Anda di halaman 1dari 39

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI........................................................................................................ 1

BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................. 2

BAB II. KEBIASAAN BURUK


2.1. Definisi ............................................................................................. 4
2.2. Macam-macam Kebiasaan Buruk .................................................... 5
2.3. Kebiasaan Menghisap Non-nutritif.................................................. 14
2.3.1. Definisi ............................................................................. 14
2.3.2. Etiologi ............................................................................. 14
2.3.3. Efek menghisap non-nutritif ..............................................15
BAB III. MALOKLUSI DENTAL

3. 1. Definisi Maloklusi .......................................................................... 16

3.2. Klasifikasi Maloklusi........................................................................ 16

3.2.1. Maloklusi Skeletal .......................................................... 16


3.2.2. Maloklusi Dental............................................................. 17
3.2.3. Maloklusi Fungsional...................................................... 21
BAB IV. PEMBAHASAN ................................................................................. 22
BAB V. KESIMPULAN .................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................32

BAB I
PENDAHULUAN

Pertumbuhan dan perkembangan susunan gigi-geligi manusia terdiri dari

tiga tahap, yakni tahap gigi susu (primary dentition), tahap gigi bercampur, dan

tahap gigi permanen (secondary dentition), dimana akhir tahap ini ditandai dengan

erupsi gigi molar ketiga.1


Tindakan memonitor, mengikuti perkembangan, serta melakukan

perawatan ortodonti interseptif adalah salah satu aspek penting dalam bidang

1
ortodonti. Banyak hal yang dapat menjadi masalah pada tahap gigi bercampur

salah satunya maloklusi. Beberapa maloklusi yang sering terjadi pada anak-anak

dengan gigi bercampur diantaranya adalah crossbite anterior dan posterior, serta

openbite anterior. Selain itu, pada anak-anak dengan gigi bercampur seringkali

ditemukan kebiasaan-kebiasaan buruk, baik yang dilakukan sementara maupun

persisten.1
Pertumbuhan kraniofasial dan abnormalitas oklusal seringkali dipengaruhi

oleh interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan

contohnya kebiasaan menghisap non-nutritif, seperti menghisap jari, kebiasaan

menggunakan botol susu dan sebagainya. Maloklusi yang dapat terjadi tergantung

dari durasi, intensitas, dan frekuensi dari kebiasaan buruk tersebut.2


Saat ini, telah banyak penelitian yang dilakukan untuk mengetahui etiologi

maloklusi pada tahap gigi bercampur, salah satunya adalah penelitian mengenai

kebiasaan buruk. Hasilnya, beberapa penelitian menyimpulkan bahwa terdapat

hubungan antara kebiasaan buruk dengan maloklusi yang terjadi pada tahap gigi

bercampur.3 Maloklusi pada tahap gigi bercampur dapat menyebabkan beberapa

gangguan pada anak antara lain gangguan pada saat menghisap, menelan, dan

gangguan salivasi.2
Meskipun telah banyak dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi faktor

etiologi dari maloklusi pada gigi bercampur, namun perlu dilakukan klarifikasi

mengenai asumsi-asumsi ini serta dilakukan pembahasan dari beberapa penelitian

dan pustaka untuk dapat mengetahui hubungan antara kebiasaan buruk dengan

maloklusi pada tahap gigi bercampur, khususnya mengenai efek kebiasaan

menghisap nonnutritif terhadap maloklusi.

2
BAB II
KEBIASAAN BURUK

2.1. Definisi
Kebiasaan buruk pada anak memiliki hubungan dengan

perkembangan oklusi. Anak-anak sering memiliki kebiasaan buruk tertentu

yang dapat mempengaruhi oklusi dan struktur pendukung gigi secara

sementara atau permanen. Kebiasaan buruk dapat didefinisikan sebagai

perilaku yang cenderung berulang, relatif tetap, konsisten, dan individual.

Pada tahap inisial kebiasaan buruk biasanya terjadi secara sadar, kemudian

jika terus berulang dapat terjadi secara tidak sadar.4


Fungsi oral dan tumbuh kembang dari morfologi maksilofasial

memiliki hubungan erat. Bentuk dan fungsi merupakan hal-hal yang

memegang peranan penting pada struktur orofasial selama perkembangan

oklusi.5 Fungsi abnormal seperti kebiasaan bernafas melalui mulut, tongue

thrust, posisi lidah istirahat, pengunyahan unilateral, dan postur abnormal

dapat menyebabkan maloklusi. Penelitian menunjukan banyak deformitas

yang disebabkan disfungsi otot selama periode gigi susu dan gigi bercampur

tidak dapat terkoreksi dengan baik dan dapat menjadi lebih buruk pada usia

dewasa, serta dapat mempengaruhi secara umum dan oklusi.

3
Wajah manusia adalah organ yang secara anatomis dan fungsional

merupakan regio yang kompleks. Tanda-tanda vital dari penglihatan,

pendengaran, penciuman, dan rasa semuanya terdapat pada wajah. Komponen

orofasial dari sistem stomatognati meliputi oklusi dental. Komponen ini

merupakan pintu masuk sistem gastrointestinal yang terdiri dari pengunyahan

dan pencernaan, serta memiliki fungsi penting seperti artikulasi dan ekspresi

emosional dari berbagai macam perasaan. Rongga mulut juga dipercaya

merupakan organ pertama yang bekerja di bawah kesadaran.5


Semua kebiasaan buruk merupakan hal yang kompleks. Kontraksi

otot pada dasarnya dapat menyediakan rangsangan untuk pola pertumbuhan

normal dan merupakan bagian dari fungsi psikologis struktur orofaringeal,

contohnya meliputi posisi bibir normal dan selama berbicara, serta posisi

lidah normal dan posisinya selama pengunyahan. Pola yang abnormal dari

kebiasaan buruk dapat timbul secara psikologis, serta dapat mempengaruhi

pola perkembangan wajah. Hal ini tentu harus dibedakan dengan kebiasaan

yang dianggap normal pada usia-usia tertentu. 5 (sudah diedit)


2.2. Macam-macam Kebiasaan Buruk
Terdapat beberapa macam kebiasaan buruk pada anak, di antaranya

adalah bernafas melalui mulut (mouth breathing), mengisap ibu jari atau jari

tangan (thumb or finger sucking), mengisap bibir atau menggigit bibir (lip

sucking or lip biting), mengisap botol susu (bottle sucking), menjulurkan

lidah (tongue thrusting), dan bruksisme (bruxism).4


A. Bernafas melalui mulut
Kebiasaan bernafas melalui mulut dapat disebabkan oleh beberapa

faktor. Cara suatu individu melakukan respirasi dapat mempengaruhi

postur rahang, lidah, dan kepala. Oleh karena itu, bernafas melalui mulut

4
dapat mengubah postur rahang dan lidah yang dapat mengubah

keseimbangan orofasial, sehingga mengakibatkan maloklusi. Kebanyakan

orang bernafas melalui mulut ketika mereka melakukan latihan fisik atau

berolahraga. Namun, jika kebiasaan ini dulakukan terus menerus dapat

menyebabkan maloklusi.4
Klasifikasi orang yang bernafas melalui mulut terbagi menjadi tiga tipe:

Obstruksi
Obstruksi nasal lengkap atau sebagian dapat terjadi karena adanya

kelainan anatomi hidung atau penyakit pada hidung, antara lain

deviasi septum nasal, polip, inflamasi kronis, tumor, inflamasi kronis

mukosa nasal, pembesaran turbin nasal kongenital, alergi pada

mukosa hidung, dan obstruksi adenoid. 4

Habitual
Orang yang terbiasa bernafas melalui mulut dapat terus

melanjutkan kebiasaannya meskipun obstruksi nasal telah hilang. Oleh

karena itu, kebiasaan ini dapat menjadi kebiasaan buruk yang terjadi

secara tidak sadar.4

Anatomis
Secara anatomis, morfologi bibir atas yang pendek dapat

menyebabkan kebiasaan bernafas melalui mulut karena menyulitkan

penutupan bibir. 4(sudah diedit)


Patofisisologi:
Pada saat respirasi melalui mulut, pasien cenderung menurunkan

mandibular, memposisikan lidah kebawah dan kedepan, serta menraik

kepala sedikit kebelakang. Aktivitas menurunkan mandibular dan lidah

dapat mengganggu keseimbangan orofasial. Selain itu, kerja otot

buccinators yang tidak terkontrol dapat mempengaruhi posisi gigi geligi

dalam rahang dan pertumbuhan rahang.4

5
Tipe maloklusi yang sering dikaitkan dengan kebiasaan buruk

bernafas melalui mulut antara lain wajah yang panjang (dolikofasial) dan

adenoid facies. Selain itu, pasien biasanya juga menunjukkan tanda-tanda

klinis berupa:4

Hidung serta saluran napas pada hidung yang sempit

Bibir atas yang pendek dan hipotonus otot bibir.

Rahang atas kontriksi mengakibatkan terjadinya posterior crossbite.

Wajah blank face (tanpa ekspresi).

Overjet meningkat sebagai akibat dari incisor flaring.

Gingivitis margin gingiva di daerah anterior.

Mulut kering yang merupakan faktor predisposisi karies

Open bite anterior

Diagnosis maloklusi yang disebabkan kebiasaan buruk bernapas

melalui mulut dapat ditentukan melalui:4



Riwayat pasien,

Pemeriksaan klinis seperti mirror test, water test, refleks alanasi,

cotton butterfly test



Cephalometri

Rhinomanometri

B. Menghisap/menggigit jari
Hasil penelitian telah menunjukan bahwa kebiasaan menghisap jari

telah dilakukan selama kehidupan intrauterin. Kebiasaan ini dianggap

normal sampai usia 3 -4 tahun, namun jika tetap berlangsung melebihi

usia tersebut, kebiasaan ini dapat menyebabkan maloklusi. 4

Gambar 1. a-c Keparahan open bite dan overjet, diskrepansi A-B, crossbite bilateral,

sempit, palatum dalam, dan maloklusi Kelas II sebagai hasil menghisap jari.

6
Gambar 2. a-c. Efek dentoskeletal akibat kebiasaan menghisap jari antara lain, open
bite yang parah, overjet meningkat, kontriksi maksila, crossbite bilateral, maloklusi
Kelas II.

Etiologi
Menurut Sigmon Freud dalam teorinya, seorang anak akan melewati

berbagai fase perkembangan psikologis dimana fase oral dan fase anal

terjadi pada tiga tahun pertama kehidupan. Berdasarkan teori Freud, pada

fase oral yaitu pada saat anak berusia 0-3 tahun, mulut merupakan oro-

erotic zone. Pada fase ini, anak cenderung menempatkan jari atau objek

lain ke rongga mulut. 4


Fase-fase perkembangan anak yang berhubungann erat dengan

terjadinya kebiasaan buruk menghisap atau menggigit jari antara lain:

I : Fase Normal dan Subklinis Signifikan (1-3 tahun)

Fase ini berlangsung selama tiga tahun pertama. Kebiasaan

menghisap jariselama fase ini dianggap normal dan berakhir saat

memasuki akhir fase I.4

II : Fase Klinis Signifikan (3-6,5 tahun)

7
Adanya kebiasaan menghisap jari pada fase ini merupakan indikasi

bahwa anak berada di bawah kecemasan. Perawatan untuk memperbaiki

maloklusi seharusnya mulai diberikan pada fase ini.4

III : Mengisap keras (>4/5 tahun)

Jika kebiasaan ini tetap ada sampai gigi I permanen mulai erupsi,

dokter gigi harus curiga terhadap adanya aspek psikologis yang

melatarbelakangi kebiasaan ini. Seorang psikolog kemungkinan diperlukan

untuk konsultasi selama fase ini. 4

Menghisap dan menggigit jari telah terbukti dapat menyebabkan

perubahan pada lengkung rahang dan struktur pendukungnya. Keparahan

maloklusi yang disebabkan oleh kebiasaan buruk ini tergantung dari

beberapa faktor, antara lain:4,6

Durasi, yaitu lebih dari 6 jam

Frekuensi, yaitu setiap hari dan sepanjang malam

Intensitas, yaitu seberapa kuat.

Efek kebiasaan buruk terhadap pertumbuhan dan perkembanga

orofasial antara lain :4

Labial tipping menyebabkan gigi anterior atas proklinasi.

Overjet meningkat karena proklinasi gigi anterior rahang atas.

8
Open bite anterior dapat terjadi sebagai hasil dari erupsi insisif dan

supraerupsi gigi di bukal.

Kontraksi otot pipi mengakibatkan rahang atas sempit dan posterior

crossbite.

Anak dapat memulai kebiasaan buruk lain berupa tongue thrusting

sebagai akibat dari openbite.

Hipotonus bibir atas dan hiperaktif mentalis.

Pertanyaan kepada orangtua mengenai frekuensi dan durasi

kebiasaan buruk dapat membantu menegakkan diagnosis. Selain itu, status

emosional anak juga merupakan hal penting yang dapaat membantu

menegakkan diagnosis. Status emosional ini dapat ditentukan berdasarkan:4

Penggunaan botol susu.

Pola asuh orangtua.

Orangtua yang bekerja.

Semua temuan-temuan klinis pada rongga mulut anak harus dicatat

baik berupa proklinasi maupun openbite. Jari tangan anak juga harus

diperiksa karena biasanya kebiasaan buruk menghisap atau menggigit jari

dapat meninggalkan bekas pada jari.4

Manajemen dari kebiasaan buruk menghisap atau menggigit jari dapat

melalui beberapa pendekatan antara lain:

9
Pendekatan Psikologis:

Menurut Dunlop, anak seharusnya didudukan depan kaca besar

untuk mengamati dirinya sebagai hasil dari kebiasaan buruknya.

Selain itu juga diperlukan motivasi orang tua dan dokter gigi terhadap

anak untuk menghentikan kebiasaan buruknya.4

Pendekatan Mekanis:

Pendekatan ini menggunakan berbagai macam piranti yang

berfungsi sebagai habits breaker, dan digunakan pada anak yang mau

menghentukan kebiasaan buruknya namun sulit karena sudah terjadi

secara tidak sadar.4 Macam-macam piranti habits breaker:4

a) Alat lepasan yang terdiri dari crib dan dipasang cengkram pada gigi

posterior sebagai cengkeram.

b) Alat cekat yang didesain untuk membentuk kerangka dengan kawat

stainless steel yang disolder ke molar band.

Pendekatan Kimiawi:

Pendekatan ini biasanya dicapai melalui penempatan bahan-bahan

yang memiliki rasa pahit atau bau yang tidak enak pada jari yang biasa

dihisap anak seperti lada, quinine, asafoetida, dan bahan-bahan pahit

lain.

10
C. Tongue Thrust

Kebiasaan ini merupakan kondisi dimana lidah berkontak dengan

gigi-gigi yang posisinya berada di anterior dari molar selama

pengunyahan.4 Fletcher telah mengemukakan beberapa faktor yang

menjadi etiologi kebiasaan menjulurkan lidah selama menelan antara lain:4

1. Genetik

Terdapat variasi anatomi maupun akitivitas neuromuskular yang

spesifik, yang mana dapat mendukung terjadinya kebiasaan buruk

menjulurkan lidah selama menelan. Contoh dari variasi ini antara lain

aktivitas otot orbicularis oris yang hipertonus.

2. Kebiasaan buruk yang dipelajari


Kebiasaan buruk menjulurkan lidah selama menelan merupakan

kebiasaan buruk yang dapat dipelajari dan lama kelamaan diadopsi

menjadi sebuah kebiasaan. Terdapat beberapa faktor yang dapat

menjadi factor predisposisi terjadinya kebiasaan buruk ini antara lain:


a. Cara menyusui dengan botol susu yang kurang baik.
b. Kebiasaan menghisap jari yang berkepanjangan.
c. Infeksi saluran pernapasan atas dan tonsil yang berkepanjangan.

3. Maturasi
Kebiasaan menjulurkan lidah hadir merupakan kebiasaan normal

pada masa kanak-kanak yang nantinya akan berubah menjadi pola

penelanan yang normal seiring bertambahnya usia. Kebiasaan

menjulurkan lidah ini biasanya akan berhenti setelah gigi posterior

erupsi. Namun, proses maturase ini bisa terlambat yang akan

11
menyebabkan kebiasaan menjulurkan lidah berlanjut melewati batas

usia normalnya.
4. Retriksi mekanis
Adanya kondisi tertentu sepeti makroglosia dapat menyebabkan,

kontriksi lengkung rahang, dan pembesaran adenoid dapat menjadi

faktor predisposisi kebiasaan buruk menjulurkan lidah selama

menelan.
5. Gangguan neurologis
Gangguan neurologis seperti palatum yang hipersensitif dan

disabilitas motoric dapat menyebabkan kebiasaan buruk menjulurkan

lidah selama menelan.


6. Faktor Psikogenik
Memaksa anak untuk menghentikan kebaisaan buruk menjulurkan

lidah selama menelan dapat mengakibatkan anak mengembangkan

kebiasaan buruk lain. Contohnya pada anak-anak yang dipaksa untuk

menghentikan kebiasaan buruk menghisap jari, biasanya akan

mengembangkan kebiasaan menjulurkan lidah untuk menggantikan

kebiasaan buruknya yang lama.

Klasifikasi tongue thrust menurut Bhalajhi antara lain:4

1. Simple Tongue Thrust


Gejala klinis yang menyertai kebiasaan buruk tipe ini antara lain:
Gigi-gigi berkontak normal selama menelan.
Open bite anterior.
Hubungan intercusp yang baik.
Lidah terdorong ke depan selama penelanan untuk

mempertahankan anterior lip sea.l


Aktivitas otot mentalis yang abnormal.
2. Complex tongue thrust
Gejala klinis yang menyertai kebiasaan buruk tipe ini antara lain:
Gigi-gigi tidak berkontak selama menelan.

12
Open bite anterior, bisa tidak ada sama sekali atau open bite ringan.
Tidak ada kontraksi otot temporal selama penelanan.
Kontraksi otot-otot sirkumoral selama penelanan.
Hubungan oklusi yang buruk.

Manifestasi klinis kebiasaan buruk tongue thrust antara lain:4


Gigi anterior proklinasi.
Open bite anterior.
Bimaksilari protrusif.
Open bite posterior.
Crossbite posterior.

Gambar 3. Makroglosia menyebabkan openbite dan tongue thrust.

Gambar 4. Skeletal open bite yang menyebabkan tongue thrust

Gambar 5. Posterior bilateral tongue thrust sebagai hasil ankilosis dari semua gigi M1.

Penatalaksanaan Kebiasaan Buruk Tongue Thrusting

Penatalaksanaan kebiasaan buruk tongue thrusting meliputi intersepsi

terhadap kebiasaan buruk yang sedang berlangsung kemudian diikuti

dengan perawatan ortodontik untuk mengkoreksi maloklusi yang sudah

terjadi.4

13

Intersepsi Kebiasaan Buruk4

o Penggunaan habit breakers.

o Mengajarkan anak cara menelan yang baik dan benar.

o Berbagai latihan otot-otot lidah untuk memudahkan

adaptasi anak terhadap pola penelanannya yang baru.


Perawatan Ortodontik4

Perawatan ortodontik meliputi pemakaian piranti ortodontik

lepasan maupun cekat.

D. Lip Biting

Kebiasaan menggigit dan menghisap bibir terkadang timbul

sebagai akibat dari menghentikan suatu kebiasaan buruk secara terpaksa

seperti menghisap jari. Kebiasaan buruk ini biasanya berupa menggigit-

gigit dan menghisap bibir bawah, sehingga bibir bawah tertarik kedalam

dan ke belakang serta gigi atas menumpang bibir bawah.4

Pasien yang memiliki kebiasaan buruk menghisap dan menggigit

bibir memiliki gambaran klinis sebagai berikut:

Gigi anterior rahang atas yang proklinasi dan gigi anterior rahang

bawah yang retroklinasi.

14
Hipertrofi bibir bawah.

Bibir pecah-pecah.

Kebiasaan buruk ini dapat dihentikan dengan perawatan interseptif

berupa piranti dengan lip bumper. Penggunaan lip bumper ini tidak hanya

dapat mencegah kecenderungan pasien untuk menghisap dan menggigit-

gigit bibir bawahnya, tetapi juga untuk memperbaiki inklinasi gigi anterior

bawah.

E. Menggigit Kuku

Mengigit kuku menyebabkan rotasi gigi ringan, terkikisnya enamel

pada insisal edge dan crowding minor. 4

F. Bruksisme

Bruksisme adalah kebiasaan menggertakan gigi untuk tujuan

nonfungsional. Beberapa penulis mengartikan bruksisme sebagai

kebiasaan menggertakan gigi pada malam hari sedangkan bruxomania

adalah kebiasaan menggertakan gigi sepanjang hari.4

Etiologi bruksisme antara lain:4

Stres psikologis dan emosional.

15
Occlusal interference atau diskrepansi antara relasi sentris dan oklusi

sentris.

Perikoronitis dan nyeri karena penyakit periodontal dapat menjadi

faktor pemicu kebiasaan bruksisme.

Gambaran klinis pasien yang memiliki kebiasaan bruksisme antara lain: 4

Jejas abrasi pada permukaan oklusal gigi.

Fraktur gigi dan terdapat restorasi

Mobilitas gigi.

Hipertrofi otot pengunyahan.

Nyeri otot saat bangun tidur di pagi hari.

Nyeri sendi temporomandibular.

Terapi yang digunakan untuk mengatasi bruksisme adalah dengan

menggunakan night guard.4

G. Pengunyahan satu sisi

Pada pasien yang memiliki kebiasaan mengunyah satu sisi, salah

satu sisi pengunyahan akan mengalami kerja berat dan terus menerus, hal

ditandai dengan adanya abrasi pada cusp gigi posterior pada sisi yang

dipakai untuk mengunyah. Sedangkan, pada sisi pengunyahan yang tidak

16
dipakai akan terjadi akumulasi kalkulus dan kerusakan jaringan

periodontal, yang dapat menyebabkan gigi-geligi goyang. Selain itu

kebiasaan ini jika berlangsung dalam waktu yang lama dapat

menyebabkan temporomandibular displacement, kerusakan sendi

temporomandibular, dan muka asimetris.4

2.3. Kebiasaan Menghisap Non-nutritif


Prevalensi kebiasaan menghisap jari bervariasi dan tergantung dari

berbagai faktor seperti jenis kelamin, angka kelahiran, metode pemberian

makan, dan status sosial ekonomi.

2.3.1. Definisi
Kebiasaan menghisap non-nutiritif merupakan salah satu

etiologi maloklusi open bite anterior dan crossbite posterior yang dapat

muncul pada anak-anak yang sedang tumbuh kembang. Refleks

mengisap dibutuhkan untuk anak supaya mampu merangsang anak

belajar untuk mendapat nutrisi.7 Refleks mengisap mempunyai

kecenderungan berlanjut menjadi suatu kebiasaan. Bentuk mengisap ini

disebut kebiasaan menghisap non-nutritif dimana perilaku anak untuk

memenuhi kebutuhan psikologi dengan mengisap objek seperti alat

mainan, dot dan jari. Kebiasaan mengisap jari dikenal sebagai masalah

fungsional, terutama pada pasien tumbuh kembang. Biasanya kebiasaan

ini berhenti pada umur dua tahun.8 Kebiasaan mengisap jari yang sudah

berlangsung lama merupakan salah satu kebiasaan yang tetap ada

sampai setidaknya berusia 6-7 tahun saat insisif permanen erupsi.9


2.3.2. Etiologi

17
Freud menyatakan bahwa mengisap jari yang persisten adalah

gangguan emosi yang menjadi perhatian dalam aspek psikologis. Dalam

teori belajar oleh Palermo, mengisap jari adalah bentuk respon yang

adaptif. Perilaku ini memberikan rasa puas terhadap kelaparan dan

kekenyangan. Menurut teori gratifikasi oral oleh Sheldon, kebiasaan

mengisap jari merupakan gejala gangguan emosi karena kurang

puasnya mengisap saat disusui dimana hal ini berbeda dengan

pernyataan Sears dan Wise dalam teori oral drive bahwa kebiasaan

mengisap jari terjadi karena adanya keinginan untuk mengisap dan

intensitas keinginan ini tergantung lamanya anak disusui sebelumnya.7

2.3.3. Efek menghisap nonnutritif

Beberapa penelitian membuktikan kebiasaan menghisap jari

berhenti pada saat usia 3 sampai 5 tahun yang dapat mengakibatkan

maloklusi.10 Kebiasaan ini dapat memberi efek signifikan pada oklusi,

bergantung pada durasi dan intensitas kebiasaan tersebut. Jika tekanan

bekerja pada gigi-gigi berlangsung lebih dari 6 jam setiap hari,

kemungkinan akan terjadi pergerakan gigi.9 Kebiasaan menghisap dot

selama 48 bulan dapat mengakibatkan prevalensi open bite dan

hubungan molar kelas II, crossbite posterior dan overjet yang

berlebihan10 Pada anak yang menggunakan dot bulat, jarak interkaninus

dan intermolar lebih kecil daripada anak-anak yang menggunakan dot

datar atau dengan desain ortodontik.11 Penelitian pada anak berusia 10

sampai 11 tahun menemukan bahwa kebiasaan menghisap nonnutritif

18
menghasilkan kebiasaan menjulurkan lidah yang berhubungan dengan

Maloklusi Kelas II, overjet rahang atas bertambah besar dan openbite.10

Berdasarkan penelitian Zardetto dkk, menghisap dot dapat

menyebabkan jarang lengkung interkaninus atas, dan keparahannya

tergantung dari durasi kebiasaan buruk. Sedangkan menurut Larsson,

menghisap dot dalam jangka waktu lama juga dapat menyebabkan

peningkatan jarak interkaninus mandibula.11 Hal ini merupakan faktor

resiko signifikan untuk memungkinkan terjadinya crossbite posterior.

Oleh karena itu, untuk mencegah maloklusi sebagai akibat menghisap

jari, disarankan untuk menghentikan kebiasaan ini pada usia 3 tahun,

dan jika perlu terapi miofungsional sebaiknya dilakukan untuk

menetralkan kebiasaan ini.11

BAB III

MALOKLUSI

3.1 Definisi

Maloklusi adalah oklusi abnormal yang ditandai dengan

penyimpangan letak gigi atau malrelasi lengkung rahang di luar batas nilai

normal yang dapat diterima baik dari segi estetik maupun fungsi. 1 Maloklusi

19
terjadi pada kondisi ketika terdapat kebutuhan bagi subjek untuk melakukan

posisi postural adaptif dari mandibula, terdapatnya gerak menutup translokasi

dari mandibula, terbentuknya mekanisme refleks yang merugikan selama

fungsi pengunyahan dari mandibula, posisi gigi yang menyebabkan kerusakan

pada jaringan lunak mulut, terdapatnya gigi berjejal, penampilan diri yang

kurang baik akibat posisi gigi dan keadaan posisi gigi yang menghalangi

bicara normal. Kondisi tersebut merupakan dasar dilakukannya perawatan

ortodonti, yang ditunjukan untuk mengubah posisi dan oklusi gigi-geligi.6

3.2. Klasifikasi Malokusi

Maloklusi terbagi menjadi 3 yaitu maloklusi skeletal, dental dan

fusngsional.6

3.2.1. Maloklusi Skeletal

Maloklusi skeletal disebabkan karena penyimpangan hubungan

maksila dan mandibula yang disebabkan oleh disproporsi ukuran,

betuk, posisi, maupun hubungan antar rahang. Maloklusi skeletal terjadi

dalam tiga arah yaitu sagital, vertikal dan transversal. Pada arah sagital

rahang dapat mengalami prognati ataupun retrognati, pada arah vertikal

berupa tinggi wajah dan pada arah transversal berupa rahang sempit

ataupun lebar. 12,13

3.2.2. Maloklusi Dental

20
Pada tahun 1890 Angle membagi oklusi ke dalam tiga kategori

yaitu klas I, klas II, dan klas III dengan memperhatikan hubungan

rahang, serta hubungan gigi molar pertama permanen rahang bawah dan

rahang atas sebagai kunci oklusi. Oklusi normal menurut Angle adalah

mesiobuccal cusp molar satu rahang atas sejajar dengan buccal groove

rahang bawah dan terdapatnya kesejajaran overbite dan overjet yang

normal, serta midline yang normal pada maksila dan mandibula.1

Kemudian Dewey Anderson memodifikasi kelas I Angle ke dalam

beberapa tipe.6
A. Klasifikasi Maloklusi Menurut Angle
1. Klasifikasi Maloklusi Kelas I Menurut Angle.
Sebagian besar maloklusi Kelas I memiliki hubungan gigi

antero-posterior yang normal dengan kombinasi diskrepansi ukuran

gigi dan lengkung rahang. Lengkung gigi mandibula mempunyai

hubungan mesio distal yang normal terhadap lengkung gigi maksila

dengan cusp mesiobukal gigi molar 1 maksila oklusi dengan bukal

groove gigi molar 1 mandibula dan cusp mesiolingual molar 1

permanen maksila oklusi dnegan oklusal fossa gigi molar 1

permanen mandibula saat rahang pada posisi istirahat dan gigi

dalam oklusi sentris.1,6

21
Gambar 6. Oklusi Normal

2. Maloklusi Kelas II Menurut Angle.


Klasifikasi maloklusi kelas II menurut Angle digambarkan

dengan keadaan distobukal cusp gigi molar 1 rahang atas oklusi

terhadap bukal groove rahang bawah. Angle mengklasifiksikan

Maloklusi kelas II menjadi 2 divisi yaitu:1,6


a. Kelas II DIvisi 1

Hubungan molar distoklusi dan gigi insisif labioversi.

b. Kelas II Divisi 2

Hubungan molar distoklusi dengan gigi insisif sentral maksila

sedikit palatoversi atau retrusi dan insisif lateral maksila

labioversi.

c. Kelas II Subdivisi

Hubungan molar distoklusi hanya terjadi pada 1 sisi, sisi lain

memiliki hubungan molar kelas I.

3. Maloklusi Kelas III Menurut Angle.


Maloklusi kelas III menurut Angle digambarkan dengan

hubungan mesiobukal cusp molar 1 permanen rahang atas oklusi

dengan ruangan interdental diantara gigi molar 1 dan 2 permanen

22
rahang bawah. Lengkung gigi mandibula memiliki hubungan lebih

ke mesial dari lengkung gigi maksila. Maloklusi klas III pseudo

adalah maloklusi yang hanya memiliki gejala maloklusi klas III yang

disebabkan oleh mandibula lebih ke anterior sehingga terjadi

prematur konak pada gigi anterior saat posisi oklusi sentris.

Sedangkan maloklusi klas III subdivisi adalah maloklusi klas III

hanya terjadi pada satu sisi rahang.14

B. Klasifikasi Maloklusi Menurut Dewey

1. Modifikasi Klas I Angle Menurut Deweys.

a. Tipe 1 : Maloklusi Klas I dengan gigi anterior yang crowded.


b. Tipe 2 : Maloklusi Klas I dengan insisif maksila yang protrusif.

Gambar 7. Klasifikasi Maloklusi Klas I tipe 2 menurut Dewey15


c. Tipe 3 : Maloklusi Klas I dengan anterior crossbite
d. Tipe 4 : Maloklusi Klas I dengan posterior crossbite.
e. Tipe 5 : Maloklusi Klas I dengan molar permanen telah bergerak

ke mesial.15

23
Gambar 8. Klasifikasi Maloklusi Kelas I Dewey:

A. Tipe 1; B. Tipe 3; C. Tipe 4; D. Tipe 5.17

2. Modifikasi Klas III Angle menurut Dewey.


a. Tipe 1 :
Maloklusi Angle kelas III dengan gigi anterior edge to edge. 15
b. Tipe 2 :
Maloklusi Angle kelas III dengan gigi anterior mandibula retrusi

atau crowding dengan anterior maksila labioversi.15


c. Tipe 3 :
Maloklusi Angle kelas III dengan lengkung maksila tidak

berkembang dan terdapatnya crossbite dengan insisif maksila

crowding, lengkung mandibula dan gigi-geligi mandibula dalam

keadaan normal.15

C. Klasifikasi Insisivus Menurut British Standards Intitute.1,6

a. Kelas 1: Tepi insisal insisif rahang bawah berkontak dengan

cingulum tertinggi dari insisif rahang atas.


b. Klas II: Tepi insisal insisif rahang bawah berkontak dibelakang

cingulum tertinggi dari insisif rahang atas.


1) Divisi 1 : Insisif rahang atas proklinasi
2) Divisi 2 : Insisif rahang atas retroklinasi

24
c. Klas III : Tepi insisal insisif rahang bawah berada di depan

cingulum insisif sentralis rahang atas sehingga terjadi gigitan

terbalik.

Gambar 9. Klasifikasi Insisivus Menurut British Standard Institute.

A. Tipe I ; B. Tipe 2 ; C. Tipe 3.

3.2.3. Maloklusi Fungsional.

Maloklusi fungsional adalah maloklusi yang terjadi akibat kelainan

otot-otot wajah dan pengunyahan.15

BAB IV

PEMBAHASAN

Laporan Kasus

Efek Kebiasaan Buruk Nonnutrtitif pada Karakter Oklusal Gigi

Bercampur

25
John J. Warren, DDS, MS. Rebecca L. Slayton, DDS, PhD. Takuro Yonezu, DDS,

PhD. Samir E. Bishara, BDS, DOrtho, DDS, MS. Steven M. Levy, DDS, MPH.

Michael J. Kanellis, DDS, MS.

Journal of Pediatric Dentistry vol. 27 no. 6, 2005.

Maloklusi biasa terjadi populasi anakanak dan seringkali

membutuhkan terapi yang panjang dan mahal. Meskipun banyak kasus

maloklusi yang terjadi disebabkan faktor genetik, beberapa disebabkan

karena faktor kebiasaan buruk, lingkungan, dan perilaku kebiasaan

menghisap nonnutritif.

Oleh karena kebiasaan nonnutritif dipengaruhi banyak faktor,

pengetahuan mengenai bagaimana perilaku berkontribusi pada maloklusi

penting untuk mencegahnya. Penelitian mengenai hubungan hubungan antara

kebiasaan menghisap non-nutritif dan maloklusi telah terkonsentrasi pada gigi

tetap, penelitian pada gigi bercampur ketika perawatan. Penelitian pada masa

gigi bercampur pada 116 anak Australia dari usia 2 sampai 8 tahun

menemukan bahwa kebiasaan menghisap jari berhubungan dengan

peningkatan overjet, pengurangan overbite, dan peningkatan maloklusi Kelas

II. Kebiasaan menghisap jari secara signifikan berhubungan dengan lengkung

rahang, tetapi secara umum diperbaiki 2 sampai 3 tahun sampai kebiasaan

menghisap dot selesai.

Berdasarkan penelitian Bowden, crossbite posterior tidak

berhubungan dengan kebiasaan menghisap jari atau dot. Penelitian

retrospektif pada pasien gigi bercampur menyimpulkan crossbite posterior

26
tidak berhubungan dengan anak dengan riwayat menggunakan dot atau

kebiasaan menghisap jari daripada tanpa riwayat kebiasaan buruk tersebut.

Penelitian pada anak umur 10 sampai 11 tahun menemukan kebiasaan ini

menghasilkan persistensi kebiasaan pengunyahan infantil, yang berhubungan

dengan maloklusi kelas II, peingkatan overjet rahang atas, dan open bite.

Penelitian dengan batasan tertentu telah memberikan informasi

berguna. Secara umum kuesioner retrospektif telah memberikan kehadiran

atau hilangnya kebiasaan menghisap jari. Tujuan penelitian ini untuk

mengetahui riwayat kebiasaan dan mengumpulkan data menghisap

nonnutritif.

Metode

Penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan data demografis

dan sosial dengan partisipasi anggota keluarga, menyangkut pendapatan

keluarga, edukasi orang tua, urutan kelahiran, dan keluarga, dengan

mengumpulkan anak-anak usia 6 minggu, 3, 6, 9, 12, 16, 20, 24, 30, 36, 42,

48, 54, dan 60 bulan, dan tahun-tahun berikutnya.

Pertanyaan diberikan kepada orang tua (biasanya ibu) menyangkut

kebiasaan menghisap nonnutritif anak sebelum periode waktu sebelumnya.

Secara khusus, pertanyaan apakah anak dan dengan demikian, orang tua

mengidentifikasi apakah anak menghisap jempol, jari, dot, mainan, selimut,

dan objek lainnya.

27
Pada beberapa kasus, durasi kebiasaan buruk kurang dari 12 bulan

dan orang tua secara konsisten menghisap dot dan menggigit jari. Pada kasus

dengan durasi kebiasaan buruk minimal menyangkut analisis kedua tipe

kebiasaan buruk.

Durasi menghisap jari ditentukan berdasarkan waktu terakhir, dengan dua

cara analisis. Kategori utama kurang dari 36 bulan, 36-59 bulan, atau 60

bulan ke atas. Oleh karena distribusi durasi menghisap dot lebih dari 60

bulan, kebiasaan yang terbagi menjadi 24 bulan, 24 sampai 47 bulan, atau 48

bulan.

Sebagai bagian penelitian Iowa Fluoride, pengujian dental diukur

menggunakan metode cohort pada usia 4 atau 5 tahun, dan pada masa gigi

bercampur 8 atau 9 tahun. Pada saat yang sama, rahang dicetak dengan

alginat. Kriteria eksklusi tambahan untuk gigi permanen adalah dengan

kehadiran satu atau lebih gigi permanen di mana pada gigi bercampur.

Wax bite dibuat untuk masing-masing anak dengan menempatkan

wafer wax bite pada gigi rahang atas pada oklusi sentris. Setelah bahan cetak

dibuat, model dituangkan dental stone, diberi label, dan ditrim untuk

mendapat oklusi sentris menggunakan wax bite. Model dibuat menggunakan

tangan menggunakan wax bite dan dilihat ada tidaknya open bite anterior,

anterior cross bite, posterior crossbite, dan hubungan M1 permanen.

Pengukuran overjet dan overbite dibuat secara langsung dari model

menggunakan digital dial sebesar 0.005 mm (Mitutoyo Corporation, Tokyo,

Jepang). Pengukuran dibuat dan dibaca secara langsung.

28
Data dari studi model dibuat dengan analisis SPSS. Masing-masing

malokusi (open bite anterior, anterior crossbite, posterior crossbite, dan

hubungan M1 permanen) dimasukan dengan variabel terpisah. Analisis chi-

square digunakan untuk menggambarkan durasi menghisap jari dan kebiasaan

buruk, sedangkan t-test digunakan untuk membandingkan durasi menghisap

jari antara 1 atau lebih maloklusi dengan anak-anak yang tidak memiliki

maloklusi. Signifikan data p<0.05.

Hasil penelitian menunjukan dari 580 anak didapat 524 model

yang dapat digunakan. Dari 56 model yang dapat digunakan, 18 dirawat

dengan perawatan orto aktif, 29 dengan bahan cetak atau tidak lengkap, dan 9

model rusak. Dari 524 model yang digunakan, 454 data longitudinal cukup

sebagai karakteristik durasi kebiasaan menghisap jari. 10 kasus tambahan

tidak termasuk karena mereka telah dilakukan perawatan ortodonti

sebelumnya, sehingga sampai akhir hanya 444 anak dengan penelitian cohort.

Anak-anak dari umur 7 sampai 11 tahun dengan 90 % 8 sampai 9

tahun. Rata-rata usia adalah 8.6 tahun. 51 % anak memiliki kebiasaan buruk

menggigit jari sementara 42% memiliki kebiasaan menghisap dot dan 7%

melaporkan apakah tidak memiliki kebiasaan buruk. Beberapa di antara

mereka dengan kebiasaan buruk menggunakan dot atau menghisap jari,

dengan durasi rata-rata (P=0.001, t-test) untuk kebiasaan menghisap jari (33

bulan) daripada kebiasaan menghisap dot (14 bulan).

29
Tabel 1 menunjukan prevalensi maloklusi sehubungan kebiasaan

buruk nonnutritif. Untuk openbite anterior dan crossbite posterior,

prevalensi meningkat secara signifikan dengan durasi menghisap yang lebih

lama. Prevalensi overjet yang berlebihan dan Kelas II bilateral kurang dari

36 bulan dan 36-59 bulan, dan lebih dari 60 bulan, meskipun perbedaan ini

secara statistik signifikan. Di sisi lain, terdapat peningkatan prevalensi

maloklusi yang signifikan dan dramatis jika tetap ada setelah lima tahun.

30
Tabel 2 dan 3 menunjukan kebiasaan menghisap dot dan jari.

Kebiasaan menghisap dot selama 48 bulan atau lebih secara signifikan

memiliki prevalensi openbite dan Kelas II molar daripada durasi lebih

pendek. Crossbite posterior dan overjet berlebihan secara umum lebih

banyak dengan durasi kebiasaan buruk lebih lama. Kebiasaan menggigit

jari, open bite anterior lebih prevalen. Di antara kebiasaan buruk selama 60

bulan atau lebih lama (P<0.001). Kondisi lain secara umum lebih prevalen

dengan durasi menggigit jari yang lebih lama.

Hasil perbandingan t-test dengan rata-rata durasi kebiasaan buruk

pada subjek dengan atau tanpa tipe maloklusi yang spesifik dengan

prevalensi karakteristik oklusal yang berbeda ada pada Tabel 4. Pada

masing-masing karakteristik oklusal, rata-rata durasi kebiasaan buruk secara

signifikan lebih lama pada mereka yang memiliki karakteristik maloklusi

dibandingkan dengan yang tidak. Pada open bite anterior, crossbite

posterior, dan 4 karakteristik lainnya, rata-rata durasi secara signifikan lebih

lama daripada subjek yang tidak memiliki maloklusi tertentu. Perbedaan

31
data statistik yang signifikan terdapat pada mereka yang memiliki anterior

crossbite dan riwayat menggigit jari.

Pembahasan

Penelitian ini mengindikasikan bahwa durasi kebiasaan buruk

nonnutritif berhubungan dengan prevalensi maloklusi pada masa gigi

bercampur. Secara umum, kebiasaan buruk berhubungan dengan open bite

anterior dan crossbite posterior. Secara lebih spesifik, kebiasaan menghisap

dot berhubungan dengan open bite anterior dan maloklusi Kelas II,

sementara menggigit jari berhubungan dengan open bite anterior.

Beberapa penelitian telah menghubungkan kebiasaan menghisap

nonnutritif dengan maloklusi. Penelitian dengan desain longitudinal dengan

kuesioner untuk menghitung durasi kebiasaan buruk memungkinkan untuk

mengetahui konsekuensi kebiasaan buruk pada tahap gigi geligi bercampur

pada anak yang dievaluasi. Oleh karena itu, penelitian ini tidak hanya untuk

mendapatkan informasi mengenai efek kebiasaan buruk yang sedang

berlangsung, tetapi juga efek kebiasaan buruk yang berkepanjangan yang

tidak berlanjut selama beberapa tahun terutama pada pemeriksaan gigi

bercampur. Dengan kata lain, resiko maloklusi muncul sesuai durasi

kebiasaan buruk yang berkepanjangan sehingga pada beberapa kasus

maloklusi dapat segera diperbaiki setelah kebiasaan buruk dihentikan

sedangan pada kasus lainnya maloklusi tetap ada.

32
Penelitian akhir-akhir ini mendukung penelitian pada gigi susu

dengan desain cohort dan menyarankan rekomendasi sebelumnya mengenai

pemberhentian kebiasaan buruk nonnutritif perlu diulang. Contohnya,

American Academy of Pediatric Dentistry menyatakan di Website, untuk

beberapa anak, tidak ada alasan untuk mengkhawatirkan menghisap jari

sampai gigi depan permanen siap tumbuh. Sama halnya dengan American

Dental Association yang menyatakan di Website, setelah gigi permanen

tumbuh, kebiasaan menghisap dapat menyebabkan masalah dengan

pertumbuhan rongga mulut dan gigi anak-anak seharusnya menghentikan

kebiasaan buruknya saat gigi depan permanennya siap tumbuh.

Sementara itu, beberapa rekomendasi membantu mencegah

maloklusi akibat menghisap jari, hasil penelitian menunjukan kebiasaan

buruk nonnutritif yang tidak berlanjut ada usia 3 sampai 5 taun dapat

menghasilkan maloklusi tetentu. Untuk mencegahnya, kebiasaan buruk

lebih baik dihentikan pada usia 3 tahun untuk mengurangi resiko maloklusi.

Beberapa penelitian juga menyebutkan bahwa prevalensi overjet

4mm atau lebih meningkat sebanyak 10% pada gigi susu dan 30% pada gigi

bercampur namun tidak berhubungan terhadap durasi kebiasaan menghisap

nonnutritif. Demikian pula, saat prevalensi open bite anterior serupa di

antara gigi geligi susu dan bercampur (8% vs 7%), kecenderungan

peningkatan prevalensi dengan durasi kebiasaan buruk nonnutritif tidak

33
ditampilkan dalam masa gigi bercampur, terutama untuk kebiasaan

menggigit jari.

Perbedaan proporsi overjet dengan minimal 4 mm mungkin karena

peningkatan ukuran pada anak-anak, bahwa overjet 4mm mewakili proporsi

lengkung rahang anak-anak pada masa gigi bercampur dibandingkan anak-

anak pada masa gigi susu. Perbedaan pola open bite anterior menyarankan

bahwa beberapa tipe open bite pada masa gigi susu dapat terkoreksi dengan

sendirinya setelah kebiasaan buruk selesai tetapi pada kasus lain dapat

terjadi pada masa gigi bercampur saat kebiasaan buruk yang berkepanjangan

tidak ada. Pada perubahan prevalensi maloklusi ini, penting untuk

mengingat bahwa kedua penelitian dan penemuan sebelumnya pada anak-

anak pada penelitian cohort yang sama karena anak-anak . Oleh karena itu,

perbandingan kelompok seharusnya dibuat dengan hati-hati.

Sementara itu penelitian longitudinal memiliki keuntungan berbeda

pada penelitian cross-sectional sebelumnya tidak memiliki batasan sendiri.

Pertama, saat data kebiasaan buruk menghisap nonnutritif dikumpulkan

karena jumlah subjek penelitian melebihi area geografis yang luas,

jawabannya tidak sah secara individu. Oleh karena itu, beberapa orang tua

melaporkan ada atau tidaknya kebiasaan buruk secara tidak akurat.

Kedua, saat sampel cukup besar, tidak dapat dipertimbangkan

untuk mewakili populasi yang lebih besar dari yang didefinisikan. Sebagai

tambahan, penelitian longitudinal dimana partisipasi menurun selama

34
beberapa saat, sampel secara umum menyangkut mereka yang dapat diakui

pada partisipasi jangka panjang yaitu yang lebih berpendidikan dan

berpenghasilan lebih tinggi. Selain itu, mereka yang telah melengkapi

sejumlah pertanyaan dari investigator yang mengukur durasi kebiasaan

buruk memiliki karakteristik berbeda daripada mereka yang melengkapi

kuesioner secara menyebar.

Ketiga, saat jumlah sampel cukup besar, prevalensi kebiasaan

buruk yang secara relatif rendah, kebiasaan buruk menghisap dot di atas 48

bulan, membatasi kekuatan statistik untuk mendeteksi perbedaan signifikan

antara kelompok durasi variasi kebiasaan buruk.

Terakhir, saat membuat cetakan dan model studi dipercaya menjadi

sarana unggul menilai karakteristik oklusal, pembuatan cetakan mungkin

memiliki partisipasi beberapa anak. Hal ini memungkinkan beberapa model

diartikulasikan secara tidak benar, menghasilkan klasifikasi yang salah,

meskipun usaha bersama secara akurat menghasilkan hubungan oklusal.

Kesimpulan:

1. Rata-rata durasi kebiasaan buruk menghisap jari lebih lama daripada

menghisap dot.

2. Maloklusi pada masa gigi bercampur berhubungan dengan kebiasan

menghisap nonnutritif berkepanjangan.

35
3. Secara umum, prevalensi maloklusi meningkat seiring dengan durasi

kebiasaan menghisap nonnutritif

4. Pada beberapa kasus, kebiasaan buruk yang terlambat selesai pada masa

gigi susu (usia 3 sampai 5 tahun) menghasilkan maloklusi pada masa

gigi bercampur.

BAB V

KESIMPULAN

Pada tahap gigi bercampur banyak hal yang dapat mempengaruhi

terjadinya maloklusi salah satunya adalah oleh karena kebiasaan buruk. Durasi,

36
intensitas, dan frekuensi dari kebiasaan buruk merupakan faktor yang dapat

menyebabkan maloklusi. Resiko maloklusi muncul sesuai durasi kebiasaan buruk

yang berkepanjangan sehingga pada beberapa kasus maloklusi dapat segera

diperbaiki setelah kebiasaan buruk dihentikan sedangan pada kasus lainnya

maloklusi tetap ada. Salah satu kebiasaan buruk yang sering dijumpai pada anak-

anak adalah non-nutiritif sucking.

Beberapa penelitian telah menghubungkan kebiasaan menghisap non-

nutritif dengan maloklusi dan hasilnya menunjukkan terjadinya maloklusi kelas II,

peningkatan overjet rahang atas, openbite dan crossbite posterior. Selain itu

kebiasaan menghisap non-nutritif juga dapat menimbulkan kebiasaan buruk lain

yaitu tongue thrust.

Untuk mencegahn resiko maloklusi dari kebiasaan menghisap non-nutritif

sebaiknya kebiasaan buruk dihentikan pada usia 3 tahun. Terapi yang dapat

dilakukan pada anak dengan kebiasaan buruk ini antara lain yaitu dengan

pendekatan secara psikologis, alat mekanis seperti piranti pasif berisi crib dan

secara kimiawi yaitu dengan mengulaskan bahan-bahan pahit pada jari.

DAFTAR PUSTAKA

1. Cobourne M, DiBiase A. Handbook of Orthodontics. Philadelphia: Mosby

Elsevier. 2011.

37
2. Oliviera AC dkk., Feeding and kebiasaan menghisap non-nutritif habits

and prevalence of openbite and crossbite in children/adolescents with

down syndrome. Angle Orthodontist. 2010;80(4): 748.


3. Vasconcelos FMN dkk., Kebiasaan menghisap non-nutritif habits, anterior

openbite, and associated factors in brazillian children aged 30-59 months.

Braz Dent J. 2011;22(2): 140-144.


4. Bhalaji. Orthodontic and Science Fourth Edition. Hal. 111-22, 445-54
5. Bahreman A. Early Age Orthodontic Treatment. 131-153
6. Proffit, W.R. & Fields, H.W. Contemporary Orthodontics. 4 th Edition.

Mosby: 2007
7. Singh Gurkeerat. Text Book of Orthodontics. Third Edition. New Delhi:

Jaypee The Health Science and Publisher: 2015: 534-548


8. Romero C.C., dkk. Breastfeeding and kebiasaan menghisap non-nutritif

patterns related to the prevalence of open bite anterior in primary

dentition. J Apply Oral Science. 2011; 19 (2):161-8


9. Giill D. Orthodontics at a Glance. First Edition. London Uk:

Blackwell Publishing Ltd, 2011: 44


10. Warren J.J. dkk. Effects of nonnutritive sucking habits on occlusal

characteristics in the mixed dentition. Journal of Pediatric Dentistry.

2005; 27(6): 445-450.


11. Aznar T., dkk. Dental Arch Diameters and Relationships to Oral Habits.

Angle Orthodontist. 2006; 76 (3): 441-445


12. Gill D. Naini F.B. Orthodontics: Principle and Practice. Wiley Blackwell:

United Kingdom: 2011


13. Rakosi T, Jonas I, Graber TM. Color Atlas of Dental Medicine,

Orthodontic Diagnosis 1st Edition. Germany: Georg Theme Verleag,

1993 : 176-180
14. Mitchell Laura. An Introduction of Orthodontics. Fourth Edition.

Oxford University Press. United Kingdom: 2013

38
15. Phulari BS. Orthodontics Principles and Practice. New Delhi: Jaypee

Brothers Medical Publishers (P) Ltd, 2011: 97-108

39

Anda mungkin juga menyukai