Anda di halaman 1dari 10

TINGKAT PENGETAHUAN PARAMETER MOBILISASI

SUMBERDAYA TERHADAP BENCANA BANJIR, TANAH LONGSOR


DAN GEMPA BUMI DI KECAMATAN WONOGIRI

Oleh:

Latifah Widya Asri[1],Muhammad Farid Prakosa[2], Eva Yunita Damastuti[3], Al


Verdad Cadhika Agustino[4]

Program Studi Pendidikan Geografi


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Surakarta

evayunita0606@gmail.com

ABSTRAK
Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang berlangsung
secara perlahan.Beberapa jenis bencana seperti gempa bumi,banjir,tanah longsor hampir tidak
mungkin diperkirakan secara akurat kapan,dimana akan terjadi dan besar kekuatannya. Tujuan
penelitian ini adalah mengetahui tingkat pengetahuan parameter mobilisasi sumberdaya
terhadap bencana banjir, tanah longsor, dan gempa bumi di Kabupaten Wonogri. Metode
penelitian yang digunakan adalah metode Random Sampling Method dan pengumpulan data
kuisioner. Populasi penelitian adalah 5 Kelurahan di Kecamatan Wonogiri, dengan sebanyak
757 sampel. Hasil
Kata Kunci: Tingkat pengetahuan, Parameter Mobilisasi Sumberdaya, Banjir, Tanah
Longsor,Gempa Bumi
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara yang rawan akan bencana alam. Hal ini terbukti dari
berbagai hasil penelitian tentang risiko bencana, seperti Maplecroft (2010: )1 menempatkan
Indonesia berada diurutan kedua setelah Bangladesh dengan indeks negara yang berisiko
ekstrim, selain itu juga terdapat indeks risiko yang dibuat oleh UNDP dan UN University
(IRBI:2016:1).2 Selama tahun 2016 terdapat 2.342 kejadian bencana. Sebuah rekor baru
tertinggi dalam pencatatan kejadian bencana sejak tahun 2002. Sebagai perbandingan pada
tahun 2012 (1811 bencana), 2013 (1.674 bencana), 2014 (1.967 bencana), 2015 (1.732
bencana), 2016 (2.342 bencana), Dibandingkan dengan kejadian bencana tahun 2015 terjadi
peningkatan 35% (BNPB:2016:1).3

Data UNISDR menyebutkan, dalam paparan terhadap penduduk atau jumlah manusia
yang ada di daerah yang mungkin kehilangan nyawa karena bencana, resiko bencana yang
dihadapi Indonesia sangat tinggi (UN ISDR:2017:5)4. Hal ini tidak menutup kemungkinan
akan terjadinya ancaman bencana alam lainnya. Seperti pada tahun sebelumnya, longsor adalah
bencana yang paling memeatikan selama tahun 2016. Longsor menyebabkan 188 jiwa
meninggal dunia. Tahun 2015 terdapat 135 jiwa meninggal dunia. Tingginya kerentanan
longsor menyebabkan longsor menjadi bencana yang paling banyak menimbulkan korban jiwa.
Terdapat 40.9 juta jiwa masyarakat terpapar dari bahaya sedang-tinggi dari tanah longsor
(BNPB:2016:3)5.

Selain tanah longsor di Indonesia, bencana banjir sudah lama terjadi seperti pada tahun-
tahun sebelumnya selama musim hujan seperti bulan Januari-Februari, semua pihak (baik
pemerintah maupun masyarakat) biasanya khawatir datangnya bencana banjir. Curah hujan
pada periode tersebut biasanya lebih tinggi dari bulan lainnya (Rosyidi, Arif:242)6. Banjir
adalah bencana yang paling banyak kejadiannya. Selama tahun 2016 terjadi 766 kejadian
banjir yang menyebabkan 147 jwa meninggal dunia 107 jiwa luka, 2.72 juta jiwa mengungsi
dan menderita, dan 30.669 rumah rusak. Daerah rawan banjir seperti banjir di Pangkal Pinang,
Kota Bandung, Kota Bima dan Lainnya (BNPB:2016:2)7. Salah satu bencana banjir terbesar
yaitu di daerah Bima Nusa Tenggara Barat, mencapai kerugian lebih dari 1 triliyun. Sebanyak
105.753 jiwa warga terdampak langsung banjir yang merendam 33 desa di 5 kecamatan
diantaranya meliputi kecamatan Rasanae Timur, Mpunda, Raba, Rasanae Barat dan Asakota
yang berdampak besar pada sektor pendidikan, kesehatan,dan infrasuktur (Krisandi:2016)8.
Selama Tahun 2016 terjadi 5.578 gempa bumi atau rata-rata 460 gempa setiap bulan,
dan 12 gempa diantaranya merusak. Berdasarkan kekuatannya terdapat 181 kali gempa di atas
M 5, 10 kali gempa dengan kekuatan M 6-6.9 san 1 kali gempa berkekuatan M 7.8 (pada
2/3/2016). Gempa paling merusak adalah gempa Pidie Jaya M 6,5 pada 7/12/2016 yang
menyebabkan 103 jiwa meninggal dunia, 267 jiwa luka berat, 127 luka ringan, 91.267 jiwa
mengungsi, 2.357 rumah rusak berat, 5.291 rumah rusak sedang, 4.184 rumah rusak ringan dan
kerusakan lainnya (BNPB:2016:8)9. Belum lama ini beberapa wilayah Jawa Timur dan Jawa
Tengah baru saja dilanda gempa seperti di Malang, Surabaya dan Yogyakarta. Di Malang Jawa
Timur gempa berkekuatan 6,5 SR yang mengguncang pada pukul 22.11 WIB rabu
(16/11/2016). Gempa bumi terasa cukup kuat dan membuat jendela dan kursi bergetar. Selain
Magelang, getaran sampai ke wilayah Kediri dan Blitar. Walaupun terjadi cukup keras gempa
bumi itu tidak berpotensi Tsunami. Dengan bebagai ancaman bencana yang terjadi, tidak
menutup kemungkinan terjadi bencana di wilayah bagian Indonesia lainnya khususnya di
Provinsi Jawa Tengah.

BNPB menyatakan bahwa Provinsi Jawa Tengah menempati peringkat pertama


sebagai wilayah rawan bencana di Tanah Air. Demikian yang dikemukakan oleh kepala Badan
Penanggulangan Bencana daerah (BPDB) Jateng. Daerah di Jateng yang dinilai tingkat
kerawanan bencananya komplit dan menduduki tingkat teratas, yakni Kabupaten Cilacap.
Kabupaten tersebut memiliki potensi terjadi bencana gempa bumi,banjir,tsunami, dantangnya
longsor (Sarwa Pramana: 2013)10.

Jawa tengah memiliki luas wilayah sekitar 32.548,29 km persegi dengan kepadatan
mencapai 987 juta per km persegi. Menurut tingkat kemiringan lahan di Jawa Tengah, 38%
lahan memiliki kemiringan 0-2%, 31% lahan memiliki kemiringan 15-40%, dan sisanya 12%
lahan memiliki kemiringan lebih dari 40%. Adapun ancaman bencananya yaitu banjir, gempa
bumi, Tsunami, Kebakaran, Cuaca Ekstrim, Longsor, Gunung Api, Abrasi, Kebakaran Lahan
dan Hutan, Epidemi, Konflik sosial, Gagal Teknologi dan Wabah Penyakit (IRBI:2013:88)11.
Dari 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah, 26 diantaranya berada dalam kelas risiko
tinggi termasuk Kabupaten Wonogiri.

Secara geografis Wonogiri berlokasi di bagian tenggara Provinsi Jawa Tengah. Dengan
luas wilayah 8.292,36 Km2 dengan jumlah 77.134 penduduk. Dengan 6 kelurahan, 9 desa 165
RW serta 477 RT. Kabupaten Wonogiri juga memiliki tingkat kerentanan resiko bencana yang
berbeda satu tempat dengan tempat yang lainya baik Dipengaruhi oleh salah satu faktornya
yaitu bentang alam suatu wilayah.

Masyarakat yang ada di kabupaten Wonogiri dalam menghadapi kesiapsiagaan bencana


dapat dikatakan masih memiliki tingkat kesadaran yang rendah sehingga banyak masyarakat
yang beranggapan bahwa daerah yang ditinggali atau permukiman yang di diami dalam
keadaan baik-baik saja. Hal ini menyebabkan kurangnya tingkat pengetahuan dan upaya
kesiapsiagaan dalam menghadapi ancaman bencana alam baik berupa banjir, gempa bumi dan
tanah longsor. Masyarakat juga tidak memerdulikan bagaimana keadaan daerah sekitar, bahwa
kemungkinan daerah tersebut sebenarnya rawan akan bencana, hanya saja banyak yang tidak
menyadarinya.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan parameter
mobilisasi sumberdaya terhadap bencana banjir, tanah longsor, dan gempa bumi. Dalam
penelitian ini masyarakat memegang peranan penting dalam mobilisasi sumberdaya pasca
terjadinya bencana. Mobilisasi sumberdaya yang meliputi sumberdaya manusia, peralatan,
material dana diilakukan dengan mempertimbangkan sumberdaya yang tersedia. Sumberdaya
yang memahami dan mempunyai keterampilan secara profesional sangat diperlukan dalam
semua proses dan kegiatan rehabilitasi pascabencana, sumberdaya yang berupa peralatan,
material dan dana disediakan dan siap dialokasikan untuk menunjang proses rehabilitasi
(PERKA BNPB:2013:10)
METODOLOGI PENELITIAN

2.1 Tempat dan waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri Provinsi Jawa


Tengah. Obyek penelitian Di Kecamatan Wonogiri dengan 5 kelurahan yaitu Giriwono,
Giripurwo, Wonoboyo, Wonokarto, Giritirto. Pelaksanaan penelitian dilakukan dalam waktu
3 bulan, dari Februari-April 2017. Metode pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian
ini adalah wawancara terhadap masyarakat yang dipandu oleh kuisioner. Kuisioner berisikan
dua parameter, pengetahuan serta Mobilisasi sumberdaya dengan kuisioner yang menyangkut
tentang mobilisasi sumber daya masyarakat (RMC). Setiap item memiliki 5 indikator, dan
beberaa variabel. tingkatan penilaian. Yaitu YA dan TIDAK.

2.2 Sampling dan analisisi sample

Sample yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengambil sejumlah 757 sample
dari 12.583 populasi permukiman yang diperoleh dari 5 Kelurahan. Data yang terkumpul ini
dianggap mewakili pemahaman masyarakat dalam Tingkat pengetahuan parameter mobilisasi
sumber daya masyarakat.

2.3 Pengelolaan data

Metode yang digunakan Data diperoleh dari Random Method Sampling dan pemberian
kuisioner wawancara sebanyak 757 permukiman dan merupakan hasil interpretasi citra satelit.
Metode penelitian dalam menggunakan sampel adalah Random Sampling Method. Metode
random sampling digunakan dalam menentukan bangunan yang akan menjadi sumber data
penelitian.

TABEL 2.1 JUMLAH SAMPEL


PENELITIAN
KELURAHAN POPULASI SAMPEL
WONOKARTO 2635 97
WONOBOYO 2649 185
GIRITIRTO 3162 190
GIRIPURWO 2617 190
GIRIWONO 1520 95
JUMLAH 12583 757
Sumber:Peneliti,2017
Jumlah keseluruhan sampel penelitian berdasarkan unit permukiman yang berhasil
diambil datanya berjumlah 757 sampel permukiman. Dengan jumlah sampel terbanyak
terdapat di Kelurahan Giritirto dan Giripurwo dengan jumlah 190 permukiman dan sampel
terkecil pada Kelurahan Giriwono dengan 95 sample permukiman. Adapun teknik
pengumpulan data melalui observasi (survey) dan penggunaan kuesioner (angket). Analisis
data deskriptif digunakan dalam penelitian ini yaitu statistik deskriptif dengan cara
mendeskripsikan data yang telah terkumpul.

a. Analisis Parameter

Indeks pengetahuan parameter mobilisasi sumberdaya masyarakat terhadap bencana


gempa bumi, banjir dan tanah longsor dicari menggunakan kuisoner dengan 1
Parameter yang terdiri dari 5 indikator dan 5 variabel. pertanyaan dan terdapat sub-sub
pertanyaan didalamnya sehingga jumlah keseluruhan terdapat 5 pernyataan yang harus
dijawab, dengan pilihan jawaban YA, TIDAK dan TIDAK TAHU. Jawaban
YA memiliki nilai 1, jawaban TIDAK dan TIDAK TAHU dengan nilai 0. Untuk
mencari indeks pengetahuan masyarakat mengenai pengetahuan terhadap gempa bumi,
banjir dan tanah longsor menggunakan rumus berikut; Nilai maksimum = Jumlah
soal x jumlah responden

Presentase total nilai benar = nilai rill x 100

Nilai maksimum

b. Skala Penilaian Pengetahuan masyarakat

Skala penilaian rata-rata pemahaman masyarakat mengenai pengetahuan terhadap


bencana gempa bumi dan gunung meletus terbagi atas 3 katagori yaitu: tinggi, sedang
dan rendah. Menurut Koswara (2012) kriteria skala penilaian pemahaman masyarakat
adalah sebagai beikut:

Tabel 2.2 Katagori Indeks Tingkat Pengetahuan Masyarakat


Nilai Indeks Kategori
67 100 Tinggi
34 66 Sedang
0 33 Rendah
Sumber : Koswara, 2012
C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

a. Analisis Indikator Tingkat Pengertahuan Parameter Mobilisasi Sumberdaya Terhadap Banjir,


Tanah Longsor dan Gempa bumi

Tingkat pengetahuan masyarakat dinilai dengan menggunakan 5 indikator utama


yang memiliki variabel-variabel penelitian. Anailisis indikator penelitian berfungsi
untuk menemukan indikator atau aspek pengetahuan dan pemahaman yang paling
berpengaruh dalam indeks pengetahuan masyarakat terhadap bencana Banjir, Tanah
Longsor dan Gempa bumi di Kecamatan Wonogiri.

1. Indikator Partisipasi masyarakat dalam mengikuti Pelatihan, seminar, atau


pertemuan yang berkaitan dengan kesiapsiagaan menghadapi bencana tanah
longsor

Pada indikator kejadian bencana di lingkungan sekitar terdapat 2 variabel yaitu


YA dan TIDAK

Diagram 3.3 Presentase pemahaman masyarakat terhadap


Kejadian Bencana di Lingkungan Sekitar
Mayoritas masyarakat 66-88% menjawab bahwa letusan gunung merapi (2e)
merupakan kejadian bencana yang terjadi di lingkungannya dan t ertinggi adalah Desa
Pulisen dengan presentase 88%. Diikuti dengan bencana gempa bumi dengan jumlah
55-76% dari total sampel. Bencana tsunami dinilai paling rendah potensinya karena
17-31% masyarakat yang menjawab bencana tersebut akan terjadi di lingkungan
mereka.

2. Indikator ketrampilan yang diperoleh dari Pelatihan yang didapat


Pada Indikator ketrampilan yang diperoleh dari Pelatihan yang didapat terdapat 5
variabel yaitu pada kuisoner pernyataan bahwa ketrampilan yang diperoleh dari
Pelatihan yang didapat adalah Pertolongan Pertama (42a), evakuasi korban (42b),
Kepramukaan (tali temali, memasang tenda dan membuat tandu) (42c),
Pengelolaan air bersih (42d), dan Pengelolaan makanan(42e)
TABEL

Presentase jumlah warga yang menjawab apa saja penyebab terjadinya gempa
bumi. 58-75% masyarakat menjawab penyebab terjadinya gempa bumi adalah gunung
meletus (3b) dan presentase tertinggi adalah Desa Siswodipuran sedangkan presentase
terendah adalah Desa Pulisen. Pengeboran minyak menjadi penyebab gempa bumi
(3e) memiliki presentase paling rendah yaitu 11-28%, presentase terendah adalah
Desa Siswodipuran dan presentase tertinggi adalah Desa Kiringan dan Desa Banaran.

4. Indikator Aset/investasi yang dimiliki masyarkat dalam kemungkinan


terjadi bencana

Jawaban masyarakat mengenai bencana yang diakibatkan oleh gempa. 42-82%


masyarakat memilih gunung meletus (4f) sebagai penyebab paling dominan dari
gempa bumi. Presentase pemilih gunung meletus sebagai penyebab gempa bumi
tertinggi di Desa Siswodipuran yaitu sebanyak 82%, sedangkan 42% terendah di Desa
Karanggeneng. Amblasan tanah (4e) dianggap akibat dari gempa bumi yang jarang
terjadi oleh masyarakat. Presentasenya 5-31%.

Diagram 3.5 Presentase pemahaman masyarakat terhadap


Bencana yang diakibatkan oleh gempa

5. Indikator Prediksi Benc

Jawaban masyarakat mengenai bencana gempa bumi dapat diperkirakaan kapan


terjadinya. Jawaban tertinggi sebanyak 36% masyarakat menjawab YA bahwa
gempa bumi dapat di Desa Banaran. Sedangkan, presentase terendah 11%

terhadap Prediksi Bencana Gempa Bumi


a. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat kesimpulan
yang dapat ditarik adalah sebagai berikut:

1. Tingkat pengetahuan terhadap bencana gempa bumi, banjir dan tanah longsor rata-
rata masyarakat pada 5 desa di Kecamatan Wonogiri masuk dalam katagori
SEDANG.

2. Masyarakat memahami bagaimana tindakan tanggap darurat terhadap bencana gempa


bumi dengan 75% yang menjawab YA, namun pemahaman yang rendah mengenai
prediksi bencana gempa bumi dengan hanya 24% dari keseluruhan responden. Pada
indikator mengenai bencana gunung meletus masyarakat lebih memahami mengenai
tanda-tanda bencana dibandingkan pengetahuan mengenai gempa bumi yang
disebabkan oleh gunung meletus.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai