Anda di halaman 1dari 23

TUGAS MAKALAH

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA ABDOMEN

Oleh

Kelompok II

Vikran Aer
Iyam Daud
Hapsa Hiola
Arwini Puspita
Sri Wilyan Giu
Yulan A. Mobi
Maryam Katili
Arif Rahman Latif
Tyas Pratiwi Manaf
Tirza Riany Abd Hamid
Dewi Anggraini Ginoga

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
2017
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Abdomen adalah sebuah rongga besar yang dililingkupi oleh otot-otot perut
pada bagian ventral dan lateral, serta adanya kolumna spinalis di sebelah dorsal.
Bagian atas abdomen berbatasan dengan tulang iga atau costae. Cavitas abdomninalis
berbatasan dengan cavitas thorax atau rongga dada melalui otot diafragma dan
sebelah bawah dengan cavitas pelvis atau rongga panggul.

Antara cavitas abdominalis dan cavitas pelvis dibatasi dengan membran serosa
yang dikenal dengan sebagai peritoneum parietalis. Membran ini juga membungkus
organ yang ada di abdomen dan menjadi peritoneum visceralis.

Pada vertebrata, di dalam abdomen terdapat berbagai sistem organ, seperti


sebagian besar organ sistem pencernaan, sistem perkemihan. Berikut adalah organ
yang dapat ditemukan di abdomen: komponen dari saluran cerna: lambung (gaster),
usus halus, usus besar (kolon), caecum, umbai cacing atau appendix; Organ pelengkap
dai saluran cerna seperti: hati (hepar), kantung empedu, dan pankreas; Organ saluran
kemih seperti: ginjal, ureter, dan kantung kemih (vesica urinaria); Organ lain seperti
limpa (lien).

Istilah trauma abdomen atau gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik


akibat kegawatan dirongga abdomen yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri
sebagian keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang
sering berpa tindakan beda, misalnya pada obstruksi, perforasi atau perdarahan,
infeksi, obstruksi atau strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan perforasi yang
mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah
peritonitis.

Evaluasi awal sangat bermanfaat tetapi terkadang cukup sulit karena adanya
jejas yang tidak jelas pada area lain yang terkait. Jejas pada abdomen dapat
disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam. Pada trauma tumpul dengan
velisitas rendah (misalnya akibat tinju) biasanya menimbulkan kerusakan satu organ.
Sedangkan trauma tumpul velositas tinggi sering menimbulkan kerusakan organ
multipel.

Aktivitas dalam kehidupan sehari-hari memungkin seseorang untuk terkena


injury yang bisa saja merusak keutuhan integritas kulit, selama ini kita mungkin
hanya mengenal luka robek atau luka sayatan saja namun ternyata di luar itu masih
banyak lagi luka/trauma yang dapat terjadi pada daerah abdomen.

Insiden trauma abdomen meningkat dari tahun ke tahun. Mortalitas biasanya


lebih tinggi pada trauma tumpul abdomen dari pada trauma tusuk. Walaupun tehnik
diagnostik baru sudah banyak dipakai, misalnya Computed Tomografi, namun trauma
tumpul abdomen masih merupakan tantangan bagi ahli klinik. Diagnosa dini
diperlukan untuk pengelolaan secara optimal.

Trauma abdomen akan ditemukan pada 25 % penderita multi-trauma, gejala


dan tanda yang ditimbulkannya kadang-kadang lambat sehingga memerlukan tingkat
kewaspadaan yang tinggi untuk dapat menetapkan diagnosis.

B. Tujuan penulisan

1. Tujuan umum:
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas terstruktur
keperawatan gawat darurat I dan untuk memberikan wawasan kepada mahasiswa/i
tentang trauma abdomen dan tindakan asuhan keperawatan pada pasien dengan
trauma abdomen.

2. Tujuan khusus:

a. Untuk mengetahui definisi dari trauma abdomen.


b. Untuk mengetahui klasifikasi trauma abdomen.
c. Untuk mengetahui etiologi.trauma abdomen.
d. Untuk mengetahui patofisiologi trauma abdomen.
e. Untuk mengetahui manifestasi klinis trauma abdomen.
f. Untuk mengetahui komplikasi trauma abdomen.
g. Untuk mengetahuipemeriksaan medis.trauma abdomen.
h. Untuk mengetahui penatalaksanaan.trauma abdomen.
i. Untuk mengetahui asuhan keperawatan trauma abdomen.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP MEDIK TRAUMA ABDOMEN


1. DEFINISI
Trauma tumpul abdomen adalah cedera atau perlukaan pada abdomen tanpa penetrasi ke
dalam rongga peritoneum, dapat diakibatkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselarasi
(perlambatan), atau kompresi. Trauma tumpul kadang tidak memberikan kelainan yang jelas
pada permukaan tubuh tetapi dapat mengakibatkan kontusi atau laserasi jaringan atau organ
di bawahnya.
Benturan pada trauma tumpul abdomen dapat menimbulkan cedera pada organ berongga
berupa perforasi atau pada organ padat berupa perdarahan. Cedera deselerasi sering terjadi
pada kecelakaan lalu lintas karena setelah tabrakan badan masih melaju dan tertahan suatu
benda keras sedangkan bagian tubuh yang relatif tidak terpancang bergerak terus dan
mengakibatkan robekan pada organ tersebut. Pada intraperitoneal, trauma tumpul abdomen
paling sering menciderai organ limpa (40-55%), hati (35-45%), dan usus halus (5-10%).
Sedangkan pada retroperitoneal, organ yang paling sering cedera adalah ginjal, dan organ
yang paling jarang cedera adalah pankreas dan ureter.
Trauma abdomen menjadi bahasan yang penting dalam kaitannya kegawatdaruratan.
Betapa bahayanya trauma pada bagian perut ini yang tanpa sadar terkadang diremehkan.
Perdarahan, menjadi salah satu penyebab utama seseorang menghembuskan nafas
terakhirnya. Trauma abdomen begitu bahaya karena tak tampak oleh mata. Tanpa disangka
sebelumnya pasien yang tampak biasa-biasa saja awalnya tiba-tiba mengalami shock
hipovolemi. Secara anatomi, bagian abdomen terutama bagian depan hanya dilapisi oleh
dinding depan abdomen yang meskipun ketebalannya lumayan bisa meredam benturan ringan
namun jika benturannya keras maka bisa dipastikan tidak akan kuat menahan. Di samping itu,
lapisan yang melindungi pun sifatnya lunak, berbeda dengan rongga dada (thorax) yang
berupa tulang.
Pada sisi atas abdomen, bisa kita temukan yang namanya diafragma. Diafragma ini adalah
lapisan pembatas antara rongga thorax (dada) dengan rongga perut (abdomen). Diafragma ini
elastis sehingga saat inspirasi dan ekspirasi, ia akan naik turun. Saat ekspirasi, diafragma ini
akan naik bahkan hingga intercostae (antar iga) ke-4. Pada kondisi normal, kira-kira setinggal
papila mamae laki-laki. Oleh karenanya, jika seorang mengalami trauma baik tumpul atau
tajam setinggi intercoste ke-4 itu, perlu diwaspadai telah terjadi trauma abdomen pula.
Dalam rongga abdomen, terdapat 2 organ tubuh yang tidak terlindungi oleh lumen. Organ
tersebut adalah Hepar dan Limpa. Kedua organ ini jika terkena trauma, dapat terjadi
perdarahan yang akan terkumpul dalam rongga Peritonium. Keadaan perdarahan dalam
Peritonium ini disebut Hemoperitonium. Selain itu, organ lain dalam rongga peritoneal yang
memiliki lumen ada Gaster (Lambung), Usus Halus dan Usus Besar yang memiliki lumen.
Jika terjadi perforasi (lubang), isinya akan tumpah dalam rongga peritoneum dan
menimbulkan peritonitis.
Trauma abdomen pun ada beberapa macam. Ada trauma tumpul dan trauma tajam.
Trauma tumpul di sini maksudnya adalah dinilai dari penyebab trauma. Trauma benda
tumpul mengakibatkan rusaknya organ padat atau berongga yang menyebabkan ruptur
(robekan atau hilangnya sebagian jaringan) dengan perdarahan sekunder dan peritonitis. Pada
pasien yang dilakukan Laparotomi (tindakan operasi lapisan peritoneum) akibat trauma benda
tumpul, organ yang paling sering mengalami kerusakan adalah limpa, hati dan hematoma
retroperitoneum.
Trauma benda tajam diakibatkan oleh beda tajam yang mengoyak rongga abdomen. Luka
tajam dapat berupa tusukan dan luka tembak. Hal ini mengakibatkan kerusakan jaringan
karena laserasi atau terpotong. Luka tembak kecepatan tinggi mengalihkan lebih banyak
energi pada organ abdomen mengingat peluru mungkin berguling atau pecah sehingga
menambah efek cedera yang lebih berat.

2. PATOFISIOLOGI
Mekanisme terjadinya trauma pada trauma tumpul disebabkan adanya deselerasi cepat
dan adanya organ-organ yang tidak mempunyai kelenturan (noncomplient organ) seperti hati,
limpa, pankreas, dan ginjal. Kerusakan intra abdominal sekunder untuk kekuatan tumpul pada
abdomen secara umum dapat dijelaskan dengan 3 mekanisme, yaitu :
a. Saat pengurangan kecepatan menyebabkan perbedaan gerak di antara struktur. Akibatnya,
terjadi tenaga potong dan menyebabkan robeknya organ berongga, organ padat, organ
viseral dan pembuluh darah, khususnya pada ujung organ yang terkena. Contoh pada
aorta distal yang mengenai tulang torakal dan mengurangi yang lebih cepat dari pada
pergerakan arkus aorta. Akibatnya, gaya potong pada aorta dapat menyebabkan ruptur.
Situasi yang sama dapat terjadi pada pembuluh darah ginjal dan pada cervicothoracic
junction.
b. Isi intra-abdominal hancur di antara dinding abdomen anterior dan columna vertebra atau
tulang toraks posterior. Hal ini dapat menyebabkan remuk, biasanya organ padat (spleen,
hati,ginjal)terancam.
c. Adalah gaya kompresi eksternal yang menyebabkan peningkatan tekanan intra-abdomen
yang tiba-tiba dan mencapai puncaknya pada ruptur organ berongga.

3. KLASIFIKASI
Berdasarkan jenis organ yang cedera dapat dibagi dua :
a. Pada organ padat seperti hepar dan limpa dengan gejala utama perdarahan
b. Pada organ berongga seperti usus dan saluran empedu dengan gejala utama adalah
peritonitis
Berdasarkan daerah organ yang cedera dapat dibagi dua, yaitu :
Organ Intraperitoneal
Intraperitoneal abdomen terdiri dari organ-organ seperti hati, limpa, lambung,
colon transversum, usus halus, dan colon sigmoid.
Ruptur Hati
Hati dapat mengalami laserasi dikarenakan trauma tumpul ataupun trauma
tembus. Hati merupakan organ yang sering mengalami laserasi, sedangkan
empedu jarang terjadi dan sulit untuk didiagnosis. Pada trauma tumpul
abdomen dengan ruptur hati sering ditemukan adanya fraktur costa VII IX.
Pada pemeriksaan fisik sering ditemukan nyeri pada abdomen kuadran kanan
atas. Nyeri tekan dan Defans muskuler tidak akan tampak sampai perdarahan
pada abdomen dapat menyebabkan iritasi peritoneum ( 2 jam post trauma).
Kecurigaan laserasi hati pada trauma tumpul abdomen apabila terdapat nyeri
pada abdomen kuadran kanan atas. Jika keadaan umum pasien baik, dapat
dilakukan CT Scan pada abdomen yang hasilnya menunjukkan adanya
laserasi. Jika kondisi pasien syok, atau pasien trauma dengan kegawatan dapat
dilakukan laparotomi untuk melihat perdarahan intraperitoneal. Ditemukannya
cairan empedu pada lavase peritoneal menandakan adanya trauma pada
saluran empedu.
Ruptur Limpa
Limpa merupakan organ yang paling sering cedera pada saat terjadi trauma
tumpul abdomen. Ruptur limpa merupakan kondisi yang membahayakan jiwa
karena adanya perdarahan yang hebat. Limpa terletak tepat di bawah rangka
thorak kiri, tempat yang rentan untuk mengalami perlukaan. Limpa membantu
tubuh kita untuk melawan infeksi yang ada di dalam tubuh dan menyaring
semua material yang tidak dibutuhkan lagi dalam tubuh seperti sel tubuh yang
sudah rusak. Limpa juga memproduksi sel darah merah dan berbagai jenis dari
sel darah putih. Robeknya limpa menyebabkan banyaknya darah yang ada di
rongga abdomen. Ruptur pada limpa biasanya disebabkan hantaman pada
abdomen kiri atas atau abdomen kiri bawah. Kejadian yang paling sering
meyebabkan ruptur limpa adalah kecelakaan olahraga, perkelahian dan
kecelakaan mobil. Perlukaan pada limpa akan menjadi robeknya limpa segera
setelah terjadi trauma pada abdomen.
Pada pemeriksaan fisik, gejala yang khas adanya hipotensi karena perdarahan.
Kecurigaan terjadinya ruptur limpa dengan ditemukan adanya fraktur costa IX
dan X kiri, atau saat abdomen kuadran kiri atas terasa sakit serta ditemui
takikardi. Biasanya pasien juga mengeluhkan sakit pada bahu kiri, yang tidak
termanifestasi pada jam pertama atau jam kedua setelah terjadi trauma. Tanda
peritoneal seperti nyeri tekan dan defans muskuler akan muncul setelah terjadi
perdarahan yang mengiritasi peritoneum. Semua pasien dengan gejala
takikardi atau hipotensi dan nyeri pada abdomen kuadran kiri atas harus
dicurigai terdapat ruptur limpa sampai dapat diperiksa lebih lanjut. Penegakan
diagnosis dengan menggunakan CT scan. Ruptur pada limpa dapat diatasi
dengan splenectomy, yaitu pembedahan dengan pengangkatan limpa.
Walaupun manusia tetap bisa hidup tanpa limpa, tapi pengangkatan limpa
dapat berakibat mudahnya infeksi masuk dalam tubuh sehingga setelah
pengangkatan limpa dianjurkan melakukan vaksinasi terutama terhadap
pneumonia dan flu diberikan antibiotik sebagai usaha preventif terhadap
terjadinya infeksi.
Ruptur Usus Halus
Sebagian besar, perlukaan yang merobek dinding usus halus karena trauma
tumpul menciderai usus dua belas jari. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
gejala burning epigastric pain yang diikuti dengan nyeri tekan dan defans
muskuler pada abdomen. Perdarahan pada usus besar dan usus halus akan
diikuti dengan gejala peritonitis secara umum pada jam berikutnya.
Sedangkan perdarahan pada usus dua belas jari biasanya bergejala adanya
nyeri pada bagian punggung. Diagnosis ruptur usus ditegakkan dengan
ditemukannya udara bebas dalam pemeriksaan Rontgen abdomen.
Sedangkan pada pasien dengan perlukaan pada usus dua belas jari dan
colon sigmoid didapatkan hasil pemeriksaan pada Rontgen abdomen
dengan ditemukannya udara dalam retroperitoneal.
Organ Retroperitoneal
Retroperitoneal abdomen terdiri dari ginjal, ureter, pancreas, aorta, dan vena cava.
Trauma pada struktur ini sulit ditegakkan diagnosis berdasarkan pemeriksaan
fisik. Evaluasi regio ini memerlukan CT scan, angiografi, dan intravenous
pyelogram.
Ruptur Ginjal
Trauma pada ginjal biasanya terjadi karena jatuh dan kecelakaan kendaraan
bermotor. Dicurigai terjadi trauma pada ginjal dengan adanya fraktur pada
costa ke XI XII atau adanya tendensi pada flank. Jika terjadi hematuri, lokasi
perlukaan harus segera ditentukan. Laserasi pada ginjal dapat berdarah secara
ekstensif ke dalam ruang retroperitonial. Gejala klinis : Pada ruptur ginjal
biasanya terjadi nyeri saat inspirasi di abdomen dan flank, dan tendensi CVA.
Hematuri yang hebat hampir selalu timbul, tapi pada mikroscopic hematuri
juga dapat menunjukkan adanya ruptur pada ginjal. Diagnosis, membedakan
antara laserasi ginjal dengan memar pada ginjal dapat dilakukan dengan
pemeriksaan IVP atau CT scan. Jika suatu pengujian kontras seperti aortogram
dibutuhkan karena adanya alasan tertentu, ginjal dapat dinilai selama proses
pengujian tersebut. Laserasi pada ginjal akan memperlihatkan adanya
kebocoran pada zat warna, sedangkan pada ginjal yang memar akan tampak
gambaran normal atau adanya gambaran warna kemerahan pada stroma ginjal.
Tidak adanya visualisasi pada ginjal dapat menunjukkan adanya ruptur yang
berat atau putusnya tangkai ginjal. Terapi : pada memar ginjal hanya
dilakukan pengamatan. Beberapa laserasi ginjal dapat diterapi dengan
tindakan non operatif. Terapi pembedahan wajib dilakukan pada ginjal yang
memperlihatkan adanya ekstravasasi.
Ruptur Pankreas
Trauma pada pankreas sangat sulit untuk di diagnosis. Kebanyakan kasus
diketahui dengan eksplorasi pada pembedahan. Perlukaan harus dicurigai
setelah terjadinya trauma pada bagian tengah abdomen, contohnya pada
benturan stang sepeda motor atau benturan setir mobil. Perlukaan pada
pankreas memiliki tingkat kematian yang tinggi. Perlukaan pada duodenum
atau saluran kandung empedu juga memiliki tingkat kematian yang tinggi.
Gejala klinis, kecurigaan perlukaan pada setiap trauma yang terjadi pada
abdomen. Pasien dapat memperlihatkan gejala nyeri pada bagian atas dan
pertengahan abdomen yang menjalar sampai ke punggung. Beberapa jam
setelah perlukaan, trauma pada pankreas dapat terlihat dengan adanya gejala
iritasi peritonial.
Diagnosis, penentuan amilase serum biasanya tidak terlalu membantu dalam
proses akut. Pemeriksaan CT scan dapat menetapkan diagnosis. Kasus yang
meragukan dapat diperiksa dengan menggunakan ERCP ( Endoscopic
Retrogade Canulation of the Pancreas) ketika perlukaan yang lain telah dalam
keadaan stabil.
Terapi, penanganan dapat berupa tindakan operatif atau konservatif,
tergantung dari tingkat keparahan trauma, dan adanya gambaran dari trauma
lain yang berhubungan. Konsultasi pembedahan merupakan tindakan yang
wajib dilakukan.
Ruptur Ureter
Trauma pada ureter jarang terjadi tetapi berpotensi menimbulkan luka yang
mematikan. Trauma sering kali tak dikenali pada saat pasien datang atau pada
pasien dengan multipel trauma. Kecurigaan adanya cedera ureter bisa
ditemukan dengan adanya hematuria paska trauma.
Mekanisme trauma tumpul pada ureter dapat terjadi karena keadaan tiba-tiba
dari deselerasi/ akselerasi yang berkaitan dengan hiperekstensi, benturan
langsung pada Lumbal 2 3, gerakan tiba-tiba dari ginjal sehingga terjadi
gerakan naik turun pada ureter yang menyebabkan terjadinya tarikan pada
ureteropelvic junction. Pada pasien dengan kecurigaan trauma tumpul ureter
biasanya didapatkan gambaran nyeri yang hebat dan adanya multipel trauma.
Gambaran syok timbul pada 53% kasus, yang menandakan terjadinya
perdarahan lebih dari 2000 cc. Diagnosis dari trauma tumpul ureter seringkali
terlambat diketahui karena seringnya ditemukan trauma lain, sehingga tingkat
kecurigaan tertinggi ditetapkan pada trauma dengan gejala yang jelas.
Pilihan terapi yang tepat tergantung pada lokasi, jenis trauma, waktu kejadian,
kondisi pasien, dan prognosis penyelamatan. Hal terpenting dalam pemilihan
tindakan operasi adalah mengetahui dengan pasti fungsi ginjal yang
kontralateral dengan lokasi trauma.
4. KOMPLIKASI RUPTUR ORGAN
Peritonitis merupakan komplikasi tersering dari trauma tumpul abdomen karena
adanya ruptur pada organ. Penyebab yang paling serius dari peritonitis adalah terjadinya
suatu hubungan (viskus) ke dalam rongga peritoneal dari organ-organ intra-abdominal
(esofagus, lambung, duodenum, intestinal, colon, rektum, kandung empedu, apendiks,
dan saluran kemih), yang dapat disebabkan oleh trauma, darah yang menginfeksi
peritoneal, benda asing, obstruksi dari usus yang mengalami strangulasi, pankreatitis, PID
(Pelvic Inflammatory Disease) dan bencana vaskular (trombosis dari
mesenterium/emboli).
Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat
penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis), ruptur
saluran cerna, atau dari luka tembus abdomen. Organisme yang sering menginfeksi
adalah organisme yang hidup dalam kolon pada kasus ruptur apendiks, sedangkan
stafilokokus dan stretokokus sering masuk dari luar. Pada luka tembak atau luka tusuk
tidak perlu lagi dicari tanda-tanda peritonitis karena ini merupakan indikasi untuk segera
dilakukan laparotomi eksplorasi. Namun pada trauma tumpul seringkali diperlukan
observasi dan pemeriksaan berulang karena tanda rangsangan peritoneum bisa timbul
perlahan-lahan.
Gejala dan tanda yang sering muncul pada penderita dengan peritonitis antara lain
a. Nyeri perut seperti ditusuk
b. Perut yang tegang (distended)
c. Demam (>380C)
d. Produksi urin berkurang
e. Mual dan muntah
f. Haus
g. Cairan di dalam rongga abdomen
h. Tidak bisa buang air besar atau kentut
i. Tanda-tanda syok
Menegakkan diagnosis peritonitis secara cepat adalah penting sekali.
Diagnosis peritonitis didapatkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Diagnosis peritonitis biasanya ditegakkan secara klinis.
Kebanyakan pasien datang dengan keluhan nyeri abdomen. Nyeri ini bisa timbul tiba-
tiba atau tersembunyi. Pada awalnya, nyeri abdomen yang timbul sifatnya tumpul dan
tidak spesifik (peritoneum viseral) dan kemudian infeksi berlangsung secara progresif,
menetap, nyeri hebat dan semakin terlokalisasi (peritoneum parietale).
Dalam beberapa kasus (misal: perforasi lambung, pankreatitis akut, iskemia
intestinal) nyeri abdomen akan timbul langsung secara umum/general sejak dari awal.
Mual dan muntah biasanya sering muncul pada pasien dengan peritonitis. Muntah
dapat terjadi karena gesekan organ patologi atau iritasi peritoneal sekunder.11
Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan peritonitis, keadaan umumnya tidak baik.
Demam dengan temperatur >380C biasanya terjadi. Pasien dengan sepsis hebat akan
muncul gejala hipotermia. Takikardia disebabkan karena dilepaskannya mediator
inflamasi dan hipovolemia intravaskuler yang disebabkan karena mual dan muntah,
demam, kehilangan cairan yang banyak dari rongga abdomen. Dengan adanya
dehidrasi yang berlangsung secara progresif, pasien bisa menjadi semakin hipotensi.
Hal ini bisa menyebabkan produksi urin berkurang, dan dengan adanya
peritonitis hebat bisa berakhir dengan keadaan syok sepsis. Pada pemeriksaan
abdomen, pemeriksaan yang dilakukan akan sangat menimbulkan ketidaknyamanan
bagi pasien, namun pemeriksaan abdomen ini harus dilakukan untuk menegakkan
diagnosis dan terapi yang akan dilakukan.
Pada inspeksi, pemeriksaan mengamati adakah jaringan parut bekas operasi
menununjukkan kemungkinan adanya adhesi, perut membuncit dengan gambaran
usus atau gerakan usus yang disebabkan oleh gangguan pasase. Pada peritonitis
biasanya akan ditemukan perut yang membuncit dan tegang atau distended. Minta
pasien untuk menunjuk dengan satu jari area daerah yang paling terasa sakit di
abdomen, auskultasi dimulai dari arah yang berlawanan dari yang ditunjuik pasien.
Auskultasi dilakukan untuk menilai apakah terjadi penurunan suara bising
usus. Pasien dengan peritonitis umum, bising usus akan melemah atau menghilang
sama sekali, hal ini disebabkan karena peritoneal yang lumpuh sehingga
menyebabkan usus ikut lumpuh/tidak bergerak (ileus paralitik). Sedangkan pada
peritonitis lokal bising usus dapat terdengar normal.
Palpasi. Peritoneum parietal dipersarafi oleh nervus somatik dan viseral yang
sangat sensitif. Bagian anterior dari peritoneum parietale adalah yang paling sensitif.
Palpasi harus selalu dilakukan di bagian lain dari abdomen yang tidak dikeluhkan
nyeri. Hal ini berguna sebagai pembanding antara bagian yang tidak nyeri dengan
bagian yang nyeri. Nyeri tekan dan defans muskular (rigidity) menunjukkan adanya
proses inflamasi yang mengenai peritoneum parietale (nyeri somatik). Defans yang
murni adalah proses refleks otot akan dirasakan pada inspirasi dan ekspirasi berupa
reaksi kontraksi otot terhadap rangsangan tekanan.
Pada saat pemeriksaan penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan setempat.
Otot dinding perut menunjukkan defans muskular secara refleks untuk melindungi
bagian yang meradang dan menghindari gerakan atau tekanan setempat.
Perkusi. Nyeri ketok menunjukkan adanya iritasi pada peritoneum, adanya udara
bebas atau cairan bebas juga dapat ditentukan dengan perkusi melalui pemeriksaan
pekak hati dan shifting dullness. Pada pasien dengan peritonitis, pekak hepar akan
menghilang, dan perkusi abdomen hipertimpani karena adanya udara bebas tadi. Pada
pasien dengan keluhan nyeri perut umumnya harus dilakukan pemeriksaan colok
dubur dan pemeriksaan vaginal untuk membantu penegakan diagnosis. Nyeri pada
semua arah menunjukkan general peritonitis.
5. PEMERIKSAAN FISIK
Anamnesis mengandung data kunci yang dapat mengarahkan diagnosis gawat
abdomen. Riwayat trauma sangat penting untuk menilai penderita yang cedera dalam
tabrakan kendaraan bermotor meliputi :kejadian apa, dimana, kapan terjadinya dan
perkiraan arah dari datangnya ruda paksa tersebut. Sifat, letak dan perpindahan nyeri
merupakan gejala yang penting. Demikian juga muntah, kelainan defekasi dan sembelit.
Adanya syok, nyeri tekan, defans muskular, dan perut kembung harus diperhatikan
sebagai gejala dan tanda penting. Sifat nyeri, cara timbulnya dan perjalanan selanjutnya
sangat penting untuk menegakkan diagnosis.
Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan kondisi umum, wajah, denyut nadi,
pernapasan, suhu badan, dan sikap baring pasien, sebelum melakukan pemeriksaan
abdomen. Gejala dan tanda dehidrasi, perdarahan, syok, dan infeksi atau sepsis juga perlu
diperhatikan. Pemeriksaan fisik pada pasien trauma tumpul abdomen harus dilakukan
secara sistematik meliputi inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi.
Pada inspeksi, perlu diperhatikan : Adanya luka lecet di dinding perut, hal ini dapat
memberikan petunjuk adanya kemungkinan kerusakan organ di bawahnya. Adanya
perdarahan di bawah kulit, dapat memberikan petunjuk perkiraan organ-organ apa saja
yang dapat mengalami trauma di bawahnya. Ekimosis pada flank (Grey Turner Sign) atau
umbilicus (Cullen Sign) merupakan indikasi perdarahan retroperitoneal, tetapi hal ini
biasanya lambat dalam beberapa jam sampai hari. Adanya distensi pada dinding perut
merupakan tanda penting karena kemungkinan adanya pneumoperitonium, dilatasi
gastric, atau ileus akibat iritasi peritoneal. Pergerakan pernafasan perut, bila terjadi
pergerakan pernafasan perut yang tertinggal maka kemungkinan adanya peritonitis.
Pada auskultasi, perlu diperhatikan : Ditentukan apakah bising usus ada atau tidak,
pada robekan (perforasi) usus bising usus selalu menurun, bahkan kebanyakan
menghilang sama sekali. Adanya bunyi usus pada auskultasi toraks kemungkinan
menunjukkan adanya trauma diafragma.
Pada palpasi, perlu diperhatikan : Adanya defence muscular menunjukkan adanya
kekakuan pada otot-otot dinding perut abdomen akibat peritonitis. Ada tidaknya nyeri
tekan, lokasi dari nyeri tekan ini dapat menunjukkan organ-organ yang mengalami trauma
atau adanya peritonitis.
Pada perkusi, perlu diperhatikan : Redup hati yang menghilang menunjukkan adanya
udara bebas dalam rongga perut yang berarti terdapatnya robekan (perforasi) dari organ-
organ usus. Nyeri ketok seluruh dinding perut menunjukkan adanya tanda-tanda
peritonitis umum. Adanya Shifting dullness menunjukkan adanya cairan bebas dalam
rongga perut, berarti kemungkinan besar terdapat perdarahan dalam rongga perut.
Pemeriksaan rektal toucher dilakukan untuk mencari adanya penetrasi tulang akibat
fraktur pelvis, dan tinja harus dievaluasi untuk gross atau occult blood. Evaluasi tonus
rektal penting untuk menentukan status neurology pasien dan palpasi high-riding prostate
mengarah pada trauma salurah kemih.
Pemeriksaan abdominal tap merupakan pemeriksaan yang penting untuk mendapatkan
tambahan keterangan bila terjadi pengumpulan darah dalam rongga abdomen, terutama
bila jumlah perdarahan masih sedikit, sehingga klinis masih tidak begitu jelas dan sulit
ditentukan. Caranya dapat dilakukan dengan : buli- buli dikosongkan, kemudian penderita
dimiringkan ke sisi kiri. Disinfeksi kulit dengan yodium dan alcohol. Digunakan jarum
yang cukup besar dan panjang, misalnya jarum spinal no. 18 20. Sesudah jarum masuk
ke rongga perut pada titik kontra Mc Burney, lalu diaspirasi. Dianggap positif bila
diperoleh darah minimal sebanyak 0.5 cc.
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium:
Pemeriksaan darah dan urin (meliputi urinalisa, toksikologi urin, dan pada wanita
dilakukan tes kehamilan).
Nilai elektrolit serum, tingkat kreatinin, dan glukosa.
Lipase serum atau amylase sensitif sebagai marker trauma pancreas mayor atau
usus. Tingkat elevasi dapat disebabkan oleh trauma kepala dan muka atau
campuran penyebab non traumatic (alcohol, narkotik, obat-obat yang lain).
Amylase atau lipase mungkin berkurang karena iskemi pancreas akibat hipotensi
sistemik yang disertai trauma. Akan tetapi, hiperamilasemia atau hiperlipasemia
meningkatkan sugesti trauma intra-abdominal dan sebagai indikasi radiografi dan
pembedahan.
Semua pasien harus menceritakan riwayat imunisasi tetanusnya. Jika belum
dilakukan maka diberikan profilaksis. Pemeriksaan dengan foto:
Hal yang penting dalam evaluasi pasien trauma tumpul abdomen adalah menilai
kestabilan hemodinamik. Pada pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil,
evaluasi yang cepat harus ditegakkan untuk mengetahui adanya hemoperitonium.
Hal ini dapat diketahui dengan DPL atau FAST scan. Pemeriksaan radiografik
abdomen diindikasikan pada pasien stabil saat pemeriksaan fisik dilakukan.
Radiografi
Radiografi dada membantu dalam diagnosis trauma abdomen seperti ruptur
hemidiafragma atau pneumoperitonium. Radiografi pelvis atau dada dapat
menunjukkan fraktur dari tulang thoracolumbar. Mengetahui fraktur costa dapat
memperkirakan kemungkinan organ yang terkena trauma. Tampak udara bebas
intra intraperitoneal, atau udara retroperitoneal yang terjebak dari perforasi
duodenal
Ultrasonografi
Pemeriksaan digunakan untuk mendeteksi hemoperitonium dan diinterpretasikan
positif jika cairan ditemukan dan negatif jika tidak tampak cairan. Pemeriksaan
FAST berdasar pada asumsi bahwa kerusakan abdomen berhubungan dengan
hemoperitonium. Meskipun, deteksi cairan bebas intraperitoneal berdasar pada
faktor-faktor seperti lokasi trauma, adanya perdarahan tertutup, posisi pasien, dan
jumlah cairan bebas. Protokol pemeriksaan sekarang ini terdiri dari 4 area dengan
pasien terlentang. Lokasi tersebut adalah perikardiak, perihepatik, perisplenik, dan
pelvis. Penggambaran perikardial digunakan lubang subcosta atau transtoraksis.
Memberikan 4 bagian penggambaran jantung dan dapat mendeteksi adanya
hemoperikardium yang ditunjukkan dengan pemisahan selaput viseral dan parietal
perikardial. Perihepatik menunjukkan gambar bagian dari liver, diafragma, dan
ginjal kanan. Menampakkan cairan pada ruang subphrenik dan ruang pleura
kanan. Perisplenik menggambarkan splen dan ginjal kiri dan menampakkan cairan
pada ruang pleura kiri dan ruang subphrenik. Pelvis menggambarkan penggunaan
vesika urinaria sebagai lubang sonografi. Gambar ini dilakukan saat bladder
penuh. Pada laki-laki, cairan bebas tampak sebagai area tidak ekoik (warna hitam)
pada celah rektovesikuler. Pada wanita, akumulasi cairan pada cavum Douglas,
posterior dari uterus. Pasien dengan hemodinamik stabil dengan hasil FAST
positif memerlukan CT scan untuk menentukan sebab dan luasnya kerusakan.
Pasien dengan hemodinamik stabil dengan hasil FAST negative memerlukan
observasi, pemeriksaan abdomen serial, dan follow-up pemeriksaan FAST. Pasien
dengan hemodinamik tidak stabil dengan hasil FAST negative merupakan
diagnosis yang meragukan untuk penanganan dokter.
Computed Tomography (CT) Scan
CT scan tetap kriteria standar untuk mendeteksi kerusakan organ padat. CT
scan abdomen dapat menunjukkan kerusakan yang lain yang berhubungan,
fraktur vertebra dan pelvis dan kerusakan pada cavum toraks. Memberikan
gambaran yang jelas pancreas, duodenum, dan sistem genitourinarius. Gambar
dapat membantu banyak jumlah darah dalam abdomen dan dapat
menunjukkan organ dengan teliti. Keterbatasan CT scan meliputi kepekaannya
yang rendah untuk diagnostik trauma diafragma, pancreas, dan organ
berongga. CT scan juga mahal dan memakan dan memerlukan kontras oral
atau intravena, yang menyebabkan reaksi yang merugikan.
Prosedur Diagnostik :
Diagnostic peritoneal lavage diindikasikan untuk trauma tumpul pada :
Pasien dengan trauma tulang belakang
Dengan trauma multiple dan syok yang tidak diketahui
Pasien intoksikasi yang mengarah pada trauma abdomen
Pasien lemah dengan kemungkinan trauma abdomen
Pasien dengan potensial trauma intra-abdominal yang akan menjalani
anestesi dalam waktu lama untuk prosedur yang lain.
Kontraindikasi absolut untuk DPL yaitu pasien membutuhkan laparotomi.
Kontraindikasi relatif meliputi kegemukan, riwayat pembedahan abdomen
yang multipel, dan kehamilan. Metode bervariasi dalam memasukkan
kateter ke ruang peritoneal. Meliputi metode open, semiopen dan closed.
Metode open memerlukan insisi kulit infraumbilikal sampai dan melewati
linea alba. Peritoneum dibuka dan kateter diletakkan langsung. Metode
semiopen hampir sama hanya peritoneum tidak dibuka dan kateter melalui
perkutaneus melalui peritoneum ke dalam ruang peritoneal. Metode closed
memerlukan kateter untuk dipasang di dalam kulit, subkutan, linea alba
dan peritoneum. Hasil DPL dinyatakan positif pada trauma tumpul
abdomen jika menghasilkan aspirasi 10 mL darah sebelum pemasukan
cairan lavase, mempunyai RBC lebih dari 100.000 RBC/mL, lebih dari
500 WBC/mL, peningkatan amylase, empedu, bakteri, atau urin. Hanya
sekitar 30 mL darah dibutuhkan dalam peritoneum untuk menghasilkan
DPL positif secara mikroskopik. DPL di tunjukkan pada beberapa studi
mempunyai akurasi diagnostik 98-100%, sensivitas 98-100% dan
spesifikasi 90-96%. DPL mempunyai keuntungan termasuk sensitivitas
tinggi, interpretasi cepat, dan segera. Positif palsu dapat terjadi jika jalan
infraumbilikal digunakan pada pasien fraktur pelvis. Sebelum dilakukan
DPL, vesica urinaria dan lambung harus di dekompresi.
Dengan kemampuan yang cepat, noninvasive, dan lebih menggambarkan
(pemeriksaan FAST, CT scan), peranan DPL kini terbatas untuk evaluasi
pasien trauma yang tidak stabil yang hasil FAST negative atau tidak jelas.
7. PENATALAKSANAAN
Terapi Medis
Keberhasilan utama paramedis dengan latihan Advanced Trauma Life Support
merupakan latihan menilai dengan cepat jalan napas pasien dengan melindungi tulang
belakang, pernapasan dan sirkulasi. Kemudian diikuti dengan memfiksasi fraktur dan
mengontrol perdarahan yang keluar. Pasien trauma merupakan risiko mengalami
kemunduran yang progresif dari perdarahan berulang dan membutuhkan transport untuk
pusat trauma atau fasilitas yang lebih teliti dan layak. Sebab itu, melindungi jalan napas,
menempatkan jalur intravena, dan memberi cairan intravena, kecuali keterlambatan
transport. Prioritas selanjutnya pada primary survey adalah penilaian status sirkulasi
pasien. Kolaps dari sirkulasi pasien dengan trauma tumpul abdomen biasanya disebabkan
oleh hipovolemia karena perdarahan. Volume resusitasi yang efektif dengan mengontrol
darah yang keluar infuse larutan kristaloid melalui 2 jalur. Primary survey dilengkapi
dengan menilai tingkat kesadaran pasien menggunakan Glasgow Coma Scale. Pasien
tidak menggunakan pakaian dan dijaga tetap bersih, kering, hangat.
Secondary survey terdiri dari pemeriksaan lengkap dan teliti sebagai indikasi dalam
pemeriksaan fisik. Manajemen Non Operative Trauma Tumpul Abdomen
Strategis manajemen nonoperatif berdasarkan pada CT scan dan kestabilan hemodinamik
pasien yang saat ini digunakan dalam penatalaksanaan trauma organ padat orang dewasa,
hati dan limpa. Pada trauma tumpul abdomen, termasuk beberapa trauma organ padat,
manajemen nonoperatif yang selektif menjadi standar perawatan. Angiografi merupakan
keutamaan pada manajemen nonoperatif trauma organ padat pada orang dewasa dari
trauma tumpul. Digunakan untuk kontrol perdarahan.
Terapi Pembedahan
Indikasi laparotomi pada pasien dengan trauma abdomen meliputi tanda-tanda peritonitis,
perdarahan atau syok yang tidak terkontrol, kemunduran klinis selama observasi, dan
adanya hemoperitonium setelah pemeriksaan FAST dan DPL. Ketika indikasi laparotomi,
diberikan antibiotik spektrum luas. Insisi midline biasanya menjadi pilihan. Saat abdomen
dibuka, kontrol perdarahan dilakukan dengan memindahkan darah dan bekuan darah,
membalut semua 4 kuadran, dan mengklem semua struktur vaskuler. Kerusakan pada
lubang berongga dijahit. Setelah kerusakan intra-abdomen teratasi dan perdarahan
terkontrol dengan pembalutan, eksplorasi abdomen dengan teliti kemudian dilihat untuk
evaluasi seluruh isi abdomen. Setelah trauma intra-abdomen terkontrol, retroperitonium
dan pelvis harus diinspeksi. Jangan memeriksa hematom pelvis. Penggunaan fiksasi
eksternal fraktur pelvis untuk mengurangi atau menghentikan kehilangan darah pada
daerah ini. Setelah sumber perdarahan dihentikan, selanjutnya menstabilkan pasien
dengan resusitasi cairan dan pemberian suasana hangat. Setelah tindakan lengkap, melihat
pemeriksaan laparotomy dengan teliti dengan mengatasi seluruh struktur kerusakan.
Follow-Up :
Perlu dilakukan observasi pasien, monitoring vital sign, dan mengulangi pemeriksaan
fisik. Peningkatan temperature atau respirasi menunjukkan adanya perforasi viscus atau
pembentukan abses. Nadi dan tekanan darah dapat berubah dengan adanya sepsis atau
perdarahan intra-abdomen. Perkembangan peritonitis berdasar pada pemeriksaan fisik
yang mengindikasikan untuk intervensi bedah.
ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA ABDOMEN
A. Pengkajian

Dasar pemeriksaan fisik head to toe harus dilakukan dengan singkat tetapi
menyeluruh dari bagian kepala ke ujung kaki.
Pengkajian data dasar menurut Brunner & Suddart (2001), adalah :

1. Aktifitas/istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas,
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseim Bangan cedera
(trauma)

2. Sirkulasi
Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu), polanapas(hipoventilasi,
hiperventilasi, dll).

3. Integritas ego
Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau dramatis)
Data Obyektif : Cemas, Bingung, Depresi.

4. Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan
fungsi.

5. Makanan dan cairan


Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan Selera makan.
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.

6. Neurosensori.
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status
mental,Kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.

7. Nyeri dan kenyamanan


Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang
berbeda, biasanya lama.
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.

8. Pernafasan
Data Subyektif : Perubahan pola nafas.

9. Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan.
Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif.Gangguan rentang gerak.
B. Diagnosa keperawatan
1. DX 1: Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
2. DX 2:Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi
abdomen
3. DX 3: Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak
adekuatnya pertahanan tubuh.

4. DX 4: Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang kurang.

C. Perencanaan keperawatan

No.Dx Tujuan Rencana Rasionl


1. Tujuan: Setelah Mandiri
diberikan tindakan Kaji tanda-tanda vital. untuk mengidentifikasi
keperawatan defisit volume cairan.
diharapkanvolume Pantau cairan mengidentifikasi
cairan tidak parenteral dengan keadaan perdarahan,
mengalami elektrolit, antibiotik serta Penurunan
kekurangan. dan vitamin sirkulasi volume cairan
menyebabkan
Kriteria hasil:
kekeringan mukosa dan
Intake dan output pemekatan urin. Deteksi
seimbang dini memungkinkan
Turgor kulit baik terapi pergantian cairan
Perdarahan (-) segera.
Kaji tetesan infus. awasi tetesan untuk
mengidentifikasi
Kolaborasi : kebutuhan cairan.
Berikan cairan cara parenteral
parenteral sesuai membantu memenuhi
indikasi. kebutuhan nuitrisi
tubuh.
Cairan parenteral ( IV Mengganti cairan dan
line ) sesuai dengan elektrolit secara adekuat
umur. dan cepat.
Pemberian tranfusi menggantikan darah
darah. yang keluar.
2. Tujuan: setelah Mandiri
diberikan tindakan Kaji karakteristik Mengetahui tingkat
keperawatan nyeri. nyeri klien.
diharapkan nyeri Beri posisi semi Mengurngi kontraksi
dapat hilang atau fowler. abdomen
terkontrol. Anjurkan tehnik Membantu mengurangi
manajemen nyeri rasa nyeri dengan
Kriteria hasil: seperti distraksi mengalihkan perhatian
Managemant lingkungan yang
Skala nyeri 0
lingkungan yang nyaman dapat
Ekspresi tenang
nyaman. memberikan rasa
nyaman klien
Kolaborasi pemberian analgetik membantu
analgetik sesuai mengurangi rasa nyeri.
indikasi.
3. Tujuan: setelah Mandiri
diberikan tindakan Kaji tanda-tanda Mengidentifikasi
keperawatan infeksi. adanya resiko infeksi
diharapkaninfeksi lebih dini.
tidak terjadi. Kaji keadaan luka. Keadaan luka yang
diketahui lebih awal
Kriteria hasil: dapat mengurangi
resiko infeksi.
Tanda-tanda
Kaji tanda-tanda vital. Suhu tubuh naik dapat
infeksi (-)
di indikasikan adanya
Leukosit 5000-
proses infeksi.
10.000 mm3
Lakukan cuci tangan Menurunkan resiko
sebelum kntak dengan terjadinya kontaminasi
pasien. mikroorganisme.
Lakukan pencukuran Dengan pencukuran
pada area operasi klien terhindar dari
(perut kanan bawah infeksi post operasi
Perawatan luka Teknik aseptik dapat
dengan prinsip menurunkan resiko
sterilisasi. infeksi nosokomial
Kolaborasi pemberian Antibiotik mencegah
antibiotik adanya infeksi bakteri
dari luar.
4. Tujuan: setelah Mandiri
diberikan tindakan Ajarkan dan bantu Keletihan berlanjut
keperawatan klien untuk istirahat menurunkan keinginan
diharapkan nutrisi sebelum makan untuk makan.
pasien terpenuhi Awasi pemasukan Adanya pembesaran
diet/jumlah kalori, hepar dapat menekan
Kriteria hasil: tawarkan makan saluran gastro intestinal
sedikit tapi sering dan dan menurunkan
Nafsu makan
tawarkan pagi paling kapasitasnya.
meningkat
sering.
BB Meningkat
Pertahankan hygiene Akumulasi partikel
Klien tidak lemah
mulut yang baik makanan di mulut dapat
sebelum makan dan menambah baru dan
sesudah makan . rasa tak sedap yang
menurunkan nafsu
makan.
Anjurkan makan pada Menurunkan rasa penuh
posisi duduk tegak. pada abdomen dan
dapat meningkatkan
pemasukan.
Berikan diit tinggi Glukosa dalam
kalori, rendah lemak karbohidrat cukup
efektif untuk
pemenuhan energi,
sedangkan lemak sulit
untuk
diserap/dimetabolisme
sehingga akan
membebani hepar..

D. Evaluasi
Setelah mendapat implementasi keperawatan, maka pasien dengan trauma
abdomendiharapkan sebagai berikut:
1. Kebutuhan cairan terpenuhi.
2. nyeri dapat hilang atau terkontrol.
3. Tidak terjadinya infeksi
4. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
BAB IV

PENUTUP
A. Kesimpulan

Trauma tumpul abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada rongga


abdomen yang mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga abdomen,
terutama organ padat (hati, pancreas, ginjal, limpa) atau berongga (lambung, usus
halus, usus besar, pembuluh pembuluh darah abdominal) dan mengakibatkan ruptur
abdomen. Trauma abdomen disebabkan oleh Kecelakaan lalu lintas, penganiayaan,
kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian

B. Saran

1. Bagi petugas kesehata atau instansi kesehatan agar lebih meningkatkan pelayanan
kesehatan terutama pada trauma abdomenuntuk pencapaian kualitas keperawatan
secara optimal dan sebaiknya proses keperawatan selalu dilaksanakan secara
berkesinambungan.

2. Bagi klien dan keluarga, Perawatan tidak kalah pentingnya dengan pengobatan
karena bagaimanapun teraturnya pengobatan tanpa perawatan yang sempurna
maka penyembuhan yang diharapkan tidak tercapai, oleh sebab itu perlu adanya
penjelasan pada klien dan keluarga mengenai manfaat serta pentingnya kesehatan.

3. Bagi mahasiswa keperawatan, diharapkan mampu memahami dan menerapkan


asuhan keperawatan yang benar pada klien dengan trauma abdomen.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidayat. 1998. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC
2. Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan
Pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3. Jakarta : EGC
3. Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FKUI : Jakarta
4. Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC
5. Suddarth & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai