Jika dilihat dari sudut Pajak Penghasilan (PPh), dasar hukum pembebanan kerugian
piutang sebagai pengurang penghasilan kena pajak diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf
h Undang-undang No.36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan:
Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap,
ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan, termasuk:
yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan;
Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat dibebankan sebagai biaya
sepanjang Wajib Pajak telah mengakuinya sebagai biaya dalam laporan laba-rugi
komersial dan telah melakukan upaya-upaya penagihan yang maksimal atau terakhir.
Yang dimaksud dengan penerbitan tidak hanya berarti penerbitan berskala nasional,
melainkan juga penerbitan internal asosiasi dan sejenisnya.
Tata cara pelaksanaan persyaratan yang ditentukan dalam ayat (1) huruf h ini diatur
lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Adapun Peraturan Menteri Keuangan terkait dengan Pasal 6 ayat (1) huruf h UU PPh
dimaksud adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-105/2009 Tentang
Piutang Yang Nyata-Nyata Tidak Dapat Ditagih Yang Dapat Dikurangkan Dari
Penghasilan Bruto. PMK-105/2009 ini telah diubah dua kali yaitu dengan PMK-
57/PMK.03/2010 yang mengubah ketentuan Pasal 1, Pasal 3, dan menambah Pasal 5A
pada PMK-105/PMK.03/2009 dan terakhir dengan PMK-207/PMK.010/2015 yang
mengubah ketentuan Pasal 3, 4, dan 5.
Akuntansi Pajak: Kerugian Piutang, akan melihat lebih detil ketentuan pajak terkait
dengan biaya kerugian piutang yang dapat dikurangkan pada penghasilan kena pajak
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.03/2009
Tentang Piutang Yang Nyata-Nyata Tidak Dapat Ditagih Yang Dapat Dikurangkan
Dari Penghasilan Bruto sttd PMK-207/PMK.010/2015.
Pada PMK-207 terdapat dua kategori debitur terkait dengan penghapusan piutang
yang tidak dapat ditagih, yaitu piutang kepada debitur kecil dan piutang kepada
debitur bukan kecil (debitur besar). Piutang kepada debitur kecil dikelompokkan lagi
menjadi dua berdasarkan nilai piutang, yaitu:
piutang debitur kecil lainnya yang jumlahnya tidak melebihi Rp5. 000.000,00
(lima juta rupiah)
piutang debitur kecil yang jumlahnya tidak melebihi Rp100.000.000,00 (seratus
juta rupiah), yang merupakan gunggungan jumlah piutang dari beberapa kredit
yang diberikan oleh suatu institusi bank/lembaga pembiayaan dalam negeri.
Persyaratan untuk membebankan kerugian piutang yang timbul karena piutang tidak
dapat ditagih dari debitur kecil adalah tidak berbeda dengan Syarat Kerugian Piutang
yang Dapat Dibebankan: Debitur Kecil dengan Jumlah Tidak Melebihi Rp 100 juta.