PENDAHULUAN
Kanker serviks adalah salah satu penyakit yang masih menjadi masalah di dunia
kesehatan. Insiden dan kematian kanker serviks di dunia sangat bervariasi, namun
insiden yang lebih tinggi ditemukan pada negara-negara berkembang. World
Health Organization (WHO) menyatakan lebih dari 84 % kasus kanker serviks
terdapat di negara negara berkembang dengan perkiraan setiap tahun terdapat
445.000 kasus kanker serviks baru di negara-negara berkembang. Pada tahun
2012, diperkirakan 270.000 perempuan meninggal karena kanker serviks di
seluruh dunia dengan presentase lebih dari 85% kematian terjadi di negara-negara
berkembang.1 Menurut departemen kesehatan, prevalensi kanker serviks di
Indonesia sebesar 0,8%, sementara di Bali sebesar 0,7%.2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kanker serviks adalah tumor ganas yang tumbuh di leher rahim/serviks yang
dapat berasal dari epitel,fibroblast, pembuluh darah, limfe, dan campuran. Serviks
adalah bagian dari uterus yang bentuknya silindris, diproyeksikan ke dinding
vagina anterior bagian atas dan berhubungan dengan vagina melalui sebuah
saluran yang dibatasi ostium uterus eksternum dan internum. Kanker serviks dapat
berasal dari permukaan ektoserviks atau endoserviks.5
2.2 Epidemiologi
Sampai saat ini kanker serviks masih menjadi masalah kesehatan yang
penting
bagi wanita di seluruh dunia. Kanker ini termasuk jenis kanker ketiga yang paling
umum menimpa wanita, dan dialami lebih dari 1,4 juta perempuan di seluruh
dunia. Setiap tahun, lebih dari 460.000 kasus terjadi dan sekitar 231.000 yang
meninggal karena penyakit tersebut. Berdasarkan laporan WHO, pada tahun
2012, terdapat lebih dari 445.000 kasus kanker serviks baru yang ditemukan di
negara-negara berkembang dan ini merupakan 85% dari angka insiden global. .
Diperkirakan lebih satu juta wanita di seluruh dunia yang saat ini sedang
menderita kanker serviks dan kebanyakan belum terdiagnosis atau tidak
mendapatkan pengobatan yang dapat menyembuhkan atau memperpanjang hidup
mereka. Di Indonesia, kasus kanker serviks menempati urutan pertama dengan
prevalensi 0,8%. Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Maluku Utara, dan Provinsi
D.I. Yogyakarta memiliki prevalensi kanker serviks tertinggi yaitu sebesar
1,5%.1,2
2.3 Etiologi
Penyebab kanker serviks sampai saat ini belum diketahui secara pasti,
namun diduga kuat berkaitan dengan infeksi oleh HPV (human papilloma virus)
terutama tipe 16 dan 18. Human papilloma virus (HPV) adalah anggota famili
papovaviridae, virus DNA rantai ganda dengan berat molekul 5x10 dalton,
diameter 55 nm, dan berhubungan dengan infeksi epitelial pada beberapa tempat
meliputi; kulit, mukosa mulut, laring, genitalia, dan anus. Dari perspektif klinik
tipe HPV dibagi menjadi dua kelompok yaitu:3
a. Kelompok risiko rendah, meliputi HPV tipe 6,11,42, 43, dan 44 di mana
tidak pernah berhubungan dengan kanker serviks.
b. Kelompok risiko tinggi atau tipe onkogenik, meliputi HPV tipe
16,18,31,33,35,39,45,51,52,56,58, dan 66 di mana semua tipe virus ini
ditemukan dan berhubungan dengan kanker serviks.
Secara molekuler, genom HPV adalah suatu double strand DNA yang
mengkode 9 protein virus. Dua diantaranya adalah LI dan L2 yang merupakan
protein pembungkus virus dan diekspresikan paling akhir (late) dalam siklus
kehidupan virus. Protein lainnya adalah E1-E7 yang diekspresikan lebih awal
(earlier). E1 merupakan protein yang berperan dalam replikasi virus, mempunyai
aktivitas ATPase, helikase dan pengikatan DNA. Sedangkan protein E2 adalah
regulator utama untuk transkripsi dan replikasi. Protein E2 berinteraksi dengan
protein E1 dalam proses inisiasi replikasi dan mengontrol transkripsi pada gen
promotor virus. Hilangnya fungsi E2 sering ditemukan pada stadium awal kanker,
yang diikuti dengan ekspresi tidak terkontrol dari onkoprotein virus, E6 dan E7.
Protein E6 dan E7 akan berikatan dengan gen p53 dan pRB host yang berperan
dalam regulasi pembelahan sel sehingga mengganggu siklus hidup sel host dan
menyebabkan kerusakan genetik yang mengarah pada terjadinya keganasan.
Secara macros infeksi virus ini akan menyebabkan metaplasia epitel permukaan
serviks.3
Secara imunologis, protein E6 dan E7 menurunkan imunitas host. Ketika
menginfeksi keratinosit, tubuh host akan merespon dengan cara menghasilkan
interferon dan pelepasan sitokin pro inflamasi. Interferon akan menghambat
proliferasi sel dan menghancurkan keratinosit yang terinfeksi HPV. Namun,
onkoprotein E6 dan E7 bersifat menghambat produksi interferon tubuh sehingga
mengganggu proses imunitas secara keseluruhan sehingga mempermudah
terjadinya keganasan.3
Pajanan HPV primer diduga terjadi pada sel lapisan basal dan selanjutnya
ekspresi protein virus berhubungan dengan fase differensiasi dalam lapisan
spinosum. Lingkaran pajanan HPV tergantung pada perjalanan hidup dari sel
targetnya yaitu keratinosit. Pada epitel skuamosa serviks, keratinosit berpindah
dari bagian proliferasi lapisan basal, berdiferensiasi dan bergerak ke atas yang
pada akhirnya terlepas dari epitel permukaan sesudah penggantian sel oleh
lapisan epitel di bawahnya. Selama diferensiasi keratosit, inti sel mengecil dan
piknotik dan akhirnya menghilang 3.
Sesudah virus memasuki epitel, protein kapsid virus berinteraksi dengan sel
basal dan DNA virus memasuki sel. Selama infeksi fase laten, virus terdapat
dalam bentuk episome. Mula-mula replikasi virus terjadi pada lapisan spinosum
bagian tengah yang ditandai meningkatnya E1,E2 dan E5. Akhirnya pada lapisan
atas spinosum terdapat keratinosit yang telah terdiferensiasi dan kumpulan virus
muncul bersama dengan ekspresi L1 dan L2. Ekspresi E4 juga terbatas pada
lapisan spinosum bagian atas dan berfungsi untuk memfasilitasi pelepasan virion.
Diferensiasi epitel skuamous diperlukan untuk replikasi virus dan produksi
virion. Sementara itu E6 dan E7 diekspresikan dalam lapisan spinosum bagian
bawah, dengan demikian peranan onkoprotein E6 dan E7 pada siklus hidup virus
normal adalah untuk menciptakan sebuah lingkungan yang mampu memfasilitasi
replikasi virus melalui the delay of keratinocyte senescence dan aktivasi sintesis
DNA. Karena itu, perubahan genetik secara terbatas mengarah pada onkogenesis
yang dapat merugikan baik penjamu maupun virus karena virus tidak dapat
bereplikasi pada epitel yang tidak sedang berdiferensiasi.3
EPITEL KOLUMNAR
METAPLASIA AWAL
EPITEL PIPIH
BERDIFERENSIASI
BAIK
KANKER INVASIF
a. Karsinoma Skuamosa
b. Adenokarsinoma
Tersusun dari dua jenis sel yang berdiferensiasi yaitu sel skuamosa dan
sel glandular. Tumor ini sering dihubungkan dengan tingginya angka
metastasis ke kelenjar limfe daripada sel aslinya. Umumnya mempunyai
prognosis yang lebih jelek dari asal selnya oleh karena mempunyai
diferensiasi yang jelek.5
2.6 Manifestasi Klinis
Pap smear adalah metode skrining kanker serviks yang diperkenalkan oleh George
N Papanicolaou pada tahun 1924. Bila hasil tes Pap abnormal (lesi pra kanker /
lesi kanker) baru kemudian dipastikan dengan pemeriksaan histopatologi.
Pengambilan spesimen dapat dengan spatula ayre/cyto brush. Dari beberapa
penelitian penggunaan cyto brush memberi hasil yang lebih baik.4
dan putih
Gambar 2.6. Hasil Pemeriksaan dengan Metode IVA
WE dengan area yg lebih putih dan tepi yang semakin jelas menunjukkan
lesi pra kanker dengan derajat yang lebih berat dan lebih mempunyai potensi
untuk terjadinya keganasan dibandingkan dengan area yang kurang putih dan tepi
yang kurang jelas. WE perlu dibedakan dengan leukoplakia yaitu bercak putih yg
tampak sebelum aplikasi asam asetat. Leukoplakia terjadi akibat gangguan sintesis
keratin yang tidak harus selalu dihubungkan dgn kelainan prakanker.4
2.7.3 Kolposkopi
Stadium 0
Bila fungsi uterus masih diperlukan dapat dilakukan cryosurgery,
konisasi, LEEP, LLETZ. Histerektomi diindikasikan bila sudah cukup
anak atau ditemukan patologi ginekologi lain dan sulit untuk follow up
pasien.
Stadium 1A
o 1A1 : dilakukan konisiasi pada pasien muda, histerektomi
vaginal/abdominal pada pasien tua.
o 1A2 : Histerektomi abdominal dan lomfadenektomi pelvik,
modifikasi histerektomi radikal dan limfadenektomi pelvik.
o Bila ada kontraindikasi terhadap operasi dapat diberikan radiasi.
Stadium IB/IIA
o Bila bentuk serviks berbentuk barrel, usia <50 tahun, lesi primer <
4 cm, indeks obesitas < 0,70 dan tidak ada kontraindikasi operasi,
maka dilakukan histerektomi radikal. Satu atau dua ovarium pada
usia muda dapat ditinggalkan dan dilakukan ovareksis keluar
lapangan radiasi sampai diatas L IV. Post operasi dapat diberikan
ajuvan terapi (kemoterapi, radiasi, atau gabungan keduanya). Hal
tersebut diindikasikan bila radikalitas operasi kurang, kelenjar
getah bening pelvis/paraaorta positif, hasil histopatologi berupa
small cell carcinoma dengan diferensiasi sel buruk, terdapat invasi
limfotik vaskuler atau pada mikroskopik terdapat invasi ke
parametria.
o Bila usia <50 tahun, lesi primer > 4 cm, indeks obesitas > 0,70 atau
penderita menolak/kontraindikasi operasi, maka diberikan radiasi.
Bila kemudian ada resistensi, pengobatan selanjutnya adalah
histerektomi radikal.
Stadium IIB-IIIB
o Diberikan radiasi. Pada risiko tinggi kemoterapi dapat ditambah
untuk meningkatkan respon pengobatan, juga dapat diberikan
induksi atau simultan. Secara induksi diberikan 4-6 minggu
sesudah kemoterapi sedangkan simultan diberikan bersamaan
dengan kemoterapi.
o Dianjurkan dilakukan CT Scan untuk mengetahui metastasis
tumor, dan bila ditemukan pembesaran kelenjar getah bening
kurang dari 1,5 cm dilakukan limfadenektomi dan dilanjutkan
radiasi.
o Kemoterapi dapat diberikan intra arterial dan bila respon baik dapat
dilanjutkan dengan histerektomi radikal.
Stadium IV
o Bila ada respon dapat diberikan radiasi paliatif dan bila
memungkinkan dilakuakn dengan kemoterapi. Bila tidak ada
imptom tidak perlu diberikan terapi.
o Bila terjadi perdarahan masif yang tidak terkontrol, dapat
dilakukan terapi embolisasi intra arterial (a. iliaca interna)
Pengamatan lanjut dilakukan setiap 3 bulan selama 2 tahun pertama,
kemudian setiap 6 bulan pada 5 tahun berikutnya dan setahun
sesudahnya.
3. Kanker Serviks Residif 1,4,7
Pertama-tama dilakukan pemeriksaan lengkap mulai dari anamnesa,
pemeriksaan fisik dan ginekologik, biopsi, kolposkopi, foto thorak, CT
Scan, bone survey untuk mengetahui metastasis. Pengobatan dibedakan
berdasarkan: