Anda di halaman 1dari 45

PEDOMAN PELAYANAN

PANITIA PPI

RUMAH SAKIT UMUM


SIS ALJUFRI PALU

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Resiko infeksi nosokomial atau infeksi yang terkait dengan pelayanan
kesehatan (HAIs : Healthcare Associated Infections) selain dapat terjadi pada
pasien yang dirawat di Rumah Sakit , dapat juga terjadi pada para petugas Rumah
Sakit tersebut. Berbagai prosedur penanganan pasien memungkinkan petugas
terpajan dengan mikroba yang berasal dari pasien infeksi. Infeksi yang dialami
petugas juga berpengaruh pada mutu pelayanan karena petugas menjadi sakit
sehingga tidak dapat melayani pasien.
Upaya pencegahan penularan infeksi di Rumah Sakit melibatkan berbagai
unsur, mulai dari peran pimpinan sampai petugas kesehatan sendiri. Peran
pimpinan adalah dalam hal penyediaan system, sarana dan pendukung lainnya.
Peran petugas adalah sebagai pelaksana langsung dalam upaya pencegahan
pengendalian infeksi. Dengan berpedoman pada perlunya peningkatan mutu
pelayanan di Rumah Sakit maka perlu dilakukan pelatihan yang menyeluruh
untuk meningkatkan kemampuan petugas dalam pencegahan infeksi di Rumah
Sakit.
Salah satu strategi yang mudah terbukti bermanfaat dalam pengendalian
infeksi nosokomial adalah peningkatan kemampuan petugas kesehatan dalam
menerapkan Standard Precautions atau Kewaspadaan Standar, yaitu suatu cara
penanganan baru untuk meminimalkan pajanan darah dan cairan tubuh dari semua
pasien, tanpa memperdulikan status infeksi. Komponen Kewaspadaan Standar
meliputi kebersihan tangan (Hand Hygiene), penggunaan alat pelindung diri,
pengelolaan linen rumah sakit, sterilisasi, pengendalian lingkungan, kesehatan
karyawan dan pencegahan transmisi bloodborne serta etika batuk. Untuk pasien
rawat inap, diterapkan pula Kewaspadaan Isolasi (Isolation Precaution) yaitu
kewaspadaan tambahan untuk pasien pasien menular secara droplet, kontak
maupun airborne.
Demikian pula halnya di Rumah Sakit Umum Sis Aljufri, upaya pengendalian
infeksi nosokomial terus dilakukan dengan berbagai keterbatasannya. Sangat
disadari maupun bagi rumah sakit itu sendiri. Sekalipun infeksi ini mungkin tidak

2
mematikan, tetapi mengakibatkan pasien lebih lama tinggal dalam kondisi non
produktif dan membayar biaya lebih mahal untuk perpanjangan hari rawat dan
pemakaian antibiotika. Bagi rumah sakit infeksi nosokomial akan berdampak pada
biaya operasional yang makin besar, dan dari sisi medikolegal, infeksi ini dapat
dianggap sebagai kelalaian rumah sakit karena tidak mengindahkan standar
pelayanan medis maupun keperawatan yang pada akhirnya akan meengakibatkan
buruknya kualitas kinerja rumah sakit.
Pemerintah telah menetapkan pengendalian infeksi nosokomial ini sebagai salah
satu standar / tolak ukur mutu pelayanan rumah sakit. Upaya menurunkan infeksi
yang terkait dengan pelayanan kesehatan juga menjadi salah satu sasaran program
keselamatan pasien. Hal ini pula yang mendasari semakin dikembangkannya
upaya pengendalian infeksi di Rumah Sakit Umum Sis Aljufri secara menyeluruh
dapat semakin ditingkatkan dan keselamatan pasien diutamakan.

B. TUJUAN PEDOMAN
Pedoman Pelayanan ini disusun untuk digunakan sebagai acuan pelaksanaan
program pencegahan dan pengendalian infeksi di Rumah Sakit Umum Sis Aljufri,
demi mewujudkan keselamatan pasien dan petugas kesehatan dalam memberikan
pelayanan kesehatan.

C. RUANG LINGKUP PELAYANAN


Ruang lingkup Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah
Sakit meliputi :
1. Penerapan Kewaspadaan Standar serta Kewaspadaan Isolasi
2. Penerapan Hand Hygiene
3. Perawatan Pasien Isolasi
4. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi TB
5. Pengaturan tentang Penggunaan Antibiotika termasuk Pemetaan Kuman
6. Pengaturan Penggunaan Antiseptik dan Desinfektan
7. Pengelolaan Kebersihan, Sampah dan Limbah Rumah Sakit,
Berkoordinasi dengan Sanitasi Rumah Sakit
8. Pengelolaan Linen berkoordinasi dengan Urusan Linen

3
9. Pelayanan Sterilisasi berkoordinasi dengaan Instalasi Sterilisasi Sentral
10. Pelaksanaan Surveilans Infeksi Rumah sakit
11. Pendidikan dan Pelatihan SDM tentang PPI-RS berkoordinasi dengan Tim
PKRS

D. BATASAN OPERASIONAL
1. Kewaspadaan Standar adalah kewaspadaan yang diterapkan pada semua
orang yang datang ke fasilits pelayanan kesehatan, dengan tujuan
mencegah penularan penyakit yang ditransmisikan melalui darah atau
cairan tubuh. Komponen Kewaspadaan Standar meliputi Kebersihan
Tangan (Hand Hygiene), Alat Pelindung Diri (sarung tangan, masker,
kacamata dan pelindung mata, gaun/apron), Pengelolaan Linen,
Pengelolaan Peralatan Perawatan Pasien, Pengendalian Liingkungan,
Kesehatan Karyawan dan Pencegahan Transmisi Bloodborne, Etika Batuk,
serta Pengelolaan Makanan, gelas, cangkir dan peralatan makan (Infection
Control Guidelines CDC, Australia)
2. Kewaspadaan berdasarkan transmisi / penularan (Kewaspadaan Isolasi)
adalah tambahan kewaspadaan standar yang diterapkan pada pasien yang
dirawat inap di rumah sakit terhadap resiko transmisi penyakit secara
droplet, kontak dan airborne.
3. Hand Hygiene atau Kebersihan Tangan merupakan pilar utama dalam
pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit. Hand Hygiene
meliputi kegiatan cuci tangan, baik menggunakan air dengan
sabun/antiseptic (hand washing) atau dengan menggunakan handrub
berbasis alcohol (hand rubbing).
4. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi TB adalah upaya yang dilakukan
oleh rumah sakit untuk menurunkan resiko penularan TB melalui 3 (tiga)
pilar utama yaitu pilar pengendalian administrative, pilar pengendalian
lingkungan dan pilar perlindungan perorangan.
5. Perawatan Pasien Isolasi adalah pengaturan terhadap perawatan pasien-
pasien yang harus dilakukan secara terpisah/tersendiri dalam ruangan
isolasi, baik oleh karena pasien tersebut menular ataupun karena kondisi

4
pasien sangan rentan terhadap infeksi lain. Tujuan perawatan isolasi adalah
agar tidak terjadi penularan dari pasien menular kepada pasien lain, atau
untuk mencegah pasien yang rentan (immunecompromissed) tertular oleh
infeksi lain di rumah sakit.
6. Pengaturan penggunaan antibiotika adalah upaya yang dilakukan rumah
sakit untuk mengatur pemakaian antibiotika sesuai dengan pola kuman
yang ada di Rumah Sakit Semen Gresik dengan tujuan mencegah terjdinya
resistensi antibiotika.
7. Pengaturan penggunaan antiseptic dan desinfectan adalah upaya yang
dilakukan rumah sakit untuk menentukan antiseptic dan desinfectan yang
digunakan, agar dapat berfungsi dengan efektif mematikan
kuman/mikroorganisme yang terdapat pada tangan petugas,
peralatan/instrument serta lingkungan rumah sakit.
8. Sterilisasi adalah suatu proses pengelolaan suatu alat atau bahan, dengan
tujuan mematikan semua mikroorganisme termasuk endospora. Sterilisasi
merupakan cara yang paling aman dan paling efektif untuk pengelolaan
alat kesehatan yang berhubungan langsung dengan darah atau jaringan di
bawah kulit, yang secara normal bersifat steril.
9. Surveilans infeksi adalah suatu kegiatan pengumpulan data infeksi,
analisis, interpretasi dan diseminasi informasi hasil interpretasi data
infeksi, yang dilaksanakan secara terus menerus dan sistematik, sehingga
rumah sakit dapat mengetahui angka infeksinya dan melakukan evaluasi
untuk pengendalian selanjutnya.

E. LANDASAN HUKUM
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit.
3. Peraturan Menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691 tahun 2011
tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

5
4. Keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia
No.1204/MENKES/SK/PER/VIII/2004 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit
5. Keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia
No.875/MENKES/SK/PER/XI/2004 tentang Penyusunan Upaya
Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan.
6. Keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia
No.876/MENKES/SK/VIII/2001 tentang Pedoman Teknis Analisis
Dampak Kesehatan Lingkungan.
7. Keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia
No.1335/MENKES/SK/VIII/2002 tentang Standar Operasional
Pengambilan dan Pengukuran Sampel Kualitas Udara Ruangan Rumah
Sakit.
8. Keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia
No.1087/MENKES/SK/VIII/2010 tentang Standar Kesehatan dan
Keselamatan Kerja di Rumah Sakit.
9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNo.270/MENKES/2007
tentang Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya.
10. Keputusan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNo. 382/MENKES/2007
tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit
dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya.
11. Surat Keputusan Direksi RS Walisongo 1 No 001/Kpts/Dir/2010 tentang
Struktur Organisasi PT Cipta Nirmala .
12. Surat Keputusan Direksi PT Cipta Nirmala Nomor 051/Kpts/Dir/2011
tentang Statuta Rumah Sakit Semen Gresik

6
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA


Dalam melaksanakan kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
Rumah Sakit Umum Sis Aljufri dipimpin oleh Ketua Panitia PPIRS. Distribusi
ketenagaan Panitia PPIRS disesuaikan dengan kualifikasi dan beban kerja yang
ada. Untuk distribusi ketenagaan Panitia PPIRS disebutkan dalam Tabel 2.1 sesuai
dengan tugas masing-masing panitia
Tabel 2.1 Pola ketenagaan Panitia Pencegahan Pengendalian Infeksi di Rumah
Sakit Semen Gresik

Kualifikasi Jumlah
Nama Jabatan Formal Non Formal
Kebutuhan
Ketua Panitia Dokter Ahli Pelatihan 1 orang
PPIRS Penyakit
Dalam
IPCN D III Pelatihan 2 orang
Keperawatan/
Kebidanan

Tim PPIRS/IPCLN D III Pelatihan 1 orang perunit


Keperawatan Pelatihan
Dokter Umum

B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
o Di Rumah Sakit terdapat Panitia PPIRS yang diketuai oleh seorang Dokter
Spesialis Penyakit Dalam dan beranggotakan lintas unit, diantaranya
adalah dokter dengan berbagai bidang keahlian, farmasi, gizi, kesehatan
lingkungan, keperawatan, pemeliharaan sarana.

o Ketua Panitia PPIRS dibantu oleh seorang Sekretaris Panitia.

7
o IPCN merupakan perawat yang bertugas fultimer dan melakukan control
infeksi dan survelans di seluruh Rumah Sakit Umum Sis Aljufri
o Ditingkat unit pelayanan, yaitu disetiap ruang perawatan, terdapat seorang
perawat sebagai IPCLN (Infection Prevention and Control Link Nurse)
yang merupakan perpanjangan tangan IPCN diruang perawatan dalam
melaksanakan program kerja Panitia PPIRS.

C. PENGATURAN JAGA
o Dalam menjalankan tugasnya IPCN diatur dalam gilir tugas sesuai unit
pelayanan yang terdapat di Rumah Sakit Umum Sis Aljufri.

BAB III

8
STANDAR FASILITAS

A. Sarana Kesekretariatan
1. Ruangan sekretariat dan tenaga secretariat.
2. Komputer, printer dan internet.
3. Telepon.
4. Alat tulis kantor.
B. Dukungan Manajemen
Dukungan yang diberikan oleh manajemen dapat berupa:
1. Penerbitan Surat Keputusan untuk Panitia dan Tim PPIRS.
2. Anggaran atau dana kegiatan:
o Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)
o Pengadaan fasilitas pelayanan penunjang untuk pelaksanaan program,
monitoring, evaluasi, laporan dan rapat rutin.
C. Kebijakan dan Standar ProsedurOperasional
Kebijakan dan SPO yang perlu dipersiapkan adalah:
1. Kebijakan Manajemen, di antaranya:
o Kwaspadaan Standar
o Pengembangan SDM dalam PPI
o Pelaksanaan Surveilans
2. Kebijakan Teknis: SPO tentang kewaspadaan standar, di antaranya:
o SPO cuci tangan
o SPO penggunaan APD
o SPO dekontaminasi, dan sebagainya
D. Pengembangan dan Pendidikan
1. Tim PPI:
o Wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar PPI
o Memiliki sertifikat PPI
o Mengembangkan dengan mengikuti lokakarya, seminar dan sebagainya
o Bimbingan teknis secara berkesinambungan

9
2. Staf Rumah Sakit:
o Semua staf rumah sakit harus mengetahui prinsip PPI
o Semua staf yang berhubungan dengan pelayanan pasien harus
mengikuti pelatihan PPI
o Rumah sakit secara berkala melakukan sosialisasi / simulasi PPI
o Semua karyawan baru, mahasiswa harus mendapatkan orientasi PPI

10
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. Penerapan Kwaspadaan Standar Serta Kwaspadaan Isolasi


a. Kewaspadaan Standar
1. Kwaspadaan Standar diterapkan pada semua klien dan pasien / orang
yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan. (Infection Control
Guidelines CDC, Australia).
Kwaspadaan standar di rancang untuk perawatan bagi semua orang,
pasien, petugas atau pengunjung tanpa menghiraukan apakah mereka
terinfeksi atau tidak. Termasuk bagi orang-orang yang baru terinfeksi
dengan penyakit menular dengan cara lain, dan belum menunjukkan
gejala.
2. Kwaspadaan Standar diterapkan untuk sekret pernapasan, darah, dan
semua cairan tubuh, serta semua ekserta (kecuali keringat), kulit yang
tidak utuh, dan membrane mukosa. Penerapannya ditujukan untuk
mengurangi resiko penyebaran mikroorganisme dari sumber infeksi
baik yang diketahui atau tidak, dalam sistem pelayanan kesehatan
seperti: pasien, benda yang tercemar, jarum atau spuit bekas pakai.
Penggunan pelindung (barrier) fisik, mekanik atau kimia antara
mikroorganisme dengan individu baik untuk pasien rawat jalan, rawat
inap atau petugas kesehatan adalah cara yang sangat efektif untuk
mencegah penyebaran infeksi.
Komponen Kwaspadaan Standar adalah:
1. Kebersihan Tangan (handwash atau handrub):
o Setelah menyentuh darah, cairan tubuh, sekreta, eksreta dan
barang-barang tercemar
o Segera setelah membuka sarung tangan
o Di antara kontak pasien
o Sebelum dan sesudah melakukan tindakan invasive
o Setelah menggunakan toilet

11
2. Sarung Tangan:
o Bila kontak dengan darah, cairan tubuh, sekreta, eksreta dan
barang-barang yang tercemar
o Bila kontak dengan membrane mukosa / selaput lender dan kulit
yang tidak utuh
o Sebelum melakukan tindakan invasive

3. Masker, Kaca mata dan Pelindung Wajah:


o Melindungi membrane mukosa mata, hidung dan mulut terhadap
kemungkinan percikan, ketika akan kontak dengan darah atau cairan
tubuh.
4. Gaun / Apron:
o Melindungi kulit dari kemungkinan kena percikan ketika kontak
dengan darah atau cairan tubuh
o Mencegah kontaminasi pakaian selama melakukan tindakan yang
melibatkan kontak dengan darah atau cairan tubuh
5. Linen
o Tangani linen kotor dengan menjaga jangan terkena kulit atau
membrane mukosa
o Jangan merendam / membilas linen kotor di wilayah ruang
perawatan
o Jangan meletakkan linen kotor di lantai dan mengibaskan linen
kotor
o Segera ganti linen yang tercemar / terkena darah atau cairan tubuh
6. Peralatan perawatan pasien :
o Tangani peralatan yang tercemar dengan benar untuk mencegah
kontak langsung dengan kulit atau membrane mukosa / selaput
lender
o Cegah terjadinya kontaminasi pada pakaian atau pakaian
o Cuci dan desinfeksi peralatan bekas pakai sebelum di gunakan
kembali

12
7. Pengendalian Lingkungan
o Bersihkan, rawat dan desinfeksi peralatan dan perlengkapan dalam
ruang perawatan pasien secara rutin setiap hari dan bila mana perlu.
o Isolasi pasien yang tidak dapat menjaga kebersihan diri serta
lingkungan dan dapat mencemari lingkungan, dalam ruangan
terpisah / khusus (isolasi)
8. Kesehatan Karyawan dan Pencegahan Transmisi Bloodborne :
o Hindari menutup kembali jarum yang sudah di gunakan, bila
terpaksa lalukan dengan teknik satu tangan
o Hindari melepas jarum yang telah di gunakan dari spuit sekali pakai
o Hindari membengkokkan, atau menghancurkan atau memanipulasi
jarum dengan tangan
o Masukkan instrument tajam dalam wadah yang tangan tusukan dan
tahan air
o Gunakan penghubung mulut (mouthplece Goedel), ambubag, atau
alat ventilasi lain untuk resusitasi mulut ke mulut secara langsung
9. Etika Batuk :
o Sasaran : pasien, keluarga pasien, petugas kesehatan, dengan
infeksi saluran nafas yamg dapatdi transmisikan melalui batuk
atau bersin
o Selalu menutup mulut / hidung pada saat batuk atau bersin,
memakai masker, mencuci tangan setelah kontak dengan sekresi
saluran nafas
o Petugas dengan infeksi saluran nafas sebaiknya tidak melakukan
kontak langsung dengan pasien, dan mengenakan masker jika
harus melakukan perawatan
o Pasien infeksi saluran nafas sebaiknya menggunakan masker pada
saat di trasportasikan dari satu unit ke unit lain di Rumah Sakit.

13
b. Kewaspadaan Isolasi
Kewaspadaan isolasi atau kewaspadaan berdasarkan transmisi di terapkan
kepada pasien rawat inap, di peruntukkan bagi pasien yang menunjukkan
gejala atau di curigai terinsfeksi atau mengalami kolonisasi kuman yang
sangat mudah menular yang di transmisikan secara droplet, kontak maupun
airborne, dimana perlu upaya pencegahan tambahan selain kewaspadaan
standart, untuk memutuskan rantai penyebaran infeksi. Kewaspadaan
berdasarkan transmisi perlu dilakukan sebagai tambahan kewaspadaan
standart.
Tiga Jenis Kewaspadaan Berdasarkan Penularan / Transmisi adalah
sebagai berikut :
a. Kewaspadaan penularan melalui kontak
Kewaspadaan ini di rancangan untuk mengurangi risiko transmisi
organisme pathogen melalui kontak langsung atau tidak langsung.
Transmisi kontak langsung dapat terjadi pada kontak kulit dengan kulit
dan berpindahnya organisme selama kegiatan perawatan pasien. Transmisi
kontak langsung juga dapat terjadi antar dua pasien.transmisi kontak tidak
langsung dapat terjadi bila ada kontak seseorang yang rentan dengan
obyek yang tercemar yang berada di lingkungan pasien. Pasien dengan
infeksi kulit atau mata yang dapat menular misalnya herpes zoster,
empetigo, konjungtivitis, kutu atau infeksi luka lainnya memerlukan
penerapan tindakan pencegahan kontak.
b. Kewaspadaan Penularan Melalui Percikan (droplet)
Kewaspadaan penularan melalui droplet di rancang untuk mengurangi
risiko penularan melalui percikan bahan infeksius. Transmisi droplet
terjadi melalui kontak dengan konjungtiva, membrane mukosa hidung atau
mulut individu yang rentan oleh percikan partikel besar (> 5m / micron )
yang mengandung mikroorganisme. Berbicara, batuk, bersin dan tindakan
seperti pengisapan lender dan bronkoskopi dapat menyebarkan
mikroorganisme.

14
c. Kewaspadaan Penularan Melalui Udara (Airborne)
Kewaspadaan penularan melalui udara di rancang untuk mengurangi risiko
penularan melalui poenyebaran partikel kecil ( 5m ) ke udara, baik secra
langsung atau melalui partikel debu yang mengandung mikroorganisme
infeksius. Partikel ini dapat tersebar dengan cara batuk, bersin, berbicara
dan tindakan seperti bronkoskopi atau pengisapan lendir. Partikel infeksius
dapat menetap di udara selama beberapa jam dan dapat di sebarkan secara
luas dalam suatu ruangan atau dalam jarak yang lebih jauh. Pengelolaan
udara secara khusus dan ventilasi di perlukan untuk mencegah transmisi
melalui udara.
Komponen Utama Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi dan
Penerapannya:
Menjaga kebersihan tangan dan pemakain sarung tangan
Tujuan penggunaan:
Melindungi tangan dari kontak dengan darah, semua jenis cairan
tubuh, secret, eksreta, kulit yang tidak utuh, selaput lendir pasien
dan benda yang terkontaminasi.
Jenis sarung tangan :
1. Sarung tangan bersih
2. Sarung tangan steril
3. Sarung tangan rumah tangga
Indikasi pemakain sarung tangan
Harus di pakai pada saat melakukan tindakan yang kontak atau di
perkirakan akan terjadi kontak dengan darah, cairan tubuh, secret,
eksreta, kulit yang tidak utuh, selaput lendir pasien, dan benda yang
terkontaminasi
Hal yang harus di perhatikan pada penggunaan sarung tangan
- Cuci tangan sebelum memakai dan sesudah melepaskan
sarung tangan
- Gunakan sarung tangan berbeda untuk setiap pasien
- Hindari jamahan pada benda-benda lain
- Uji kebocoran saat proses pencucian

15
- Teknik memakai dan melepaskan sarung tangan harus di
pahami

Masker, pelindung pernapasan, pelindung mata dan pelindung


wajah
Pelindung wajah
Tujuan : melindungi selaput lendir hidung, mulut, dan mata
Jenis alat yang di gunakan :
- Masker
- Kaca mata
- Visor
Penutup Kepala
Tujuan :
Mencegah jatuhnya mikroorganisme yang ada di rambut dan kulit
kepala petugas terhadap alat- alat daerah steril dan juga sebaliknya
untuk melindungi kepala atau rambut petugas dari percikan bahan-
bahan dari pasien.
Gaun dan apron
Tujuan :
Melindungi petugas dari kemungkinan genangan atau percikan
darah atau cairan tubuh lainnya yang dapat mencemari baju
Jenis :
- Gaun pelindung tidak kedap air
- Gaun pelindung kedap air
- Gaun steril
- Gaun non steril
Sepatu Pelindung
Tujuan :
Melindungi kaki petugas dari tumpahan / percikan darah atau cairan
tubuh lainnya dan mencagah dari kemungkinan tusukan benda
tajam atau kejatuhan alat kesehatan

16
Jenis :
Sepatu karet atau plastic yang menutupi seluruh ujung dan telapak
kaki
Linen dan pakaian kotor
- Meskipun linen tercemar oleh mikroorganisme pathogen, risiko
penularan penyakit akan minimal jika linen di tangani dengan baik,
diangkut dan dicuci dengan cara yang dapat mencegah penyebaran
mikroorganisme pada pasien, petugas dan lingkungan.
- Petugas tidak boleh memegang linen dekat tubuh atau mengibaskan
linen tersebut.
- Menjaga kebersihan, penanganan dan penyimpanan linen bersih
sangat dianjurkan.

Makanan, gelas, cangkir, dan peralatan makan


- Bagi pasien dengan penyakit menular melalui udara dan percikan
upayakan penggunaan satu baranguntuk satu pasien bila
memungkingkan.
- Tidak dibenarkan orang lain menggunakan bersama-sama peralatan
makan pasien.
- Peralatan makan dapat di gunakan kembali untuk pasien suspek dan
probable penyakit menular, demngan menerapkan pencegahan
kewaspadaan standart.
- Piring dan peralatan makan yang akan di gunmakan kembali, dicuci
dengan air panas dan sabun deterjen, bila mungkin di dalam mesin
pencuci piring
- Petugas perlu menggunakan sarung tangan ketika menangani
nampan, piring dan peralatan makan pasien.

17
B. Pencegahan infeksi untuk prosedur yang menimbulkan aerosol pada
pasien yang suspek atau probable menderita penyakit menular melalui
airborne / udara
Tindakan yang dapat menimbulkan akan meningkatkan pengeluaran
droplet nuclei ke udara. Tindakan yang menghasilkan aerosol antara lain tindakan
yang diaerosolisasi (misalnya salbutamol), induksi sputum diagnostik,
bronkoskopi, pengisapan jalan napas dan intubasi indotracheal.
o Petugas kesehatan harus memastikan bahwa pasien sudah di observasi
terhadap kemungkinan penyakit menular melalui udara / airborne sebelum
memulai prosedur yang menimbulkan aerosol.
o Tindakan yang menimbulkan aerosol pada pasien dengan penyakit
menular melalui udara/ airborne, hanya dilakukan bila ada indikasi medis
yang penting.
o Tindakan harus dilakukan dengan menerapkan kewaspadaan berdasarkan
penularan melalui udara.
Penerapan Hand Hygiene
Hand Hygiene merupakan pilar utama pencegahan dan pengendaliaan
infeksi di Rumah Sakit. Penerapan prosedur kebersihan tangan oleh seluruh
petugas Rumah Sakit dilakukan dengan dua cara, yaitu cuci tangan dengan
menggunmakan sabun anti septic dam air mengalir, serta cuci tangan dengan
menggunakan handrub.
Pengelolaan Kebersihan, Sampah, dan Limbah Rumah Sakit
Ruang lingkup pengelolaan kebersihan dan limbah Rumah Sakit
meliputi pengelolaan limbah infeksius maupun non infeksius yang terjadi oleh
karena kegiatan pelayanan Rumah Sakit. Kegiatan pengelolaan limbah di Rumah
Sakit merupakan tanggung jawab petugas kebersihan Rumah Sakit, di bawah
pengawasan sanitarian Rumah Sakit, dan berkoordinasi dengan Tim PPIRS
a. Tujuan pengelolaan sampah :
o Melindungi petugas pembuangan smapah dari perlukaan.
o Melindungi penyebaran inferksi terhadap para petugas kesehatan
o Mencegah penularan infeksi pada masyarakat sekitarnya
o Membuang bahan-bahan berbahaya (toksik dan radioaktif) dengan aman

18
Tumpukan sampah harus di hindari, oleh karena :
o Menjadi obyek pemulung yang akan memanfaatkan sampah
terkontaminasi
o Dapat menyebabkan perlukaan
o Menimbulkan bau busuk
o Mengundang lalat dan hewan penyebar penyakit lainnya

b. Batasan Limbah Rumah Sakit:


Secara umum limbah Rumah sakit dibedakan menjadi limbah padat / sampah
dan limbah cair. Sampah Rumah sakit tersebut dibagi menjadi :
1. Sampah infeksius, yaitu sampah yang tercemar oleh darah atau cairan
tubuh pasien, dan di kategorikan sebagai limbah risiko tinggi serta bersifat
menularkan penyakit. Dapat berasal dari tindakan klinis, labolatorium,
obat sitotoksik dan senyawa radioaktif.
2. Sampah non infeksius / sampah umum, yaitu sampah yang tidak tercemar
oleh darah atau cairan tubuh pasien, sehingga berisiko rendah
a. Penanganan Sampah Infeksius :
Sampah infeksius berisiko tinggi untuk menularkan penyakit, Rumah
Sakit berkewajiban mengelolanya dengan benar untuk menghindari
penularan penyakit melalui sampah tersebut.
Sampah infeksius tersebut antara lain:
a. Darah atau cairan tubuh lainnya (urine, muntahan, cairan efusi,
ascites, dan sebagainya) material yang mengandung darah kering
seperti perban, kasa, dan benda-benda dari kamar bedah atau
ruang tindakan.
b. Sampah organic, misalnya jaringan, potongan tubuh dan plasenta
c. Benda-benda tajam bekas pakai, misalnya jarum suntik, jarum
jahit, pisau bedah, tabung darah, pipet atau jenis gelas lain yang
bersifat infeksius.

19
Kantong Sampah Infeksius :
a) Sampah infeksius di buang ke dalam kantong sampah warna
kuning yang tersedia di setiap unit pelayanan, di pisahkan antara
sampah infeksius tajam dan tidak tajam.
b) Sampah infeksius tajam dibuang dalam sampah yang kedap air
dan kedap tusukan
c) Sampah sitostatika dibuang dalam sampah warna ungu
d) Sampah infeksius dan sampah sitostatika dibakar di incinerator

Pembuangan Sampah Infeksius :


a) Tempat sampah harus terbuat dari wadah anti tusukan, dan dilapisi
kantong sampah sesuai dengan jenis kantong infeksius, serta
tertutup. Upayakan tempat sampah yang dibuka dengan injakan,
sehingga meminimalkan kontaminasi kotoran kepada petugas.
b) Tempat sampah harus ditempatkan di dekat lokasi terjadinya
sampah dan mudah di capai oleh pemakai (mengangkat-angkat
sampah kemana-mana meningkatkan risiko infeksi bagi
pembawanya). Terutama penting sekali terhadap benda tajam yang
membawa risiko kecelakaan / perlukaan bagi petugas kesehatan
dan staf.
c) Cuci semua wadah sampah setiap hari, dengan larutan pembersih
desinfektan dan sabun, serta bilas dengan air.
d) Gunakan wadah terpisah antara sampah yang akan dibakar dengan
sampah yang akan di daur ulang/ tidak di bakar. Hal ini untuk
menghindarkan petugas dari memisahkan sampah dengan tangan,
yang berisiko perlukaan/ infeksi.
e) Gunakan perlengkapan pelindung (APD) pada saat menangani
sampah.
f) Cuci tangan atau gunakan handrub setelah melepaskan sarung
tangan setelah menangani sampah.

20
g) Pembuangan sampah medis di Rumah Sakit Semen Gresik
dilakukan dengan membakar pada incinerator dengan suhu tinggi.
b. Penanganan Sampah Non Infeksius
a. Pembuangan sampah non infeksius dibuang di tempat pembuangan
sementara yang tersedia, sedangkan untuk pengelolaannya bekerja
sama dengan CV ROSE TAMAN. Petugas kebersihan membuang
sampah non infeksius setiap hari.
b. Sampah non infeksius di buang dalam kantong plastik warna hitam.
c. Penanganan Limbah Laboratorium
o Limbah laboratorium dikelola sebagai limbah infeksius, limbah
padat dikelola sebagaimana limbah infeksius, sedangkan limbah
cair dialirkan ke sistem pengelolaan limbah cair dari seluruh rumah
sakit.
d. Penanganan Limbah Cair
o Limbah cair di Rumah Sakit senmendikelola dengan sistem yang
mengelola seluruh limbah cair dengan prinsip anaerob, sampai
pada hasil akhir yang tidak berbahaya/ beresiko rendah, sebelum
dialirkan ke pembuangan umum. Secara berkala, hasil akhir
pengolahan limbah cair tersebut diperiksa keamanannya, secara
laboratorium
e. Penanganan Limbah Farmasi
Dalam jumlah kecil, sampah farmasi ( obat dan bahan obat) dapat
dikumpulkan dengan sampah medis lainnya untuk kemudian dibakar di
incinerator.
Jika jumlahnya banyak, metode pembungan sampah farmasi di
lakukan sebagai berikut :
a. Sitostatika dan antibiotik dapat diisinerasi, sisanya dikubur di
tempat pemerataan tanah.
b. Bahan yang larut air, campuran ringan bahan farmasi seperti
larutan vitamin, obat batuk, cairan intra vena, dan lain lain dapat
diencerkan dengan sejumlah besar air lalu dibuang ke tempat

21
pembuangan limbah cair Rumah Sakit untuk kemudian di proses di
sana.
c. Sampah sitotosika tidak boleh dibuang ke sungai, kali, telaga,
danau, atau area pemerataan tanah.
f. Sarana pendukung kebersihan
Sarana pendukung pelaksanaan kegiatan kebersihan di Rumah Sakit
meliputi :
a. Kelengkapan Petugas : alat pelindung diri, diantrannya sarung
tangan karet, sepatu boot, baju kerja, topi, kacamata , masker.
b. Peralatan kebersihan : sapu, mop, ember, kereta sampah infeksius,
kereta sampah non infeksius, sikat dan sebagainya.
c. Tempat penampungan sampah: tempat penampungan sementara
untuk sampah non infeksi sebelum diambil petugas dinas
kebersihan, tempat sampah di unit-unit pelayanan yang dibedakan
atas tempat sampah infeksius (kantong kuning) dan tempat sampah
non infeksius (kantong hitam), sampah sitostatika (kantong ungu),
atau sampah radioaktif (kantong merah).
d. Alat pembakar sampah/ incinerator.

C. Pengelolaan Linen Rumah Sakit


Tim PPIRS berkoordinasi dengan Urusan Linen dalam pengelolaan Linen
Rumah Sakit sebagai berikut :
1. Pengelolaan linen kotor
a. Pengelolaan linen kotor, pemisahan linen kotor berdasarkan infeksius
tidaknya, proses dekontaminasi/ spooling, dilanjutkan proses
pencucuian di bagian pencucian, sesuai prosedur yang telah ditetapkan.
b. Petugas yang bertanggung jawab dalam proses ini adalah petugas
linen ruang perawatan dan petugas bagian pencucian.
c. Penggunaan APD yang sesuai harus dipenuhi dalam hal megelola linen
kotor. Wadah untuk membawa linen kotor non infeksius, linen kotor
infeksius, maupun linen bersih harus terpisah dan merupakan wadah
yang tertutup.

22
2. Distribusi dan penyimpanan linen bersih
Distribusi linen kotor/ linen bersih dari ruang perawatan ke pencucuian
atau sebaliknyasesuai prosedur yang telah ditetapkan, dengan
menggunakan buku ekspedisi.
3. Penyediaan linen siap pakai
Linen siap pakai di simpan di tiap unit pelayanan, dengan tetap
memperhatikan standar penyimpanan, yaitu :
a. Lemari penyimpanan selalu bersih, kering, tidak lembab, dan tertutup
rapat
b. Lemari penyimpanan jauh dari pelayanan pasien/ terhindar dari
kontaminasi
c. Pencahayaan 200-500 Lux sesuai pedoman pencahayaan Rumah sakit,
suhu 22-27 0 C dan kelembaban sekitar 45 75 % RH
d. Inventarisasi linen menjadi tanggunga jawab unit pelayanan
penyimpanan, dan harus dilakukan Cross Check antara jumlah linen
yang tepakai dengan linen kotor dan stok linen bersih.
4. Penggunaan Linen bersih
a. Linen bersih digunakan dengan prinsip FIFO (first in first Out), yaitu
linen yang lebih dahulu disimpan, dipakai terlebih dahulu.
b. Sebelum memegang linen bersih, petugas harus mencuci tangan
terlebih dahulu.

D. Pelayanan Sterilisasi
Pelayanan sterilisasi berkoordinasi dengan instalasi sterilisasi sentral
untuk mengetahui proses dari perencanaan, pengadaan, dekontaminasi, sampai
sterilisasi dilakukan sesuai dengan prinsip pengendalian infeksi.

E. Perawatan pasien isolasi


Ruang isolasi adalah ruangan perawatan khusus dirumah sakit yang
digunakan untuk merawat pasien dengan kondisi medis tertentu secaraterpisah
dari pasien lain (Sabra L.Katz-Wize, 2006), dengan tujuan mencegah
penyebaran penyakit atau infeksi dari pasien tersebut kepada pasien lain atau

23
kepada petugas kesehatan, atau sebaliknya mencegah pasien tersebut tertuar
infeksi lain di rumah sakit karena daya tahannya yang rendah. Dengan
demikian ruang isolasi berfungsi untuk membantu memutus siklus penularan
penyakit serta melindungi pasien dan petugas kesehatan.
a. Fasilitas perawatan Isolasi di Rumah Sakit Umum Sis Aljufri
a) Ruang isolasi yang terdapat di Rumah Sakit Umum Sis Aljufri adalah
ruang isolasi bertekanan standar atau bertekanan normal. Ruang isolasi
ini dapat digunakan oleh pasien pasien yang menular secara droplet
atupun kontak.
b) Ruang isolasi di Rumah Sakit Umum Sis Aljufri dilengkapi dengan
kamar mandi di dalam dan sarana cuci tangan serta exhaust fan.
c) Sedangkan untuk pasien yang kritis yang memerlukan perawatan
intensif sekaligus memerlukan perawatan isolasi, intensive care unit
(ICU) menyediakan sebuah ruang perawatan isolasi yang dilengkapi
dengan pengaturan udara dan hepa filter, sehingga dapat diatur untuk
ruang isolasi bertekanan negatif , bagi pasien-pasien menular, ataupun
diatur sebagai ruang isolasi bertekanan posistif untuk pasien Immuno
Compromised yang rentan tertular oleh infeksi lain.

b. Indikasi Perawatan Isolasi di Rumah Sakit Umum Sis Aljufri.


a) Ruang isolasi di Rumah Sakit Umum Sis Aljufri diindikasikan untuk
pasien menular secara droplet (seperti : chiken pox, tuberculusis,
mumps, rubella, bacterial maningitis, dan sebagainya) atau kontak
(seperti: impertigo, warts, sypilis, dan sebagainya.)
b) Penularan secara droplet adalah penularan melalui percikan ludah saat
bicara, bersin atau batuk. Biasanya sifat patogen mikroorganisme
penyebabnya tidak cukup infeksius dalam jarak yang lebih jauh, maka
pengaturan udara dan ventilasi secara khusus tidak terlalu diperlukan
untuk pencegahan penularannya.

24
c) Penularan secara kontak
d) Droplet precaution dan contack precaution ditujukan untuk
pencegahan transmisi pathogen yang disebar melalui sekret udara
nafas atau kontak dengan selaput lendir pernafasan, misalnya dengan
penerapan hand hygiene, penggunaan APD yang tepat, serta prosedur
penempatan paien yang tepat.
e) Ruang isolasi di Rumah Sakir Walisongo 1 tidak cukup memadai
untuk perawatan pasien dengan airbone infection. kasus airbone yang
dapat dirawat di ruang isolasi di rumah sakit misalnya : Varicella /
chikenpox, meales, tuberculosis.
f) Pasien dengan khasus airbone yang fatal : seperti SARS, flu burung /
avian influenza, yang mungkin ditemukan di rumah sakit, akan dirujuk
ke rumah sakit yang memiliki fasilitas yang lebih seperti Rumah Sakit
RSUD dr Sutomo Surabaya , dengan tetap melakukan kewaspadaan
transmisi.
g) Untuk kasus HIV/AIDS yang ditemukan di Rumah Sakit Umum Sis
Aljufri ditetapkan untuk dirujukke rumah sakit yang sudah di tunjuk
oleh Kementrian Kesehatan sebagai klinik VCT, yaitu RSUD Gresik,
RSUD dr Sutomo Surabaya .

c. Pelaksanaan kewaspadaan standar dan kewaspadaan isolasi pada


pasien isolasi
Petugas kesehatan harus melaksanakan kewaspadaan standar dan
kewaspadaan isolasi secara tepat dan disiplin dalam melaksanakan pasien
isolasi :
a) Petugas harus melakukan perosedur cuci tangan setiap kali sebelum dan
sesudah memasuki ruangan isolasi
b) Petugas harus menggunakan APD pada saat melakukan tindakan
perawatan/ tindakan kedokteran kepada pasien-pasien isolasi (misalnya :
masker, sarung tangan skort).
c) Pasien menular secara doplet/ airbone yang harus ditransfer ke unit
pelayanan lain harus menggunakan masker selama proses tranfer.

25
d. Prosedur pembersihan kamar isolasi setelah digunakan
a) Kamar isolasi wajib dibersihkan secara rutin dua kali sehari sesuai
dengan prosedur pembersihan ruangan isolasi
b) Pembersihan kamar isolasi dilakukan terakhir kali setelah semua ruang
perawatan lain dibersihkan.
c) Petugas yang membersihkan kamar isolasi harus menggunakan APD
lengkap.
d) Pembongkaran kamar isolasi harus dilakukan setiap kali kamar isolasi
selesai digunakan , sebelum digunakan oleh pasien yang lain, sesuai
prosedur yang telah ditetapkan.
e) Setelah pembongkaran, sterilisasi ruang dengan lampu ultraviolet dapat
digunakan di kamar isolasi untuk mengurangi transmisi patogen melalui
kemampuan lampu ultraviolet melakukan surface sterilisasi.

e. Pengaturan penempatan pasien


a) Pengaturan penempatan pasien adalah komponen penting dalam
kewaspadaan isolasi. Ruangan khusus penting untuk mencegah
transmisi direk-indirek kontak khususnya jika pasien memiliki
kebiasaan kebersihan yang buruk, potensial mengkontaminasi
lingkungan, atau tidak dapat diharapkan dapat mendukung upaya
pengendalian infeksi dalam rangka tranmisi mikroorganisme (misalnya
pasien bayi, anak-anak, pasien dengan perubahan status mental).
b) Pasien yang potensial mentrasmisikan mikroorgnisme patogen secara
droplet / kontak diletakkan di ruang perawatan khusus/ isolasi yang
dilengkapi dengan fasilitas cuci tangan dan kamar mandi, untuk
mengurangi kemungkinan transmisi mikroorganisme.
c) Jika ruang perawatan khusus tidak tersedia, pasien infeksi hendaknya
ditempatkan dengan pasien yang sejenis (kohorting). Pasien yang
terinfeksi oleh mikroba yang sama,dapat ditempatkan dalam ruang
perawtan yang sama, untuk mencegah agar mereka tidak terinfeksi

26
oleh mikroorganisme yang lain, dan kemungkinan terjadi terinfeksi
oleh mikroorganisme yang sama menjadi minimal.
d) Alternatif lain adalah dengan melakukan pengumpulan pasien-pasien
yang sejenis. Ini sangat membantu pada keadaan KLB atau
keterbatasan ruang perawatan khusus. Apabila keduanya tidak
memungkinkan dilaksanakan (isolasi/ kohorting), sangat penting untuk
mendiskusikan epidemiologi penyakit dan mode transmisi penyakit
dengan para ahli pengendalian infeksi, atau setidaknya dengan tim
PPIRS.
f. Transportasi pasien isolasi
Batasi perpindahan dan pergeseran pasien infeksius, khususnya pasien
terinfeksi mikroorgnisme yang virulen dan penting secara epidemiologi.
Pastikan bahwa pasien meninggalkan ruang perawatannya hanya oleh
karena indikasi yang kuat dan esensial, untuk mengurangi kemungkinan
transmisi penyakit.
Dalam melakukan tranportasi pasien, penting untuk diperhatikan.:
a) APD yang lengkap sesuai indikasi (masker, gaun/apron) dikenakan
pada pasien untuk menurunkan kemungkinan trasmisi kepada pasien
lain, petugas kesehatan, pengunjung rumah sakit, serta kontaminasi
terhadap lingkungan.
b) Petugas kesehatan di unit yang dituju harus mendapatkan informasi
terhadap kedatangan pasien infeksius tersebut,dan langkah pencegahan
yang harus dilakukan sehubungan dengan transmisi penyakitnya.
c) Kepada pasien harus di informasikan langkah/ atau tindakan apa yang
dapat dilakukan untuk membantu mencegah transmisi penyakit yang
dideritanya kepada orang lain.

F. Pencegahan dan pengendalian infeksi tuberkulosis


Pencegahan dan pengendalian infeksi TB dilakukan melalui 3 pilar
pengendalian , yaitu secara administratif, pengendalian lingkungan dan
perlindungan perorangan.

27
Pilar pengendalian Administratif,meliputi :
1. Rencana pengendalian infeksi
a. Memastikan penegakan diagnosis secara dini pada pasien dan
petugas yang di duga TB
b. Memberikan edukasi/ informasi mengenai etika batuk
c. Membatasi aktivitas pasien. Dokter konsultan sebaiknya datang
keruangan pasien, dan jika pasien harus keluar ruangan, pasien
harus menggunakan masker.
d. Pasien TB harus dipisahkan dengan pasien lain (terutama pasien
Immuno compromised) di unit rawat jalan dan rawat inap, sesuai
ketentuan yang ada dirumah sakit
e. Ruang pasien TB harus memiliki ventilasi yang baik, dan
terpisahdari pasien lain.jika tidak memungkinkan satu kamar
untuk satu pasien, lakukan pengelompokan dengan jarak antar
pasien minimal 2 meter.
f. Membatasi jumlah pengunjung
g. Memulai OAT secara tepat pada pasien.
2. Pendidikan dan pelatihan petugas untuk meningkatkan pengetahuan,
kemampuan dan keterampilan dalam pengendalian infeksi TB/TB
MDR
3. Penyuluhan kepada pasien, pengunjung dan masyarakat tentang
pentingnya pencegahan dan pengendalian infeksi TB.
a. Pilar pengendalian lingkungan
1. Pengendalian lingkungan yang bisa dilakukan di rumah sakit
meliputi pengaturan ventilasi diruangan isolasi, dengan
menggunakan ventilasi campuran yaitu exhaust fan dan
ventilasi alami.
2. Radiasi sinar ultraviolet digunakan untuk memperoleh surface
sterilisasi, pada ruangan yang digunakan oleh pasien TB, atau
pada ruangan tunggu dan ruangan pemerikasaan pasien TB di
poliklinik.

28
b. Pilar perlindungan perorangan
1. Perlindungan perorangan yang digunakan mengacu pada
kewaspadaan standar, yaitu: sarung tangan , masker, kaca mata
, topi, apron/baju kerja dan sepatu boot.
2. Masker bedah bagi pasien TB MDR untuk mengurangi
kemungkinan pajanan kepada orang lain dan lingkungan
sekitarnya.
3. Menggunakan APD yang mengacu kepada kewaspadaan.
o Respirator partikulat untuk petugas yang berhubungan
langsung dengan psien (N95 atau FFP-2).sebelum
digunakan, lakukan fit test dulu untuk memastikan
respirator pas digunakan untuk tidak bocor, sehingga
memberikan perlindungan optimal.
o Masker bedah bagi pasien TB MDR untuk mengurangi
kemungkinan pajanan kepada orang lain dan lingkungan
sekitarnya
o Pelaksanaan edukasi etika batuk dengan benar, baik bagi
pasien TB maupun pasien batuk lainnya. Hindari batuk di
tempat banyak orang, hindari menyentuh muka setelah
batuk/ bersin, dan dan jangan bertukar sapu tangan kepada
orang lain.
o Penanganan sputum jika terjadi kecelakaan : jika terjadi
tumpahan sputum gunakan handuk / kain yang telah di
basahi desinfektan untuk menutup tumpahan tersebut
hingga terserap kemudian lantai dibersihkan dengan
desinfektan. Direkomendasikan untuk menutup ruangan
tersebut selama 1 jam sebelum digunakan kembali. Petugas
hendaknya menggunkan APD yang sesuai saat
membersihkan sputum tersebut.
o Menyediakan secara cuci tangan di area pasien /
pengunjung
o Perlindungan transportasi pasien.

29
c. Penanganan TB MDR di Rumah Sakit Umum Sis Aljufri
Pasien TB MDR (multidrugs resisten tuberkulosis) tidak dapat
ditangani oleh Rumah Sakit Semen Gresik. Jika ditemukanpaien
TB MDR, pasien di rujuk ke RumahSakit Walisongo 1untuk
mendapatkan pengobatan sesuai dengan kebijakan pengobatan TB
yang dilaksanakan oleh dinas kesehatan Kota Gresik.

G. Pengaturan Penggunaan Antibiotika, Termasuk Pemetaan Kuman


Resistensi kuman dapat terjadi oleh karena penggunaan antibiotika
yang tidak bijaksana, yang antara lain meliputi : pemberian yang berlebihan,
pemberian dibawah dosis optimal, lama pemberian antibiotika tidak tepat, atau
mis diagnosis yang menyebabkan pilihan antibiotika tidak tepat. Maka
diperlukan pengaturan dalam hal penggunaan antibiotika, agar diperoleh
penggunaan antibiotika yang bijaksana.
Tujuan kebijakan penggunaan ini adalah mencapai peresepan/
penggunaan antibiotika yang efektif dan ekonomis, untuk meminimalkan
resistensi kuman, tanpa meninggalkan efek terapi yang diharapkan. Kriteria
penggunaan antibiotika yang bijaksana meliputi :
a. Setiap antibiotic harus teruji dalam diagnosis klinisnya dan telah terbukti
serta dikenali mampu memberikan efek terapi terhadap mikroorganisme.
b. Pemeriksaan kultur kuman sebaiknya dilakukan sebelum pemberian
antibiotika
c. Pemilihan antibiotika sebaiknya tidak didasarkan pada riwayat penyakit
dan agen pathogen saja, namun juga mempertimbangkan pola
sensitivitasnya, toleransi pasien dan biaya.
d. Dokter harus memperoleh informasi tentang resistensi kuman di rumh
sakit secara berkesinambungan.
e. Gunakan antibiotika yang spesifik untuk infeksi
f. Jika mungkin, hindari penggunaan antibiotika secara kombinasi.
g. Batasi penggunaan antibiotika selektif

30
h. Gunakan dosis yang tepat. Dosis rendah dapat menyebabkan inefektif
terapi, dan memicu strain kuman menjadi resisten. Dosis yang berlebihan
dapat meningkatkan side efek, dan tetap tidak mencegah resistensi kuman.
i. Secara umum, penggunaan satu seri antibiotika berkisar antara 5-14 hari,
tergantung jenis infeksinya. Terdapat indikasi tertentu untuk penggunaan
yang lebih lama. Apabila pemakaian 3 hari tidak menunjukkan efektifitas,
maka antibiotika harus dihentikan dan dilakukan penilaian kembali
terhadap status pasien
Untuk mencapai tujuan tersebut diatas, maka diberlakukan kebijakan
sebagai berikut :
1. Indikasi Penggunaan antibiotika di Rumah Sakit Umum Sis Aljufri
harus mengacu pada Buku Pedoman Penggunaan Antibiotika dan
Buku Peta Kuman dan Kepekaan Terhadap Berbagai Antibiotika, yang
diterbitkan oleh Rumah Sakit Umum Sis Aljufri.
2. Buku Pedoman Antibiotika disusun oleh Panitia Farmasi dan terapi
dan harus dievaluasi ulang minimal setiap 3 tahun sekali
3. Buku Peta kuman dan Kepekaan terhadap Berbagai Antibiotika
disusun setiap tahun untuk memantau pergeseran pola resistensi yang
dapat mempengaruhi terapi antimikroba.
4. Standarisasi antibiotika di Rumah Sakit berlaku untuk semua dokter
yang merawat di Rumah Sakit Umum Sis Aljufri
5. Untuk setiap jenis antibiotika maksimal disediakan 5 sediaan paten,
namun tetap dianjurkan menggunakan sediaan generic sebagai
alternative pertama.
6. Tim PPIRS turut bertanggung jawab memberikan masukan kepada
Panitia Farmasi dan Terapi dalam hal pemantauan resistensi dan
pemeriksaan pemetaan kuman di Rumah Sakit Umum Sis Aljufri.

31
H. Pengaturan Penggunaan Antiseptik dan Desinfectan
a. Pengertian
Antiseptik adalah desinfectan yang digunakan untuk kulit dan tubuh
bagian luar lainnya. Sedangkan desinfectan sendiri digunakan untuk
peralatan, perabot, lingkungan dan sebagainya.
Desinfectan adalah senyawa kimia yang dapat
mematikan/menghancurkan pertumbuhan mikroorganisme, namun tidak
termasuk spora. Proses ini tidak mematikan semua mikroorganisme,
namun mampu menurunkannya sampai tingkat yang tidak membahayakan
kesehatan.
Perbedan desinfeksi dengan sterilisasi adalah proses sterilisasi mampu
mematikan semua mikrooganisme termasuk spora.
b. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penentuan desinfectan
1. Telah diketahui bahwa berbagai mikroorganisme mempunyai tingkat
sensitivitas yang berbed terhadap zat kimia tertentu. Lebih mudah
mematikan bakteri gram positif dari pada gram negative, disebabkan
perbedan pembentukan dinding sel. Kuman TBC lebih resisten terhadap
desinfektan dan spora jauh lebih resisten lagi terhadap desinfektan.
2. Tingkat snsitivitas terhadap desinfektan tergantung dari tngkat
keasaman, jadi susunan virus yang asam akan lebih peka daripada yang
tidak asam.
3. Bahan kimia yang dipakai biasanya tidak besifat stabil dalam waktu
lama, sehingga harus selalu diganti dan dibuat yang abru sesuai dengan
spesifikasi masing-masing desinfektan.
4. Beberapa jenis desinfektan dapat menimbulkan karat/korosif, sehingga
harus dilakukan pembilasan untuk melindungi pemakai dan proses
berkarat.
c. Peranan Instalasi Farmasi dalam Penyiapan dan Penggunaan
Antiseptik dan Desinfectan
1. Antiseptik dan desinfektan yang digunakan di Rumah Sakit Umum Sis
Aljufri disiapkan oleh Unit Farmasi.

32
2. Unit Farmasi bertanggung jawab terhadap pembuatan, pengenceran,
pengemasan serta pendistribusian larutan antiseptik dan desinfektan
tersebut, termasuk persiapan, pencucian dan pengeringan wadah yang
akan digunakan.
3. Unit Farmasi bertanggung jawab atas pelebelan larutan, secara jelas,
serta sosialisasi kegunaan masing-masing larutan, serta
pengamanannya.
4. Unit pemakai tidak diperkenankan melakukan pengenceran sendiri,
ataupun mencampurkan desinfektan baru kedalam wadah desinfektan
sisa, untuk mencegah berubahnya konsentrasi dan efektifitas bahan.

I. Pelaksanaan Surveilans Nosokomial


a.
Pengertian surveilans
Surveilans adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan secara terus menerus
dan sistematik dalam bentuk pengumpulan data, analisis data, interpretasi
data dan diseminasi informasi hasil interpretasi data bagi mereka yang
membutuhkan.
Surveilans infeksi nosokomial adalah suatu proses yang dinamis,
sistematis, terus menerus dalam pengumpulan, identifikasi, analisis dan
interpretasi dari data kesehatan yang penting pada suatu populasi spesifik,
untuk digunakan dalam perencanaan, penerapan dan evaluasi suatu
tindakan yang berhubungan dengan kesehatan yang didiseminasikan
secara berkala kepada pihak-pihak yang memerlukan.
b.
Tujuan Surveilans
o Memperoleh data dasar infeksi Rumah Sakit
o Untuk kewaspadaan dini dalam mengidentifikasikan kejadian luar
biasa
o Menilai standar mutu asuhan keperawatan dan pelayanan medis
o Sebagai sarana mengidentifikasi mal praktek
o Menilai keberhasilan suatu program pengendalian infeksi nosokomial

33
o Meyakinkan para klinisi tentang adanya masalah yang memerlukan
penanggulangan
o Sebagai tolak ukur akreditasi
c. Metode Surveilans
o Surveilans yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Sis Aljufri adalah
Targetted Surveillance, dengan target survey meliputi infeksi khusus
yaitu Infeksi Aliran Darah Perifer (IADP), Infeksi Luka Operasi
(ILO), Infeksi Saluran Kemih (ISK), Ventilator Associated Pneumonia
(VAP), Dekubitus, Sepsis dan Infeksi/Penyulit tranfusi.
o Definisi Surveilans untuk masing-masing jenis infeksi mengacu pada
petunjuk Praktis Surveilans Infeksi Rumah Sakit, Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jendral Bina Pelayanan
Medik, tahun 2010
o Format pelaksanaan surveilans terdiri dari format sensus harian di tiap
ruang perawatan, daftar tilik, dan formulir data harian infeksi Rumah
Sakit
d.
Pelaksanaan Surveilans
Surveilans Infeksi nosokomial di Rumah Sakit Umum Sis Aljufri
dilaksanakan oleh IPCN, dan dibantu oleh IPCLN di masing-masing
ruang perawatan

e.
Pelaporan
Laporan surveilans direkap setiap bulan untuk kemudian dilaporkan
kepada Direktur Rumah Sakit bersama laporan kegiatan Tim PPIRS
selama bulan yang bersangkutan dalam bentuk Laporan Bulanan Panitia
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit
Laporan surveilans infeksi merupakan laporan kejadian keselamatan
pasien, sehingga laporan ini ditindak lanjuti bersama antara Panitia
Keselamatan Pasien dan Panitia PPIRS

34
J. Pendidikan dan Pelatihan SDM Tentang PPI-RS
Pengembangan staf dan pengembangan pendidikan tentang pengendalian
infeksi di Rumah Sakit, termasuk kegiatan orientasi bagi karyawan baru,
merupakan salah satu upaya penting dalam meningkatkan pemahaman
terhadap infeksi, yang selanjutnya diharapkan mampu diaplikasikan dalam
tugas sehari-hari. Sistem pengembangan dan pendidikan staf harus tercakup
dalam program kerja Panitia PPIRS.
Pengembangan Staf
o Direktur Rumah Sakit memiliki tanggung jawab untuk menetapkan
kebijkan pengembangan staf dan program pendidikan tenaga pengendali
infeksi nosokomial di Rumah Sakit Semen Gresik
o Panitia PPIRS bertanggung jawab dalam perencanaan, pengusulan dan
tindak lanjut pengembangan stafnya kepada pimpinan rumah sakit, dan
ikut serta secara aktif dalam mendapatkan informasi pendidikan, pelatihan
ataupun lokakarya bidang-bidang terkait, baik dari luar Rumah Sakit
(eksternal), maupun materi-materi inhouse training.
o Program pengembangan staf ini harus tercantum dalam tiap penyusunan
program kerja PPIRS, dan dalam pelaksanaannya, selalu bekerja sama
dengan bagian Diklat Rumah Sakit..
o Sasaran program pengembangan staf diutamakan bagi ketua, IPCN dan
seluruh anggota Tim PPIRS, serta tidak menutup kemungkinan bagi setiap
karyawan Rumah Sakit yang terkait dengan program kerja PPIRS
o Setiap orang yang telah mengikuti pendidikan/pelatihan, wajib
meneruskannya dengan melakukan sosialisasi bagi staf PPI lainnya, dan
membuat laporan tertulis untuk Diklat Rumah Sakit dan arsip PPI
o Evaluasi program pengembangan staf dilakukan setiap akhir tahun
program, namun tidak menutup kemungkinan dilakukan sementara
program berjalan, untuk memperoleh target antara dan peningkatan
kualitas pengembangan staf yang lebih baik.

35
BAB V
LOGISTIK

Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit Umum Sis


Aljufri dalam menjalankan tugasnya memiliki tanggung jawab terhadap
ketersediaan sarana dan fasilitas penunjang program di seluruh rumah sakit.
Sarana dan fasilitas tersebut diantaranya meliputi :
1. Pemantauan ketersediaan handrub dan sarana cuci tangan dan
pemanfaatannya.
2. Pemantauan ketersediaan pamflet/sarana edukasi PPI untuk pengunjung dan
pasien dan pemanfaatannya
3. Pemantauan ketersediaan desinfektan diunit-unit pelayanan pasien.
Ketersediaan sarana dan fasilitas tersebut diatas berada dibawah tanggung
jawab Sub bagian Logistik, baik pengadaan maupun system logistiknya secara
umum. Namun demikian Tim PPIRS ikut bertanggung jawab dalam melakukan
monitoring ketersediaannya di unit-unit pelayanan sehingga program pencegahan
dan pengendalian infeksi ini dapat berjalan dengan baik.

36
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

A. Pengertian
Keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan
pasien lebih aman. Hal ini termasuk asesmen srisiko, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko.
Sedangkan insiden keselamatan pasien adalah setiap kejadian atau situasi yang
dapat mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan harm (penyakit, cidera,
cacat, kematian dan lain-lain) yang tidak seharusnya terjadi.

B. Tujuan
Tujuan sistem ini adalah mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambul tindakan
yang seharusnya diambil. Selain itu sistem keselamatan pasien ini mempunyai
tujuan agar terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit,
meninhgkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadapa pasien dan masyarakat,
menurunnya kejadian tidak diharapkan di rumah sakit dan terlaksananya
program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian
tidak diharapkan.

C. Tata Laksana Keselamatan Pasien


Dalam melaksanakan keselamtan pasien terhadap tujuh langkah menuju
keselamatan pasien rumah sakit, adapun tujuh langkah tersebut adalah:
1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien. Menciptakan
kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil.

37
2. Memimpin dan mendukung karyawan. Membangun komitmen dan fokus
yang kuat dan jelas tentang keselamatan pasien.
3. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko. Mengembangkan sistem
dan proses pengelolaan risiko, serta melakukan identifikasi dan asesmen
hal potensial bermasalah.
4. Mengembangkan sistem pelaporan. Memastikan karyawan agar dengan
mudah dapat melaporkan kejadian atau insiden, serta rumah sakit
mengatur pelaporan kepada KKP-RS (Komite Keselamatan Pasien Rumah
Sakit).
5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien. Mengembangkan cara-cara
berkomunikasi yang terbuka dengan pasien.
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien. Mendorong
karyawan agar untuk melakakukan analisis akar masalah untuk belajar
bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul.
7. Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien.
Menggunakan informasi yang ada tentang kajadian atau masalah untuk
melakukan perubahan pada system pelayanan.

Dalam melaksanakan keselamatan pasien standar keselamatan pasien


harus diterapkan, standar tersebut adalah sebagai berikut:
1. Hak pasien.
2. Mendidik pasien dan keluarga.
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan.
4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien.
5. Peran kepemimpinan dan meningkatkan keselamatan pasien.
6. Mendidik karyawan tentang keselamatan pasien.
7. Komunikasi merupakn kunci bagi karyawan untuk mencapai keselamatan
pasien.

Langkah-langkah penerapan keselamatan pasien di rumah sakit:

38
1. Menetapkan unit kerja yang bertanggung jawab mengelola program
keselamatan pasien rumah sakit.
2. Menyusun program keselamatan pasien rumah sakit jangka pendek 1-2
tahun.
3. Mensosialisasikan konsep dan program keselamatan pasien rumah sakit.
4. Mengadakan pelatihan keselamatan pasien rumah sakit bagi jajaran
manajemen dan karyawan.
5. Menetapkan sistem pelaporan insiden (peristiwa keselamatan pasien).
6. Menetapkan tujuh langkah keselamatan pasien rumah sakit seperti tersebut
diatas.
7. Menerapkan standar keselamatan pasien rumah sakit (seperti tersebut
diatas) dan melakukan Self Assessment dengan instrument akreditasi
pelayanan keselamatan pasien rumah sakit.

Program khusus keselamatan pasien rumah sakit.


o Mengevaluasi secara periodik pelaksanaan program keselamatan pasien
rumah sakit dan kejadian tidak diharapkan.

D. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit Dalam Upaya


Keselamatan Pasien
Pencegahan dan Pengendalian infeksi di Rumah Sakit terkait langsung dalam
upaya keselamatan pasien, karena salah satu sasaran keselamatan pasien
adalah menurunkan risiko infeksi terkait dengan pelayanan kesehatan (Sasaran
Keselamatan Pasien yang kelima).
Keberhasilan program dan pengendalian infeksi di rumah sakit, merupakan
salah satu bentuk nyata pelayanan yang berfokus pada keselamatan pasien.

39
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 pasal 164 ayat 1 menyatakan


bahwa Upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agara hidup
sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang
diakibatkan oleh pekerjaan. Rumah sakit adalah tempat kerja yang termasuk
dalam kategori seperti disebut di atas, berarti wajib menerapkan upaya
keselamatan dan kesehatan kerja. Progran keselamatan dan kesehatan kerja di tim
pendidikan pasien dan keluarga bertujuan melindungi karyawan dari
kemungkinan terjadinya kecelakaan di dalam dan di luar rumah sakit.
Dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 27 ayat (2) disebutkan bahwa
Setiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan. Dalam hal ini yang dimaksud pekerjaan adalah pekerjaan yang
berisfat manusiawi, yang memungkinkan pekerja berada dalam kondisi sehat dan
selamat, bebas dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja, sehingga dapat hidup
layak sesuai dengan martabat manusia.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau (K3) merupakan bagian integral
dari perlindungan terhadap pekerjada perlindungan terhadap rumah sakit.
Pegawai adalah bagian dari integral dari rumah sakit. Jaminan keselamatan dan
kesehatan kerja akan meningkatkan progduktivitas pegawai dan meningkatkan
produktivitas rumah sakit. Undang-undang Nomor 1 tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja dimaksudkan untuk menjamin:
1. Agar pegawai dan setiap orang yang berada di tempat kerja selalu berada
dalam keadaan sehat dan selamat.
2. Agar faktor-faktor produksi dapat dipakai dan digunakan secara efisien.
3. Agar proses produksi dapat berjalan secara lancar tanpa hambatan.

40
A. Faktor-faktor yang meninggalkan kecelakaan dan penyakit akibat keja
dapat digolongkan pada tiga kelompok, yaitu:
1. Kondisi dan lingkungan kerja.
2. Kesadaran dan kualitas pekerja.
3. Peranan dan kualitas manajemen.

B. Dalam kaitannya dengan kondisi dan lingkungan kerja, kecelakaan dan


penyakit akibat kerja dapat terjadi bila:
1. Peralatan tidak memenuhi standar kualitas atau bila sudah aus.
2. Alat-alat produksi tidak disusun secara teratur menurut tahapan proses
produksi.
3. Ruang kerja terlalu sempit, ventilasi udara kurang memadai, ruang terlalu
panas atau terlalu dingin.
4. Tidak tersedia alat-alat pengaman.
5. Kurang memperhatikan persyaratan penanggulangan bahaya kebakaran
dan lain-lain.

C. Perlindungan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Petugas Kesehatan


1. Petugas kesehatan yang merawat pasien menular harus mendapatkan
pelatihan mengenai cara penularan dan penyebaran penyakit, tindakan
pencegahan dan pengendalian infeksi yang sesuai dengan protokol jika
terpajan.
2. Petugas yang tidak terlibat langsung dengan pasien harus diberikan
penjelasan umum mengenai penyakit tersebut.
3. Petugas kesehatan yang kontak dengan pasien penyakit menular melalui
udara harus menjaga fungsi saluran pernafasan (tidak merokok, tidak
minum dingin) dengan baik dan menjaga kebersihan tangan setiap saat dan
:
a. Memeriksa suhu untuk dua kali sehari dan mewaspadai munculnya
gejala pernafasan terutama batuk.

41
b. Memiliki catatan pribadi mengenai kontak yang dialami. Catatan Tidak
Boleh dibawa ke dalam area isolasi.
c. Bila timbul demam, segera batasi interaksi dan isolasi diri diarea
umum. Segera laopr kepada Tim PPIRS, Tim Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3)dan dokter poliklinik rumah sakit, adanya
kemungkinan terinfeksi penyakit menular yang sedanga ditangani.

D. Petunjuk Pencegahan Infeksi Untuk Petugas Kesehatan


1. Untuk mencegah transmisi penyakit menular dalam tatanan pelayanan
kesehatan, petugas harus menggunakan APD yang sesuai kewaspadaan
standar dan kewaspadaan isolasi (berdasarkan penularan secara kontak,
droplet atau udara) sesuai dengan penyebaran penyakit.
2. Semua petugas kesehatan harus mendapatkan pelatihan tentang gejala
penyakit menular yang sedang dihadapi.
3. Semua petugas kesehatan dengan penyakit seperti flu harus dievaluasi
untuk memastikan agen penyebab, dan ditentukan apakah perlu dipindah
tugaskan dari kontak langsung dengan pasien, terutama mereka yang
bertugas di Instalasi Perawatan Intensif (IPI), ruang rawat anak dan ruang
bayi.
4. Jika petugass kesehatan mengalami gejala demam atau gangguan
pernafasan dalam jangka waktu 10 hari setelah terpajan penyakit menular
melalui udara, maka ia perlu dirawat di ruang isolasi.
5. Petugas terpajan yang tidak memiliki gejala demam atau gangguan
pernafasan tidak perlu dibebastugaskan namun harus melaporkan pajanan
yang dialami segera kepada TIM PPIRS
6. Surveilans aktif perlu dilakukan terhadap gejala demam dan gangguan
pernafasan setiap hari kepada petugas kesehatan yang terpajan. Petugas di
instruksikan untuk mewaspadai timbulnya demam, gangguan pernafasan
dan auatu peradangan konjungtiva selama 10 hari setelah terpajan dengan
penyakit menular melalui udara.

42
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah pemilihan aspek


yang akan ditingkatkan dengan menetapkan indicator, criteria, serta standar yang
akan digunakan untuk mengukur mutu pelayanan.
Adapun Indikator Pengendalian Mutu pada TIM PPIRS meliputi :
Pencegahan dan pengendalian infeksi , survelance dan pelaporan(IAK.
10)
1) Infeksi Jarum Infus
2) Angka Infeksi Saluran Kemih (ISK)
3) Angka infeksi Luka Operasi(ILO)
4) Angka Infeksi Pneumoni akibat pemasangan ventilator
5) Angka sepsis
6) Angka penyulit/infeksi tranfusi darah
7) Angka komplikasi pasca operasi
8) Angka Kepatuhan Cuci tangan

43
BAB IX
PENUTUP

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian di Rumah Sakit Umum


Sis Aljufri disusun, sebagai upaya panduan pencegahan dan pengendalian infeksi
sehari-hari. Di harapakan melalui pedoman pelayanan ini dapat tercipta
keseragaman pemahaman dan persepsi, dalam mewujudkan pelayanan Rumah
Sakit Umum Sis Aljufri yang berkualitas, dengan pengendalian infeksi
nosokomial secara nyata.
Dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran, maka tidak menutup kemungkinan, pedoman yang saat ini berlaku,
akan semakin disempurnakan. Oleh karenanya, terhadap pedoman ini pun akan
tetap dilakukan evaluasi secara berkala, agar diperoleh perkembangan yang
terbaru, demi upaya pengendalian infeksi di Rumah Sakit Umum Sis Aljufri.

Ditetapkan di : PALU
Pada tanggal : 5 Nopember 2014
Panitia PPI RSU SIS ALJUFRI
Ketua,

Dr. Nasrun, SH

44
45

Anda mungkin juga menyukai