Bab I Pendahuluan - Bab V
Bab I Pendahuluan - Bab V
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa perkembangan tercepat dalam kehidupan anak terjadi pada masa
balita. Masa balita merupakan masa yang paling rentan terhadap serangan
penyakit. Terjadinya gangguan kesehatan pada masa tersebut, dapat berakibat
negatif bagi pertumbuhan anak itu seumur hidupnya (Soetjiningsih, 2005).
Seiring dengan meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat di Indonesia,
pola penyakit saat ini telah mengalami transisi epidemiologi yang ditandai
dengan beralihnya penyebab kematian yang semula didominasi oleh penyakit
menular bergeser ke penyakit yang tidak menular (non communicable disease).
Sepuluh penyakit terbanyak rawat jalan rumah sakit dan dua puluh satu penyakit
direkapitulasi profil kesehatan kabupaten atau kota di Jawa Tengah dan
diketahui bronkopneumonia menempati ukuran sepuluh setelah faringitis dan
campak, dengan presentasi sebesar 1,53 %. Bronkopneumonia merupakan
penyakit saluran pernafasan bagian bawah yang biasanya didahului dengan
infeksi saluran pernafasaan bagian atas dan sering dijumpai dengan gejala awal
batuk, dispnea, demam. Selain disebabkan oleh infeksi dari kuman atau bakteri
juga didukung oleh kondisi lingkungan dan gizi pada anak. Salah satu penyebab
bronkopneumonia pada anak adalah karena kebiasaan yang kurang bersih pada
anak, contoh; anak tidak mencuci tangan sebelum makan, suka memasukkan
benda ke dalam mulut dan kurangnya keluarga tentang pola hidup sehat. Akibat
kebiasaan yang salah dan tidak disadari ini dapat menimbulkan gangguan
saluran pernafasan dan kurangnya pengetahuan orang tua terhadap kondisi
anaknya, sehingga pada umumnya anak dengan bronkopneumonia dibawa ke
rumah sakit jika kondisinya sudah parah, antara lain; sesak nafas, sianosis, dan
pernafasan cuping hidung. Bronkopneumonia dapat mengakibatkan gangguan
pertumbuhan dan perkembangan pada anak karena kondisi lingkungan dan gizi
sangat berpengaruh pada masa pertumbuhan dan perkembangan anak. Dimana
anak memerlukan nutrisi yang adekuat untuk mencukupi kebutuhan energi
sehari-hari dan tumbuh 3 kembang. Peran perawat sangat besar dalam upaya
membantu menemukan dan mencegah angka kesakitan atau angka kematian.
Untuk pelayanan yang benar dan komprehensif dapat diterapkan melalui
Asuhan Keperawatan yang optimal. Oleh karena itu, penulis ingin menerapkan
asuhan keperawatan anak dengan Bronkopneumonia.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui penatalaksanaan asuhan keperawatan pada anak dengan
bronkopneumonia.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada anak bronkopneumonia.
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada anak
bronkopneumonia
c. Mampu melakukan intervensi pada anak bronkopneumonia.
d. Mampu melakukan tindakan keperawatan pada anak bronkopneumonia.
e. Mampu melakukan evaluasi tindakan keperawatan pada anak
bronkopneumonia
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu
atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak
Infiltrat (Whalley and Wong, 2005).
B. Etiologi
Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah :
1. Faktor Infeksi
- Pada neonatus : Streptokokus grup B, Respiratory Sincytial Virus
(RSV).
- Pada bayi :
Virus : Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,
Cytomegalovirus.
- Pada anak-anak :
Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSP
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia
- Bronkopneumonia hidrokarbon :
Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau
sonde lambung
- Bronkopneumonia lipoid :
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak
secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang
mengganggu mekanisme menelan seperti latoskizis,pemberian
makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian
makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis.
Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang
terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak
tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan minyak
ikan .
C. Klasifikasi
Beberapa ahli telah membuktikan bahwa pembagian pneumonia
berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan terapi yang
lebih relevan. Pembagian secara anatomis :
- Pneumonia lobaris
- Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
- Pneumonia interstisialis (bronkiolitis)
- Pembagian secara etiologi :
- Bakteri : Pneumococcus pneumonia, Streptococcus pneumonia,
Staphylococcus pneumonia, Haemofilus influenzae.
- Virus : Respiratory Synctitial virus, Parainfluenzae virus, Adenovirus
- Jamur : Candida, Aspergillus, Mucor, Histoplasmosis,
Coccidiomycosis, Blastomycosis, Cryptoccosis.
- Corpus alienum
- Aspirasi
- Pneumonia hipostatik
D. PATOFISIOLOGI
Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler
di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator
peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.
Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin.
Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen
bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos
vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini
mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium
sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang
harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini
dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi
oksigen hemoglobin. B. Stadium II (48 jam berikutnya) Disebut hepatisasi
merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin
yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan.
Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit,
eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan
seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal
sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat,
yaitu selama 48 jam. C. Stadium III (3 8 hari) Disebut hepatisasi kelabu yang
terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi.
Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan
terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai
diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna
merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
D. Stadium IV (7 11 hari) Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu
respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan
diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.
E. Gambaran Klinis
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas
bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai
39-40C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak
sangat gelisah, dispnea, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan
cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya
tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah
beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian
menjadi produktif.
F. Pemeriksaan Laboratorium
1. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 40.000/
mm3 dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat
berhubungan dengan infeksi virus atau mycoplasma.
2. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun
3. Sinar x : mengidentifikasi distribusi struktural; dapat juga menyatakan
abses luas/infiltrat, empiema(stapilococcus); infiltrasi menyebar atau
terlokalisasi (bakterial); atau penyebaran /perluasan infiltrat nodul
(virus). Pneumonia mikoplasma sinar x dada mungkin bersih.
4. Analisa gas darah( AGDA ) menunjukkan hipoksemia dan
hiperkarbia.Pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.
5. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan biopsi
jarum, aspirasi transtrakeal, bronkoskopifiberotik atau biopsi
pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab. Kultur dahak
dapat positif pada 20 50% penderita yang tidak diobati.
6. JDL : leukositosis biasanya ada, meski sel darah putih rendah terjadi
pada infeksi virus, kondisi tekanan imun memungkinkan
berkembangnya pneumonia bakterial.
7. Pemeriksaan serologi : titer virus atu legionella, aglutinin dingin.
8. LED : meningkat
9. Pemeriksaan fungsi paru : volume mungkin menurun (kongesti dan
kolaps alveolar); tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan komplain
menurun, hipoksemia.
10. Elektrolit : natrium dan klorida mungkin rendah
11. Bilirubin : mungkin meningkat
12. Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka :menyatakan
intranuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik(CMV) (Doenges,
1999)
G. Penatalaksanaan
Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji
resistensi tetapi hal ini tidak dapat selalu dilakukan dan memakan waktu
yang cukup lama, maka dalam praktek diberikan pengobatan polifarmasi
maka yang biasanya diberikan:
b. Pemeriksaan fisik
1) Demam, takipnea, sianosis, pernapasan cuping hidung
2) Auskultasi paru ronchi basah
3) Laboratorium leukositosis, LED meningkat atau normal
4) Rontgent dada abnormal (bercak, konsolidasi yang tersebar pada kedua
paru)
C. Riwayat Kien
1. Riwayat penyakit sekarang
An. A datang bersama ibunya dengan keluhan batuk berdahak dan pilek sudah
hampir 1 bulan tidak sembuh. Warna sputum berwarna putih, an. A sulit untuk
mengeluarkan sputum. Beberapa hari yang lalu sempat panas, tetapi sudah
turun. Tidak ada keluhan mual atau muntah, hanya saja saat sakit memang susah
makan. Batuk tidak kunjung sembuh akhirnya klien datang ke IGD RSU
K.R.M.T Wongsonergoro dan akhirnya dirawat.
3. Riwayat kehamilan
Selama kehamilan ibu klien melakukan ANC ke bidan secara teratur
sesuai dengan anjuran dari bidan, selama hamil tidak ada keluhan dan
penyakit yang diderita ibu klien, dan Ketuban jernih
4. Riwayat Persalinan
An. N lahir secara spontan dalam usia gestasi 9 bulan ditolong oleh
bidan dengan BBL 2,8 kg. ASI ibu lancar dan langsung diberikan ke
An. A.
5. Riwayat Imunisasi
Motorik kasar :
Sudah mulai berjalan
Bahasa :
Mengulang menirukan bunyi yang didengar
Menyebut 2-3 suku kata yang sama tanpa arti
Bereaksi terhadap suara yang perlahan atau bisikan
Senang diajak bermain CILUK BA
Personal sosial :
Tepuk tangan dan menyatakan keinginan tanpa menangis.
Tersenyum bahkan tertawa ketika bermain
Mampu melakukan gerakan Kiss Bye
2. Genogram
Keterangan gambar :
E. Riwayat penyakit sekarang
1. Penampilan umum
a. Keadaan umum : Baik
b. Pemeriksaan Tnda-tanda vital
1) Pernapasan : 38x/menit
2) Suhu : 36,8oC oc
3) Nadi : 120 x/menit
3. Istirahat tidur
a. Lama waktu tidur (24 jam) : 12 jam
b. Kualitas tidur : Sering terbangun saat dirumah sakit
c. Tidur siang ; Ya
d. Kebiasaan sebelum tidur : Dipuk-puk terlebih dahulu
4. Pengkajian nyeri (sesuai usia, lampirkan alat ukur)
Tidak ada nyeri
5. Pemeriksaan fisik
Kepala : Bentuk mesochepal, tidak ada lesi
Mata : Simetris antara kanan dan kiri, konjungtiva tidak anemis, sklera
tidak ikterik
Hidung : Bentuk simetris, tidak ada polip, tidak terpasang oksigen ,
terdapat sumbatan
Mulut : Tidak ada stomatitis, gigi
Telinga : Bentuk simetris, bersih tidak ada penumpukan serumen
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada nyeri telan
Dada
Paru-paru
I : Simetris kanan dan kiri, tidak ada retraksi dinding dada
P : Vokal fremitus kanan dan kiri sama
P : Dullnes di paru kanan atas
A : Ronchi di paru kanan atas
Abdomen
I : Tidak ada lesi
A : Peristaltik usus 9 x/mnt
P : Thympani
P : Tidak ada nyeri tekan
Ekstremitas
Atas : tidak terdapat oedem, pada tangan kiri terpasang infus.
Bawah : tidak terdapat oedem
Kulit : CRT < 2 detik
Genetalia : Berjenis kelamin perempuan.
6. Psikososial anak dan keluarga
a. Respon hospitalisasi : Ibu klien kooperatif, berkomunikasi baik
dengan teaga kesehatan dan dengan sekitarnya
b. Kecemasan (anak dan orang tua)
Ibu klien mencemaskan kondisi kesehatan anaknya.
7. Pemeriksaan penunjang
Radiologi : Tanggal 31 Oktober 2017
Trakea : Tidak ada deviasi
Pulmo : Corakan vaskuler meningkat, tampak bercak pada kedua
perihiler dan parakardial , tak jelas penebalan hilus
Kesan :
Pulmo : Gambaran Bronkopneumonia
8.Terapi
9. ANALISA DATA
DO :
S : 36,3 oC N : 110 x/menit
RR : 30 x/menit
Cefizine
Ambroxol 3 mg 3x1
Salbutamol 0,3 mg 3x1
O:
N : 106 bpm, S : 36,5OC
Rr : 29x/menit
DO :
S : 36,3 oC N : 110 x/menit
RR : 30 x/menit
Cetirizine 1/4
Ambroxol 3 mg 3x1
Salbutamol 0,3 mg 3x1
BAB IV
PEMBAHASAN
Inhalasi uap adalah menghirup uap dengan atau tanpa obat melalui
saluran pernapasan bagian atas. dalam hal ini merupakan tindakan untuk
membuat pernapasan lebih lega, sputum lebih encer dan mudah
dikeluarkan, selaput lender pada saluran napas menjadi tetap
lembab,dilakukan dengan cara atur posisi klien dengan meminta klien
duduk diatas kursi kemudian tempatkan meja di depan klien, oleskan
vaselin di sekiktar mulut dan hidung klien, pasang handuk pada dada
klien kemudian dipenitikan pada punggung, letakkan baskom berisi air
panas diatas meja klien yang sudah diberi pengalas , masukan obat
(minyak kayu putih) ke dalam baskom, tutup baskom dengan handuk
dengan bentuk menyerupai corong, kemudian mulut dan hidung klien
dihadapkan pada baskom dan mintalah klien menghirup uap air dari
baskom tersebut kurang lebih 10-15 menit, setelah selesai bersihkan
sekitar mulut dan hidung dengan tissue, rapikan klien dan bersihkan
alat-alatkemudian cuci tangan Menurut (Mubarak, Indrawati dan
Susanto,2015).Dilanjutkan dengan fisioterapi dada dimulai dengan
postural drainage miringkan pasien ke kiri( untuk membersihkan bagian
paru-paru kanan, miringkan ke kanan (untuk membersihkan paru-paru
bagian kiri), lakukan postural drainage selama 10-15 menit, lakukan
observasi tanda vital selama prosedur, setelah dilakukan postural
drainage , dilakukan clapping, vibrating,lakukan hingga lender bersih,
lakukan clapping dengan cara kedua tangan perawat menepuk punggung
klien secara bergantian hingga ada rangsangan batuk, bila sudah batuk,
berhenti sebentar dan anjurkan untuk menampung sputum kemudian
dilanjutkan vibrating atur posisi klien dengan kondisinya, lakukan
vibrating dengan menganjurkan pasien untuk menarik napas dalam dan
meminta klien untuk mengeluarkan napas perlahan-lahan. untuk itu,
letakkan kedua tangan diatas bagian samping depan dari cekungan iga
dan getarkan secara perlahan-lahan. Hal tersebut dilakukan berkali-kali
hingga pasien ingin batuk dan mengeluarkan sputum (Hidayat dan
Uliyah,2015). Batuk efektif dengan cara bantu klien duduk disisi tempat
tidur, instrusikan klien melakukan nafas dalam 2 atau 3 kali( ketika klien
menghirup napas berikutnya instruksikan klien untuk condong
kedepan), Instruksikan klien untuk tahan napas 1-2 detik dan
mengkontraksikan otot-otot abdomennya, instruksikan klien untuk
batuk dengan kuat dan mengeluarkan sekresi ke tisu atau basin emesis(
bebat dinding dada bagian bawah dan abdomen menggunakan bantal
atau handuk ketika batuk), lakukan beberapa kali sesuai kebutuhan, catat
respon yang terjadi (pening,sesak, atau masalah pernapasan yang
lainnya), bereskan alat dan rapikan klien,perawat cuci tangan
(Andarmoyo,2012).
Fisioterapi dada adalah salah satu dari fisioterapi yang menggunakan
tehnik postural drainase, vibrasi dan perkusi. Fisioterapi dada sangat
berguna bagi penderita penyakit respirasi baik yang bersifat akut
maupun kronis, dari perpaduan atau kombinasi dari ketiga teknik
tersebut sangat bermanfaat untuk mengatasi gangguan bersihan jalan
nafas terutama pada anak yang belum dapat melakukan batuk efektif
secara sempurna. Hasil penelitian dari batuk efektif yang berarti ada
perbedaan yang signifikan antara frekuensi pernafasan sebelum
melakukan batuk efektif dan sesudah melakukan batuk efektif.
Mardiono(2013).
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masalah utama gangguan bersihan jalan napas akibat adanya
penumpukan sputum memerlukan penanganan segera agar kebersihan jalan
napas dapat efektif dan suplai oksigen yang masuk ke dalam tubuh dapat
terpenuhi. Tindakan yang dapat dilakukan adalah inhalasi uap, fisioterapi
dada, batuk efektif selain melakukan terapi keperawatan juga melakukan
edukasi pada keluarga agar keluarga paham dan menerapkannya secara
mandiri.
B. Saran
Diharapkan agar rumah sakit dapat memberikan fasilitas pendidikan
kesehatan tentang inhalasi uap, fisioterapi dada, batuk efektif kepada
keluarga pasien dengan gangguan kebersihan jalan napas akibat
penumpukan sputum sehingga keluarga mengerti dan mampu
melakukannya secara mandiri.
DAFTAR PUSTAKA
Bradley J.S., Byington C.L., et. al. 2011. The Management of Community-Acquired
Pneumonia in Infants and Children Older than 3 Months of Age : Clinical
Practice Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society and the