Tuberkulosis (TBC) adalah salah satu penyakit menular yang paling serius di seluruh
dunia. Efek Hepatotoksik bisa terjadi akibat semua obat anti-TB lini pertama memiliki efek
buruk terhadap hepar. Efek samping merupakan pertimbangan klinis penting bagi pasien
yang menjalani pengobatan TB karena durasi terapi yang panjang dan penggunaan beberapa
obat secara bersamaan. Hepatotoksisitas adalah efek buruk yang paling serius dari anti-TB,
karena kerusakan hati dikaitkan dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Obat anti-TB
lini pertama, termasuk isoniazid (INH), rifampisin (RIF), dan pirazinamida (PZA), dikaitkan
dengan efek hepatotoksik yang cukup besa. Efek Hepatotoksik secara negatif mempengaruhi
kepatuhan terhadap terapi, menurunkan tingkat keberhasilan pengobatan, dan dapat
meningkatkan kegagalan pengobatan, kambuh, atau resistansi obat. INH, RIF, dan PZA
dimetabolisme dan didetoksifikasi di hati, membuat organ tersebut rentan terhadap
kerusakan. Metabolit toksik dapat memainkan peran penting dalam anti-TB druginduced
hepatotoxicity (ATDH) . RIF adalah inducer potensial dari beberapa isoenzim sitokrom P450
(mis., CYP2E1, 3A) . RIF meningkatkan toksisitas INH, mungkin dengan meningkatkan
pembentukan metabolit hidrazin toksiknya. Namun, relatif sedikit yang diketahui tentang
hepatotoksisitas PZA. Enzim responsif untuk jalur metabolisme PZA adalah amidase dan
xanthine oxidase, Namun, proporsi jalur metabolisme ini dalam tubuh manusia adalah tidak
jelas.
Pyrazinoic acid (PA) adalah produg asam pirazinoat yang merupakan penghambat
mycobacterium tuberkulosis. PA diproduksi oleh amidase mikrosomal hati, kemudian
xanthine oxidasi menghidrolisis PA menjadi 5-hydroxypyrazinoic acid (5-OH-PA).
Metabolisme PZA akan di ekresikan dalam urin. Pengenalan PZA pada fase awal mengurangi
durasi rejimen anti-TB yang mengandung RIF dari 9 sampai 6 bulan. Pada awal pengobatan
anti-TB atau selama fase pemeliharaan diberikan selama 6 bulan atau lebih lama. PZA
memiliki kekurangan, karena berhubungan dengan hepatotoksisitas dan hiperurisemia.
Tinggi kejadian hepatotoksisitas dilaporkan saat dosis tinggi PZA (40 sampai 70 mg / kg)
digunakan. Dari 114 pasien TB yang mendapatkan PZA selama 2 bulan mengalami:
peningkatan enzim hepar 16%, sebanyak 7.9 % meningkat sebanyak 5 kali enzim hepar dari
nilai normal dan 5.3 % menunjukan gejala hepatitis.1
Pada tahun 2001, American Association for the Study of Liver Diseases (AASLD)
menetapkan bahwa peningkatan kadar alanin aminotransferase (ALT) lebih dari tiga kali
batas atas normal (BAN) dan peningkatan bilirubin total lebih dari dua kali BAN dapat
digunakan sebagai kriteria untuk meenentukan ada tidaknya kelainan signifi kan pada
parameter laboratorik hati.9 Peningkatan kadar enzim hati alanin transaminase (ALT),
aspartat aminotransferase (AST), dan fosfatase alkali (ALP) dianggap sebagai indikator jejas
hati, sedangkan peningkatan bilirubin total dan terkonjugasi merupakan parameter untuk
menilai fungsi hati secara keseluruhan. Penilaian pola jejas hati sangat penting karena obat-
obat tertentu cenderung menyebabkan jejas dengan pola yang khas.2
CAIRAN SEREBROSPINAL
Sistem ventrikel terdiri dari 2 buah ventrikel lateral, ventrikel III dan ventrikel IV.
Ventrikel lateral terdapat di bagian dalam serebrum. Ventrikel III adalah suatu rongga sempit
di garis tengah yang berbentuk corong unilokuler, letaknya di tengah kepala, ditengah korpus
kalosum dan bagian korpus unilokuler ventrikel lateral, diatas sela tursica, kelenjar hipofisa
dan otak tengah dan diantara hemisfer serebri, thalamus dan dinding hipothalanus. Disebelah
anteroposterior berhubungan dengan ventrikel IV melalui aquaductus sylvii.Ventrikel IV
merupakan suatu rongga berbentuk kompleks, terletak di sebelah ventral serebrum dan dorsal
dari pons dan medula oblongata4
Cairan serebrospinal dibentuk dengan kecepaan sekitar 500 ml/ hari, yaitu sebanyak 3-4
kali volume total cairan di seluruh sistem cairan serebrospinal. Sekitar 2/3 cairan berasal
Dari peksus koroideus di keempat ventrikel, terutama di kedua ventrikel lateral. Sejumlah
kecil cairan tambahan disekresikan oleh permukan ependim ventrikel dan memnran araknoid
serta sebagian kecil dari otak itu sendiri dari melalui ruang perivaskuler yang mengelilingi
pembuluh darah yang masuk ke otak. Saluran utama aliran cairan berjalan dari pleksus
koroideus kemudian melewati sistem serebrospinal. Cairan yang disekresikan dai ventrikel
lateral mengalir ke ventrikel ketiga, kemudian setelah mendapatkan sejumlah kecil cairan dari
ventrikel ketiga caian tersebut mengalir ke ventrikel keempat melalui akua duktus sylvii.
Ventrikel 4 merupakan tempat penambahan sebagian kecil cairan serebospinal. Cairan dari
ventrikel ke 4 keluar dari ventrikel melalui 3 pintu kecil yaitu: dua foramen luschka di lateral
dan satu foramen mangendie ditengah dan memasuki sisterna magna yaitu suatu rongga
cairan yang terletak dibelakang medula spinalis dan dibawah serebelum. Sisterna magna
berhubungan dengan ruang subaraknoid yang mengelilingi seluruh otak dan medula spinalis.
Hampir seluruh cairan serebrospinal kemudian mengalir keatas dari sisterna magna melalui
ruang subaracnoid yang mengelilingi serebrum. Disini cairan mengalir kedalam villi
araknoidalis yang menjorok kedalam sinus venous sagitalis yang besar dan sinus dan sinus
lainnya di serebrum. Jadi setiap cairan ekstra akan bermuara kedalam darah vena melelui
pori-pori villi tersebut. 5
Keadaan normal dan beberapa kelainan cairan serebrospinal dapat diketahui dengan
memperhatikan:
1. Warna
Eritrosit akan lisis dalam satu jam danakan memberikan warna cucian daging di
dalam cairan serebrospinal. Cairan serebrospinal tampak purulenta bila jumlah leukosit
lebih dari 1000 sel/ml.1
2. Tekanan
Tekanan cairan serebrospinal diatur oleh hasil kali dari kecepatan pembentukan
cairan dan tahanan terhadap absorpsi melalui villi arakhnoid. Bila salah satu dari
keduanya naik, maka tekanan naik, bila salah satu dari keduanya turun, maka tekanannya
turun.1
Tekanan cairan serebrospinal tergantung pada posisi, bila posisi berbaring maka
tekanan normal cairan serebrospinal antara 8-20 cm H2O pada daerahh lumbal, siterna
magna dan ventrikel, sedangkan jika penderita duduk tekanan cairan serebrospinal akan
meningkat 10-30 cm H2O. Kalau tidak ada sumbatan pada ruang subarakhnoid, maka
perubahan tekanan hidrostastik akan ditransmisikan melalui ruang serebrospinalis. Pada
pengukuran dengan manometer, normal tekanan akan sedikit naik pada perubahan nadi
dan respirasi, juga akan berubah pada penekanan abdomen dan waktu batuk. Bila
terdapat penyumbatan pada subarakhnoid, dapat dilakukan pemeriksaan Queckenstedt
yaitu dengan penekanan pada kedua vena jugularis. Pada keadaan normal penekanan
vena jugularis akan meninggikan tekanan 10-20 cm H2O dan tekanan kembali ke asal
dalam waktu 10 detik. Bila ada penyumbatan, tak terlihat atau sedikit sekali peninggian
tekanan. Karena keadaan rongga kranium kaku, tekanan intrakranial juga dapat
meningkat, yang bisa disebabkan oleh karena peningkatan volume dalam ruang kranial,
peningkatan cairan serebrospinal atau penurunan absorbsi, adanya masa intrakranial dan
oedema serebri.1
3. Jumlah sel
Jumlah sel leukosit normal tertinggi 4-5 sel/mm3 , dan mungkin hanya terdapat 1
sel polymorphonuklear saja, Sel leukosit junlahnya akan meningkat pada proses
inflamasi. Perhitungan jumlah sel harus sesegera mungkin dilakukan, jangan lebih dari
30 menit setelah dilakukan lumbal punksi. Bila tertunda maka sel akan mengalami lisis,
pengendapan dan terbentuk fibrin. Keadaaan ini akan merubah jumlah sel secara
bermakna. Leukositosis ringan antara 5-20 sel/mm3adalah abnormal tetapi tidak spesifik.
Pada meningitis bakterial akut akan cenderung memberikan respon perubahan sel yang
lebih besar terhadap peradangan dibanding dengan yang meningitis aseptik. Pada
meningitis bakterial biasanya jumlah sel lebih dari 1000 sel/mm3, sedang pada
meningitis aseptik jarang jumlah selnya tinggi. Jika jumlah sel meningkat secara
berlebihan (5000-10000 sel /mm3), kemungkinan telah terjadi rupture dari abses serebri
atau perimeningeal perlu dipertimbangkan. Perbedaan jumlah sel memberikan petunjuk
ke arah penyebab peradangan. Monositosis tampak pada inflamasi kronik oleh L.
monocytogenes. Eosinophil relatif jarang ditemukan dan akan tampak pada infeksi
cacing dan penyakit parasit lainnya termasuk Cysticercosis, juga meningitis tuberculosis,
neurosiphilis, lympoma susunan saraf pusat, reaksi tubuh terhadap benda asing.1
4. Glukosa
Normal kadar glukosa berkisar 45-80 mg%. Kadar glukosa cairan serebrospinal
sangat bervariasi di dalam susunan saraf pusat, kadarnya makin menurun dari mulai
tempat pembuatannya di ventrikel, sisterna dan ruang subarakhnoid lumbar.1
5. Protein
Kadar protein normal cairan serebrospinal pada ventrikel adalah 5-15 mg%. pada
sisterna 10-25 mg% dan pada daerah lumbal adalah 15-45 ,g%. Kadar gamma globulin
normal 5-15 mg% dari total protein. Kadar protein lebih dari 150 mg% akan
menyebabkan cairan serebrospinal berwarna xantokrom, pada peningkatan kadar protein
yang ekstrim lebih dari 1,5 gr% akan menyebabkan pada permukaan tampak sarang laba-
laba (pellicle) atau bekuan yang menunjukkan tingginya kadar fibrinogen.1 Kadar protein
cairan serebrospinal akan meningkat oleh karena hilangnya sawar darah otak (blood
barin barrier), reabsorbsi yang lambat atau peningkatan sintesis immunoglobulin loka.
Sawar darah otak hilang biasanya terjadi pada keadaan peradangan, iskemia baktrial
trauma atau neovaskularisasi tumor, reabsorsi yang lambat dapat terjadi pada situasi
yang.
Sedangkan Paediatric coma Scale merupakan modifikasi dari Glasgow Coma Scale
karena pada anak-anak yang belum bisa berbicara akan menyulitkan pemeriksa dalam
menentukan skor verbal-nya.
PEMERIKSAAN SCORE
Eye
Verbal
Non Verbal
Motorik
Children Coma Scale : Skor membuka mata + respon verbal/nonverbal terbaik + respon
motorik Interpretasi :
2. Usia 6-12 bulan : Pada usia ini bayi sudah dapat membentuk suara, skor yang
diharapkan adalah 3. Bayi akan melokalisir nyeri tapi tidak menuruti perintah, skor yang
diharapkan adalah 4.
3. Usia 12-24 bulan : Kata-kata yang diucapkan sudah dapat dimengerti, skor yang
diharapkan adalah 4. Bayi akan melokalisir nyeri tapi tidak menuruti perintah, skor yang
diharapkan adalah 4.
4. Usia 2-5 tahun : Kata-kata yang diucapkan sudah dapat dimengerti,skor yang
diharapkan adalah 4. Bayi sudah menuruti perintah,skor yang diharapkan adalah 5.
5. Usia diatas 5 tahun : Orientasi baik bila pasien mengetahui bahwa ia di rumah
sakit,skor verbal normal yang diharapkan adalah 5.
0-6 bulan 9
6-12 bulan 11
12-24 bulan 12
2-5 tahun 13
> 5 tahun 14
CEREBARAL PALSY
A recent international working group cerebral palsy: Cerebral palsy adalah kelompok
gangguan bersifat permanen dari perkembangan gerakan dan postur tubuh, yang
menyebabkan keterbatasan aktivitas, yang disebabkan oleh gangguan non-progresif yang
terjadi pada otak janin atau bayi yang sedang berkembang.
FISIOTERAPI
1. Neurostructure (NS)
Neurostructure (NS) adalah untuk mendorong perkembangan motorik dan personal anak
(Nawang, 2010). Neurostructure (NS) mempunyai tujuan sebagai berikut :
a. Meringankan dan menghilangkan stress dan kompensasi disfungsional yang non-produktif
di dalam struktur tubuh.
b. Mengaktifkan motor program yang alami dan genetik dan seluruh mekanisme
perkembangan gerak.
c. Mengaktifkan brain-body integration mechanisms, yang mempengaruhi perkembangan
gerak.
d. Mengoptimalkan motor- and sensory-motor integration.
e. Menghilangkan stres pada saat belajar.
f. Mendukung ketrampilan motorik dan cognitive yang alami dan khusus.
g. Mengungkap kemampuan untuk membuat perubahan-perubahan positif dalam struktur,
postur dan gerak tubuh, dan sistem-sistem koordinasi yang
beragam.
h. Membantu anak-anak dan orang dewasa untuk menggunakan motor skills dalam
pembelajaran.
i. Membuat exercise terpadu yang bersifat individual untuk anak-anak dan orang dewasa
yang memiliki permasalahan dalam perkembangan gerak, emosi, motivasi, dan pembelajaran.
Dengan pelaksanaan sebagai berikut :
Diberikan sentuhan ringan mulai dari kepala sampai ujung kaki.
Pasien : terlentang dan tengkurap
Terapis : duduk didepan anak
Gerakan : usapan lembut kepala, wajah, leher, bahu, hingga tangan. Lalu badan anak dari
dada sampai pelvic, lanjut dari paha sampai ujung kaki.
Pengulangan : sekali persesi dengan 3 kali pengulangan.
Pemberian terapi latihan sebagai berikut :
1. Exercise fleksor dan ekstensor knee
Pasien : berbaring terlentang
Terapis : di sebelah distal anak dengan pegangan pada distal kedua lutut
Gerakan : fleksi hip dan fleksi ankle secara bergantian
Pengulangan : 8 x per sesi latihan
2. Exercise tidur terlentang ke duduk
Pasien : berbaring terlentang kaki seperti bersila
Terapis : di depan anak, lutut terapis memfiksasi lutut anak
Gerakan : anak diminta bangun, memberi exerciseberupa tarikan pada tanganya setelah posisi
pasien duduk terapis memberikan aproksimasi pada bahu
3. Exercise kneeling dari crawling
Pasien : crawling
Terapis : duduk bersimpuh di belakang anak
Gerakan : terapis memegang pelvis sebagai KOC. Berikan aba-aba agar anak menekuk
lututnya,sambil memberikan sedikit bantuan dengan menarik pelvis ke arah depan dan keatas
sampai posisi kneeling, pertahankan posisi sampai beberapa saat
Pengulangan : sekali per sesi latihan
4. Exercise keseimbangan duduk pada guling
Pasien : duduk dengan guling di antaranya
Terapis : berada di belakang anak
Gerakan : terapis menggoyang-goyangkan guling ke kanan dan kiri
Pengulangan : sekali per sesi latihan
5. Exercise keseimbangan pada bola
Pasien : berbaring di atas bola
Terapis : berada di distal anak memberikan fiksasi pada ankle
Gerakan : terapis menggoyang-goyangkan bola ke segala arah
Pengulangan : sekali per sesilatihan
Tujuan exercise untuk memelihara dan mengembalikan kualitas tonus normal, untuk
memudahkan gerakan-gerakan yang disengaja, diperlukan dalam aktifitas sehari-hari pada
anak developmental delay.
1. Brain gym ( Senam Otak )
Adalah gerakan sederhana dengan menggunakan keseluruhan otak karena merupakan
penyesuaian dengan tuntutan sehari-hari sehingga belajar menjadi riang dan senang (Paul &
Gail, 2010).