Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

Ca. Mamae (Kanker Payudara) Pada Pria


Oleh Eneng Elisnawati, 1206218612

A. Anatomi Payudara
Pria dan wanita memiliki struktur anatomi payudara yang sama satu sama lain,
sampai esterogen dan hormon-hormon lainnya mempengaruhi perkembangan payudara
pada wanita. Perkembangan payudara biasanya terjadi sekitar usia 10 hingga 18 tahun.
Payudara merupakan organ reproduksi sebagai tanda pubertas pada remaja (Brunner &
Suddarth, 2010).
Payudara adalah sepasang kelenjar payudara yang berkembang dari sekresi
hipotalamus, kelenjar pituitari, dan ovari. Payudara terdiri dari jaringan grandular, jaringan
duktus, jaringan fibrosa, dan lemak. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi proporsi
payudara sesorang. Faktor-faktor tersebut antara lain, faktor genetik, nutrisi, usia, dan
riwayat obstetrik dari sesorang. Payudara mengandung glandular (parankim) dan jaringan
duktal, jaringan fibrosa yang mengikat lobus-lobus bersama dan jaringan lemak di dalam
antara lobus-lobus tersebut. Kelenjar mamari berpasangan ini terletak di antara iga kedua
dan keenam diatas otot pektoralis mayor dari sternum ke garis midaksilaris; masing-
masing meluas ke aksila, suatu area jaringan payudara yang disebut tail of spence
(Brunner & Suddarth, 2010).
Puting berada ditengah dan bagian coklat yang mengelilingi puting disebut areola.
Kelenjar sebasea berfungsi untuk mensekresikan substansi lemak yang memproteksi
puting saat menyusui. Pada wanita, setiap payudara terdiri atas 12 sampai 20 lobus yang
berbentuk kerucut terbuat dari lobolus yang mengandung kluster asini, suatu struktur kecil
yang berakhir pada duktus. Semua duktus pada setiap lobus mengalirkan isinya kedalam
ampula, yang kemudian terbuka di puting setelah sebelumnya menyempit. Sekitar 85%
jaringan payudara adalah lemak. Payudara mungkin tidak berkembang simetris pada awal
pubertas, namun saat dewasa akan simetris. Pada beberapa wanita, payudara menjadi lebih
besar dan lembek saat periode premenstrual. Akan teraba jaringan nodular, hal ini terjadi
akibat adanya peningkatan esterogon dan progesteron 3-4 hari sebelum menstruasi
menyebabkan meningkatkanya aliran darah, menginduksi perkembangan duktus dan
alveoli, dan memicu retensi cairan (Brunner & Suddarth, 2010).
Sedikit berbeda pada pria, setelah masa pubertas terlewati, normalnya pria akan
memiliki hormon wanita yang rendah dan jaringan payudara tidak tumbuh terlalu besar.
Jaringan payudara laki-laki memiliki memiliki beberapa duktus pada lobulus yang ada.
Seperti sel pada bagian tubuh lainya, sel duktus pada payudara pria juga dapat mengalami
keganasan. Tetapi kanker payudara pada pria sangat jarang terjadi, karena pria lebih sedikit
memiiki sel duktus dibandingkan dengan wanita yang dipengaruhi hormon wanitanya
(American Cancer Society, 2016).

Sistem limfatik pada payudara juga sangat berpengaruh pada kondisi kanker itu
sendiri, dimana sel kanker dapat menyebar melalui sistem limfatik. Beberapa pembuluh
limfatik terhubung ke kelenjar getah bening di bawah tulang dada (internal mammae lymph
node) dan di atas atau di bawah tulang selangka (supraklavikula atau infraklavikula lymph
node). Jika sel-sel kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening ini, ada kemungkinan
lebih tinggi bahwa sel kanker tersbut juga bisa juga masuk ke aliran darah dan menyebar
(metastasis) ke bagian lain tubuh. Sehingga, kemungkinan akan ditemukan juga kanker pada
organ lain tubuh (American Cancer Society, 2016).

B. Kanker Payudara

Kanker payudara merupakan kanker invasif yang paling sering terjadi pada wanita.
Kanker payudara adalah kanker yang dimulai dari jaringan payudara (Brunner, & suddarth.
2010). American Cancer Society (2013) dalam situs resminya menjelaskan kanker payudara
adalah tumor ganas atau yang biasa disebut maligna yang dimulai pada sel-sel payudara.
Maligna adalah sekelompok sel kanker yang dapat tumbuh menjadi (menyerang) jaringan
sekitarnya atau menyebar (metastasis) ke daerah-daerah yang jauh dari tubuh. Penyakit ini
terjadi hampir seluruhnya pada wanita, tetapi pria bisa mendapatkannya juga. Berikut ini
merupakan tipe kanker payudara yang terjadi pada pria (American Cancer Society, 2016):
1. Karsinoma duktal in situ (DCIS), atau karsinoma intraductal, adalah kanker
payudara pada duktus yang brubah menjadi seperti sel kanker, belum menginvasi
jaringan di dekatnya. Mungkin berkembang menjadi kanker invasif jika tidak
diobati. Biasanya kanker yang berasal dari duktus intermediate adalah invasif. Jika
sudah invasif maka akan ada pola ireguler: lesi yang teraba, terasa ireguler, dan ada
massa. Tumor terus berkembang seiring dengan adanya fibrosis pada jaringan
sekitar kanker. Fibrosis dapat menyebabkan pemendekan ligamen Coopers dan
menghasilkan skin dimpling.
2. Infiltrasi (Invasive) Duktus Karsinoma (IDC). Terjadi pada saluran duktus
payudara, yang menembus dinding duktus dan tumbuh pada jaringan lemak
payudara. Pada kondisi ini, terjadinya metastase sangat memungkinkan melalui
sistem limfatik dan sistem aliran darah seluruh tubuh. Pada pria itu sendiri
kebanyakan mengalami penyebaran kebagian puting payudara, dimana payudara
pria lebih kecil sehingga letak puting payudara lebih dekat dengan sel kanker
payudara tersebut.
3. Lobular carcinoma in situ (LCIS) merupakan penanda untuk peningkatan risiko
kanker invasif pada payudara yang sama atau keduanya. Jenis ini sangat jarang
terjadi pada pria, dikarenakan jaringan lobular pada payudara pria lebih sedikit
dibandingkan dengan jaringan lobular pada payudara wanita.
4. Penyakit Paget pada puting payudara. Pada kondisi ini, sel kanker pada duktus
payudara akan menyebar ke bagian puting dan areola payudara. Penyakit Paget ini
biasanya terjadi bersamaan dengan DCIS atau IDC, yang mana memiliki peluang
lebih besar terjadi pada pria.
5. Inflamasi kanker payudara merupakan tipe yang agresif, tetapi jarang terjadi pada
kanker payudara. Hal ini membuat payudara bengkak, merah, hangat, lembut
daripada membentuk benjolan. Kondisi ini jarang terjadi pada kanker payudara
pria.

C. Etiologi Kanker Payudara Pada Pria


Tidak ada satupun penyebab spesifik kanker payudara. Kanker payudara terjadi akibat
multiple faktor. Faktor paling utama yaitu usia, meskipun tidak semuanya. Beberapa
orang memiliki faktor risiko yang lebih tinggi dibanding yang lain. Kanker payudara
biasanya sporadis (tidak ada genetik spesifik yang menunjukan pola diturunkan). Berikut
faktor risiko yang menyebabkan kanker payudara:
1. Usia mempengaruhi terjadinya kanker payudara pada pria, dimana brdasarkan hasil
penelitian pria yang berusia 60-70 tahun lebih banyak terdiagnosa mengalami kanker
payudara daripada rentang usia lainya (Cancer Research UK, 2016). Hal tersebut
dapat terjadi dikarenakan memiliki reseptor hormon tumor positif, seperti esterogen
receptor positif tumor yang mana dapat meningkatkan kejadian kanker pada rentang
usia tersbut (Kreiter, et al., 2014).
2. Riwayat keluarga. Seseorang yang mengalami kanker payudara akan terjadi mutasi
gen diturunkan dari keluarga. Terjadi mutasi gen sporadis pada kanker payudara .
Pada kanker payudara gen penekan disebut BRCA1 dan BRCA 2, gen ini
mengidentifikasi kerusakan DNA yang kemudain dapat menahan perkembangan sel
abnormal. Mutasi pada gen ini diturunkan pada mayoritas penderita kanker payudara.
Mutasi BRCA1 berhubungan dengan 65% hingga 87% risiko kanker, dan mutasi
BRCA2 berhubungan dengan 45% hingga 84% risiko kanker payudara (Brunner &
Suddarth, 2010)
3. Diet. Diet tinggi lemak berkaitan dengan meningkatnya risiko kanker payudara.
Hingga saat ini belum dapat disimpulkan diet dan hubungannya dengan kanker
payudara dengan kuat. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami efek dari
jenis lemak dimakan pada risiko kanker payudara. Tetapi jelas bahwa kalori sangat
penting, dan lemak merupakan sumber utama kalori. Diet tinggi lemak dapat
menyebabkan kelebihan berat badan atau obesitas, yang merupakan faktor risiko
kanker payudara. Diet tinggi lemak juga telah ditunjukkan mempengaruhi risiko
memicu beberapa jenis kanker lainnya, dan asupan jenis lemak tertentu jelas
berkaitan dengan risiko penyakit jantung (American Cancer Society [ACS], 2013)
4. Tingginya pembentukan hormon estrogen akibat obesitas. Obesitas setelah
menepouse dilaporkan dapat meningkatkan risiko kanker payudara hal ini disebabkan
estrogen akan dihasilkan oleh jaringan lemak. Sehingga orang yang mengalami
obesitas akan memproduksi estrogen lebih banyak. Peningkatan BMI, resisten
insulin, hiperglikemi dilaporkan berhubungan dengan kanker payudara dan kanker
lainya (ACS, 2013)
5. Radiasi ion. Pria yang terkena radiasi disekitar dada dan thorax akan meningkatkan
risiko terjadi kanker payudara. Paparan radiasi akan memicu faktor kanker (Balck &
Hawks, 2014).
6. Sindrom Klinefelter. Normalnya sel pada tubuh pria memiliki single X kromosom
yang berkaitan dengan Y kromosom. Pria yang memiliki kondisi ini memiliki 2 X
kromosom dan Y kromosom. Hal tersebut menyebabkan pria memiliki testis yang
lebih kecil daripada biasanya. Selain itu, seringkali pria dengan sindrom ini
mengalami infertilitas karena tidak dapat memproduksi sperma. Selain itu pria
dengan sindrom klinefelter lebih berisiko mengalami kanker dikarenakan produksi
hormon estrogen yang lebih tinggi dari kebanyakan pria lainya (Black & Hawks,
2014)
7. Penyakit hati. Pria yang memiliki riwayat penyakit hati seperti sirosis hepatis,
memiliki peluang yang lebih besar untuk mengalami kanker payudara. Hal ini dapat
terjadi karena pria yang mengalami penyakit hati memiliki hormon androgen yang
lebih rendah daripada hormon esterogen.

D. Komplikasi
Tumor dapat menginvasi jaringan limfatik, mendorong kulit, dan menyebabkan edema
dan orange peel pada kulit. Invasi pada jaringan limfatik akan membawa sel kanker ke
nodus limfa, termasuk regio aksilaris. Metastasis dapat terjadi ke tulang, paru-paru, otak,
dan hati (Black & Hawks, 2014).

E. Tahapan Terjadinya Kanker Payudara


Pentahapan mencakup pengklasifikasikan kanker payudara berdasarkan keluasan
penyakit. Beberapa pemeriksaan darah dan prosedur diagnostik dilakukan dalam
pentahapan penyakit, mencakup: rontgen dada, pemindaian tulang, dan fungsi hepar.
Pentahapan klinik yang digunakan untuk kanker payudara adalah sistem klasifikasi TNM
yang mengevaluasi ukuran tumor, jumlah nodus limfe yang terkena, dan bukti adanya
metastasis yang jauh. Adapun tahap tersebut:
1. Tahap 1 terdiri atas tumor yang kurang dari 2 cm, tidak mengenai nodus limfe, dan
tidak terdeteksi adanya metastasis.
2. Tahap II terdiri atas tumor yang lebih besar dari 2 cm tetapi kurang dari 5 cm, dengan
nodus limfe tidak terfiksasi negatif atau positif, dan tidak terdeteksi adanya
metastasis.
3. Tahap III terdiri atas tumor yang lebih besar dari 5 cm, atau tumor dengan sembarang
ukuran yang menginvasi kulit atau dinding, dengan nodus life terfiksasi positif dalam
area klavikular, dan tanpa bukti metastasis
4. Tahap IV terdiri atas tumor dalam sembarang ukuran, dengan nodus limfe normal
atau kankerosa dan adanya metastasis jauh.
Pentahapan kanker payudara berdasarkan standar American Joint Comittee on Cancer
(2013) sebagai berikut:
Tahap 0 Tis N0 M0
Tahap I T1 N0 M0
Tahap II A T0 N1 M0
T1 N1 M0
T2 N0 M0
Tahap IIIA T0 N2 M0
T1 N2 M0
T2 N2 M0
T3 N1 M0
T3 N2 M0
Tahap IIIB T4 sembarang N M0
Sembarang T N3 M0
Tahap IV Sembarang T Sembarang N M1

Keterangan:
Tumor Primer (T)
TX tumor belum dapat dikaji
T0 tidak ada bukti tumor primer
Tis karsinoma in situ: karsinoma intraduktal, karsinoma lobular insitu, atau
penyakit pagets puting susu dengan atau tanpa tumor
T1 Tumor < 2 cm dalam dimensi terbesarnya
T2 Tumor > 2 cm tetapi tidak > 5 cm dalam dimensi terbesarnya
T3 Tumor >5cm dalam dimensi terbesarnya
T4 Tumor sembarang ukuran dengan arah perluasan ke dinding dada atau kulit
Nodus Limfe Regional (N)
NX nodus limfe terdekat tidak dapat dikaji (misal, sebelumnya telah diangkat)
N0 tidak ada metastasis nodus limfe regional
N1 metastasis ke nodus limfe aksilaris ipsilateral (s) yang dapat digerakan
N2 metastasis ke nodus limfe aksilaris ipsilateral (s) terfiksasi pada satu sama lain
atau pada struktur lainnya
N3 metastasis ke nodus limfe mamaria internal ipsilateral
Metastasis Jauh (M)
MX penyebaran jauh yang sulit dikaji
M0 tidak ada metastasis yang jauh
M1 metastasis jauh termasuk metastasis ke nodus limfe supraklavikular ipsilateral

F. Manifstasi Klinis
Kanker payudara biasanya sering terjadi pada kuadran atas terluar dan di payudara
sebelas kiri. Berikut adalah manifestasi klinis yang terlihat:
1. Adanya benjolan atau massa baru
2. Ada lesi tidak terasa nyeri, terfiksasi, dan keras dengan batas tidak jelas
3. Peau d orange yaitu kondisi yang disebabkan obstruksi sirkulasi limfatik dalam
lapisan dermal
4. Adanya dimpling pada kulit payudara
5. Retraksi puting susu dan lesi yang terfiksasi
6. Lesi pada kulit dengan berjamur dan ulserasi merupakan tanda metastasi ke kulit
7. Jika telah menyebar ke nodus limfatik aksilaris biasanya akan terjadi pembengkakan
pada aksila

G. Penatalaksanaan Medis
Ada beberapa penatalaksanaan terkait dengan klien kanker payudara. Prosedur yang
paling sering digunaan untuk penatalaksanaan kaker payudara lokal adalah masalah
mastektomi dengan atau tanpa rekonstruksi dan bedah penyelamatan payudara yang
dikombinasi dengan terapi radiasi.
1. Mastektomi radikal yang dimodifikasi: pengangkatan kesuluruhan jaringan payudara,
dan nodus limfe aksilaris. Otot pektoralis mayor dan minus tetap utuh.
2. Mastektomi radikal: pengangkatan keseluruhan payudara serta otot-otot pektoralis
mayor dan mior yang berhubungan dengan diseksi nodus aksilaris
3. Bedah dengan menyelamatkan payudara: lumpektomi;mastektomi kuadrantektomi,
reseksi kuadran payudara yang sakit, dan pengangkatan nodus aksilaris untuk
mengangkat tumor, diikuti dengan perjalanan terapi radiasi untuk mengankat
penyakit mikrokopik, residual.
4. Diseksi nodus aksilaris: pengangkatan semua jaringan payudara dan diseksi nodus
aksilari yang terbenam dalam lemak untuk keperluan biopsi
5. Terapi non-bedah seperti terapi hormonal, kemoterapi, dan radiasi.

H. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Peningkatan enzim liver mengindikasikan adanya metastasis ke liver. Selain itu
peningkatan serum kalsium dan pospat alkaline juga menunjukan adanya metastasis ke
tulang.

Radiografi
1. Mammografi: teknik pencitraan payudara yang dapat mendeteksi lesi yang tidak
terpalpasi. Mammografi dikombinasi dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
payudara mandiri
2. Rontgen dada diperlukan untuk mengatahui metastasis paru
3. CT scan tulang, liver, dan otak sangat penting untuk mengetahui metastasis
4. Ultrasonografi digunakan bersama dengan mammografi untuk membedakan kista
yang berisi cairan dengan lesi lainnya.
Biopsi untuk mengkaji secara akurat reseptor hormon estrogen dan progesteron secara
akurat

I. Pengkajian Keperawatan
Riwayat Kesehatan
Ketika pasien mengeluhkan ada masalah pada payudaranya, maka perawat melakukan
pengkajian kesehatan umum, meliputi riwayat gangguan medis dan riwayat pembedahan
sebelumnya; riwayat penyakit keluarga, seperti kanker; riwayat ginekologi dan obstetri;
pengobatan yang saat ini dikonsumsi (meliputi obat-obatan, vitamin, dan herbal); riwayat
dan saat ini penggunaan kontrasepsi hormon, terapi hormon, atau pengobatan fertilitas;
dan gaya hidup (misalnya merokok, alkohol). Informasi psikososial seperti status
pernikahan, pekerjaan, sumber dan dukungan dari orang lain. Tes diagnostik yang baru
saja dijalani. Perawat juga menanykan kapan saat klien menemukan merasakan gejala
hingga waktu puncaknya. Klien juga akan diminta untuk telentang dan perawat akan
menginspeksi dan palpasi untuk melihat adanya nyeri, kemerahan, bengkak, puting susu
retraksi, atau perubahan kulit.
Pada pengkajian riwayat perawat fokus akan tiga hal:
1. Faktor risiko
Dokumentasikan usia, jenis kelamin, status pernikahan, berat badan, dan tinggi
badan. Tanyakan pada klien orang yang mendukungnya, riwayat keluarga dengan
kanker payudara.
2. Massa payudara
Tanyakan pada klien bagaimana, kapan, dan oleh siapa massa ditemukan, serta jarak
waktu antara ditemukan massa dengan perilaku mencari pertolongan. Jika klien
terlambat, tanyakan juga apa alasannya terlambat mencari pertolongan (untuk
mengetahui waktu adanya tumor). Selain itu tanyakan juga apakah ada perubahan
kondisi tubuh dalam setahun kebelakang.
3. Perilaku mempertahankan kesehatan
Tanyakan pada klien pengetahuan dan perilaku mengenai pemeriksaan payudara
sendiri atau breast self examination (BSE). Selain itu riwayat mamografi.
Setelah itu tanyakan pada klien mengenai pola makan, menu harian, alkhohol, dan
makanan tinggi lemak.
Tanyakan juga pada klien mengenai obat-obatan yang digunakan, suplemen estrogen
baik secara oral, transdermal, dan intravagina. Dokumentasikan tipe dan bentuk
hormon serta lamanya penggunaan hormon tersbut.

Pengkajian Fisik
Inspeksi
Pengkajian dimulai dengan inspeksi, klien diminta untuk duduk dan menaruh lengannya.
Inspeksi dilakukan dengan melihat ukuras serta simetrisitas payudara. Kulit di inspek
warna, kepatenan vena, edema, kemerahan. Eritema mengindikasikan adanya inflamasi
pada benigna loka atau
invasi superfisial limfatik.
Adanya vena yang terlihat
jelas menunjukan adanya
peningkatan suply
darah yang dibutuhkan
oleh tumor. Edema dan
pitting pada kulis menunjukan adanya neoplasma yang menghambat drainase limfatik,
sehingga membentuk orange-peel , tanda awal adanya kanker payudara. Inversi puting
pada salah satu atau kedunya tidak biasanya. Ulkus, ruam, dan cairan yang keluar dari
payudara perlu di evaluasi.

Skin dimpling dan retraksi seringkali tak terlihat jelas, maka perawata dapat meminta
klien mengangkat kedua tangannya, manuver ini dapat mengangkat payudara. Klien lalu
diinstruksikan untuk memegan pinggangnya dan mendorong tangannya kedepan.
Pergerakan ii pada membuat kontraksi otot pektoralis. Dimpling atau retraksi selama
proses ini menunjukan adanya massa. Regio klavikula dan aksilaris yang terlhita
bengkak, warnanya berbeda, lesi, dan perbesaran nodus limfa (Brunner & Suddarth.
2010).

Palpasi
Klien di palpasi pada posisi duduk ataupun posisi supinasi. Pada posisi supine, pertama,
lengan kilen ditinggikan dengan bantal kecil untuk menyeimbangkan payudara pada
dinding dada. Perawat dapat mempalpasi dengan menggunakan 3 jari tengah secara
sistematis. Palpasi dapat dilakukan searah dengan jarum jam dari bagian terluar hingga
ke bagian terdalam yaitu puting susu. Metode
lainnya dengan dari bagian terluar menuju
kedalam atau vertikal. Seperti gambar dibawah ini:
Palpasi pada area aksilari dan kalvikula area lebih mudah dilakukan pada klien yang
sedang duduk. Nodus limfa aksilari, klien diminta untuk abduksi lengannya, dengan
tangan kiri perawat menyangga, lalu tangan kanan mempalpasi aksila. Normalnya nodus
limfa ini tidak terpalpasi, jika terpalpasi maka dokumentasikan. Jika besar, maka catat
lokasi, ukuran, pergerakan, dan konsistensi.

Selama palpasi, perawat mendokumentasikan adanya massa yang lembek. Jika


ditemukan massa, deskripsikan lokasi (misal: payudara kiri, 2 cm setelah puting arah jam
2). Ukuran, bentuk, konsistensi, dan batasan, serta pergerakan juga dijelaskan dalam
pendokumentasian.
1. Dokumentasikan massa payudara: ukuran, bntuk, konsistensi, dan mudah bergerak
atau terfiksasi di jaringan sekitar.
2. Perubahan kulit: peau d orange (dimpling, orange peel) , peningkatan vaskularisasi,
rektraksi puting susu, ulkus
3. Palpasi dengan dalam adanya perbesaran nodus di aksila atau supraklavikular
4. Kaji tingkat nyeri klien

Pengkajian Psikososial
1. Ketakutan akan kanker
2. Ancama terhadap gambaran citra tubuh, seksualitas, hubungan intim, dan pertahanan
3. Konflik diri dalam mengambil keputusan terapi

J. Diagnosa keperawatan
Berdasarkan pada data pengkajian, diagnosa keperawatan yang mencakup sebagai
berikut (Herdman, T.H. & Kamitsuru, S., 2014):
Praoperatif
1. Kurang pengetahuan tentang kanker payudara dan pilihan pengobatan
2. Ansietas berhubungan dengan diagnosis kanker
3. Ketakutan berhubungan dengan pengobatan spesifik dan perubahan citra tubuh
4. Risiko ketidakefektifan koping individu atau keluarga berhubungan dengan diagnosis
kanker payudara dan berhubungan dengan pilihan pengobatan
5. Konflik dalam pengambilan keputusan berhubungan dengan pilihan pengobatan
Pascaoperatif
1. Nyeri akut dan ketidaknyamanan berhubungan dengan prosedur pembedahan
2. Gangguan sensori persepsi berhubungan dengan iritasi saraf pada lengan, payudara,
atau dinding dada.
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kelihangan atau gangguan pada payudara.
4. Risiko gangguan dalam penyusaian berhubungan dengan diagnosis kanker dan
pengobatan pembedahan
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan imobilitas parsial ada ekstremitas atas
pada sisi operasi
Kolaboratif
1. Limfedema
2. Hematoa/seroma
3. Potensial metastasis
4. Infeksi (Brunner, & Suddarth. 2010)
Referensi:
American Cancer Institute. (2013). Breast cancer publication.
http://www.cancer.org/cancer/breastcancer/detailedguide/breast-cancer-risk-factors .
Diunduh pada 01 Oktober 2016 pukul 23.15
American Cancer Socitey. (2016). Breast Cancer In Men.
http://www.cancer.org/cancer/breastcancerinmen/detailedguide/breast-cancer-in-men-
what-is-breast-cancer-in-men. Diunduh pada 01 Oktober 22.30
Black, J. & Hawks, J. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk Hasil
yang Diharapkan. Edisi 8. Singapore: Elsevier Ltd.
Brunner, & Suddarths.(2010). Textbook of Medical Surgical Nursing, Tweltfh edition.
Philadelphia: Lippincott William Wilkins.
Cancer Research UK. (2014). Breast Cancer In Men. http://www.cancerresearchuk.org/about-
cancer/type/rare-cancers/rare-cancers-name/breast-cancer-in-men#risks. Diunduh pada
02 Oktober 04.30
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds.). (2014). NANDA International Nursing Diagnoses:
Definitions and Classification, 2015-2017. Oxford: Wiley Blackwell
Kreiter, E., Richardson, A., Potter, J., & Yasui, Y. (2014). Breast cancer: trends in
international incidence in men and women. British Journal of Cancer. 110, 18911897.
doi:10.1038/bjc.2014.66

Anda mungkin juga menyukai