Anda di halaman 1dari 4

Akuntansi Pajak:

Kerugian Piutang Tak Tertagih

Dasar Hukum Pembebanan Kerugian Piutang

Jika dilihat dari sudut Pajak Penghasilan (PPh), dasar hukum pembebanan kerugian
piutang sebagai pengurang penghasilan kena pajak diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf
h Undang-undang No.36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan:

Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap,
ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan, termasuk:

Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:

1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;


2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada
Direktorat Jenderal Pajak; dan
3. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi
pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis
mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur
yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau
khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan
untuk jumlah utang tertentu;
4. syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan
piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
huruf k;

yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan;

Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf h:

Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat dibebankan sebagai biaya
sepanjang Wajib Pajak telah mengakuinya sebagai biaya dalam laporan laba-rugi
komersial dan telah melakukan upaya-upaya penagihan yang maksimal atau terakhir.
Yang dimaksud dengan penerbitan tidak hanya berarti penerbitan berskala nasional,
melainkan juga penerbitan internal asosiasi dan sejenisnya.
Tata cara pelaksanaan persyaratan yang ditentukan dalam ayat (1) huruf h ini diatur
lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Adapun Peraturan Menteri Keuangan terkait dengan Pasal 6 ayat (1) huruf h UU PPh
dimaksud adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-105/2009 Tentang
Piutang Yang Nyata-Nyata Tidak Dapat Ditagih Yang Dapat Dikurangkan Dari
Penghasilan Bruto. PMK-105/2009 ini telah diubah dua kali yaitu dengan PMK-
57/PMK.03/2010 yang mengubah ketentuan Pasal 1, Pasal 3, dan menambah Pasal 5A
pada PMK-105/PMK.03/2009 dan terakhir dengan PMK-207/PMK.010/2015 yang
mengubah ketentuan Pasal 3, 4, dan 5.

Akuntansi Pajak: Kerugian Piutang, akan melihat lebih detil ketentuan pajak terkait
dengan biaya kerugian piutang yang dapat dikurangkan pada penghasilan kena pajak
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.03/2009
Tentang Piutang Yang Nyata-Nyata Tidak Dapat Ditagih Yang Dapat Dikurangkan
Dari Penghasilan Bruto sttd PMK-207/PMK.010/2015.

Perlakuan Pajak atas Kerugian Piutang


Kerugian Piutang menurut perpajakan merujuk pada piutang yang nyata-nyata tidak
dapat ditagih, yaitu piutang yang timbul dari transaksi bisnis yang wajar sesuai dengan
bidang usahanya, yang nyata-nyata tidak dapat ditagih meskipun telah dilakukan
upaya-upaya penagihan yang maksimal atau terakhir oleh Wajib Pajak[1]. Dikecualikan
dari perlakuan sebagai kerugian piutang tersebut adalah kerugian piutang yang terjadi
dari transaksi bisnis dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa dengan
Wajib Pajak.[2]

Syarat Kerugian Piutang yang Dapat Dibebankan Sebagai Pengurang


Penghasilan Bruto[3]

Pada PMK-207 terdapat dua kategori debitur terkait dengan penghapusan piutang
yang tidak dapat ditagih, yaitu piutang kepada debitur kecil dan piutang kepada
debitur bukan kecil (debitur besar). Piutang kepada debitur kecil dikelompokkan lagi
menjadi dua berdasarkan nilai piutang, yaitu:

piutang debitur kecil lainnya yang jumlahnya tidak melebihi Rp5. 000.000,00
(lima juta rupiah)
piutang debitur kecil yang jumlahnya tidak melebihi Rp100.000.000,00 (seratus
juta rupiah), yang merupakan gunggungan jumlah piutang dari beberapa kredit
yang diberikan oleh suatu institusi bank/lembaga pembiayaan dalam negeri.

Syarat Kerugian Piutang yang Dapat Dibebankan: Debitur Besar

PMK-207 memberikan ketentuan bagi kreditur yang ingin membebankan kerugian


piutangnya kepada debitur besar. Ketentuan ini termuat dalam Pasal 3 PMK-
207/PMK.010/2015 sebagai berikut:
1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat
ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak dalam bentuk hard copy dan soft copy,
dengan mencantumkan identitas debitur berupa nama, Nomor Pokok Wajib
Pajak, alamat, jumlah plafon utang yang diberikan, dan jumlah piutang yang
nyata-nyata tidak dapat ditagih.
3. Daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dan bukti/dokumen harus
disampaikan bersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT)
Tahunan.
4. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut:

telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi


pemerintah yang menangani piutang negara dibuktikan dengan adanya fotokopi
bukti penagihannya ke penyerahan perkara Pengadilan Negeri atau instansi
pemerintah yang menangani piutang negara.
terdapat perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang
antara kreditur dan debitur atas piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih
tersebut, dengan melampirkan fotokopi perjanjian tertulis mengenai
penghapusan piutang/pembebasan utang usaha yang telah dilegalisir oleh
notaris;
telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; dengan
melampirkan fotokopi bukti publikasi dalam penerbitan umum atau penerbitan
khusus;
adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah
utang tertentu dengan melampirkan surat yang berisi pengakuan dari debitur
bahwa utangnya telah dihapuskan yang disetujui oleh kreditur tentang
penghapusan piutang untuk jumlah utang tertentu, yang disetujui oleh kreditur.

Syarat Kerugian Piutang yang Dapat Dibebankan: Debitur Kecil dengan


Jumlah Tidak Melebihi Rp 100 juta

1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;


2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat
ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak dalam bentuk hard copy dan soft copy,
dengan mencantumkan identitas debitur berupa nama, Nomor Pokok Wajib
Pajak, alamat, jumlah plafon utang yang diberikan, dan jumlah piutang yang
nyata-nyata tidak dapat ditagih.
3. Daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dan bukti/dokumen harus
disampaikan bersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT)
Tahunan.
4. kredit yang diberikan oleh suatu institusi bank/lembaga pembiayaan dalam
negeri sebagai akibat adanya pemberian:
Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra)
Kredit Usaha Tani (KUT)
Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana (KPRSS)
Kredit Usaha Kecil (KPK)
Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Kredit kecil lainnya dalam rangka kebijakan perkreditan Bank Indonesia dalam
mengembangkan usaha kecil dan koperasi.

Syarat Kerugian Piutang yang Dapat Dibebankan: Debitur Kecil dengan


Jumlah Tidak Melebihi Rp 5 juta

Persyaratan untuk membebankan kerugian piutang yang timbul karena piutang tidak
dapat ditagih dari debitur kecil adalah tidak berbeda dengan Syarat Kerugian Piutang
yang Dapat Dibebankan: Debitur Kecil dengan Jumlah Tidak Melebihi Rp 100 juta.

Sedikit perbedaan adalah dengan adanya pengecualian dari keharusan mencantumkan


identitas debitur berupa NPWP. Ketentuan mengenai pengecualian keharusan
mencantumkan identitas debitur berupa NPWP ini mulai berlaku untuk penghapusan
piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang dibebankan sejak Tahun Pajak
2015[4]. Di bawah ini resume syarat membebankan kerugian piutang atau penghapusan
piutang kepada debitur kecil lainnya:

1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;


2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat
ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak dalam bentuk hard copy dan soft copy,
dengan mencantumkan identitas debitur berupa nama, alamat, jumlah plafon
utang yang diberikan, dan jumlah piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih.
3. Daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dan bukti/dokumen harus
disampaikan bersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT)
Tahunan.

Anda mungkin juga menyukai