PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kata ekologi pertama kali diperkenalkan oleh Ernest Haechekel, ahli Biologi Jermal pada
tahun 1869. Arti kata oikos yang berarti rumah atau tempat tinggal dan logos bersifat telaah dan
studi. Jadi ekologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara
makhluk hidup dengan lingkungannya. Yang dimaksud makhluk hidup adalah kelompok dari
Menurut Effendi (2003), air menutupi sekitar 7 % permukaan bumi dengan jumlah sekitar
1368 juta km3. Air terdapat berbagai bentuk, misalnya uap air, es, cairan dan salju. Air tawar
terutama terdapat di sungai, danau, air tanah dan gunung es. Semua badan air di daratan
dihubungkan dengan laut dan atmosfir melalui siklus hidrologi yang berlangsung secara kontinyu.
Ekosistem adalah kumpulan dari komunitas beserta faktor biotik (tumbuhan, hewan dan
manusia), dan abiotik (suhu, iklim, senyawa-senyawa organik dan anorganik). Menurut undang-
undang lingkungan hidup (UULH) tahun 1982 ekosistem adalah tatanan kesatuan secara utuh
menyeluruh antara segenap unsur lingkungan yang saling mempengaruhi. Ekosistem merupakan
tingkat yang lebih tinggi dari komunitas atau merupakan kesatuan dari suatu komunitas dengan
Ekosistem sungai merupakan suatu kumpulan integral dari berbagai komponen abiotik
(fisika-kimia) dan biotik (organisme hidup) yang berkaitan satu sama lain dan saling berinteraksi
parameter fisika-kimia perairan), maka akan mmenyebabkan perubahan pada komponen lainnya
(misalnya perubahan kualitatif dan kuantitafif organismenya). Perubahan ini tentunya dapat
mempengaruhi keseluruhan sistem yang ada, baik dalam kesatuan struktur fungsional maupun
dalam keseimbangannya.
Sungai merupakan perairan yang mengalir (lotik), oleh karena itu sungai memiliki arus yang
berbeda-beda disetiap tempatnya. Dan disetiap aliran memiliki organisme yang berbeda pula.
dan meliang baik di dasar perairan maupun di permukaan dasar perairan. Makrozoob
enthos yang menetap di kawasan mangrove kebanyakan hidup pada substrat keras sampai lum
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ekologi perairan ini yakni untuk melatih keterampilan mahasiswa di
benthos di perairan.
1.3 Manfaat
Manfaat dari praktikum ini yakni agar mahasiswa dapat mengetahui ciri-ciri dan habitat dari
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekosistem Perairan
Sungai adalah torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alami
aliran air dan material yang dibawanya dari bagian hulu ke bagian hilir suatu daerah pengaliran ke
mengandung sedikit sedimen makanan. Aliran air dan gelombang secara konstan memberikan
oksigen pada air. Suhu air bervariasi sesuai dengan ketinggian dan garis lintang (Fairuz et al.,2014).
Ekosistem sungai merupakan habitat bagi organisme akuatik yang keberadaanya sangat
Organisme akuatik tersebut di antaranya tumbuhan air, plankton, perifiton, bentos, dan ikan.
Sungai juga merupakan sumber air bagi masyarakat yang dimanfaatkan untuk berbagai keperluan
dan kegiatan, seperti kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri, sumber mineral, dan
pemanfaatan lainnya. Kegiatan-kegiatan tersebut bila tidak dikelola dengan baik akan berdampak
negatif terhadap sumberdaya air, di antaranya adalah menurunnya kualitas air. (Soewarno 1991: 20
dalam Faza, 2012). Secara umum, alur sungai dapat dibagi menjadi tiga bagian, bagian hulu, bagian
tengah dan bagian hilir. Bagian hulu merupakan daerah sumber erosi karena pada umumnya alur
sungai melalui daerah pegunungan atau perbukitan yang mempunyai cukup ketinggian dari
permukaan laut. Substrat permukaan pada bagian hulu pada umumnya berupa bebatuan dan pasir
(Soewarno 1991: 26 dalam Faza, 2012). Hulu sungai merupakan zona antara ekosistem daratan
dengan ekosistem perairan dan sering kali merupakan daerah yang kaya akan biodiversitas (Louhi
dkk. 2010: 1315 dalam Faza, 2012). Alur sungai di bagi an hulu mempunyai kecepatan aliran yang
lebih besar dari bagian hilir, sehingga pada saat banjir material hasil erosi yang diangkut tidak saja
partikel sedimen halus akan tetapi juga pasir, kerikil bahkan batu (Soewarno 1991: 26 dalam Faza,
2012).
Bagian tengah merupakan daerah peralihan dari bagian hulu dan hilir. Kemiringan dasar
sungai lebih landai sehingga kecepatan aliran relatif lebih kecil pada bagian hulu. Permukaan dasar
bagian tengah umumnya berupa pasir atau lumpur (Soewarno 1991: 2728 dalam Faza, 2012).
Bagian hilir merupakan daerah aliran sungai yang akan bermuara ke laut atau sungai lainnya.
Bagian tersebut umumnya melalui daerah dengan substrat permukaan berupa endapan pasir halus
sampai kasar, lumpur, endapan organik dan jenis endapan lainnya yang sangat labil. Alur sungai
bagian hilir mempunyai bentuk yang berkelok-kelok. Bentuk alur tersebut dinamakan meander
(Soewarno 1991: 28 dalam Faza, 2012). Struktur fisik sungai menyediakan relung biologi yang
melimpah terhadap organisme-organisme akuatik. Daerah di bawah batu pada dasar perairan
terdapat tempat yang gelap untuk bersembunyi bagi organisme akuatik berukuran kecil, sedangkan
pada permukaan atas batu yang terpapar cahaya matahari merupakan tempat bagi alga yang
menempel (Goldman & Horne 1983: 20 dalam Faza, 2012). Dua karakteristik utama dari
ekosistem adalah aliran energi dan siklus materi yang terjadi di dalam ekosistem tersebut. Energi
yang berasal dari luar digunakan di dalam suatu ekosistem, seperti cahaya matahari dimanfaatkan
oleh tumbuhan dan diubah menjadi panas oleh organisme heterotropik. Aktivitas organisme
heterotropik juga melepaskan substansi esensial, seperti karbondioksida yang dapat digunakan
kembali dalam fiksasi energi oleh tumbuhan (Lampert & Sommer 2007: 247 dalam Faza, 2012).
2.2 Makrozoobenthos
Zoobentos adalah hewan yang melekat atau beristirahat pada dasar atau hidup di dasar
endapan (Odum, 1993 dalam Darojah, 2005). Hewan ini merupakan organisme kunci dalam jaring
makanan karena dalam sistem perairan berfungsi sebagai pedator, suspension feeder, detritivor,
scavenger dan parasit. Makrobentos merupakan salah satu kelompok penting dalam ekosistem
perairan. Pada umumnya mereka hidup sebagai suspension feeder, pemakan detritus, karnivor
Benthos adalah organisme yang mendiami dasar perairan atau tinggal dalam sedimen dasar
perairan. Benthos mencakup organisme nabati yang disebut fitobenthos dan organisme hewani
yang disebut zoobenthos (Odum, 1993 dalam Marfaung (2013). Ketika air surut, organisme akan
kembali ke dasar perairan untuk mencari makan. Beberapa makrozoobenthos yang umum ditemui
a. Filter feeder, yaitu hewan bentos yang mengambil makanan dengan menyaring air.
b. Deposit feeder, yaitu hewan bentos yang mengambil makanan dalam substrat dasar.
disubstrat berpasir misalnya moluska bivalva, beberapa jenis echinodermata dan crustacea.
Sedangkan pemakan deposit banyak tedapat pada substrat berlumpur seperti jenis polychaeta.
epifauna, yaitu hewan bentos yang hidup melekat pada permukaan dasar perairan, sedangkan
hewan bentos yang hidup didalam dasar perairan disebut infauna. Tidak semua hewan dasar hidup
selamanya sebagai bentos pada stadia lanjut dalam siklus hidupnya. Hewan bentos yang
mendiami daerah dasar misalnya, kelas polychaeta, echinodermata dan moluska mempunyai
stadium larva yang seringkali ikut terambil pada saat melakukan pengambilan contoh plankton.
Komunitas bentos dapat juga dibedakan berdasarkan pergerakannya, yaitu kelompok hewan
bentos yang hidupnya menetap (bentos sesile), dan hewan bentos yang hidupnya berpindah-
pindah (motile). Hewan bentos yang hidup sesile seringkali digunakan sebagai indikator kondisi
Distribusi bentos dalam ekonom perairan alam mempunyai peranan penting dari segi aspek
kualitatif dan kuantitatif. Untuk distribusi kualitatif,keadaan jenis dasar berbeda terdapat aksi
gelombang dan modifikasi lain yang membawa keanekaragaman fauna pada zona litoral. Zona
litoral mendukung banyak jumlah keanekaragaman fauna yang lebih besar daripada zona sublitoral
dan profundal. Populasi litoral dan sublitoral, khususnya bentuk mikroskopik. Terdapat banyak
serangga dan moluska, dua kelompok ini biasanya sebanyak 70% atau lebih dari jumlah
komponen spesies yang ada. Dengan peningkatan kedalaman yang melebihi zona litoral, jumlah
spesies bentik biasanya berkurang. Pengaruh perbedaan jenis substrat dasar dimodifikasi oleh
massa alga filamen yang menutupi luas area. Substrat dasar lumpur sering digambarkan sebagai
Hutabarat dan Evans (1985) dalam Marfaung (2013), juga mengklasifikasikan zoobenthos ke
1. Mikrofauna adalah hewan-hewan dengan ukuran lebih kecil dari 0,1 mm yang digolongkan
2. Meiofauna adalah hewan-hewan dengan ukuran 0,1 hingga 1,0 mm. Digolongkan ke dalam
beberapa kelas protozoa berukuran besar dan kelas krustasea yang sangat kecil serta cacing
3. Makrofauna adalah hewan-hewan dengan ukuran lebih besar dari 1,0 mm. Digolongkan
a) epifauna yaitu organisme bentik yang hidup dan berasosiasi dengan permukaan substrat
dan,
b) infauna yaitu organisme bentik yang hidup di dalam sedimen (substrat) dengan cara
menggali lubang (Hutabarat dan Evans, 1985; Nybakken 1992 dalam Marfaung, 2013).
1. Substrat (sedimen)
Jenis substrat berkaitan dengan kandungan oksigen dan ketersediaan nutrien dalam
sedimen. Pada substrat berpasir, kandungan oksigen relatif lebih besar dibandingkan dengan
substrat yang halus, karena pada substrat berpasir terdapat pori udara yang memungkinkan
terjadinya pencampuran yang lebih intensif dengan air di atasnya. Namun demikian, nutrien tidak
banyak terdapat dalam substrat berpasir. Sebaliknya pada substrat yang halus, oksigen tidak
begitu banyak tetapi biasanya nutrien tersedia dalam jumlah yang cukup besar (Bengen, 2004
makrozoobenthos (Lind 1979 dalam Marfaung, 2013). Benthos tidak menyenangi dasar
perairan berupa batuan, tetapi jika dasar batuan tersebut memiliki bahan organik yang
tinggi, maka habitat tersebut akan kaya dengan benthos (Nichol, 1981 dalam Marfaung, 2013).
Makrozoobenthos (terutama molluska) terdapat dalam jumlah yang sedikit pada tipe
tanah liat. Hal ini dikarena substrat liat dapat menekan perkembangan dan kehidupan
untuk melakukan aktivitas kehidupannya. Selain itu, tanah liat juga mempunyai kandungan
2. Suhu
Suhu merupakan suatu ukuran yang menunjukan derajat panas benda. Suhu biasa
digambarkan sebagai ukuran energi gerakan molekul. Suhu sangat berperan dalam
mengendalikan kondisi ekosistem suatu perairan. Suhu sangat memengaruhi segala proses
yang terjadi di perairan baik fisika, kimia, dan biologi badan air. Suhu juga mengatur
proses kehidupan dan penyebaran organisme (Nybakken 1992 dalam Marfaung, 2013).
Organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu yang disukai bagi pertumbuhannya.
Makin tinggi kenaikan suhu air, maka makin sedikit oksigen yang terkandung di dalamnya.
Suhu yang berbahaya bagi makrozoobenthos adalah yang lebih kurang dari 350 C. (Retnowati,
3. pH
Batas toleransi organisme terhadap pH bervariasi dan dipengaruhi banyak faktor antara lain
suhu, oksigen terlarut, alkalinitas, adanya berbagai anion dan kation serta jenis dan stadia
Sebagian besar biota akuatik menyukai nilai pH berkisar antara 5,0-9,0 hal ini menunjukkan
adanya kelimpahan dari organisme makrozoobenthos, dimana sebagian besar organisme dasar
perairan seperti polychaeta, moluska dan bivalvia memiliki tingkat asosiasi terhadap derajat
4. Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan tanaman dan hewan di
dalam air. Menurut APHA (1989) dalam Marfaung (2013), oksigen terlarut di dalam
air dapat berasal dari hasil fotosintesis organisme laut atau tumbuhan air serta difusi
dari udara. Konsentrasi O2 terlarut di dalam air dapat dipengaruhi oleh koloidal yang
melayang di dalam air maupun oleh jumlah larutan limbah yang terlarut di dalam air.
Pada umumnya air pada perairan yang telah tercemar, kandungan oksigennya sangat
rendah. Dekomposisi dan oksidasi bahan organik dapat mengurangi kadar oksigen
terlarut hingga mencapai nol (anaerob). Peningkatan suhu sebesar 10C akan meningkatkan
konsumsi O2 sekitar 10% (Brown, 1987 dalam Effendi, 2003 dalam Marfaung, 2013).
organisme akuatik lainnya (Odum, 1993 dalam Marfaung, 2013). Retnowati (2003), dalam
Marfaung (2013) menyatakan bahwa keberadaan O2 terlarut di dalam substrat dapat berkurang,
hal ini disebabkan oleh banyaknya plankton diperairan tersebut. Tingginya kandungan bahan
organik dan tingginya populasi bakteri pada sedimen menyebabkan besarnya kebutuhan akan O2
terlarut. Kadar O2 terlarut pada perairan alami biasanya kurang dari 10 mg/LI (Effendi, 2003
5. Salinitas
perubahan berat jenis air dan perubahan tekanan osmosis. Semakin tinggi salinitas, semakin
(Koesoebiono, 1979 dalam Marfaung, 2013), yaitu kemampuan mengatur konsentrasi garam
salinitas di daerah intertidal dapat disebabkan oleh dua hal, pertama akibat hujan lebat sehingga
salinitas akan sangat turun dan kedua akibat penguapan yang sangat tinggi pada siang hari
sehingga salinitas akan sangat tinggi. Organisme yang hidup di daerah intertidal biasanya telah
bagi kehidupan makrozoobentos berkisar 15-45, karena pada perairan yang bersalinitas rendah
maupun tinggi dapat ditemukan makrozoobentos seperti siput, cacing (Annelida) dan kerang-
kerangan.
Bahan organik pada sedimen merupakan penimbunan dari sisa tumbuhan dan binatang
yang sebagian telah mengalami pelapukan (Soepardi, 1986 dalam Marfaung 2013).
Sedimen pasir kasar umumnya memiliki jumlah bahan organik yang sedikit dibandingkan
jenis sedimen yang halus, karena sedimen pasir kasar kurang memiliki kemampuan untuk
mengikat bahan organik yang lebih banyak. Sebaliknya, jenis sedimen halus memiliki kemampuan
cukup besar untuk mengikat bahan organik. Karena bahan organik sedimen memerlukan proses
aerasi. Standar bahan organik total yang diperbolehkan agar organisme dapat hidup berkisar
BAB III
METODE PRAKTIKUM
Praktikum Ekologi Perairan mengenai hewan benthos yang berada substrat perairan tawar
dilaksanakan pada hari minggu tanggal 10 April 2016. Praktikum ini dimulai pukul 08.30 WITA
sampai selesai. Bertempat di sungai bone kelurahan Talumolo, Kecamatan Dumbo Raya
kabupaten Gorontalo.
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini dapat di lihat pada tabel berikut:
b. Menyiapkan botol akua yang di isi deangan air dan di ikatkan tali sepanjang 10 meter
c. Menyiapkan tali dan botol akua dan dibiarkan hanyut tegak lurus ujung tali di ikatkan pada patok
atau dipegang
3.3.3 Organisme
a. Mengambil organisme benthos pada tiga titik yang berbeda
Hasil yang ditemukan pada lokasi praktikum dapat dilihat pada tabel berikut:
4.2 Pembahasan
4.2.1. Suhu
Dari hasil pengukuran yang dilakukan diperoleh hasil 26 oC. Suhu air adalah parameter fisika
yang dipengaruhi oleh kecerahan dan kedalaman.Air yang dangkal dan daya tembus cahaya
Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan
laut (altitude), waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan dan aliran serta kedalaman
badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, biologi badan air. Suhu juga
sangat berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Organisme akuatik memiliki kisaran
suhu tertentu (batas atas dan bawah) yang disukai biasa pertumbuhannya. Peningkatan suhu
juga menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air, misalnya gas O 2, CO2, N2, CH4, dan
Pengukuran suhu dilakukan dengan cara membersihkan terlebih termometer dengan air
bersih kemudian dikeringkan dengan tisu. Setelah termometer dibersihkan kemudian dicelupkan
ke air sungai untuk beberapa menit dan hasil dari pengukuran tersebut 26 oc.
Berdasarkan data yang diperoleh pada praktikum ekologi perairan bahwa hasil pengukuran
Kecepatan arus (velocity/ flow rate) suatu badan air sangat berpengaruh terhadap
kemampuan badan air tersebut untuk mengasimilasi dan mengangkut bahan pencemar.
Pengetahuan akan kecepatan arus digunakan untuk memperkirkan kapan bahan pencemar akan
mencapai suatu lokasi tertentu, apabila bagian hulu suatu badan air mengalami pencemaran.
Kecepatan arus dinyatakan dalam satuan m/detik. Disamping itu, arus sering kali amat menentukan
distribusi gas yang vital, garam dan organisme kecil (Odum, 1996).
Pengukuran arus yang dilakukan pada saat praktikum. Karena arus sungai sebelah kanan
ditempat praktikum memiliki arus yang cukup kuat sehingga tali sepanjang 10 m terentang
sempurna pada waktu 82 sekon sehingga kecapatan arusnya adalah 8,2 m/s.
4.2.3. Organisme
klass gastropoda 1 individu jenis Faunus Ater Dan 3 individu Bursa Achinata di titik ke 3, untuk
Kingdom : Animalia
Phylum : Mollusca
Kelas : Gastropoda
Family : Pachychilidae
Ekologi spesies Faunus ater ini kurang dikenal. Data yang diterbitkan dari catatan museum
menunjukkan bahwa spesies ini hidup di mulut dan hilir sungai air tawar dan sungai dengan
pengaruh payau (Houbrick, 1991). Brandt (1974) melaporkan takson ini sebagai mendiami air
Kingdom : Animalia
Phylum : mollusca
Class : Gastropoda
Family : Bursidae
Genus : Bufonaria
Molusca termasuk binatang yang sangat berhasil menyesuaikan diri untuk hidup di beberapa
tempat dengan cuaca yang berbeda-beda. Siput air tawar biasanya ditemukan di aerah yang
bertemperatur rata-rata -12 oC dan bisa mencapai 51o C. Siput air tawar juga biasanya hidup di
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
a. Pengukuran suhu yang dilakukan di sungai bone kelurahan talumolo didapatkan hasil 26 0 c hal
b. Pengukuran arus yang dilakukan pada saat praktikum di sungai bone kelurahan talumolo
c. Organisme yang kami dapatkan disekitar sungai bone kelurahan talumolo antara lain Faunus Ater
Dan Bursa Achinata hanya pada titik 3 dari ketiga titik yang kami observasi.
5.2 Saran
Dalam menyusun laporan ini, tentunya penyusun tidak lepas dari kesalahan-kesalahan dan
kekurangan. Penyusun menyadari bahwa laporan ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh
karenanya penyusun sangat mengharapkan kritik serta saran yang membangun guna dalam
DAFTAR PUSTAKA
Darojah, Yuyun. 2005. Keanekaragaman jenis Makrozoobenthos di Ekosistem perairan Rawa Pening di
Kabupaten Semarang. Skripsi. Universitas Negeri Semarang
Fairuz, Navisa.,H, Sitorus.,I, Lesmana. 2014. Struktur Komunitas Makrozoobenthos di Perairan Sungai
Bingai Kecamatan Binjai Barat Kota Binjai. Jurnal. Progran Studi Manajemen Sumberdaya
Perairan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara Medan, Indonesia
Faza, M, F. 2012. Stuktur Komunitas Plankton di Sungai Pesanggaran dari Bagian Hulu (Bogor, Jawa
Barat) Hingga Bagian Hilir (Kembangan, DKI Jakarta). Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Departemen Biologi Depok. Universitas Indonesia