjang dari pylorus hingga cecum. pada neonates memeiliki panjang
275 cm dan tumbuh mencapai 5 sampai 6 meter pada dewasa. Epitel usus halus
tersusun atas lapisan tunggal sel kolumnar disebut juga enterosit. permukaan
epitel ini menjadi 300 kali lebih luas dengan adanya villus dan kripta. Villus
berbeda dalam bentuk dan densitas pada masing-masing regio usus halus. Di
duodenum villus tersebut lebih pendek, lebih lebar, dan lebih sedikit, meyerupai
bentuk jari dan lebih tinggi pada jejunum, serta menjadi lebih kecil dan lebih
meruncing di ileum. Densitas terbesar didapatkan di jejunum. Diantara villus
tersebut terdapat kripta (Lieberkuhn) yang merupakan tempat proliferasi enterosit
dan pembaharuan epitel. terdapat perbedaan tight junction antara jejunum dan
ileum, tight junction ini berperan penting dalam regulasi permeabilitas epitel
dengan melakukan control terhadap aliran air dan solute paraseluler. Terdapat
berbagai macam jenis sel dengan fungsinya masing-masing yaitu:

19
Sel Goblet
Merupakan sel penghasil mucus yag terpolarisasi. Mukus yang disekresi
sel goblet menghampar diatas glikokaliks berupa lapisan yang kontinyu,
membentuk barier fisikokimia, member perlindungan pada epitel
permukaan. mucus ini paling banyak didapatkan pada gaster dan
duodenum
Sel Kripta
Sel kripta yang tidak berduferensiiasi merupakan tipe sel yang paling
banyak terdapat di sel kripta Lieberkuhn. Merupakan precursor sel
penyerap villus, sel paneth, sel enteroendokrine, sel goblet dan mungkin
juga sel M. Sel kripta yang tidak berdiferensiasi ini mensistesis dan
mengekspresikan komponen sekretori pada membrane basolateral, dimana
molekul ini bertindak sebagai reseptor untuk sintesis IgA oleh lamina
propria sel plasma.
Sel Paneth
Terdapat di basis kripta. memiliki granula eosinophilic sitoplasma dan
basofil. Granula lisosom dan zymogen didapatkan juga pada sitoplasma,
meskipun fungsi sekretori sel panet velumk diketahui, diduga membunuh
bakteri dengan lisosom dan immunoglobulin intrasel, menjaga
keseimbangan flora normal usus.
Sel Enteroendokrin
Merupakan sekumpulan sel khusus meuroskretori, sel enteroendokrin
terdapat di mukosa saluran cerna, melapisi kelenjar gaster, villus, dan
kripta usus. Sel enteroendokrine mensekresi neuropeptide seperti gastrin,
sekretin, motilin, neurotensin, glucagon, enteroglukagon, VIP, GIP,
neurotensin, cholesistokinin dan somatostatin.
Sel M merupakan sel epitel khusus yang melapisi folikel limfoid.

Penyerapan air dan elektrolit pada usus halus terjadi melalui 2 cara :
a. Transport aktif : penyerapan Na+ dan glukosa secara aktif dilaksanakan oleh
enterosit yang terdapat pada mukosa usus halus. Enterosit menyerap 1

20
molekul glukosa dan Na+, dan bersama-sama dengan absorbsi glukosa dan
Na+ ini secara aktif juga terabsorbsi air. Glukosa masuk ke dalam ruang
interseluler atau subseluler, kemudian masuk peredaran darah. Na+ masuk ke
dalam sirkulasi berdasarkan proses enzimatik Na-K-ATPase yang terdapat
pada basal dan lateral enterosit. Proses ini dikenal dengan istilah pompa Na
(sodium pump). Dengan masuknya Na+ secara aktif ke dalam peredaran
darah, tekanan osmotic meningkat dan memperbanyak terjadinya penyerapan
air.
b. Transport Pasif : terjadi karena adanya perbedaan tekanan osmotic. Setelah
Na+ masuk ke dalam sirkulasi melalui mekanisme pompa Na, tekanan
osmotic plasma meningkat dan akan menarik air, glukosa dan elektrolit secara
pasif.
E. Etiologi
Pada saat ini, dengan kemajuan dibidang teknik laboratorium telah dapat
diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan
diare pada anak dan bayi. Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya
adalah golongan virus, bakteri dan parasit. dua tipe dasar dari diare akut oleh
karena infeksi adalah non-inflamatory dan inflammatory.
Enteropatogen menimbulkan non-inflamatory diare melalui produksi
enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan oleh
parasit, perlekatan dan/ atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya inflammatoy
diare biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus secara langsung
atau memproduksi sitotoksin.

GOLONGAN BAKTERI GOLONGAN VIRUS GOLONGAN PARASIT


Aeromonas Astrovirus Balantidiom coli
Bacillus cereus Calcivirus (Norovirus, Sapovirus) Blastocystis homonis
Canpilobacter jejuni Enteric adenovirus Crytosporidium parvum
Clostridium perfringens Corona virus Entamoeba histolytica
Clostridium defficile Rotavirus Giardia lamblia
Eschercia coli Norwalk virus Isospora belli
Plesiomonas shigeloides Herpes simplek virus Strongyloides stercoralis

21
Salmonella Cytomegalovirus Trichuris trichiura
Shigella
Staphylococcus aureus
Vibrio cholera
Vibrio parahaemolyticus
Yersinia enterocolitica

Tabel 1. Penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada manusia

Tabel 2. Frekuensi Enteropatogen penyebab diare pada anka usia <5 tahun

Tabel 3. Tabel Enteropatogen pathogen penyebab diare yang tersering


berdasarkan umur

22
Disamping itu penyebab diare nonifeksi yang dapat menimbulkan daire pada anak
antara lain:
Kesulitan makanan Neoplasma
Neuroblastoma
Phaeochromocytoma
Sindroma Zollinger Ellison
Defek anatomis Lain-lain:
Malrotasi Infeksi non gastrointestinal
Penyakit Hirchsprung Alergi susu sapi
Short Bowel Syndrome Penyakit Crohn
Atrofi mikrovilli Defisiensi imun
Stricture Colitis ulserosa
Ganguan motilitas usus
Pellagra
Malabsorbsi Keracunan makanan
Defesiensi disakaridase logam berat
Malabsorbsi glukosa dan galaktosa Mushrooms
Cystic fibrosis
Cholestosis
Penyakit celiac
Endokrinopati
Thyrotoksikosis
Penyakit Addison
Sindroma Androgenital

Tabel 4. Penyebab diare nonifeksi pada anak

23
F. Patofisiologi
Ada 2 prinsip meaknisme terjadinya diare cair, yaitu sekeretorik dan
osmotik. Meskipun dapat melalui kedua mekanisme tersebut, diare sekretorik
lebih sering ditemukan pada infeksi saluran cerna. begitu pula kedua mekanisme
tersebut dapat terjadi bersamaan pada satu anak.
1. Diare osmotik
Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilalui oleh air dan
elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara lumen
usus dengan cairan ekstrasel. Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan
bahan intraluminal pada usus halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertoni
dan menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmose antara
lumen usus dan darah maka pada segmen usus jejunum yang bersifat permeable,
air akan mengalir kea rah jejunum, sehingga akan banyak terkumpul air dalam
lumen usus. Na akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan
terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar Na normal. Sebagian kecil
cairan ini akan dibawa kembali, akan tetapi lainya akan tetap tinggal di lumen
oleh karena ada bahan yang tidak dapat diserap seperti Mg, glukosa, sucrose,
lactose, maltose di segmen ileum dan melebihi kemampuan absorbs kolon,
sehinga terjadi diare. Bahan-bahan seperti karbohidrat dan jus buah, atau bahan
yang mengandung sorbitol dalam jumlah berlabihan akan memberikan dampak
yang sama.
2. Diare Sekretorik
Diare sekterik disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit ke dalam usus
halus yang terjadi akibat gangguan absorbs natrium oleh vilus saluran cerna,
sedangkan sekresi klorida tetap berlangsung atau meningkat. Keadaan ini
menyebabkan air dan elektrolit keluar dari tubuh sebagai tinja cair. Diare
sekretorik ditemukan diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri akbat rangsangan
pada mukosa usus halus oleh toksin E.coli atau V. Cholera.
Osmolaritas tinja diare sekretorik isoosmolar terhadap plasma. beda
osmotik dapat dihitung dengan mengukur kadar elektrolit tinja. Karena Natrium (
Na+) dan kalium (K+) merupakan kation utama dalam tinja, osmolalitas

24
diperkirakan dengan mengalikan jumlah kadar Na + dan K+ dalam tinja dengan
angka 2. Jika diasumsikan osmolalitas tinja konstan 290 mOsm/L pada tinja diare,
maka perbedaan osmotic 290-2 (Na++K+). Pada diare osmotik, tinja mempunyai
kadar Na+ rendah (<50 mEq/L)dan beda osmotiknya bertambah besar (>160
mOsm/L). Pada diare sekretorik tinja diare mempunyai kadar Na tinggi (>90
mEq/L), dan perbedaan osmotiknua kuran dari 20 mOsm/L.
Osmotik Sekretorik
Volume tinja <200 ml/hari >200 ml/hari
Puasa Diare berhenti Diare berlanjut
Na+ tinja <70 mEq/L >70 mEq/L
Reduksi (+) (-)
pH tinja <5 >6
Dikenal bahan-bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin
bakteri dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam
empedu bentuk dihidroxy, serta asam lemak rantai panjang. Toksin penyebab
diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan konsentrasi intrasel cAMP,
cGMP, atau Ca++ yang selanjutnya akan mengaktifasi protein kinasi. Pengaktifan
protein kinase akan menyebabkan fosforilase membrane protein sehingga
megakibatkan perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl- di kripta keluar.
Disisi lain terjadi peningkatan pompa natrium , dan natrium masuk ke dalam
lumen usus bersama Cl-.
Diare dapat juga dikaitkan dengan gangguan motilitas. Meskipun motilitas
jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi, teatpi perubahan motilitas
mempunyai pengaruh terhadap absorbs. Baik peningkatan ataupun penurunan
motilitas keduanya dapat menyebabkan diare. Penurunan motilitas dapat
mengakibatkan bakteri tumbuh lampau yang menyebabkan diare. Perlambatan
transit obat-obatan atau nutrisi akan meningkatkan absorbsi, Kegagalan motilitas
usus yang berat menyebabkan statis intestinal bearkibat inflamasi, dekonjugasi
garam empedu dan malabsorbsi. Diare akibat hiperperistaltik pada anak jarang
terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena hipermotilitas pada kasus kolon

25
irritable pada bayi. Gangguan motilitas mungkin merupakan penyebab diare pada
Thyrotoksikosis, malabsorbsi asam empedu, dan berbagai peyakit lain.
Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebakan diare pada beberapa
keadaan. Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan
hidrostatik dalam pembuluh darah dan limfatik menyebabkan air, elektrolit,
mucus, protein dan seringkali sel darah merah dan sel darah putih menumpuk
dalam lumen. Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare
laina seprti diare osmotik dan sekretorik.
Bakteri enteral pathogen akan mempenagaruhi struktur dan fungsi tight
junction, menginduksi cairan dan elektrolit, dan akan mengaktifkan kaskade
inflamasi. Efek infeksi bacterial pada tight junction akan memepengaruhi susunan
anatomis dan funsi absorbs yaitu cytoskeleton dan perubahan susunan protein.
penelitian oleh Bakes J dkk 2003 menunjukan bahwa peranan bakteri enteral
pathogen pada diare terletak perubahan barier tight junction oleh toksin atau
produk kuman yaitu perubahan pada cellualar cytoskeleton dan spesifik tight
junction. Pengaruh ini bias pada kedua komponen tersebut atau salah satu
komponen saja sehingga akan menyebabkan hipersekresi clorida yang akan
diikuti natrium dan air. Sebagai contoh Clostridium difficile akan menginduksi
kerusakan cytoskeleton maupun protein, Bacteroides frigilis menyebabkan
degradasi proteolitik protein tight junction, V. cholera mempengaruhi distribusi
protein tight junction, sedangkan EPEC menyebabkan akumulasi protein
cytoskeleton.

G. Manifestasi klinis
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala
lainya bila terjadi komplikasi ekstraintestinal termasuk manifestasi neurologic.
Gejala gastrointestinal bias berupa diare, kram perut, dan munth. Sedangkan
manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung
sejumlah ion natrium, klorida dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini
bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga akan meningkat bila ada

26
panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolic, dan hipokalemia.
Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan
hipovolemia, kolaps kardiovaskular dan kematian bila tidak diobati dengan tepat.
Dehidrasi yang terjadi menurut tonisistas plasma dapat berupa dehidrasi isotonic,
dehidrasi hipertonik ( hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat
dehidrasinya bias tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dehidrasi
berat.
Infeksi ekstraintestinal yang berkaitan dengan bakteri enteric pathogen
antara lain : vulvovaginitis, infeksi saluran kemih, endokarditis, osteomyelitis,
meningitis, pneumonia, hepatitis, peritonitis dan septic tromboplebitis. Gejala
neurolgik dari infeksi usus bias berupa parestesia ( akibat makan ikan, kerang,
monosodium glutamate), hipotoni dan kelemahan otot.
Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat
dehidrasi. Panas badan umum terjadi pada penderita dengan inflammatory diare.
Nyeri perut yang lebih hebat dan tenesmus terjadi pada perut bagian bawah serta
rectum menunjukan terkenanya usus besar. Mual dan muntah adalah symptom
yang nonspesifik akan tetapi muntah mungkin disebabkan oleh karena
mikroorganisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas seprti:enteric virus,
bakteri yang memproduksi enteroroksin, giardia, dan cryptosporidium.
Muntah juga sering terjadi pada non inflammatory diare. Biasanya
penderita tidak panas atu hanya subfebris, nyeri perutperiumbilikal tidak berat,
watery diare, menunjukan bahwa saluran makan bagian atas yang terkena. Oleh
karena pasien immunocompromise memerlukan perhatian khusus, informasi
tentang adanya imunodefisiensi atau penyakit.
Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera
Gejala klinis :
Masa Tunas 17-72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72 jam
Panas + ++ ++ - ++ -
Mual, muntah Sering Jarang Sering + - Sering
Nyeri perut Tenesmus Tenesmus, kramp Tenesmus,kolik - Tenesmus, kramp Kramp
Nyeri kepala - + + - - -
lamanya sakit 5-7 hari >7hari 3-7 hari 2-3 hari variasi 3 hari

27
Sifat tinja:
Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak
Frekuensi 5-10x/hari >10x/hari Sering Sering Sering Terus menerus
Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek Cair
Darah - + Kadang - + -
Bau Langu - Busuk - - Amis khas
Warna Kuning hijau Merah-hijau Kehijauan Tak berwarna Merah-hijau Air cucian beras
Leukosit - + + - - -
Lain-lain Anorexia Kejang+ Sepsis + Meteorismus Infeksi sistemik+ -

Tabel 5. Gejala klinis diare akut oleh berbagai penyebab


H. Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut : lama diare,
frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir dan darah. Bila
disertai muntah volume dan frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang, jarang atau
tidak kencing dalam 6-8jam terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan
selama diare. Adakah panas atau penyakit lain yang menyertai seperti: batuk,
pilek, otitis media, campak. Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak
diare: member oralit, memabwa berobat ke puskesmas atau ke rumah sakit dan
obat-obatan yang diberikan serta riwayat imunisasinya.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa : berat badan, suhu tubuh, frekuensi
denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari
tanda-tanda tambahan lainya:ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata: cowong
atau tidak, ada atau tidak adanya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering
atau basah.
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asiodosis metabolic.
Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia. Pemeriksaan
ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derjat
dehidrasi yang terjadi. Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan
dengan cara: objektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan
sesudah diare.

28
KLASIFIKASI TANDA TANDA ATAU GEJALA
Dehidrasi berat Terdapat dua atau lebih dari tanda
dibawah ini:
letargis/tidak sadar
mata cekung
tidak bisa minum/ malas minum
cubitan kulit perut kembali
sangat lambat >2 detik

Dehidrasi Ringan Sedang Terdapat dua atau lebih dari tanda


dibawah ini:
rewel, gelisah
mata cekung
minum dengan lahap, haus
cubitan kembali lebih lambat
Tanpa Dehidrasi Tidak ada tanda dehidrasi ringan, sedang
maupun berat

3. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya
tidak diperkukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya
penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut
atau pada penderita dengan dehidrasi berat. Contoh: pemeriksaan darah
lengkap, kultur tinja pada sepsis atau. Pemeriksaan laboratorium yang kadang-
kadang diperlukan pada diare akut:
darah : darah lengkap, serum elketrolit, analisa gas darah, glukosa
darah, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika
urine: urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika
tinja:

29
a. Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua
penderita dengan diare meskipun pemeriksaan labotarium tidak dilakukan.
Tinja yang watery dan tanpa mucus atau darah biasanya disebabkan oleh
enteroksin virus, prontozoa, atau disebabkan oleh infeksi diluar saluran
gastrointestinal. Tinja yanga mengandung darah atau mucus bias
disebabkan infeksi bakteri yang menghasilkan sitotoksin bakteri
enteronvasif yang menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus
seperti : E. hystolitica, B.coli , T.trichiura. Apabila terdapat darah biasanya
bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan E.hystolitica darah
sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi dengan Salmonella,
Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides.
Pemeriksaan makroskopik mencakup warna tinja, konsistesi tinja,
bau tinja, adanya lendir, adanya darah, adanya busa. Warna tinja tidak
terlalu banyak berkolerasi dengan penyebab diare. Warna hijau tua
berhubungan dengan adnya warna empedu akibat garam empedu yang
dikonjugasi oleh bakteri anaerob pada keadaan bacterial overgrowth.
Warna merah akibat adanya darah dalam tinja atau obat yang dapat
menyebabkan warna merah dalam tinja seperti rifampisin. Konsistensi
tinja dapat cair, lembek, padat. Tinja yag berbusa menunjukan adanya gas
dalam tinja kaibat fermentasi bakteri. Tinja yang berminyak, lengket, dan
berkilat menunjukan adanya lemak dalam tinja. Lendir dalam tinja
menggambarkan kelainan di kolon, khususnya akibat infeksi bakteri. Tinja
yang sangatberbau menggambarkan adanya fermentasi oleh bakteri
anaerob dikolon. Pemeriksaan pH tinja menggunakan kertas lakmus dapat
dilakukan untuk menentukan adanya asam dalam tinja. Asam dalam tinja
tersebut adalah asam lemak rantai pendek yang dihasilkan karena
fermentasi laktosa yang tidak diserap di usus halus sehingga masuk ke
usus besar yang banyak mengandung bakteri komensial. Bila pH tinja<6
dapat dainggap sebagai malabsorbsi laktosa.

30
Pada diare akut sering terjadi defisiensi enzim lactose sekunder
akibat rusaknya mikrofili mukosa usus halus yang banyak mengandung
enzim lactase. Enzim laktsae merupakan enzim yang bekerja memecahkan
laktosa menjadi glukosa dan galaktosa, yang selanjutnya diserap di
mukosa usus halus, Salah satu cara menentukan malabsorbsi laktosa
adalah pemeriksaan clinitest dikombinasi dengan pemeriksaan pH tinja.
Pemeriksaan clinitest dilakukan dengan prinsip melihat perubahan reaksi
warna yang terjadi antara tinja yang diperiksa dengan tablet clinitest.
Prinsipnya adalah terdapatnya reduktor dalam tinja yang mengubah cupri
sulfat menjadi cupri oksida. Pemeriksaan dilakukan dengan cara
mengambil bagian cair dari tinja segar (sebaiknya tidak lebih dari 1 jam).
Sepuluh tetes air dan 5 tetes bagian cair dari tinja diteteskan kedalam gelas
tabung, kemudian ditambah 1 tablet clinitest. Setelah 60 detik maka
perubahan warna yang terjadi dicocokan dengan warna standart. Biru
berarti negative, kuning tua berarti positif kuat (++++=2%), antara kuning
dan biru terdapat variasi warna hijau kekuningan (+=1/2%), (++=3/4%),
(+++=1%). Sedangkan terdapatnya lemak dalam tinja lebih dari 5 gram
sehari disebut sebagai steatore.
a. Pemeriksaan mikroskopik
Infeksi bakteri invasive ditandai dengan ditemukannya sejumlah
besar leukosit dalam tinja yang menunjukan adanya proses inflamasi.
Pemeriksaan leukosit tinja dengan cara mengambil bagian tinja yang
berlendir seujung lidi dan diberi tetes eosin atau Nacl lalu dilihat dengan
mikroskop cahaya:
bila terdapat 1-5 leukosit perlapang pandang besar disebut negative
bila terdapat 5-10 leukosit per lapang pandang besar disebut (+)
bila terdapat 10-20 leukosit per lapang pandang besar disebut (++)
bila terdapat leukosit lebih dari lapang pandang besar disebut
(+++)
bila leukosit memenuhi seluruh lapang pandang besar disebut
(++++)

31
Adanya lemak dapat diperiksa dengan cara perwanaan tinja dengan
sudan III yang mengandung alcohol untuk mengeluarkan lemak agar dapat
diwarnai secara mikroskopis dengan pembesarn 40 kali dicari butiran
lemak dengan warna kuning atau jingga. Penilaian berdasarkan 3 kriteria:
(+) bila tampak sel lemak kecil dengan jumlah kurang dari 100
buah per lapang pandang atau sel lemak memenuhi 1/3 sampai
lapang pandang
(++) bila tampak sel lemak dnegan jumlah lebih 100 per lapang
pandang atau sel memenuhi lebih dari lapang pandang
(+++) bila didapatkan sel lemak memenuhi seluruh lapang
pandang.
Pemeriksaan parasit paling baik dilakukan pada tinja segar.
Dengan memakai batang lidi atau tusuk gigi, ambilah sedikit tinja dan
emulsikan delam tetesan NaCl fisiologis, demikian juga dilakukan dengan
larutan Yodium. Pengambilan tinja cukup sedikit saja agar kaca penutup
tidak mengapung tetapi menutupi sediaan sehingga tidak terdapat
gelembung udara. Periksalah dahulu sediaan tak berwarna (NaCL
fisiologis), karena telur cacing dan bentuk trofozoid dan protozoa akan
lebih mudah dilihat. Bentuk kista lebih mudah dilihat dengan perwanaan
yodium. Pemeriksaan dimulai dengan pembesaran objekstif 10x, lalu 40x
untuk menentukan spesiesnya.
I. Tata laksana
Terdapat empat pilar penting dalam tatalaksana diare yaitu rehidrasi,
dukungan nutrisi, pemberian obat sesuai indikasi dan edukasi pada orang tua.
Tujuan pengobatan:
1. Mencegah dehidrasi
2. Mengatasi dehidrasi yang telah ada
3. Mencegah kekurangan nutrisi dengan memberikan makanan selama dan
setelah diare
4. Mengurangi lama dan beratnya diare, serta berulangnya episode diare,
dengan memberikan suplemen zinc

32
Tujuan pengobatan diatas dapat dicapai dengan cara mengikuti rencana terapi
yang sesuai, seperti yang tertera dibawah ini:
Rencana terapi A : penanganan diare di rumah
Jelaskan kepada ibu tentang 4 aturan perawatan di rumah:
Beri cairan tambahan (sebanyak anak mau)
Jelaskan pada ibu:
- pada bayi muda, pemberian ASI merupakan pemberian cairan
tambahan yang utama. Beri ASI lebih sering dan lebih lama pada
setiap kali pemberian.
- jika anak memeperoleh ASI eksklusif, beri oralit, atau air matang
sebagai tambahan
- jika anak tidak memperoleh ASI eksklusif, beri 1 atau lebih cairan
berikut ini: oralit, cairan makanan(kuah sayur, air tajin) atau air
matang
Anak harus diberi larutan oralit dirumah jika:
- anak telah diobati dengan rencana terapi B atau dalam kunjungan
- anak tidak dapat kembali ke klinik jika diarenya bertambah berat
Ajari pada ibu cara mencampur dan memberikan oralit. Beri ibu 6
bungkus oralit (200ml) untuk digunakan dirumah. Tunjukan pada ibu
berapa banyak cairan termasuk oralit yang harus diberikan sebagai
tambahan bagi kebutuhan cairanya sehari-hari:
- <2 tahun: 50 sampai 100 ml setiap kali BAB
- >2 tahun : 100 sampai 200 ml setiap kali BAB
Katakan pada ibu
- agar meminumkan sedikit-sedikit tetapi sering dari mangkuk/
cangkir/gelas
- jika anak muntah, tunggu 10 menit. kemudian lanjutkan lagi
dengan lebih lambat.
- lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare berhenti.
Beri tablet Zinc

33
Pada anak berumur 2 bulan keatas, beri tablet zinc selama 10 hari
dengan dosis :
- umur <6 bulan : tablet (10 mg) perhari
- umur >6 bulan : 1 tablet (20 mg) perhari
Lanjutkan pemberian makanan
Kapan harus kembali
1. Rencana terapi B
Penanganan dehidrasi sedang/ ringan dengan oralit. Beri oralit di klinik
sesuai yang dianjurkan selama periode 3 jam.
Usia <4 bulan 4-11 bulan 12-24 bulan 2-5 tahun

Berat badan <6 kg 6-10 kg 10-12kg 12-19kg


Jumlah (ml) 200-400 400-700 700-900 900-1400

Jumlah oralit yang diperlukan 75 ml/kgBB. Kemudian setelah 3 jam


ulangi penilaian dan klasifikasikan kemabali derajat dehidrasinya, dan pilih
rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan. Jika ibu memaksa
pulang sebelum pengobatan selesai tunjukan cara menyiapkan oralit di rumah,
tunjukan berapa banyak larutan oralit yang harus diberikan dirumah untuk
menyelesaikan 3 jam pertama. Beri bungkus oralit yang cukup untuk rehidrasi
dengan menambah 6 bungkus lagi sesuai yang dainjurkan dalam rencana terapi
A. Jika anak menginginkan oralit lebih banyak dari pedoman diatas, berikan
sesuai kehilangan cairan yang sedang berlangsung. Untuk anak berumur kurang
dari 6 bulan yang tidak menyusu, beri juga 100-200 ml air matang selama
periode ini. Mulailah member makan segera setelah anak ingin amkan.
Lanjutkan pemberian ASI. Tunjukan pada ibu cara memberikan larutan oralit.
berikan tablet zinc selama 10 hari.
2. Rencana terapi C (penanganan dehidrasi berat dengan cepat)
Beri cairan intravena secepatnya. Jika anak bisa minum, beri oralit melalui
mulut, sementara infuse disiapkan. Beri 100 ml/kgBB cairan ringer laktat atau
ringer asetat (atau jika tak tersedia, gunakan larutan NaCl)yang dibagi sebagai
berikut.

34
Umur Pemberian pertama 30ml/kgBB Pemebrian berikut 70ml/kgBB
selama selama

Bayi (bibawah umur12 bulan) 1 jam* 5 jam


Anak (12 bulan sampai 5 tahun) 30 menit* 2 jam

*ulangi sekali lagi jika denyut nadi sangat lemah atau tidak teraba
Periksa kembali anak setiap 15-30 menit. Jika status hidrasi belum membaik, beri
tetesan intravena lebih cepat. Juga beri oralit (kira-kira 5ml/kgBB/jam) segera
setelah anak mau minum, biasanya sesudah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak)
dan beri anak tablet zinc sesuai dosis dan jadwal yang dianjurkan. Periksa kembali
bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam (klasifikasikan dehidrasi), kemudian
pilih rencana terapi) untuk melanjutkan penggunaan.
Prinsip pemberian terapi cairan pada gangguan cairan dan elektrolit ditujukan
untuk memberikan pada penderita:
1. Kebutuhan akan rumatan (maintenance) dari cairan dan elektrolit
2. Mengganti cairan kehilangan yang terjadi
3. Mencukupi kehilangan abnormal dari cairan yang sedang berlangsung.
Pada diare CRO merupakan terapi cairan utama. CRO telah 25 tahun
berperan dalam menurunkan angka kematian bayi dan anak dibawah 5 tahun
karena diare. WHO dan UNICEF berusaha mengembangkan oralit yang sesuai
dan lebih bermanfaat. Telah dikembangkan oralt baru dengan osmolalitas lebih
rendah. Keamanan oralit ini sama dengan oralit yang lama, namun efektifitasnya
lebih baik daripada oralit formula lama. Oralit baru dengan low osmolalitas ini
juga menurunkan kebutuhan suplementasi intravena dan mampu mengurangi
pengeluaran tinja hingga 20% serta mengurangi kejadian muntah hingga 30%.
Selain itu, oralit baru ini juga telah direkomendasikan WHO dan UNICEF untuk
diare akut non kolera pada anak.
PENGOBATAN DIETETIK
Memuasakan penderita diare (hanya member air teh) sudah tidak
dilakukanik lagi karena akan memperbesar kemungkinan terjadinya hipoglikemia
dan atau KKP. Sebagai pegangan dalam melaksanakan pengobatan dietetic
diapakai singkatan O-B-E-S-E, sebagai singkatan Oralit, Breast feeding, Early
Feeding, Simultaneously with Education.

35
Pemberian makanan harus diteruskan selama diare dan ditingkatkan
setelah sembuh. Tujuanya adalah memberikan makanan kaya nutrient sebanyak
anak mampu menerima. Sebagian besar anak dengan diare cair, nafsu makanya
timbul kembali setelah dehidrasi teratasi. Meneruskan pemberian makanan akan
mempercepat kembalinya fungsi usus yang normal termasuk kemampuan
menerima dan mengabsorbsi berbagai nutrient, sehingga memburuknya status gizi
dapat dicegah atau paling tidak dikurangi. Sebaliknya, pembatasan makanan akan
menyebabkan penurunan berat badan sehingga diare menjadi lebih lama dan
kembalinya fungsi usus akan lebih lama. Makanan yang diberikan pada anak diare
tergantung kepada umur, makanan yang disukai dan pola makan sebelum sakit
serta budaya setempat. Pada umumnya makanan yang tepat untuk anak diare sama
dengan yang dibutuhkan dengan anak sehat.1 Bayi yang minum ASI harus
diteruskan sesering mungkin dan selama anak mau. Peranan ASI selain
memberikan nutrisi yang terbaik, juga terdapat 0,05 SIgA/hari yang berperan
12
memberikan perlindungan terhadap kuman pathogen. Bayi yang tidak minum
ASI harus diberi susu yang biasa diminum paling tidak setiap 3 jam. Pengenceran
susu atau penggunaan susu rendah atau bebas laktosa mungkin diperlukan untuk
sementara bila pemberian susu menyebabkan diare timbul kembali atau
bertambah hebat sehingga terjadi dehidrasi lagi, atau dibuktikan dengan
pemeriksaan terdapat tinja yang asam (pH<6) dan terdapat bahan yang mereduksi
dalam tinja>0,5%. Setelah diare berhenti, pemberian tetap dilanjutkan selama 2
hari kemudian coba kembali dengan susu atau formula biasanya diminum secara
bertahap selama 2-3 hari.
Gejala klinis menghilang Susu rendah laktosa Susu normal (ml)
(hari) (ml)
Ke 1 150 50
Ke 2 100 100
Ke 3 50 150
Ke 4 0 200
Tabel 9. Tabel panduan kembali ke susu normal ( untuk setiap 200 ml)

36
Bila anak berumur 4 bulan atau lebih dan sudah mendapatkan makanan
lunak atau padat, makanan ini harus diteruskan. Paling tidak 50% dari energy diit
harus berasal dari makanan dan diberikan dalam porsi kecil atau sering (6kali atau
lebih) dan anak dibujuk untuk makan. Kombinasi susu formula dengan makanan
tambahan seperti serealia pada umunya dapat ditoleransi dengan baik pada anak
yang telah disapih. Makanan padat memiliki keuntungan, yakni memperlambat
pengosongan lambung pada bayi yang minum ASI atau susu formula, jadi
memperkecil jumlah laktosa pada usus halus pr satuan waktu. Pemberian
makanan lebih sering dalam jumlah kecil juga memberikan keuntungan yang
sama dalam mencernakan laktosa dan penyerapanya. Pada anak yang lebih besar,
dapat diberikan makanan yang terdiri dari:makanan pokok setempat misalnya
nasi, kentang, gandum, roti, atau bakmi. Untuk meningkatkan kandungan
energinya dapat ditambahkan 5-10 ml minyak nabati untuk setiap 100ml
makanan. Minyak kelapa sawit sangat bagus dikarenakan kaya akan karoten.
Campur makanan pokok tersebut dengan kacang-kacangan dan sayur-sayuran,
serta ditambahkan tahu,tempe, daing atau ikan. Sari buah segar atau pisang baik
untui menambah kalium. Makanan yang berlemak atau makanan yang
mengandung banyak gula seperti sari buah manis yang diperdagangkan, minuman
ringan, sebaiknya dihindari.
Pemberian makanan setelah diare
Meskipun anak diberi makanan sebanyak dia mau selama diare, beberapa
kegagalan pertumbuhan mungkin dapat terjadi teruatama bila terjadai anorexia
hebat. Oleh karena itu perlu pemberian ekstra makanan yang akan zat gizi
beberapa minggu setelah sembuh untuk memperbaiki kurang gizi dan untuk
mencapai serta mempertahankan pertumbuhan yang normal. Berikan ekstra
makanan pada saat anak merasa lapar, pada keadaan semacam ini biasanya anak
dapat menghabiskan tambahan 50% atau lebih kalori dari biasanya.
ZINC
Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu
makan anak. Zinc termasuk mikronutrien yang mutlak dibutuhkan untuk
memelihara kehidupan yang optimal. Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam

37
pengobatan diare akut didasarkan pada efeknya terhadap imun atau terhadap
struktur dan fungsi saluran cerna dan terhadap proses perbaikan epitel saluran
cerna selama diare. Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan absorbs air
dan elektrolit oleh usus halus meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus,
meningkatkan jumlah brush border apical, dan meningkatkan respon imun yang
mempercepat pembersihan patogen di usus. Pengobatan dengan zinc cocok
ditetapkan di negara-negara berkembang seprti Indonesia yang memiliki banyak
masalah terjadinya kekurangan zinc di dalam tubuh karena tingkat kesejahteraan
yang rendah dan daya imunitasnya yang kurang memadai. Pemberian zinc dapat
menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak. Dosis zinc untuk anak-anak:
- anak dibawah umur 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari
- anak diatas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari
Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut, meskipun anka telah sembuh dari
diare. Untuk bayi tablet zinc diberikan dalam air matang, ASI atau oralit. Untuk
anak lebih besar, zinx dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit.
Terapi medikamentosa
Berbagai macam obat telah digunakan untuk pengobatan diare seperti
antibiotika:antibiotika, antidiare, adsorben, antiemetic, dan obat yang
mempengaruhi mikroflora usus. Beberapa obat mempunyai lebih dari satu
mekanisme kerja, banyak diantaranya mempunyai efek toksik sistemik dan
sebagian besar tidak direkomendasikan untuk anak umur kurang dari 2-3 tahun.
Secara umum dikatakan bahwa obat-obat tersebut tidak diperlukan untuk
pengobatan diare akut.
Antibiotik
Antbiotik apda umunya tidak diperlukan pad semua daire akut oleh karena
sebagian besar diare infeksi adalah rotavirus yang sifatnya self limited dan tidak
dapat dibunuh dengan antibiotic. Hanya sebagian kecil (10-20%) yang disebabkan
oleh bakteri pathogen seperti V,cholera, Shigella, Enterotoksigenik E.coli,
Salmonella, Campilobacter, dan sebagainya.

38
Penyebab Antibiotik pilihan Alternatif
Kolera Tetracycline 12,5 mg/kgBB Erythromycin 12,5 mg/kgBB
4x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 3 hari
Shigella Disentri Ciprofloxacin 15 mg/kgBB Pivmecillinam 20 mg/kg BB
2x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 3 hari
Ceftriaxone 50-100 mg/kgBB
1x sehari IM selama 2-5 hari
Amoebiasis Metronidazole 10 mg/kgBB
3xs ehari selama 5 hari (10 hari pada
kasus berat)
Giadiasis Metronidazole 5mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari

Obat antidiare
Obat-obat ini meskipun sering digunakan tidak mempunyai keuntungan praktis
dan tidak diindikasikan untuk pengobatan diare akut pada anak. Beberapa dari
obat-obat ini berbahaya. Produk yang termasuk dalam kategori ini adalah:1,3
Adsorben
Contoh: kaolin, attapulgite, smectite, activated charcoal, cholesteramine).
Obat-obat ini dipromosikan untuk pengobatan diare atas dasar
kemampuanya untuk mengikat dan menginaktifasi toksin abkteri atau
bahan lain yang menyebabkan diare serta dikatakan mempunyai
kemampuan melindungi mukosa usus. Walaupun demikian, tidak ada
bukti keuntungan praktis dari penggunaan obat ini untuk pengobatan rutin
diare akut pada anak.
Antimotilitas
Contoh loperamidhydrocloride, diphenoxylate dengan atropine, tincture
opiii, paregoric, codein). Obat-obatan ini dapat mengurangi frekuensi diare
pada orang dewasa akan tetapi tidak mengurangi volume tinja pada anak.
Lebih dari itu dapat menyebabkan ileus paralitik yang berat yang dapat
fatal atau dapat memperpanjang infeksi dengan memperlambat eliminasi
dari organisme penyebab. Dapat terjadi efek sedative pada dosis normal.
Tidak satupun dari obat-obatan ini boleh diberikan pada bayi dan anak
dengan diare.

39
Bismuth subsalicylate
Bila diberikan setiap 4 jam dilaporkan dapat mengurangi keluaran tinja
pada anak dngan diare akut sebanya 30% akan tetapi, cara ini jarang
digunakan.
obat-obat lain:
Anti muntah
Termasuk obat ini seperti prochlorperazine dan chlorpromazine yang dapat
menyebabkan mengantuk sehingga mengganggu pemberian terapi
rehidrasi oral. Oleh karena itu obat anti muntah tidak digunakan pada anak
dengan diare, muntah biasanya berhenti bila penderita telah terehidrasi
PROBIOTIK
Probiotik diberi batas sebagai mikroorganisme hidup dalam makanan yang
difermentasi yang menunjang kesehatan melalui terciptanya keseimbangan
mikroflora intestinal yang lebih baik. Pencegahan diare dapat dilakukan dengan
pemberian probiotik dalam waktu yang panjang terutama untuk bayi yang tidak
minum ASI. Kemungkinan efek probiotik dalam pencegahan diare melalui
perubahan lingkungan mikrolumen usus , kompetisi nutrient, mencegah adhesi
kuman pathogen pada enterosit, modifikasi toksin atau reseptor toksin efek trofik
terhadap mukosa usus melalui penyediaan nutrient dan imunomodulasi.
Pemberian makanan selama daire harus diteruskan dan ditingkatkan setelah
sembuh, tujuanya adalah memberikan makanan yang kaya nutrient sebanyak
anka mampu menerima. Sebagian besar anak dengan diare cair, nafsu makannya
timbul kembali setelah dehidrasi teratasi. Meneruskan pemberian makanan akan
mempercepat kembalinya fungsi usus yang normal termasuk kemampuan
menerima dan mengabsorbsi berbagai nutrient, sehingga memburuknya status gizi
dapat dicegah atau paling tidak dapat dikurangi.
Mekanisme kerja probiotik untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen
dalam mukosa usus belum sepenuhnya jelas tetapi beberapa laporan mneunjukan
adanya kompetisi untuk mengadakan perlekatan dengan enterosit (sel epitel
mukosa). Enterosit yang telah jenuh dengan bakteri probiotik tidak dapat lagi
dilekati bakteri yang lain. Jadi dengan adanya bakteri probiotik di dalam mukosa

40
usus dapat mencegah kolonisasi oleh bakteri patogen. Lactobacillus strain pada
manusia mempunyai kemampuan melekat pada Caco-2 cells dan sel goblet HT
29-MTX pada sel epitel mukosa usus. Lactobacillus acidophilus LA1 dan LA3
mempunyai kemampuan melekat yang kuat, tidak tergantung pada calcium,
sedangkan Lactobacillus strain LA10 dan LA18 kemampuan melekatnya rendah.
Kemampuan perlekatan tersebut dapat dihilangkan dengan adanya tripsin. Strain
LA1 mempunyai kemampuan untuk mencegah perlekatan diarrheagenic
Eschercia coli (EPEC) dan bakteri enteroinvasif seperti Salmonella typhymurium,
Yersinia tuberculosis. Kemampuan mencegah perlekatan strain LA1 lebih efektif
bila diberikan sebelum atau bersamaan dengan infeksi E coli daripada setelah
infeksi E coli. Disamping mekanisme perlekatan dengna reseptor pada epitel usus
untuk mencegah pertumbuhan bakteri patogen melalui kompetisi, bakteri
probiotik memberi manfaat pada pejamu oleh karena produksi substansi
antibakteri misalnya, asam organik, bacteriocin, microcin, reuterin, volatile fatty
acid, hidrogen peroksida dan ion hidrogen.
J. Komplikasi
Dehidrasi
1. Gangguan elektrolit
- Hipernatremia
Penderita diare dengan natrium plasma>150 mmol/L memerlukan
pemantauan berkala yang ketat. Tujuanya adalah menurunkan kadar
natrium secara perlahan-lahan. Penurunan kadar natrium plasma yang
cepat sangat berbahaya oleh karena dapat menimbulkan edema otak.
Rehidrasi oral atau nasogastrik menggunakan oralit adalah cara terbaik
dan paling aman. Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan
menggunakan cairan 0,45% saline-5% dextrose selama 8 jam. Hitung
kebutuhan cairan menggunakan berat badan tanpa koreksi. Periksa kadar
natrium plasma setelah 8jam. Bila normal lanjutkan dengan rumatan, bila
sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi dan periksa kembali natrium plasma
setelah 8 jam. Untuk rumatan gunakan 0,18% saline-5% dekstrose,
perhitungkan untuk 24 jam. Tambahkan 10 mmol KCl pada setiap 500 ml

41
cairan infuse setelah pasien dapat kencing. Selanjutnya pemberian diet
normal dapat mulai diberikan. lanjutkan pemberian oralit
10ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare berhenti.
- Hiponatremia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya
mengandung sedikit garam, dapat terjadai hiponatremia ( Na<130
mmol/L). Hiponatremia sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan
pada anak malnutrisi berat dengan odema. Oralit aman dan efekstif untuk
terapi dari hamper semua anak dengan hiponatremi. Bila tidak berhasil,
koreksi Na dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu :
memakai ringer laktat atau normal saline. Kadar Na koreksi (mEq/L)=125-
kadar Na serum yang diperiksa dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan.
Separuh diberikan dalam 8 jam, sisanya diberikan dalam 16 jam.
Peningkatan serum Na tidak boleh melebihi 2 mEq/L/jam.
- Hiperkalemia
Disebut hiperkalemia jika K>5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan
pemberian kalsium glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB i.v pelan-pelan dalam 5-
10 menit dengan monitor detak jantung.
- Hipokalemia
Diakatakan hipokalemia bila K<3,5 mEq/L, koreksi dilakukan menuurut
kadar K: jika kalium 2,5-3,5 mEq/L diberikan peroral 75 mcg/kgBB/hr
dibagi 3 dosis. Bila <2,5 mEq/L maka diberikan secara intravena drip
(tidak boleh bolus) diberikan dalam 4 jam. Dosisnya: (3,5-kadar K
terukurx BBx0,4 +2 mEq/kgBB/24 jam) diberikan dalam 4 jam lemudian
20 jam berikutnya adalah (3,5-kadar K terukurx BBx 0,4+1/6x2
mEqxBB). Hipokalemia dapat menyebakan kelemahan otot, paralitik usus,
gangguan fungsi ginjal dan aritmia jantung. Hipokalemia dapat dicegah
dan kekurangan kalium dapat dikoreksi dengan menggunakan makanan
yang kaya kalium selama diare dan sesudah diare berhenti.

42
2. Demam
Demam sering terjadi pada infeksi shigella disentriae dan rotavirus. Pada
umunya demam akan timbul jika penyebab diare mengadakan invasi ke
dalam sel epitel usus. Demam juga dapat terjadi karena dehidrasi. Demam
yang timbul akibat dehidrasi pada umunya tidak tinggi dan akan menurun
setelah mendapat hidrasi yang cukup. Demam yang tinggi mungkin diikuti
kejang demam. Pengobatan: kompres dan/ antipiretika. Antibiotika jika
ada infeksi.
3. Edema/overhidrasi
Terjadi bila penderita mendapat cairan terlalu banyak. Tanda dan gejala
yang tampak biasnya edema kelopak mata, kejang-kejang dapat terjadi bila
ada edema otak. Edema paru-paru dapat terjadi pada penderita dehidrasi
berat yang diberi larutan garan faali. Pengobatan dengan pemberian cairan
intravena dan atau oral dihentikan, kortikosteroid jika kejang.
4. Asidosis metabolik
Asidosis metabolik ditandai dengan bertambahnya asam atau hilangnay
basa cairan ekstraseluler. Sebagai kompensasi terjadi alkalosis
respiratorik, yang ditandai dengan pernafasan yang dalam dan cepat
(kuszmaull). pemberian oralit yang cukup mengadung bikarbonas atau
sitras dapat memperbaiki asidosis.
5. Ileus paralitik
Komplikasi yang penting dan sering fatal, terutama terjadi pada anak kecil
sebagai akibat penggunaan obat antimotilitas. Tanda dan gejala berupa
perut kembung, muntah, peristaltic usu berkurang atau tidak ada.
Pengobatan dengan cairan per oral dihentikan, beri cairan parenteral yang
mengandung banyak K.
6. Kejang
o Hipoglikemia: terjadi kalau anak dipuasakan terlalu lama. Bila
penderita dalam keadaan koma, glukosa 20% harus diberika iv,
dengan dosis 2,5 mg/kgBB, diberikan dalam waktu 5 menit. Jika

43
koma tersebut disebabkan oleh hipoglikemia dengan pemberian
glukosa intravena, kesadaran akan cepat pulih kembali.
o kejang demam
o Hipernatremia dan hiponatremia
o penyakit pada susunan saraf pusat, yang tidak ada hubungannya
dengan diare, seperti meningitis, ensefalitis atau epilepsi.
7. Malbasorbsi dan intoleransi laktosa
Pada penderita malabsorbsi atau intoleransi laktosa, pemberian susu
formula selama diare dapat menyebabkan:
- Volume tinja bertambah
- berat badan tidak bertambah atau gejala/tanda dehidrasi memburuk
- dalam tinja terdapat reduksi dalam jumlah cukup banyak.
Tindakan:
a. Mencampur susu dengan makanan lain untuk menurunkan kadar
laktosa dan menghidari efek bolus
b. Mengencerkan susu jadi -1/3 selama 24 -48 jan. Untuk mangatasi
kekeurangan gizi akibat pengenceran ini, sumber nutrient lain
seperti makanan padat, perlu diberikan.
c. Pemberian yogurt atau susu ynag telah mengalami fermentasi
untuk mengurangi laktosa dan membantu pencernaan oleh bakteri
usus.
d. Berikan susu formula yang tidak mengandung/rendah laktosa, atau
ganti dengan susu kedelai.
8. Malabsorbsi glukosa
Jarang terjadi. Dapat terjadi penderita diare yang disebabkan oleh infeksi,
atau penderita dengan gizi buruk. Tindakan: pemberian oralit dihentikan,
berikan cairan intravena.
9. Muntah
Muntah dapat disebabkan oleh dehidrasi, iritasi usus atau gastritis yang
menyebabkan gangguan fungsi usus atau mual yang berhubungan dengan
infeksi sistemik. Muntah dapat juga disebabkan karena pemberian cairan

44
oral terlalu cepat. Tindakan: berikan oralit sedikit-sedikit tetapi sering (1
sendok makan tiap 2-3 menit), antiemetic sebaiknya tidak diberikan karena
sering menyebabkan penurunan kesadaran.
10. Akut kidney injury
Mungkin terjadi pada penderita diare dengan dehidrasi berat dan syok.
Didiagnosis sebagai AKI bila pengeluaran urin belum terjadi dalam waktu
12 jam setelah hidrasi cukup.
K. Pencegahan
1. Mencegah penyebaran kuman pathogen penyebab diare
Kuman-kuman patoggen penyebab diare umumnya disebarkan secara
fekal oral. Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan
pada cara penyebaran ini. Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif
meliputi:
a. Pemberian ASI yang benar
b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI
c. Menggunakan air bersih yang cukup
d. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis
buang air besar dan sebelum makan
e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota
keluarga
f. Membuang tinja bayi yang benar
2. Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh
anak dan dapat juga mengurangi resiko diare antara lain:
b. Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun
c. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan member
makan dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status , gizi anak.
d. Imunisasi campak. Pada balita 1-7% kejadian diare behrunbungan
dengan campak, dan diare yang terjadi umunya lebih berat dan lebih
lama (susah diobati, cenderung menjadi kronis) karena adanya
kelainan pada epitel usus. Diperkirakan imunisasi campak yang

45
mencakup 45-90% bayi berumur 9-11 bulan dapat mencegah 40-60%
kasus campak, 0,6-3,8% kejadian diare dan 6-25% kematian karena
diare pada balita.
e. Vaksin rotavirus, diberikan untuk meniru respon tubuh seperti infeksi
alamiah, tetapi infeksi pertama oleh vaksin tidak menimbulkan,
manifestasi diare. Di dunialah beredar 2 vaksin rotavirus oral yang
diberikan sebelum usia 6 bulan dalam 2-3 kali pemberiian dengan
interval 4-6 minggu.
L. Prognosis
Bila kita menatalaksanakan diare sesuai dengan 4 pilar diare, sebagian besar
(90%) kasus diare pada anak akan sembuh dalam waktu kurang dari 7 hari,
sebagian kecil (5%) akan melanjut dan sembuh dalam kurang dari 7 hari,
sebagian kecil (5%( akan menjadi diare persisten.

46
DAFTAR PUSTAKA

1. Aggarwal et al. Role of Zinc Administration in Prevention of Childhood


Diarrhea and respiratory illness. A merk analisis. Pediatric 2011
;119:1120.
2. Berkes et al. Intestinal Epithelial responses to enteric pathogens: effect on
the tight junction barrier, ion transport and inflammation. Dalam
http:www.glut.bmj.com.[diunuduh tanggal 27 oktober 2017].
3. Boom et al. Effectiveness of Pentavalent Rotavirus Vaccine in a large
Urban population in The United States. Pediatrics:125e,e199,2012.
4. Gaurino et al. European Society for Pediatric Gastroenterology,
Hepatology and Nutrition/European Society for Paediatric Infectious
disease Evidenced Based Guidelines for Management of Acute
Gastroenteritis in Children in Europe. Journal of Pediatric
Gastroenterology and Nutrition 46: S81-184.2013.
5. Isolaun E. Probiotics : A role in the treatment of intestinal infection and
inflammation. Gut.2012,50 (Supple III):III:54-1159
6. Pickering LK. Gastroenteritis in Nelson textbook of pediatrics 19th edition.
United Stated of Amrica, Lippincot wiliams
7. Soenarto et al. Burden of Severe Rotavirus Diarrhea In Indonesia. The
Journal of Infectious disease 200: S188-94, 2012.
8. Suandi IKG. Manajemen nutrisi pada gastroenteritis dalam Kapita Selekta
Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2012:84-100.
9. Subagyo B dan Santoso NB. Diare akut dalam Buku Ajar
Gastroenterologi-Hepatologi Jilid 1, Edisi 1. Jakarta: Badan penerbit UKK
Gastroenterologi-Hepatologi IDAI. 2010:87-110
10. Suraatmaja Sudaryat. Diare dalam Kapita Selekta Gastroenterologi Anak.
Jakarta: Sagung Seto. 2013:1-24
11. Suraatmaja Sudaryat. Masalah Rehidrasi Oral dalam Kapita Selekta
Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2013:44-53

47
12. UNICEF. Oral Rehydration Salt (ORS) A New Reduced Osmolality
Formulation. Http:www// rehydrate/ors/oral rehydration salt.htm.2010.
[diunduh tanggal 27 oktober 2017].
13. WHO. Diare dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah
Sakit Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten
Kota. Jakarta: WHO Indonesia.2009.
14. WHO. Diarrhoeal Disease (Updated February 2012). In
http:www.Who.int/vaccine_research/disease/diarrhoeal/en/index html.
[diunduh tanggal 28 oktober 2017]
15. UNICEF. Oral Rehydration Salt (ORS) A New Reduced Osmolality
Formulation. Http:www// rehydrate/ors/oral rehydration salt.htm.2010.
[diunduh tanggal 27 oktober 2017].

48

Anda mungkin juga menyukai