Anda di halaman 1dari 21

MINI PROJEK

INSIDENSI RESIKO TINGGI PADA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA


PUSKESMAS PRAPAT JANJI PADA TAHUN 2015

Prilaku Dan Sikap Ibu Hamil Terhadap Kehamilan Resiko Tinggi Diwilayah Kerja
Puskesmas Prapat Janji Di Kecamatan Buntu Pane Kabupaten Asahan

Oleh :
dr. Annisa Rachmi Siregar
dr. Arlinda Syafutri
dr. Hendra Sitepu
dr. Riri Permatasari
dr. Suri Mahdalela
dr. Wahyu Harimurti Indiarto

Pendamping :
dr.Emi Juniarti Br Barus

PUSKESMAS PRAPAT JANJI


KABUPATEN ASAHAN
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kehamilan adalah sejak dimulainya konsepsi sampai lahirnya janin lamanya
hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) (Prawirohardjo, 2002: 89).
Kehamilan sebagai keadaan fisiologis dapat diikuti proses patologis yang mengancam
keadaan ibu dan janin.
Salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat adalah Angka Kematian Ibu
(AKI). Makin tinggi angka kematian ibu disuatu negara maka dapat dipastikan bahwa
derajat kesehatan negara tersebut buruk. Hal ini disebabkan ibu hamil dan bersalin
merupakan kelompok rentan yang memerlukan pelayanan maksimal dari petugas
kesehatan, salah satu bentuk pelayanan yang harus diberikan kepada ibu melahirkan
adalah penolong oleh tenaga kesehatan (Azwar, 2009). Pada tahun 2010 sekitar 800
perempuan meninggal setiap hari akibat komplikasi kehamilan dan kelahiran anak,
termasuk pendarahan hebat setelah melahirkan, infeksi, gangguan hipertensi, dan aborsi
tidak aman. Dari 800 kematian, 440 terjadi di sub-Sahara Afrika dan 230 di Asia Selatan.
Risiko seorang wanita di negara berkembang meninggal karena penyebab yang
berhubungan dengan kehamilan selama hidupnya adalah sekitar 25 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan wanita yang tinggal di negara maju. Kematian ibu biasanya terjadi
selama masa kehamilan sampai dengan 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, tanpa
memperhatikan lama kehamilan yang disebabkan atau dipicu oleh kehamilannya atau
penanganan kehamilannya (Prawirohardjo, 2009). Jumlah kematian ibu saat melahirkan
mencapai 40.000 orang per bulan di dunia, dan sepanjang tahun 2008 angka tesebut telah
turun sebesar 10% menjadi 36.000 kematian setiap bulannya Menurut (WHO)World
Health Organization.
Tenaga kesehatan harus dapat mengenal perubahan yang mungkin terjadi
sehingga kelainan yang ada dapat dikenal lebih dini. Misalnya perubahan yang terjadi
adalah edema tungkai bawah pada trimester terakhir dapat merupakan fisiologis. namun
bila disertai edema ditubuh bagian atas seperti muka dan lengan terutama bila diikuti
peningkatan tekanan darah dicurigai adanya pre eklamsi. Perdarahan pada trimester
pertama dapat merupakan fisiologis yaitu tanda Hartman yaitu akibat proses nidasi
blastosis ke endometrium yang menyebabkan permukaan perdarahan berlangsung
sebentar, sedikit dan tidak membahayakan kehamilan tapi dapat merupakan hal patologis
yaitu abortus, kehamilan ektopik atau mola hidatidosa (Mansjor,dkk,2001:252).
Menempatkan upaya penurunan AKI sebagai program prioritas penyebab langsung
kematian ibu di Indonesia seperti halnya di negara lain adalah perdarahan, infeksi dan
eklampsia dan infeksi sebagai penyebab kematian, sebenarnya tercakup pula kematian
akibat abortus terinfeksi dan partus lama. Hanya sekitar 50% kematian ibu disebabkan
oleh penyakit yang memburuk akibat kehamilan, misalnya penyakit jantung dan infeksi
yang kronis. Keadaan ibu sejak pra hamil dapat mempengaruhi terhadap kehamilannya,
penyebab tak langsung kematian ibu ini antara lain adalah anemia dan keadaan terlalu
muda atau tua juga terlalu sering dan banyak (Prawirohardjo, 2003: 6).

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah
bagaimanakah insidensi kehamilan resiko tinggi dan melihat sikap serta prilaku masyarakat
khususnya para ibu produktif yang bertujuan merubah sikap masyarakat untuk menurunkan
angka kematian.
.
1.1 TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mencegah meningkatnya angka kesakitan dan kematian ibu akibat penyakit beresiko
tinggi pada kehamilan.
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan pengetahuan masyarakat khususnya ibu-ibu yang memiliki resiko
berdasarkan kriteria kehamilan resiko tinggi.
b. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam penanggulangan kematian ibu dan anak.
c. Meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat terutama remaja pra nikah
1.2 MANFAAT
1. Bagi Masyarakat
Menambah pengetahuan masyarakat tentang penyakit yang dapat timbul pada kehamilan
2. Bagi Instansi Terkait (Puskesmas Dan Dinas Kesehatan)
Sebagai bahan pertimbangan dan pemikiran bagi program pemberantasan penyakit yang
beresiko tinggi pada kehamilan terutama untuk menentukan kebijakan dalam
perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi program KIA.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KEHAMILAN RESIKO TINGGI


2.1.1 DEFINISI
Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan yang menyebabkan terjadinya bahaya dan
komplikasi yang lebih besar terhadap ibu maupun janin yang dikandungnya selama kehamilan,
persalinan ataupun nifas bila dibandingkan dengan kehamilan, persalinan dan nifas normal.
2.1.2 EPIDEMIOLOGI
Mortalitas dan mordibitas pada wanita hamil adalah masalah besar di negara
berkembang. Di negara miskin sekitar 25-50 %. Kematian wanita subur usia disebabkan
hal yang berkaitan dengan kehamilan. Kematian saat melahirkan biasanya menjadi faktor
utama mortalitas wanita muda pada masa puncak produktivitasnya. Tahun 1996 WHO
memperkirakan lebih dari 585.000 ibu pertahunnya meninggal saat hamil atau bersalin
sebenarnya lebih dari 50% kematian di negara berkembang (Prawirohardjo,2002:3).
Ibu hamil di negara-negara Afrika dan Asia selatan menghadapi risiko untuk
mengalami kematian saat hamil dan melahirkan sekitar 200 kali lebih besar dibandingkan
risiko yang dihadapi ibu di negara maju. Karena angka fertilitas di negara berkembang
lebih tinggi maka rentang risiko di Afrika I diantara 6000. tiap tahun terdapat dari 150
juta ibu hamil di negara berkembang. Sekitar 500.000 diantaranya akan meninggal akibat
penyebab kehamilan, dan 50 juta lainnya menderita karena kehamilannya mengalami
komplikasi (Widyastuti, 2003: 1).
Menurut survey demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) 2002/2003 AKI di Indonesia
berkisar 307/100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi (AKB) 35/1.000 kelahiran
hidup, sedangkan angka kematian bayi baru lahir (Neonatal) sekitar 20/1.000 kelahiran
hidup (Depkes RI 2004)
Salah satu indikator untuk mengukur derajat kesehatan adalah Angka Kematian Ibu
(AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). AKI menurut Survei Demografi Kesehatan
Indonesia (SDKI) 2007 yaitu 228 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB 34 per 1000
kelahiran hidup, hasil ini menunjukkan penurunan bila dibandingkan dengan data SDKI
2002-2003 yaitu AKI sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan AKB 35 per
1000 kelahiran hidup . Walaupun dalam dua dekade terakhir AKI dan AKB di Indonesia
mengalami penurunan yang cukup tinggi, angka ini masih termasuk yang tertinggi di
antara negara-negara ASEAN, dan masih belum mencapai target berdasarkan
kesepakatan global (Millenium Development Gools /MDGs) pada tahun 2015, yaitu
AKI menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB menjadi 23 per 1000 kelahiran
hidup (Kemenkes RI, 2010).

Secara umum kematian ibu di dunia disebabkan oleh perdarahan (25%), infeksi pasca
persalinan (15%), aborsi tidak aman (13%), gangguan tekanan darah tinggi (12%), partus lama
(8%), penyebab obstetrik langsung lainnya (8%), dan penyebab tidak langsung (19%)
(Bappenas, 2007). Berdasarkan data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2010,
penyebab langsung kematian ibu yang terjadi 90% pada saat persalinan dan segera setelah
persalinan yaitu perdarahan (28%), eklamsia (24%), infeksi (11%), komplikasi puerperium
(8%), abortus (5%), trauma obstetrik (5%), emboli (5%), partus lama / macet (5%), dan lain-
lain (11%).
Kematian ibu juga diakibatkan beberapa faktor risiko keterlambatan 3T (tiga terlambat)
diantaranya terlambat dalam pemeriksaan kehamilan, terlambat dalam memperoleh pelayanan
persalinan dari tenaga kesehatan, dan terlambat sampai di fasilitas kesehatan pada saat dalam
keadaan emergensi (Kemenkes RI, 2011).

Angka Kematian Ibu (AKI) di Sumatera Utara selama empat tahun terakhir yaitu tahun
2007-2010 dinilai cukup tinggi yakni melebihi AKI secara nasional yakni 228/100.000 kelahiran
hidup. Pada tahun 2007 AKI mencapai 231/100.000 kelahiran hidup. Tahun 2008 meningkat
menjadi 258/100.000 kelahiran hidup dan tahun 2009 menjadi 260/100.000 kelahiran hidup.
Angkanya mencapai 249/100.000 kelahiran hidup per Agustus 2010 (Dinas Kesehatan Sumatera
Utara, 2010).

Namun, Angka kematian ibu hamil maupun melahirkan di Sumut mengalami penurunan.
Pada akhir tahun 2014 (per oktober) terdapat 152 ibu meninggal dunia, sementara pada tahun
2013 jumlah kematian mencapai 249 orang dan 274 ibu meninggal pada tahun 2012. Hal ini
dalam rangka pemenuhan capaian Program Millenium Development Goals (MDG's) 2015 yaitu
102 per 100 ribu kelahiran.Sampai Oktober 2014, sebanyak 152 orang dari total 206.990 bayi
yang lahir hidup di Sumatera utara . Untuk jumlah kasus kematian ibu tertinggi yakni terjadi di
Kabupaten Labusel (17 kasus) dengan jumlah ibu hamil 6.548, jumlah lahir hidup 6.125 dan
Kabupaten Labura (17 kematian ibu) dengan jumlah ibu hamil 8.541, jumlah lahir hidup 6.755.

Lalu diikuti Kabupaten Labuhan Batu 16 kasus, 9.763 ibu hamil, 8.318 jumlah lahir hidup.
Asahan 15 kasus dengan 15.584 ibu hamil, 13.579 jumlah lahir hidup, Medan 53.933 ibu hamil,
9 jumlah kematian ibu.Penyebab terbesar kematian ibu pada 4 tahun terakhir karena pendarahan
sebanyak 50 orang, eklampsia 43 orang, lain-lain 41 orang, infeksi 10 orang, partus macet 5
orang dan abortus 3 orang.

2.1.3 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Kriteria kehamilan risiko tinggi terbagi berdasarkan:


a. Komplikasi Obstetrik :
Umur (19 tahun atau > 35 tahun)
Paritas (primigravida atau para lebih dari 6)
Riwayat kehamilan yang lalu :
- 2 kali abortus
- 2 kali partus prematur
- Kematian janin dalam kandungan atau kematian perinatal
- Perdarahan paska persalinan
- Pre-eklampsi dan eklampsi
- Kehamilan mola
- Pernah ditolong secara obstetri operatif
- Pernah operasi ginekologik
- Pernah inersia uteri
- Disproporsi sefalo pelvik, kehamilan ganda, hidramnion, kelainan letak pada hamil
Tua,persalinan terakhir 5 tahun,inkompetensi serviks, postmaturitas, hamil
dengan tumor (mioma ataukista ovarii), uji serologis tes positif

b. Komplikasi medis
Anemia, hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus, obesitas
penyakit hati, penyakit paru dan penyakit-penyakit lain dalam kehamilan

2.1.4 FAKTOR RESIKO


Faktor resiko merupakan situasi dan kondisi serta keadaan umum ibu selama kehamilan,
persalinan dan nifas akan memberikan ancaman pada kesehatandan jiwa ibu maupun janin yang
dikandungnya.Berbagai faktor yang tergolong sebagai calon ibu berisiko tinggi atau menghadapi
bahaya yang lebih besar pada waktu kehamilan maupun persalinan. Kondisi ini yang bisa
menyebabkan janin tidak dapat tumbuh dengan sehat bahkan dapat menimbulkan kematian pada
ibu dan janin. Adapun kehamilan yang memiliki risiko atau bahaya yang lebih besar pada waktu
kehamilan maupun persalinan bila dibandingkan dengan Ibu hamil yang normal yang disebut
dengan kehamilan resiko tinggi.
Ada beberapa resiko kepada semua kehamilan, tetapi kemudian ada ayat tertentu yang
diklasifikasikan sebagai kehamilan berisiko tinggi. Kehamilan risiko tinggi dibagi dalam 4
golongan:
1. Penyakit yang menyertai kehamilan
a) Penyakit yang berhubungan dengan pembuluh darah dan ginjal misalnya darah
tinggi,rendahnya kadar protein dalam darah dan tingginya kadar protein dalam urin.
b) Inkompatibilitas darah atau ketidaksesuaian golongan darah misalnya pada janin dan ibu
yang dapat menyebabkan bahaya baik bagi janin maupun ibu seperti ketidaksesuaian
resus.
c) Endokrinopati atau kelainan endokrin seperti penyakit gula
d) Kardiopati atau kelainan jantung pada ibu yang tidak memungkinkan atau
membahayakan bagi ibu jika hamil dan melahirkan.
e) Haematopati atau kelainan darah, misalnya adanya gangguan pembekuan darah yang
memungkinkan terjadinya perdarahan yang lama yang dapat mengancam jiwa.
f) Infeksi, misalnya infeksi TORCH (Toksoplasma, Rubella, Citomegalo virus dan Herpes
simpleks), dapat membahayakan ibu dan janin.
2. Penyulit kehamilan
a) Partus prematurus atau melahirkan sebelum waktunya yaitu kurang dari 37 minggu
usia kehamilan. Hal ini merupakan sebab kematian neonatal yang terpenting.
b) Perdarahan dalam kehamilan, baik perdarahan pada hamil muda yang disebabkan oleh
abortus atau keguguran, kehamilan ektopik dan hamil mola, maupun perdarahan pada
triwulan terakhir kehamilan yang disebabkan oleh plasenta previa atau plasenta yang
berimplantasi atau melekat tidak normal dalam kandungan dan solutio plasenta.
c) Hidramnion, gemelli dan gangguan pertumbuhan janin dalam kandungan.
d) Kehamilan serotin atau kehamilan lewat waktu yaitu usia kehamilan lebih dari 42
minggu.
e) Kelainan uterus misalnya bekas seksio sesarea dan lain-lain
3. Riwayat obstetris yang buruk
a) Kematian anak pada persalinan yang lalu atau anak lahir dengan kelainan congenital
b) Satu atau beberapa kali mengalami partus prematurus
c) Abortus habitualis yang terjadi berulang kali dan berturut-turut,
sekurang-kurangnya 3 kali berturut-turut.
d) Infertilitas tidak disengaja lebih dari 5 tahun yaitu tidak merencanakan untuk menunda
kehamilan dengan cara apapun, tapi selama 5 tahun tidak hamil.
4. Keadaan ibu secara umum
a) Umur ibu, kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
b) Paritas,berisiko tinggi pada ibu yang sudah melahirkanlebih dari 4 orang anak.
c) Berat badan ibu, yaitu ibu yang terlalu kurus atau ibu yang terlalu gemuk.
d) Tinggi badan ibu, yaitu tinggi badan kurang dari 145 cm.
e) Bentuk panggul ibu yang tidak normal.
f) Jarak antara dua kehamilan yang terlalu berdekatan yaitu kurang dari 2 tahun.

MENURUT BACKETT

Faktor resiko itu bisa bersifat biologis, genetika, lingkungan atau psikososial.
Namun dalam kesehatan reproduksi kita dapat membaginya secara lebih spesifik, yaitu:
1. Faktor demografi: umur, paritas dan tinggi badan
2. Faktor medis biologis: underlying disease, seperti penyakit jantung dan malaria.
3. Faktor riwayat obstetri: abortus habitualis, SC, dan lain-lain
4. Faktor lingkungan: polusi udara, kelangkaan air bersih, penyakitendemis, dan lain-lain.
5. Faktor sosioekonomi budaya : pendidikan, penghasilan.
Seharusnya faktor risiko dikenali oleh ibu hamil serta keluarga sehingga ibu-ibu dengan
kehamilan risiko tinggi mendapat pertolongan yang semestinya.
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar diri host (pejamu) baik benda mati,
benda hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana yang terbentuk akibat interaksi semu elemen-
elemen termasuk host yang lain. Faktor lingkungan memegang peranan penting dalam penularan,
terutama lingkungan rumah yang tidak memenuhi syarat. Lingkungan rumah merupakan salah
satu faktor yang memberikan pengaruh besar terhadap status kesehatan penghuninya.
2.1.5 KOMPLIKASI KEHAMILAN RESIKO TINGGI
komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh kehamilan risiko tinggi yang dapat terjadi pada janin
maupun pada ibu Antara lain:
1) Bayi
a) Bayi lahir belum cukup bulan.
b) Bayi lahir dengan berat lahir rendah (BBLR)
c) Janin mati dalam kandungan.
2) Ibu
a) Keguguran (abortus).
b) Persalinan tidak lancar / macet.
c) Perdarahan sebelum dan sesudah persalinan.
d) Ibu hamil / bersalin meninggal dunia.
e) Keracunan pada kehamilan

2.1.6 PENANGANAN KEHAMILAN RISIKO TINGGI


Penanganan terhadap pasien dengan kehamilan risiko tinggi berbeda-beda tergantung dari
penyakit apa yang sudah di derita sebelumnya dan efek samping penyakit yang dijumpai nanti
pada saat kehamilan.tes penunjang sangat diharapkan dapat membantu perbaikan dari
pengobatan atau dari pemeriksaan tambahan.
Kehamilan dengan risiko tinggi harus ditangani secara cepat dan dibawah pengawasan yng
intensif, misalnya dengan mengatur frekuensi pemeriksaan prenatal. Konsultasi diperlukan
dengan ahli kedokteran lainnya terutama ahli penyakit dalam dan ahli kesehatan anak.
Pengelolaan kasus merupakan hasil kerja tim antara berbagai ahli. Keputusan untuk melakukan
pengakhiran kehamilan perlu dipertimbngkan oleh tim tersebut dan juga dipilih apakah perlu di
lakukan induksi persalinan atau tidak.
2.1.7 PENCEGAHAN KEHAMILAN RISIKO TINGGI
Pendekatan risiko pada ibu hamil merupakan strategi operasional dalam upaya pencegahan
terhadap kemungkinan kesakitan atau kematian melalui peningkatan efektifitas dan efisiensi
dengan memberikan pelayanan yang lebih intensif kepada risiko ibu hamil dengan cepat serta
tepat, agar keadaan gawat ibu maupun gawat janin dapat dicegah. Untuk itu diperlukan skrining
sebagai komponen penting dalam perawatan kehamilan untuk mengetahui ada tidaknya faktor
risiko pada ibu hamil tersebut.
Pengenalan adanya Resiko Tinggi Ibu Hamil dilakukan melalui skrining/deteksi dini
adanya faktor resiko secara pro/aktif pada semua ibu hamil, sedini mungkin pada awal kehamilan
oleh petugas kesehatan atau non kesehatan yang terlatih di masyarakat, misalnya ibu-ibu PKK,
Kader Karang Taruna, ibu hamil sendiri, suami atau keluarga.
Setiap kontak pada saat melakukan skrining dibicarakan dengan ibu hamil, suami, keluarga tentang tempat dan penolong untuk persalinan
aman. Pengambilan keputusan dapat dilakukan dalam keluarga untuk persiapan mental dan perencanaan untuk biaya, transportasi telah mulai
dolakukan jauh sebelum persalinan menuju kepatuhan untuk Rujukan Dini Berencana/ Rujukan In Utero dan Rujukan Tepat Waktu.
Mengingat sebagian besar kematian ibu sesungguhnya dapat dicegah, maka diupayakan untuk mencegah 4 terlambat yang meyebabkan
kematian ibu, yaitu :

1. Mencegah terlambat mengenali tanda bahaya resiko tinggi


2. Mencegah terlambat mengambil keputusan dalam keluarga
3. Mencegah terlambat memperoleh transportasi dalam rujukan
4 Mencegah terlambat memperoleh penanganan gawat darurat secara memadai

2.1.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Tes darah
Jenis pemeriksaan ini dianjurkan dokter setelah Anda dinyatakan positif hamil. Contoh darah akan diambil untuk diperiksa apakah terinfeksi
virus tertentu atau resus antibodi. Contoh darah calon ibu juga digunakan untuk pemeriksaan hCG. Dunia kedokteran menemukan, kadar hCG
yang tinggi pada darah ibu hamil berarti ia memiliki risiko yang tinggi memiliki bayi dengan Down Syndrom. 11
2. Alfa Fetoprotein (AFP)
Tes ini hanya pada ibu hamil dengan cara mengambil contoh darah untuk diperiksa. Tes dilaksanakan pada minggu ke-16 hingga 18
kehamilan. Kadar Maternal-serum alfa-fetoprotein (MSAFP) yang tinggi menunjukkan adanya cacat pada batang saraf seperti spina bifida
(perubahan bentuk atau terbelahnya ujung batang saraf) atau anencephali (tidak terdapatnya semua atau sebagian batang otak). Kecuali itu, kadar
MSAFP yang tinggi berisiko terhadap kelahiran prematur atau memiliki bayi dengan berat lahir rendah. 11
3. Sampel Chorion Villus (CVS)

13
Tes ini jarang dilakukan oleh para dokter karena dikhawatirkan berisiko menyebabkan abortus spontan. Tes ini dilakukan untuk memeriksa
kemungkinan kerusakan pada kromosom. Serta untuk mendiagnosa penyakit keturunan. Tes CVS ini mampu mendeteksi adanya kelainan pada
janin seperti Tay-Sachs, anemia sel sikel, fibrosis berkista, thalasemia, dan sindroma Down.
4. Ultrasonografi (USG)
Tes ini dilakukan untuk mendeteksi kelainan strukturapada janin, seperti; bibir sumbing atau anggota tubuh yang tidak berkembang.
Sayangnya USG tidak bisa mendeteksi kecacatan yang disebabkan oleh faktor genetik. Biasanya USG dilakukan pada minggu ke-12 kehamilan.
Pada pemeriksaan lebih lanjut USG digunakan untuk melihat posisi plasenta dan jumlah cairan amnion, sehingga bisa diketahui lebih jauh cacat
yang diderita janin.
Kelainan jantung, paru-paru, otak, kepala, tulang belakang, ginjal dan kandung kemih, sistem pencernaan, adalah hal-hal yang bisa diketahui
lewat USG.
5. Amiosentesis
Pemeriksaan ini biasanya dianjurkan bila calon ibu berusia di atas 35 tahun. Karena
hamil di usia ini memiliki risiko cukup tinggi. Terutama untuk menentukan apakah janin menderita sindroma Down atau tidak. Amniosentesis
dilakukan dengan cara mengambil cairan amnion melalui dinding perut ibu. Cairan amnion yang mengandung sel-sel janin, bahan-bahan kimia,
dan mikroorganisme, mampu memberikan informasi tentang susunan genetik, kondisi janin, serta tingkat kematangannya. Tes ini dilakukan pada
minggu ke-16 dan 18 kehamilan. Sel-sel dari cairan amnion ini kemudian dibiakkan di laboratorium. Umumnya memerlukan waktu sekitar 24
sampai 35 hari untuk mengetahui dengan jelas dan tuntas hasil biakan tersebut.
6. Sampel darah janin atau cordosentesis
Sampel darah janin yang diambil dari tali pusar. Langkah ini diambil jika cacat yang disebabkan kromosom telah terdeteksi oleh
pemeriksaan USG. Biasanya dilakukan setelah kehamilan memasuki usia 20 minggu. Tes ini bisa mendeteksi kelainan kromosom, kelainan
metabolis, kelainan gen tunggal, infeksi seperti toksoplasmosis atau rubela, juga kelainan pada darah (rhesus), serta problem plasenta semisal
kekurangan oksigen.

14
7. Fetoskopi
Meski keuntungan tes ini bisa menemukan kemungkinan mengobati atau memperbaiki kelainan yang terdapat pada janin. Namun tes ini jarang
digunakan karena risiko tindakan fetoskopi cukup tinggi. Sekitar 3 persen sampai 5 persen kemungkinan kehilangan janin. Dilakukan dengan
menggunakan alat mirip teleskop kecil, lengkap dengan lampu dan lensa-lensa. Dimasukkan melalui irisan kecil pada perut dan rahim ke dalam
kantung amnion. Alat-alat ini mampu memotret janin. Tentu saja sebelumnya perut si ibu hamil diolesi antiseptik dan diberi anestesi lokal.
8. Biopsi kulit janin
Pemeriksaan ini jarang dilakukan di Indonesia. Biopsi kulit janin (FSB) dilakukan untuk mendeteksi kecacatan serius pada genetika kulit
yang berasal dari keluarga, seperti epidermolysis bullosa lethalis (EBL). Kondisi ini menunjukkan lapisan kulit yang tidak merekat dengan pas
satu sama lainnya sehingga menyebabkan panas yang sangat parah. Biasanya tes ini dilakukan setelah melewati usia kehamilan 15-22 minggu

2.1.9 PROGNOSIS
Prognosis untuk ibu dengan kehamilan resiko tinggi tergantung pada ringan beratnya penyakit yang dialami ibu. Ada beberapa kondisi
yang tidak memungkinkan untuk seorang ibu untuk hamil dikarenakan jika ibu tersebut hamil maka akan membawa beresiko pada bayi yang
dikandungnya. Contohnya seorang ibu dengan penyakit thyroid, pada penyakit ini glandula thyroid dapat menghasilkan hormon thyroid yang
tidak stabil, bisa dalam jumlah banyak ataupun sedikit. Jumlah dari hormon thyroid yang abnormal dapat mnyebabkan masalah pada kehamilan
sehingga dapat mengganggu kesehatan bayi yang ada dalam kandungan ibu. Dan untungnya penyakit thyroid ini dapat dibantu dengan
pengobatan.selama jumlah dari hormon thyroid masih dalam batas yang terkontrol selama kehamilan maka tidak akan ada masalah selama
kehamilan, baik untuk ibu maupun untuk bayinya.
Ada beberapa kondisi yang biasanya tidak berhubungan dengan kehamilan tapi dapat timbul suatu kondisi yang dipicu oleh kehamilan itu
sendiri. Seperti asma, epilepsi, dan colitis ulcerative. Contohnya beberapa ibu dengan riwayat cholitis ulcerative akan menunjukkan kondisi
dengan gejala yang lebih berat selama kehamilan, sementara yang lainnya ada juga yang tidak mengalami perubahan apa-apa selama kehamilan
ataupun dapat membaik selama kehamilannya . hal yang sama juga bisa dialami oleh ibu dengan penyakit asma, beberapa ibu bahkan

15
mengalami perbaikan selama kehamilannya, dan juga ada yang semakin memburuk, dan ada juga ada yang merasa tidak berpengaruh pada
kehamilannya. Kondisi ini memang sulit untuk diprediksikan, sampai saat ini tidak ada yang mengerti mengapa bisa terjadi kondisi yang
demikian, pada intinya semua wanita dengan penyakit kronik sebaiknya harus kontrol secara rutin selama kehamilannya.
Ada beberapa kelompok dari kondisi medis yang dapat berdampak langsung pada kehamilan. Wanita dengan lupus (penyakit yang disebabkan
perubahan pada sistem imun yang mengakibatkan peradangan pada jaringan penyokong dan organ organ) atau dengan penyakit ginjal
mengahadapi risiko serius selama masa kehamilannya. Kehamilan dapat menyebabkan keluhan penyakit ini semakin memberat secara signifikan
dan dapat menuju tingkat yang lebih serius. Oleh karena penyakit ini dapat mempengaruhi kemampuan ibu untuk menyediakan oksigen dan
nutrisi ke bayi melalui plasenta, hal ini juga akan menyebabkan masalah pada bayi. Bayi-bayi ini mungkin tidak dapat berkembang dan
mengalami pertambahan berat badan yang sesuai (retardasi pertumbuhan intrauterin). Selain itu juga terjadi peningkatan risiko bayi lahir
meninggal.
Diabetes adalah suatu kondisi dimana dapat terjadi karena dipengaruhi dan mempengaruhi kehamilan itu sendiri. Diabetes dapat menyebabkan
keguguran, defek kelahiran, kematian pada bayi baru lahir. Ketika seorang wanita mengontrol kadar gula dalam darahnya dengan hati-hati dan
mengobati kadar gulanya yang tinggi dengan insulin, hal itu tidak berarti menandakan hal yang baik untuk si ibu. Dan buruknya, kehamilan
membuat diabetes semakin sulit untuk dikontrol. Secara keseluruhan, gula darah dan kebutuhan insulin sebaiknya dikontrol selama menjalani
kehamilan.
Ada beberapa hal yang dapat sedikit mengurangi komplikasi selama kehamilan yaitu dengan sering berkunjung ke penyedia layanan kesehatan
dan hendaknya hati-hati terhadap obat-obatan, wanita dengan masalah medis biasanya berusaha untuk melakukan pola hidup sehat, dan biasanya
kehamilannya sukses. Ada juga beberapa kondisi medis yang dapat menimbulkan risiko kesehatan bagi ibu dan bayi selama kehamilan. Wanita
dengan masalah medis itu harus mempertimbangkan risiko tersebut sebelum memutuskan untuk hamil. Banyak juga dari ibu hamil yang
mendapatkan perawatan dari perinatologis selama kehamilan. Walaupun kejadiannya jarang dalam kasus penyakit jantung berat, misalnya,
risiko ibu begitu tinggi untuk hamil sehingga ia tidak lagi harus mempertimbangkan kehamilan sama sekali atau dengan kata lain mutlak tidak
boleh hamil.

16
METODE

Tabel 1.1 Kegiatan Mini Proyek

TEMPAT
NO KEGIATAN TUJUAN SASARAN TANGGAL METODE
KEGIATAN

1. PERENCANAAN Memperoleh data mengenai ibu hamil Puskesmas Pendataan lewat


jumlah dan sasaran kesehatan Prapat janji rekam medis KIA
a. Pendataan ibu hamil
ibu hamil

b. Penyusunan kegiatan Merencanakan Kegiatan - Puskesmas Diskusi


Prapat Janji

2. PELAKSANAAN
a. Pertemuan
kelas ibu hamil
b.Home visite
1) Penyuluhan
1) Memberikan info kesehatan 1) Lisan dg
Ibu hamil
kepada peserta. presentasi

17
2) Pelatihan kelas ibu
hamil 2) Meningkatkan kemandirian 2)pelatihan dan
ibu hamil
peserta praktek

3) Pembagian
kuisioner 3) Menilai tingkat pengetahuan ibu hamil
3)Membagikan
peserta
pada peserta

4) Sharing peserta 4)Sharing/diskusi


4) Berbagi pengalaman dan
motivasi

5)pembagian asam
5)Mencegah angka kecatatan 5)Membagikan pada
folat dan tablet besi
bayi dan mencegah kematian peserta
ibu akibat anemia

18
BAB III
PROFIL

3.1 DATA GEOGRAFIS


Puskesmas prapat janji merupakan salah satu dari unit atau sarana pelayanan
kesehatan dasar yang ditingkatkan peran dan fungsinya dari puskesmas puskesmas
pembantu menjadi puskesmas yang ada di kecamatan Buntu pane,dimana puskesmas ini
mulai beroperasional pada bulan maret tahun 2008,dengan luas bangunan 228 m2.
Luas wilayah kerja puskesmas prapat janji Keacamatan Buntu Pane keseluruhannya
seluas 309,94 km2,sedangkan letak puskesmas Prapat janji berdasarkan klasifikasinya
terdapat pada posisi strategis.secara georafis wilayah kerja puskesmas Prapat Janjij
sebagian tergolong daerah perbukitan.
Jangkauan pelayanan puskesmas ke Desa terjauh adalah informasi mengenai waktu
tempuh dari puskesmas ke desa yang paling jauh di wilayah kerja puskesmas prapat janji
dengan waktuvtempuh sekitar 45 menit dengan kendaraan bermotor.
Wilayah kerja Puskesmas Prapat Janji membawahi dua kecamatan,yaitu kecamatan
Buntu Pane yang terdiri dari 9 desa dan kecamatan Setia Janji yang terdiri dari 5
desa,serta mempunyai jaringan satelit puskesmas pembantu(pustu)sebanyak 4
unit,polindes sebanyak 3 unit dan posyandu 31.

19
20
3.2. DATA DEMOGRAFIK
Jumlah penduduk yang besar bukan hanya merupakan modal tetapi juga merupakan
beban didalam pembangunan,karenanya pembangunan diarahkan kepada peningkatan
kualitas sumber daya manusua seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi yang bertujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk.
Penduduk yang ada diwilayah kerja puskesmas Prapat Janji berdasarkan hasil
pendataan puskesmas sampai dengan akhir tahun 2010 berjumlah 32.942 jiwa dengan
kepala keluarga(KK) berjumlah 9.450 KK yang tersebar didua kecamatan yaitu
kecamatan buntu Pane berjumlah 20.363 jiwa dan 6.369 KK,selanjutnya untuk kecamatan
Setia Janji berjumlah 12.579 jiwa dengan 3.081 KK.
Masalah kependudukan tidak hanya terfokus kepada masslah kepadatan dan
penyebaran penduduk,namun telah bergeser kepadda masalah kualitas seperti halnya
kemiskinan dan jender.Bderbagai program pengentasan kemiskinan telah dilaksanakan
oleh berbagai dinas instasi berwenang dibawah koordinasi pemerintah daerah,baik
melalui bantuan langsung maupun tidak langsung dengan sumber dana dari pemerintahan
pusat dengan program-program jaminan kesehatan masyarakat dimani ini merupakann
bentuk kepedulian pemerintah terhadap masyarakat terutama pada masyarakat yang
berada dibawah garis kemiskinan.

3.3. SUMBER DAYA KESEHATAN


Dari segi sumber daya kesehatan di wilayah kerja puskesmas prapat janji terdapat 2
dokter umum,6 orang perawat dan bidan berjumlah 31 orang serta adanya mantri
kesehatan sebanyak 1 orang, disertai tenaga laboratorium kesehatan maupun apoteker
atau asisten apoteker.

21

Anda mungkin juga menyukai