Disusunoleh :
oleh
Pembimbing
dr. Rendi Asmara Sp. JP
2017
LEMBAR PENGESAHAN
UNSTABLE ANGINA PECTORIS
oleh
Pembimbing,
A. Identitas pasien
Nama : Ny. EP
Usia: : 52 tahun
Alamat : Jl. Dr Gumbreg No. 874 Rt02/06 Mersi
Jenis kelamin : Perempuan
Status : Belum menikah
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMA
Tanggal masuk : 29-09-2017
Tanggal periksa : 02-10-2017
No. CM : 00-47-14-12
B. Anamnesis
1. Keluhan utama :
Nyeri dada sejak tadi malam
2. Keluhan tambahan :
nyeri dada menjalar ke punggung, sesak, mual (-), muntah (-), demam
(-)
3. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD RSMS pada hari jumat tanggal 29 Oktober
2017 dengan keluhan nyeri dada sejak 5 jam sebelum masuk rumah
sakit. Pasien merasakan nyeri menjalar sampai ke punggung belakang,
namun tidak menjalar ke lengan maupun rahang. Nyeri disertai dengan
sesak napas yang tidak membaik dengan perubahan posisi, sesak juga
tidak disertai dengan bunyi ngik-ngik, sesak tidak disertai dengan mual
(-), muntah (-), demam (-) maupun batuk (-). Nyeri dada semakin
dirasakan saat pasien melakukan aktivitas, berkurang saat pasien
beristirahat dan meminum obat ISDN, Nitrokaf dan Bisoprolol. Nyeri
dada dirasakan pasien secara terus menerus hingga mengganggu tidur
pasien. Pasien memiliki riwayat penyakit jantung dan mengaku rutin
kontrol ke poli jantung, selain itu pasien memiliki riwayat
Dislipidemia.
Buang air kecil (BAK) pasien lancar dan normal, volume tiap kali
BAKsekitar 1 gelas belimbing berwarna kuning. Pasien menyangkal
BAKseperti teh maupun warna BAK yang keruh. Frekuensi BAK
pasien juganormal, tiap harinya saat ini sekitar 3-4 kali per hari. Pasien
menyangkalnyeri saat BAK maupun BAK berdarah. Buang air besar
(BAB) pasiennormal tiap hari. BAB tidak berwarna hitam, tidak
seperti dempul, tidakkeras dan tidak juga cair. Pasien juga menyangkal
adanya gusi berdarahmaupun mimisan.
4. Riwayat penyakit dahulu
a. Riwayat keluhan sama : disangkal
b. Riwayat Hipertensi : disangkal
c. Riwayat Sakit Jantung :+
d. Riwayang kencing manis : disangkal
e. Riwayat penyakit hati : disangkal
f. Riwayat asma : disangkal
g. Riwayat alergi : disangkal
h. Riwayat dislipidemia :+
5. Riwayat penyakit keluarga
a. Riwayat keluhan sama : disangkal
b. Riwayat Hipertensi : disangkal
c. Riwayat Sakit Jantung : disangkal
d. Riwayang kencing manis : disangkal
e. Riwayat penyakit hati : disangkal
f. Riwayat alergi : disangkal
g. Riwayat asma : disangkal
h. Riwayat mondok : disangkal
6. Riwayat sosial ekonomi
a. Lingkungan
Pasien tinggal di Mersi, Purwokerto bersama suami dan kedua
anaknya di lingkungan padat penduduk. Rumah satu dengan yang
lain berdekatan. Hubungan pasien dengan keluarga dan tetangga
baik. Di lingkungan rumah tidak ada yang memiliki keluhan yang
sama serta tidak ada yang di rawat di RS sebelumnya dengan
penyakit yang sama.
b. Rumah
Pasien tinggal di rumah bersama suami dan kedua anaknya. Rumah
pasien terdiri dari 3 kamar tidur, 1 dapur dan 1 kamar mandi yang
terletak di dalam rmah.
c. Occupational
Pasien seorang ibu rumah tangga
d. Personal habit
Pasien makan 3 kali sehari dengan menu bervariasi. Pasien
mengaku tidak pernah berolahraga.
e. Biaya pengobatan
Pasien berasal dari keluarga menengah. Sumber pembiayaan
dnegan menggunakan BPJS Non-PBI.
C. Pemeriksaan fisik
Dilakukan di bangsal PSR bawah RSMS, 02 Oktober 2017
1. Keadaan umum : Tampak sakit Sedang
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Tanda vital :
Tekanan darah :120/90 mmHg
Nadi : 75 x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36.2 C
4. BB : 60 kg
5. TB : 155 cm
6. Status Gizi (BMI) : 25
7. Status generalis
a. Pemeriksaan kepala
Bentuk : mesocephal, simetris, venektasi temporalis (-/-)
Rambut : tidak mudah dicabut, distribusi merata
Mata : conjungtiva anemins (-/-), sklera ikterik (-/-),
edema palpebra (-/-), reflek cahaya (+/+) normal,
pupil bulat isokor, diameter 3mm/3mm
THT : discharge (-), napas cuping hidung (-)
Mulut : Bibir sianosis (-), lidah sianosis (-), lidah kotor (-)
Leher : deviasi trakea (-), tidak teraba pembesaran tiroid
b. Pemeriksaan dada
Paru
Inspeksi : Dinding dada simetris, tidak tampak ketinggalan
hemithoraks dextra dan sinistra, kelainan dada (-),
retraksiinterkostalis (-)
Palpasi : Vokal fremitus lobus superior kanan = kiri
Vokal fremitus lobus inferior kanan = kiri
Perkusi : Perkusi orientasi seluruh lapang paru sonor
Batas paru-hepar SIC V LMCD
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+)
Ronki basah halus (-/-)
Ronki basah kasar (-/)
Wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis di SIC V 2 jari lateral LMCS
Pulsasi epigastrium (-), pulsasi parasternal (-)
Palpasi : Ictus cordis di SIC V 2 lateral LMCS
Perkusi : batas jantung
kanan atas : SIC II LPSD
kiri atas : SIC II LPSS
kanan bawah : SIC IV LPSD
kiri bawah : SIC V 2 jari lateral LMCS
Auskultasi : S1>S2 reguler, Gallop (-), Murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) N
Perkusi : Timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-) epigastrik, test undulasi (-),
hepatojugular refleks (-)
Hepar dan lien : Sulit dinilai
Renal : Nyeri ketok kosto vertebrae (-)
Ekstremitas :
Ektremitas Ektremitas
superior Sinistra inferior Sinistra
Dextra Dextra
Edema - - - -
Sianosis - - - -
Akral dingin - - - -
Reflek
+ + + +
fisiologis
Reflek
- - - -
patologis
D. Pemeriksaan penunjang
29-09-2017 01-10-2017
Hemoglobin 12.5
Leukosit 8940
Hematokrit 38
Eritrosit 4.4
Trombosit 219.000
MCV 87.2
MCH 28.6
MCHC 32.8
MPV 12.4 H
Hitung Jenis
Basofil 0.5
Eosinofil 9.3 H
Batang 0.6 L
Segmen 60.7
Limfosit 23.8 L
Monosit 5.1
Kimia klinik
CK 194 H
CKMB 49 H
Kreatinin 0.66
Ureum darah 21.2
GDS 86
Natrium 144
Kalium 3.5
Klorida 112 H
Kimia klinik
Kolesterol total 158 L
Trigliserid 97
HDL Kolesterol 47.0
LDL Kolesterol 93.3
Sero Imunologi
Troponin I < 0.01
Catatan perkembangan kondisi pasien :
tgl Subjektif Objektif Assessment Planning
02/10/ Nyeri dada TD : Unstable Aristra 1x2 (H-3)
2017 berkurang, 131/78 Angina Aspilet 1x80 mg
sesak N : 100 Pectoris, Riw. CPG 1x75 mg
berkurang x/menit Dislipidemia Simvastatin 1x20 g
ISDN 3x50 g
RR : 22 Alprazolam 1x2.5 g
x/menit Concor 1x2.5mg
S: 36.1 Pindah ruangan
03/10/ Nyeribe dada TD : Unstable Aristra 1x2 (H-4)
2017 (-), pusing 120/90 Angina (terakhir)
HP 2 (+), mual (-), Pectoris, Aspilet 1x80 mg
muntah (-), N : 80 Dislipidemia CPG 1x75 mg
nafsu makan x/menit Simvastatin 1x20 g
menurun, ISDN 3x50 g
RR : 20 Alprazolam 1x2.5 g
x/menit Betahistin 2x6 g
mobilisasi
S: 36.3
04/10/ Agak pusing, TD : Unstable Aspilet 1x80 mg
2017 nafsu makan 120/80 Angina CPG 1x75 mg
HP 3 meningkat, Pectoris, Simvastatin 1x20 g
keluhan N : 80 Dislipidemia ISDN 3x50 g
berkurang x/menit Alprazolam 1x2.5 g
Betahistin 2x6 g
RR : 22 mobilisasi
x/menit
S: 36.1
E. Diagnosa
Unstable Angina Pectoris
Dislipidemia
F. Tatalaksana
Farmakologi:
a. Aristra 1x2 (H-4) (terakhir)
b. Aspilet 1x80 mg
c. CPG 1x75 mg
d. Simuastatin 1x20 g
e. ISDN 3x50 g
f. Alprazolam 1x2.5 g
g. Betahistin 2x6 g
Non-farmakologi:
a. Mobilisasi
h. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad Functionam : dubia ad bonam
BAB III
Tinjauan Pustaka
A. Definisi
Angina pektoris tidak stabil merupakan salah satu dari manifestasi akut
plak ateroma pembuluh darah koroner yang menyumbat pembuluh darah pada
jantung sehingga terjadi iskemia pada sel otot jantung. Manifetasi akut tersebut
disebut sebagai Sindrom Koroner Akut (SKA) (PERKI, 2015).
B. Faktor Risiko
Faktor risiko penyakit jantung koroner (infark miokard) dibagi menjadi
faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dapat dimodifikasi, dan faktor
risiko lainnya. Faktor risiko mayor yang tidak dapat dimodifikasi terdiri atas:
usia 45 tahun pada pria dan 55 tahun pada wanita, riwayat sakit jantung
dini pada keluarga dimana ayah atau saudara laki-laki didiagnosis mengalami
sakit jantung sebelum usia 55 tahun dan ibu atau saudara perempuan
didiagnosis mengalami sakit jantung sebelum usia 65 tahun, dan perbedaan ras.
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi terdiri atas: kadar kolesterol darah tinggi,
hipertensi, merokok, Diabetes Mellitus, obesitas, kurangnya aktivitas fisik,
sindroma metabolik, stres, dan depresi. Sedang faktor risiko lainnya terdiri
atas: peningkatan kadar CRP di darah, peningkatan lipoprotein a, peningkatan
homosistein, aktivator plasminogen jaringan, fibrinogen, dan berbagai faktor
lain seperti end-stage renal disease (ESRD), penyakit inflamasi kronik yang
mempengaruhi jaringan ikat seperti lupus, rheumatoid arthritis,
infeksi HIV/AIDS, dan highly active antiretroviral therapy (HAART).
Sebagian faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan dapat dimodifikasi
disebut juga faktor risiko mayor (Boudi, 2015).
Gambar 2. 1 Faktor Risiko Coronary Artery Disease(Boudi, 2015)
C. Patofisiologi
Kejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya aterosklerosis
yang kemudian ruptur dan menyumbat pembuluh darah. Penyakit
aterosklerosis ditandai dengan pembentukan bertahap fatty plaque di dalam
dinding arteri. Lama-kelamaan plak ini terus tumbuh ke dalam lumen, sehingga
diameter lumen menyempit. Penyempitan lumen mengganggu aliran darah ke
distal dari tempat penyumbatan terjadi (Ramrakha, 2006). Salah satu hipotesis
yang menerangkan tentang proses terbentuknya aterosklerosis adalah
mengenai response to injure hypothesis yaitu sebagai berikut (Darmawan,
2010):
1. Endothelial injure
Endotelial yang intak dan licin berfungsi sebagai barrier yang
menjamin aliran darah koroner lancar. Faktor risiko yang dimiliki pasien
akan memudahkan masuknya lipoprotein densitas rendah (Low Density
Lipoprotein/LDL) yang teroksidasi maupun makrofag ke dalam dinding
arteri. Interaksi antara endotelial injure dengan platelet, monosit dan
jaringan ikat (collagen), menyebabkan terjadinya penempelan platelet
(platelet adherence) dan agregasi trombosit (trombosit agregation).
2. Fatty Streak Formation
Pembentukan fatty streak merupakan pengendapan kolesterol-
kolesterol yang telah dioksidasi dan makrofag di bawah endothelium
arteri. LDL dalam darah akan menyerang endotel dan dioksidasi oleh
radikal-radikal bebas pada permukaan endotel. Lesi ini secara makroskopik
berbentuk bercak berwarna kekuningan, terdiri dari sel-sel otot polos dan
makrofag yang mengandung lipid terutama dalam bentuk ester cholesterol
yang disebut foam cells.
3. Fibrosis Plaque Formation
Pembentukan plak fibrosis terdiri atas inti kolesterol dan tutup
jaringan ikat (cap fibrous). Formasi ini memberikan dua gambaran tipe
yaitu Stable fibrous plaque dan Unstable fibrous plaque.
D. Penegakan Diagnosis
Diagnosis angina pektoris tidak stabil (APTS/UAP) dan infark miokard
non ST elevasi (NSTEMI) ditegakkan atas dasar keluhan angina tipikal yang
dapat disertai dengan perubahan EKG spesifik, dengan atau tanpa peningkatan
marka jantung. Jika marka jantung meningkat, diagnosis mengarah NSTEMI;
jika tidak meningkat, diagnosis mengarah UAP. Sebagian besar pasien
NSTEMI akan mengalami evolusi menjadi infark miokard tanpa gelombang Q.
Dibandingkan dengan STEMI, prevalensi NSTEMI dan UAP lebih tinggi, di
mana pasien-pasien biasanya berusia lebih lanjut dan memiliki lebih banyak
komorbiditas. Selain itu, mortalitas awal NSTEMI lebih rendah dibandingkan
STEMI namun setelah 6 bulan, mortalitas keduanya berimbang dan secara
jangka panjang, mortalitas NSTEMI lebih tinggi. Strategi awal dalam
penatalaksanaan pasien dengan NSTEMI dan UAP adalah perawatan dalam
Coronary Care Units, mengurangi iskemia yang sedang terjadi beserta gejala
yang dialami, serta mengawasi EKG, troponin dan/atau CKMB.
1. Presentasi klinik. Presentasi klinik NSTEMI dan UAP pada umumnya
berupa:
a. Angina tipikal yang persisten selama lebih dari 20 menit. Dialami oleh
sebagian besar pasien (80%)
b. Angina awitan baru (de novo) kelas III klasifikasi The Canadian
Cardiovascular Society. Terdapat pada 20% pasien.
c. Angina stabil yang mengalami destabilisasi (angina progresif atau
kresendo): menjadi makin sering, lebih lama, atau menjadi makin berat;
minimal kelas III klasifikasi CCS.
d. Angina pascainfark-miokard: angina yang terjadi dalam 2 minggu setelah
infark miokard
Presentasi klinik lain yang dapat dijumpai adalah angina ekuivalen,
terutama
pada wanita dan kaum lanjut usia. Keluhan yang paling sering dijumpai
adalah awitan baru atau perburukan sesak napas saat aktivitas. Beberapa
faktor yang menentukan bahwa keluhan tersebut presentasi dari SKA adalah
sifat keluhan,riwayat PJK, jenis kelamin, umur, dan jumlah faktor risiko
tradisional. Angina atipikal yang berulang pada seorang yang mempunyai
riwayat PJK, terutama infark miokard, berpeluang besar merupakan
presentasi dari SKA. Keluhan yang sama pada seorang pria berumur lanjut
(>70 tahun) dan menderita diabetes berpeluang menengah suatu SKA.
Angina equivalen atau yang tidak seutuhnya tipikal pada seseorang tanpa
karakteristik tersebut di atas berpeluang kecil merupakan presentasi dari
SKA (Tabel 3).
2. Pemeriksaan fisik. Tujuan dilakukannya pemeriksaan fisik adalah untuk
menegakkan diagnosis banding dan mengidentifikasi pencetus. Selain itu,
pemeriksaan fisik jika digabungkan dengan keluhan angina (anamnesis),
dapat menunjukkan tingkat kemungkinan keluhan nyeri dada sebagai
representasi SKA.
3. Elektrokardiogram. Perekaman EKG harus dilakukan dalam 10 menit
sejak kontak medis pertama. Bila bisa didapatkan, perbandingan dengan
hasil EKG sebelumnya dapat sangat membantu diagnosis. Setelah
perekaman EKG awal dan penatalaksanaan, perlu dilakukan perekaman
EKG serial atau pemantauan terus-menerus. EKG yang mungkin dijumpai
pada pasien NSTEMIdan UAP antara lain:
a. Depresi segmen ST dan/atau inversi gelombang T; dapat disertai dengan
elevasi segmen ST yang tidak persisten (<20 menit)
b. Gelombang Q yang menetap
c. Non-diagnostik
d. Normal
Hasil EKG 12 sadapan yang normal tidak menyingkirkan
kemungkinandiagnosis SKA tanpa elevasi segmen ST, misalnya akibat
iskemia tersembunyidi daerah sirkumfleks atau keterlibatan ventrikel kanan,
oleh karena itu pada hasil EKG normal perlu dipertimbangkan pemasangan
sadapan tambahan.Depresi segmen ST 0,5 mm di dua atau lebih sadapan
berdekatan sugestifuntuk diagnosis UAP atau NSTEMI, tetapi mengingat
kesulitan mengukurdepresi segmen ST yang kecil, diagnosis lebih relevan
dihubungkan dengandepresi segmen ST 1 mm. Depresi segmen ST 1 mm
dan/atau inversigelombang T2 mm di beberapa sadapan prekordial sangat
sugestif untukmendiagnosis UAP atau NSTEMI (tingkat peluang tinggi).
Gelombang Q0,04 detik tanpa disertai depresi segmen ST dan/atau inversi
gelombangT menunjukkan tingkat persangkaan terhadap SKA tidak tinggi
sehingga diagnosis yang seharusnya dibuat adalah Kemungkinan SKA
atauDefinitif SKA (Gambar 2. 3).
Jika pemeriksaan EKG awal menunjukkan kelainannon-diagnostik,
sementara angina masih berlangsung, pemeriksaan diulang 10 20 menit
kemudian (rekam juga V7-V9). Pada keadaan di mana EKG ulang tetap
menunjukkan kelainan yang nondiagnostik dan marka jantung
negatifsementara keluhan angina sangat sugestif SKA, maka pasien
dipantau selama12-24 jam untuk dilakukan EKG ulang tiap 6 jam dan setiap
terjadi anginaberulang.Bila dalam masa pemantauan terjadi perubahan
EKG, misalnya depresisegmen ST dan/atau inversi gelombang T yang
signifikan, maka diagnosis UAPatau NSTEMI dapat dipastikan. Walaupun
demikian, depresi segmen ST yangkecil (0,5 mm) yang terdeteksi saat nyeri
dada dan mengalami normalisasisaat nyeri dada hilang sangat sugestif
diagnosis UAP atau NSTEMI. Stress testdapat dilakukan untuk provokasi
iskemia jika dalam masa pemantauan nyeridada tidak berulang, EKG tetap
nondiagnostik, marka jantung negatif, dan tidak terdapat tanda gagal
jantung. Hasil stress test yang positif meyakinka diagnosis atau
menunjukkan persangkaan tinggi UAP atau NSTEMI. Hasil stresstest
negatif menunjukkan diagnosis SKA diragukan dan dilanjutkan
denganrawat jalan (Gambar 2.3).
4. Marka jantung. Pemeriksaan troponin I/T adalah standard baku emasdalam
diagnosis NSTEMI, di mana peningkatan kadar marka jantung tersebutakan
terjadi dalam waktu 2 hingga 4 jam. Penggunaan troponin I/T
untukdiagnosis NSTEMI harus digabungkan dengan kriteria lain yaitu
keluhanangina dan perubahan EKG. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika
marka jantungmeningkat sedikit melampaui nilai normal atas (upper limit of
normal, ULN).Dalam menentukan kapan marka jantung hendak diulang
seyogyanyamempertimbangkan ketidakpastian dalam menentukan awitan
angina.Tes yang negatif pada satu kali pemeriksaan awal tidak dapat dipakai
untukmenyingkirkan diagnosis infark miokard akut.Kadar troponin pada
pasien infark miokard akut meningkat di dalam darahperifer 3 4 jam
setelah awitan infark dan menetap sampai 2 minggu.Peningkatan ringan
kadar troponin biasanya menghilang dalam 2 hingga 3hari, namun bila
terjadi nekrosis luas, peningkatan ini dapat menetap hingga2 minggu
(Gambar 2).
Mengingat troponin I/T tidak terdeteksi dalam darah orang sehat, nilai
ambangpeningkatan marka jantung ini ditetapkan sedikit di atas nilai normal
yangditetapkan oleh laboratorium setempat.Perlu diingat bahwa selain
akibat STEMI dan NSTEMI, peningkatan kadar troponin juga dapat terjadi
akibat:
a. Takiaritmia atau bradiaritmia berat
b. Miokarditis
c. Dissecting aneurysm
d. Emboli paru
e. Gangguan ginjal akut atau kronik
f. Stroke atau perdarahan subarakhnoid
g. Penyakit kritis, terutama pada sepsis
Apabila pemeriksaan troponin tidak tersedia, pemeriksaan CKMB
dapatdigunakan. CKMB akan meningkat dalam waktu 4 hingga 6 jam,
mencapaipuncaknya saat 12 jam, dan menetap sampai 2 hari.
Gambar 2.3 Waktu Timbulnya Berbagai Jenis Marker Jantung
E. Tatalaksana
Tujuan utama penatalaksanaan AMI adalah mendiagnosis secara cepat,
menghilangkan nyeri dada, menilai dan mengimplementasikan strategi
reperfusi yang mungkin dilakukan, memberi anti-trombotik dan anti-platelet,
serta memberikan obat penunjang (Fauci et al., 2011). Tujuan penatalaksanan
dari STEMI adalah reperfusi untuk memulihkan oksigenasi dan suplai substrat
metabolik akibat oklusi trombotik persisten di arteri koroner (Antman, 2008).
Tatalaksana awal di ruang emergensi (10 menit pertama setelah pasien
datang) adalah sebagai berikut (PERKI, 2015; Dharma, 2009):
1. Tirah baring (bed rest total)
2. Oksigen 4 L/menit (saturasi O2 dipertahankan > 90%)
3. Aspirin 150-300 mg (dikunyah) dilanjutkan dengan 75-100 mg per hari
4. Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate)
a) Dosis awal ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg dilanjutkan dengan
dosis pemeliharaan 2 x 90 mg/hari, atau
b) Dosis awal clopidogrel adalah 300 mg dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 75 mg/hari (pada pasien yang direncanakan untuk terapi
reperfusi menggunakan agen fibrinolitik)
5. Nitrat 5 mg sublingual (dapat diulang 3 kali) lalu drips bila masih nyeri
6. Morfin sulfat 1-5 mg IV, dapat diulang setiap 10-30 menit, bila nyeri tidak
teratasi dengan nitrat
7. Tentukan pilihan revaskularisasi (memperbaiki aliran darah koroner)
dan reperfusi miokard harus dilakukan pada pasien STEMI akut
dengan presentasi 12 jam.
c. Nitrat
Keuntungan terapi nitrat terletak pada efek dilatasi vena yang
mengakibatkan berkurangnya preload dan volume akhir diastolik
ventrikel kiri sehingga konsumsi oksigen miokardium berkurang. Efek
lain dari nitrat adalah dilatasi pembuluh darah koroner baik yang normal
maupun yang mengalami aterosklerosis.
d. Beta blocker
Penyekat beta pada pasien STEMI dapat memberikan manfaat yaitu
manfaat yang terjadi segera jika obat diberikan secara akut dan yang
diberikan dalam jangka panjang jika obat diberikan untuk pencegahan
sekunder setelah infark. Penyekat beta intravena memperbaiki hubungan
suplai dan kebutuhan oksigen miokard, mengurangi nyeri, mengurangi
luasnya infark, dan menurunkan risiko kejadian aritmia ventrikel yang
serius (Sudoyo, 2010).
Gambar 2.7Jenis dan dosis beta blocker untuk IMA (PERKI, 2015)
Gambar 2.8Jenis dan dosis ACE inhibitor untuk IMA (PERKI, 2015)
Gambar 2.9 Jenis dan dosisi penghambat kanal kalsium untuk terapi IMA
(PERKI,2015)
g. Statin
Tanpa melihat nilai awal kolesterol LDL dan tanpa mempertimbangkan
modifikasi diet, inhibitor hydroxymethylglutary-coenzyme A reductase
(statin) harus diberikan pada semua penderita UAP/NSTEMI, termasuk
mereka yang telah menjalani terapi revaskularisasi, jika tidak terdapat
indikasi kontra. Terapi statin dosis tinggi hendaknya dimulai sebelum
pasien keluar rumah sakit, dengan sasaran terapi untuk mencapai kadar
kolesterol LDL <100 mg/dL Menurunkan kadar kolesterol LDL sampai
<70 mg/dL mungkin untuk dicapai.
I. KESIMPULAN
1. Sindrom koroner akut terdiri dari unstable angina, NSTEMI dan STEMI.
2. Lima hal yang diperlukan saat penanganan STEMI pada 10 menit pertama
adalahOksigen, Morfin, Nitrat, Aspirin dan Clopidogrel,
Daftar Pustaka
Antman EM, Hand M, Armstrong PW. 2008. Focused Update of the ACC/AHA
2004 Guidelines for the Management of the Patients with ST-Elevation
Myocardial Infarction: A Report of the American College of Cardiology
American Heart Association Task Force on Practice Guidelines. AHA J.,
51: 21047.
Boudi AF. 2015. Risk Factors for Coronary Artery Disease. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/164163-overview.
Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP. 2008. Braunwalds Heart Diseases: A
Textbook of Cardiovascular Medicine. Philadelphia: Elsevier.
Naik H, Sabatine MS, Lilly LS. 2007. Pathophysiology of Heart Disease. USA:
Lippicott Williams & Wilkins.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II Edisi V. Jakarta: Interna Publishing.
Lampiran 1. Skor risiko perdarahan CRUSADE dan stratifkasi risiko berdasarkan
CRUSADE score
Lampiran 2. TIMI score
Lampiran 3 GRACE score dan KILLIP score