Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa perkembangan tercepat dalam kehidupan anak terjadi pada masa
balita. Masa balita merupakan masa yang paling rentan terhadap serangan
penyakit. Terjadinya gangguan kesehatan pada masa tersebut, dapat berakibat
negatif bagi pertumbuhan anak itu seumur hidupnya (Soetjiningsih, 2005).
Seiring dengan meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat di Indonesia,
pola penyakit saat ini telah mengalami transisi epidemiologi yang ditandai
dengan beralihnya penyebab kematian yang semula didominasi oleh penyakit
menular bergeser ke penyakit yang tidak menular (non communicable disease).
Sepuluh penyakit terbanyak rawat jalan rumah sakit dan dua puluh satu penyakit
direkapitulasi profil kesehatan kabupaten atau kota di Jawa Tengah dan
diketahui bronkopneumonia menempati ukuran sepuluh setelah faringitis dan
campak, dengan presentasi sebesar 1,53 %. Bronkopneumonia merupakan
penyakit saluran pernafasan bagian bawah yang biasanya didahului dengan
infeksi saluran pernafasaan bagian atas dan sering dijumpai dengan gejala awal
batuk, dispnea, demam. Selain disebabkan oleh infeksi dari kuman atau bakteri
juga didukung oleh kondisi lingkungan dan gizi pada anak. Salah satu penyebab
bronkopneumonia pada anak adalah karena kebiasaan yang kurang bersih pada
anak, contoh; anak tidak mencuci tangan sebelum makan, suka memasukkan
benda ke dalam mulut dan kurangnya keluarga tentang pola hidup sehat. Akibat
kebiasaan yang salah dan tidak disadari ini dapat menimbulkan gangguan
saluran pernafasan dan kurangnya pengetahuan orang tua terhadap kondisi
anaknya, sehingga pada umumnya anak dengan bronkopneumonia dibawa ke
rumah sakit jika kondisinya sudah parah, antara lain; sesak nafas, sianosis, dan
pernafasan cuping hidung. Bronkopneumonia dapat mengakibatkan gangguan
pertumbuhan dan perkembangan pada anak karena kondisi lingkungan dan gizi
sangat berpengaruh pada masa pertumbuhan dan perkembangan anak. Dimana
anak memerlukan nutrisi yang adekuat untuk mencukupi kebutuhan energi
sehari-hari dan tumbuh 3 kembang. Peran perawat sangat besar dalam upaya
membantu menemukan dan mencegah angka kesakitan atau angka kematian.
Untuk pelayanan yang benar dan komprehensif dapat diterapkan melalui
Asuhan Keperawatan yang optimal. Oleh karena itu, penulis ingin menerapkan
asuhan keperawatan anak dengan Bronkopneumonia.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui penatalaksanaan asuhan keperawatan pada anak dengan
bronkopneumonia.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada anak bronkopneumonia.
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada anak
bronkopneumonia
c. Mampu melakukan intervensi pada anak bronkopneumonia.
d. Mampu melakukan tindakan keperawatan pada anak bronkopneumonia.
e. Mampu melakukan evaluasi tindakan keperawatan pada anak
bronkopneumonia
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu
atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak
Infiltrat (Whalley and Wong, 2005).

Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang


paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing
(Sylvia Anderson, 2005 ).

B. Etiologi
Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah :

1. Faktor Infeksi
- Pada neonatus : Streptokokus grup B, Respiratory Sincytial Virus
(RSV).
- Pada bayi :
Virus : Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,
Cytomegalovirus.

Organisme atipikal : Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.


Bakteri : Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza,
Mycobacterium tuberculosa, B. pertusis.

- Pada anak-anak :
Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSP
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia

Bakteri : Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosa.

- Pada anak besar dewasa muda :


Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis
Bakteri : Pneumokokus, B. Pertusis, M. tuberculosis.

2. Faktor Non Infeksi.


Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :

- Bronkopneumonia hidrokarbon :
Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau
sonde lambung

- Bronkopneumonia lipoid :
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak
secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang
mengganggu mekanisme menelan seperti latoskizis,pemberian
makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian
makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis.
Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang
terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak
tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan minyak
ikan .

Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk


terjadinya Bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-
penderita penyakit yang berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum
berkembang pada bayi dan anak, malnutrisi energy protein (MEP), penyakit
menahun, pengobatan antibiotik yang tidak sempurna merupakan faktor
predisposisi terjadinya penyakit ini.

C. Klasifikasi
Beberapa ahli telah membuktikan bahwa pembagian pneumonia
berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan terapi yang
lebih relevan. Pembagian secara anatomis :

- Pneumonia lobaris
- Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
- Pneumonia interstisialis (bronkiolitis)
- Pembagian secara etiologi :
- Bakteri : Pneumococcus pneumonia, Streptococcus pneumonia,
Staphylococcus pneumonia, Haemofilus influenzae.
- Virus : Respiratory Synctitial virus, Parainfluenzae virus, Adenovirus
- Jamur : Candida, Aspergillus, Mucor, Histoplasmosis,
Coccidiomycosis, Blastomycosis, Cryptoccosis.
- Corpus alienum
- Aspirasi
- Pneumonia hipostatik

D. PATOFISIOLOGI

Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan


mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan
paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara
daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan
berakibat timbulnya infeksi penyakit. Masuknya mikroorganisme ke dalam
saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain :Inhalasi
langsung dari udara Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan
orofaring Perluasan langsung dari tempat-tempat lain Penyebaran secara
hematogen Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat
efisien untuk mencegah infeksi yang terdiri dari : Susunan anatomis rongga
hidung Jaringan limfoid di nasofaring Bulu getar yang meliputi sebagian besar
epitel traktus respiratorius dan sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel
tersebut. Refleks batuk. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi
sekret yang terinfeksi. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar
limfe regional. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama
dari Ig A. Sekresi enzim enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial
yang bekerja sebagai antimikroba yang non spesifik. Bila pertahanan tubuh
tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli
yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya.
Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses
peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu : A. Stadium I (4 12 jam
pertama/kongesti) Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan
permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi.

Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler
di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator
peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.
Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin.
Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen
bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos
vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini
mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium
sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang
harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini
dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi
oksigen hemoglobin. B. Stadium II (48 jam berikutnya) Disebut hepatisasi
merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin
yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan.
Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit,
eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan
seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal
sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat,
yaitu selama 48 jam. C. Stadium III (3 8 hari) Disebut hepatisasi kelabu yang
terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi.
Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan
terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai
diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna
merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
D. Stadium IV (7 11 hari) Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu
respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan
diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.
E. Gambaran Klinis
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas
bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai
39-40C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak
sangat gelisah, dispnea, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan
cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya
tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah
beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian
menjadi produktif.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan : Inspeksi : pernafasan cuping


hidung (+), sianosis sekitar hidung dan mulut, retraksi sela iga. Palpasi :
Stem fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit. Perkusi : Sonor
memendek sampai beda Auskultasi : Suara pernafasan mengeras (vesikuler
mengeras) disertai ronki basah gelembung halus sampai sedang.

Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada


luasnya daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai
adanya kelainan.Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah
gelembung halus sampai sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi
satu ( konfluens ) mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan
suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi
ronki dapat terdengar lagi.Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan
dapat terjadi antara 2-3 minggu.

F. Pemeriksaan Laboratorium
1. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 40.000/
mm3 dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat
berhubungan dengan infeksi virus atau mycoplasma.
2. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun
3. Sinar x : mengidentifikasi distribusi struktural; dapat juga menyatakan
abses luas/infiltrat, empiema(stapilococcus); infiltrasi menyebar atau
terlokalisasi (bakterial); atau penyebaran /perluasan infiltrat nodul
(virus). Pneumonia mikoplasma sinar x dada mungkin bersih.
4. Analisa gas darah( AGDA ) menunjukkan hipoksemia dan
hiperkarbia.Pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.
5. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan biopsi
jarum, aspirasi transtrakeal, bronkoskopifiberotik atau biopsi
pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab. Kultur dahak
dapat positif pada 20 50% penderita yang tidak diobati.
6. JDL : leukositosis biasanya ada, meski sel darah putih rendah terjadi
pada infeksi virus, kondisi tekanan imun memungkinkan
berkembangnya pneumonia bakterial.
7. Pemeriksaan serologi : titer virus atu legionella, aglutinin dingin.
8. LED : meningkat
9. Pemeriksaan fungsi paru : volume mungkin menurun (kongesti dan
kolaps alveolar); tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan komplain
menurun, hipoksemia.
10. Elektrolit : natrium dan klorida mungkin rendah
11. Bilirubin : mungkin meningkat
12. Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka :menyatakan
intranuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik(CMV) (Doenges,
1999)

G. Penatalaksanaan
Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji
resistensi tetapi hal ini tidak dapat selalu dilakukan dan memakan waktu
yang cukup lama, maka dalam praktek diberikan pengobatan polifarmasi
maka yang biasanya diberikan:

1. Penisilin 50.000 U/kgBB/hari,ditambah dengan kloramfenikol 50-70


mg/kgBB/hari atau diberikan antibiotik yang mempunyai spektrum luas
seperti ampisilin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4-5
hari.
2. Pemberian oksigen dan cairan intravena, biasanya diperlukan campuran
glukose 5% dan Nacl 0.9% dalam perbandingan 3:1 ditambah larutan
KCL 10 mEq/500 ml/botol infus.
3. Karena sebagian besar pasien jatuh kedalam asidosis metabolik akibat
kurang makan dapat diberikan koreksi sesuai denagn hasil analisa gas
darah arteri.
4. Pasien bronkopnemonia ringan tidak usah dirawat dirumah sakit.
H. Komplikasi
Menurut Whaley & Wong (2006), komplikasi dari bronchopneumonia
adalah:

1. Atelektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna atau


kolaps paru yang merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau reflek
batuk hilang
2. Empyema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalm
rongga pleura yang terdapat disatu tempat atau seluruh rongga pleura.
3. Abses paru adalah pengumpulan pus dala jaringan paru yang meradang
4. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial
5. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak

I. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan
1) Adanya riwayat infeksi saluran pernapasan sebelumnya : batuk, pilek,
demam.
2) Anorexia, sukar menelan, mual dan muntah.
3) Riwayat penyakit yang berhubungan dengan imunitas seperti
malnutrisi.
4) Anggota keluarga lain yang mengalami sakit saluran pernapasan
5) Batuk produktif, pernafasan cuping hidung, pernapasan cepat dan
dangkal, gelisah, sianosis

b. Pemeriksaan fisik
1) Demam, takipnea, sianosis, pernapasan cuping hidung
2) Auskultasi paru ronchi basah
3) Laboratorium leukositosis, LED meningkat atau normal
4) Rontgent dada abnormal (bercak, konsolidasi yang tersebar pada kedua
paru)

c. Factor fsikologis / perkembangan memahami tindakan


1) Usia tingkat perkembangan
2) Toleransi / kemampuan memahami tindakan
3) Koping
4) Pengalaman terpisah dari keluarga / orang tua
5) Pengalaman infeksi saluran pernafasan sebelumnya
d. Pengetahuan keluarga / orang tua
1) Tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit saluran pernapasan
2) Pengalaman keluarga tentang penyakit saluran pernafasan
3) Kesiapan / kemauan keluarga untuk belajar merawat anaknya
BAB III
LAPORAN KASUS
I. PENGKAJIAN
A. Data Demografi
1. Klien/Pasien
a. Tanggal Pengkajian : 1 November 2017/08.00
b. Tanggal masuk : 31 Oktober 2017/15.45
c. Ruangan : Nakula 4
d. Identitas :
Nama : An. A
Tanggal lahir/umur : 03-10-2017/ 12 bulan 29 hari
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Diagnosa medis : Bronkopneumonia
Penanggung jawab : Ny. E
2. Orang Tua/Penanggung jawab
Ibu
a. Nama : Ny. E
b. Umur : 26 th
c. Hubungan dengan klien : Ibu kandung
d. Pendidikan : SLTA
e. Pekerjaan : Buruh
f. Suku : Jawa
g. Agama : Islam
h. Alamat : Sendang Utara III Kota Semarang
Ayah
a. Nama : Tn. A
b. Hubungan dengan klien : Ayah
c. Pendidikan : SLTP
d. Pekerjaan : Swasta
e. Suku : Jawa
f. Agama : Islam
g. Alamat : Sendang Utara III Kota Semarang
B. Keluhan Utama
Ibu klien mengatakan anaknya batuk .

C. Riwayat Kien
1. Riwayat penyakit sekarang
An. A datang bersama ibunya dengan keluhan batuk berdahak dan pilek sudah
hampir 1 bulan tidak sembuh. Warna sputum berwarna putih, an. A sulit untuk
mengeluarkan sputum. Beberapa hari yang lalu sempat panas, tetapi sudah
turun. Tidak ada keluhan mual atau muntah, hanya saja saat sakit memang susah
makan. Batuk tidak kunjung sembuh akhirnya klien datang ke IGD RSU
K.R.M.T Wongsonergoro dan akhirnya dirawat.

2. Riwayat penyakit klien sebelumnya :


An. A belum pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya, ini kali pertama klien
dirawat di rumah sakit. Saat dirumah apabila kelelahan kadang batuk pilek, lalu
berobat di puskesmas.

3. Riwayat kehamilan
Selama kehamilan ibu klien melakukan ANC ke bidan secara teratur
sesuai dengan anjuran dari bidan, selama hamil tidak ada keluhan dan
penyakit yang diderita ibu klien, dan Ketuban jernih

4. Riwayat Persalinan
An. N lahir secara spontan dalam usia gestasi 9 bulan ditolong oleh
bidan dengan BBL 2,8 kg. ASI ibu lancar dan langsung diberikan ke
An. A.
5. Riwayat Imunisasi

Imunisasi Umur Ketepatan Jadwal


BCG & polio 1 1 Bulan Sesuai Jadwal
DPT , Hepatitis B 2 Bulan Sesuai Jadwal
DPT II , Hepatitis B 3 bulan Sesuai Jadwal
II, polio 3
MMR 9 bulan Sesuai Jadwal

6. Riwayat tumbuh kembang


Motorik halus :

Menggenggam erat pensil


Memasukkan benda ke mulut

Motorik kasar :
Sudah mulai berjalan

Bahasa :
Mengulang menirukan bunyi yang didengar
Menyebut 2-3 suku kata yang sama tanpa arti
Bereaksi terhadap suara yang perlahan atau bisikan
Senang diajak bermain CILUK BA
Personal sosial :
Tepuk tangan dan menyatakan keinginan tanpa menangis.
Tersenyum bahkan tertawa ketika bermain
Mampu melakukan gerakan Kiss Bye

D. Riwayat kesehatan keluarga


1. Riwayat penyakit dalam keluarga
Anggota keluarga An. A tidak ada yang mempunyai riwayat dan keluhan
penyakit yang sama. Klien tidak mempunyai riwayat penyakit menurun seperti
Hipertensi atau DM dan tidak mempunyai riwayat penyakit menular seperti TB
dari anggota keluarganya.

2. Genogram

Keterangan gambar :
E. Riwayat penyakit sekarang
1. Penampilan umum
a. Keadaan umum : Baik
b. Pemeriksaan Tnda-tanda vital
1) Pernapasan : 38x/menit
2) Suhu : 36,8oC oc
3) Nadi : 120 x/menit

c. Penggunaan alat bantu napas (Oksigen, dll)


Tidak menggunakan alat bantu napas, napas spontan tanpa oksigen
2. Nutrisi dan cairan
Nutrisi :
a. Lingkar lengan atas : 12 cm
b. Panjang badan/tinggi badan : 87 cm
c. Berat badan : 6,4 kg
d. Lingkar kepala : 39
e. Lingkar dada : 41
f. Lingkar perut : 45
g. Jenis makanan : ASI ibu dan makan peroral dengan
nasi lauk pauk
h. Kesulitan saat makan : Tidak ada
i. Kebiasaan khusus saat makan : Tidak ada
j. Keluhan : Tidak ada

3. Istirahat tidur
a. Lama waktu tidur (24 jam) : 12 jam
b. Kualitas tidur : Sering terbangun saat dirumah sakit
c. Tidur siang ; Ya
d. Kebiasaan sebelum tidur : Dipuk-puk terlebih dahulu
4. Pengkajian nyeri (sesuai usia, lampirkan alat ukur)
Tidak ada nyeri
5. Pemeriksaan fisik
Kepala : Bentuk mesochepal, tidak ada lesi
Mata : Simetris antara kanan dan kiri, konjungtiva tidak anemis, sklera
tidak ikterik
Hidung : Bentuk simetris, tidak ada polip, tidak terpasang oksigen ,
terdapat sumbatan
Mulut : Tidak ada stomatitis, gigi
Telinga : Bentuk simetris, bersih tidak ada penumpukan serumen
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada nyeri telan
Dada
Paru-paru
I : Simetris kanan dan kiri, tidak ada retraksi dinding dada
P : Vokal fremitus kanan dan kiri sama
P : Dullnes di paru kanan atas
A : Ronchi di paru kanan atas
Abdomen
I : Tidak ada lesi
A : Peristaltik usus 9 x/mnt
P : Thympani
P : Tidak ada nyeri tekan

Ekstremitas
Atas : tidak terdapat oedem, pada tangan kiri terpasang infus.
Bawah : tidak terdapat oedem
Kulit : CRT < 2 detik
Genetalia : Berjenis kelamin perempuan.
6. Psikososial anak dan keluarga
a. Respon hospitalisasi : Ibu klien kooperatif, berkomunikasi baik
dengan teaga kesehatan dan dengan sekitarnya
b. Kecemasan (anak dan orang tua)
Ibu klien mencemaskan kondisi kesehatan anaknya.

c. Koping klien/keluarga dalam menghadapi masalah


Pasrah dan terus berdoa
d. Pengetahuan orang tua tentang penyakit anak
Ibu klien kurang mengetahui penyakit yang sedang diderita anaknya.
Ibu klien bertanya bagaimana jika sewaktu-waktu ia batuk kembali
saat dirumah apa yang harus dilakukan

e. Keterlibatan orang tua dalam perawatan anak


Ibu klien kooperatif dan mandiri dalam merawat klien selama sakit

f. Adakah terapi lain selain medis yang digunakan : tidak ada

7. Pemeriksaan penunjang
Radiologi : Tanggal 31 Oktober 2017
Trakea : Tidak ada deviasi
Pulmo : Corakan vaskuler meningkat, tampak bercak pada kedua
perihiler dan parakardial , tak jelas penebalan hilus
Kesan :
Pulmo : Gambaran Bronkopneumonia

Laboratorium : Tanggal 31 Oktober 2017

Pemeriksaan Hasil Nilai


Nilai Satuan normal
Natrium 132.0 Mmol/L 135.0-
147.0
Kalium 3.90 Mmol/L 3.50-5.0
Calsium 1.20 Mmol/L 1.12-1.32

Hemoglobin 10,9 g/Dl 11-16


Hematokrit 33,10 % 19-
Leukosit 6,5 uL 9,6-11.0
Trombosit 246 uL 150-400
8. Terapi

Aturan Cara waktu


NO Terapi
pakai pemberian
1 Infus RL 5 tpm IV Line
Combivent 1 ml bolus uap 08.00
2
NaCl 2cc
3 Cefotaxim 3x200 gr IV 08.00 20.00

4 Cetirizine 1/4 oral 08.00 16.00 24.00

5 Ambroxol 3 mg oral 08.00 16.00 24.00

6 Salbutamol 0,3nmg oral 08.00 16.00 24.00

8.Terapi
9. ANALISA DATA

NO Tanggal/jam Data fokus Masalah


keperawatan
1. 1 November DS : Ibu klien mengatakan Ketidakefektifan
2017 anaknya batuk bersihan jalan
09.00 DO : napas b.d Obstruksi
Perubahan pola jalan napas : mukus
napas berlebih
Sputum banyak (Nanda 2015-2017
Suara napas : 406)
tambahan
batuk
Hasil Rontgen
thorax : gambaran
bronkopeumonia.
Paru-paru
I : Simetris kanan dan kiri,
tidak ada retraksi dinding
dada
P : Vokal fremitus kanan dan
kiri sama
P : Dullnes di paru kanan
atas
A : Ronchi di paru kanan
atas
RR : 38x/menit
Tidak ada sianosis.
10. INTERVENSI KEPERAWATAN

Tanggal No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Paraf


/Jam
1 Nov 1 Setelah dilakukan tindakan NIC:
2017 keperawatan selama minimal Airway Managemen
09.30
3 x 24 jam klien 1. Lakukan fisioterapi dada
menunjukkan keefektifan sesuai indikasi
jalan nafas dengan 2. Monitor pemberian oksigen
Kriteria Hasil : 3. Monitor status respirasi :
Mampu adanya suara tambahan
mengidentifikasikan dan 4. Ajarkan pasien napas dalam
mencegah faktor yang dan batuk efektif
penyebab. Menunjukkan 5. Posisikan pasien untuk
jalan nafas yang paten memaksimalkan ventilasi.
(klien tidak merasa Tinggikan posisi kepala 30-
tercekik, irama nafas, 45 derajat
frekuensi pernafasan 6. Pertahankan status hidrasi
dalam rentang normal, untuk menurunkan
tidak ada suara nafas viskositas sekresi dengan
abnormal) cara menganjurkan minum
Respirasi : air hangat
Bayi : 30-50 x/menit 7. Kolaborasi pemberian
Balita : 30-40 x/menit oksigen, bronkodilator,
Anak : 22x/menit terapi nebulizer, dan
Dewasa : 12-20 x/menit pemeriksaan laboratorium
Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara
nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan dyspneu
(mampu mengeluarkan
sputum, bernafas dengan
mudah, tidak ada pursed
lips)
Ekspansi dinding dada
simetris, tidak ada
penggunaan otot bantu
pernapasamn
11. IMPLEMENTASI
Tanggal/ Diagnosa Tindakan Keperawatan Respon Paraf
Jam Keperawatan
1-11-17 1
DO : Terdengar suara ronchi pada paru
1. Mendengarkan (auskultasi) adanya suara kanan atas
nafas tambahan
DO : Klien masih berumur 1 tahun,
sehingga belum mampu menirukan
2. Mengajarkan (menstimulasi) pasien napas dalam dengan benar. Tetapi klien menirukan
dengan meminta bantuan orang tua saat napas dalam

DS : Ibu klien bersedia dan mengikuti


anjuran dengan mengganjal dengan
bantal
3. Menganjurkan ibu klien untuk memberikan posisi DO : Anak A nampak lebih nyaman dan
semi fowler dengan menambah bantal pada kepala tenang
pasien
DS : Ibu klien mengatakan minumnya
habis banyak. tidak ada keluhan makan
dan minum hanya harus lebih telaten

DO : Mukosa bibir lembab. Tidak


4. Menganjurkan ibu klien untuk memberi minum air nampak dehidrasi
untuk mempertahankan hidrasi klien
DO :An. A mendapat terapi obat
Nebulizer per 24 jam : Combivent 1/2 :
Nacl 2cc
Ambroxol 3 mg 3x1
5. Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian Salbutamol 0,3 mg 3x1
bronkodilator sesuai indikasi
DS : Ibu klien mengatakan setelah
dilakukan nebulizer an. A bernafas
menjadi lebih ringan dan lancar
DO: Saat diterapi nebulizer klien
menangis
6. Berkolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk
melakukan nebulizer dan fisioterapi dada.
Tanggal/ Diagnosa Tindakan Keperawatan Respon Paraf
Jam Keperawatan
2-11-17 1 1. Mengkaji tanda tanda vital DO :
N : 106 bpm, S : 36,5OC
Rr : 29x/menit

2. Mendengarkan (auskultasi) adanya suara DO : Masih terdengar suara ronchi pada


nafas tambahan paru kanan atas
3. Kolaborasi pemberian obat sesuai program DO :
An. A mendapat terapi obat Nebulizer per
24 jam : Combivent 1/2 : Nacl 2cc
Ambroxol 3 mg 3x1
Salbutamol 0,3 mg 3x1

4. Berkolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk DS : sedikit rewel


melakukan nebulizer dan fisioterapi dada. DO: Saat diterapi nebulizer klien
menangis, klien mulai dapat
mengeluarkan sputum
Tanggal/ Diagnosa Tindakan Keperawatan Respon Paraf
Jam Keperawatan
3-11- 1 1. Mengkaji tanda tanda vital DS : Ibu klien mengatakan anaknya
2017 masih batuk

DO :
S : 36,3 oC N : 110 x/menit
RR : 30 x/menit

2. Mendengarkan (auskultasi) adanya suara


Terdengar suara ronchi pada paru kanan
nafas tambahan atas

3. Kolaborasi pemberian obat sesuai program Infus 2A N 5 tpm makro


Nebulizer per 24 jam : Combivent 1/2 :
Nacl 2cc
Injeksi IV Cefotaxim 3x 200 g

Cefizine
Ambroxol 3 mg 3x1
Salbutamol 0,3 mg 3x1

4. Berkolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk DS : Ibu klien mengatakan setelah


dilakukan fisioterapi dada klien mulai
melakukan nebulizer dan fisioterapi dada.
dapat mengeluarkan sputum walau hanya
sedikit
DO : Klien mendapat nebulizer
Combivent 1/2 : Nacl 2cc
Klien menangis saat terapi dada
Sputum berwarna putih
CATATAN PERKEMBANGAN

Tanggal/ Kode Evaluasi (Subjektif, Obyektif, Paraf


jam Diagnosa Assesment, Planing)
1 1 S : Ibu klien mengatakan bernafas
November menjadi lebih ringan dan lancar
2017
O:
N : 102 bpm, S : 36OC
Rr : 30x/menit
Paru-paru
I : Simetris kanan dan kiri, tidak ada
retraksi dinding dada
P : Vokal fremitus kanan dan kiri sama
P : Dullnes
A : Ronchi
SPo2 : 97 %
Anak A nampak lebih nyaman dan
tenang
-An. A mendapat terapi obat Nebulizer
per 24 jam : Combivent 1/2 : Nacl 2cc
Ambroxol 3 mg 3x1
Salbutamol 0,3 mg 3x1

-Saat diposisikan semi fowler dengan


ditambah bantal anak nampak tenang
An. A mendapat injeksi Cefotaxim 3x
200 g, obat masuk, lancar dan tidak ada
alergi

A : Masalah belum teratasi


P : Lanjutkan intervensi

1. Kaji tanda-tanda vital


2. Pantau adanya suara
nafas tambahan
3. Lakukan suction saat hipersekresi
4. Kolaborasi pemberian obat sesuai
program
5. Kolaborasi pastural drainage
dengan fisioterapi
2-11-17 1 S : Ibu klien mengatakan batuk
sedikit berkurang

O:
N : 106 bpm, S : 36,5OC
Rr : 29x/menit

Masih terdengar suara ronchi pada


paru kanan dan kiri
An. A mendapat terapi obat Nebulizer
per 24 jam : Combivent 1/2 : Nacl 2cc
Ambroxol 3 mg 3x1
Salbutamol 0,3 mg 3x1

A : Masalah belum teratasi


P : Lanjutkan intervensi
1. Kaji tanda-tanda vital
2. Pantau adanya suara
nafas tambahan
3. Lakukan suction saat
hipersekresi
4. Kolaborasi pemberian obat
sesuai program
5. Kolaborasi pastural drainage
dengan fisioterapi
3-11-17 1 S:
- Ibu klien mengatakan anaknya
masih batuk
- Ibu klien mengatakan setelah
dilakukan fisioterapi dada klien
mulai dapat mengeluarkan
sputum walau hanya sedikit

DO :
S : 36,3 oC N : 110 x/menit
RR : 30 x/menit

Terdengar suara ronchi pada paru


kanan dan kiri

Infus 2A N 5 tpm makro


Nebulizer per 24 jam : Combivent 1/2
: Nacl 2cc
Injeksi IV Cefotaxim 3x 200 g

Cetirizine 1/4
Ambroxol 3 mg 3x1
Salbutamol 0,3 mg 3x1
BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengkajian penulis menetapkan ketidakefektifan


bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret sebagai
prioritas diagnosa keperawatan karena berdasarkan hirarki masclow
oksigenasi merupakan kebutuhan fisiologis yang paling utama pada
manusia (Christensen dan Kenney, 2009). Menurut Carpenito (2007)
ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah suatu keadaan ketika
seorang individu mengalami suatu ancaman yang nyata atau potensial
pada status pernafasan sehubungan dengan ketidakmampuan untuk
batuk secara efektif. Penulis membahas masalah keperawatan ini
berdasarkan pada jurnal dan buku yang mendukung, masalah
ketidakefektifan kebersihan jalan napas yang disebabkan karena adanya
penumpukan sputum.
Oksigen merupakan kebutuhan dasar paling vital dalam kehidupan
manusia. Dalam tuhuh, oksigen berperan penting dalam metabolism sel.
Kekurangan oksigen akan menimbulkan dampak yang bermakna pada
tubuh , salah satunya kematian. Oleh karenanya, berbagai upaya perlu
selalu dilakukan untuk menjamin agar kebutuhan dasar ini dapat
terpenuhi dengan baik. dalam pelaksanaannya, pemenuhan dasar
tersebut masuk kedalam bidang keperawatan garapan perawat. oleh
karenanya, setiap perawat harus paham dengan manifestasi tingkat
pemenuhan oksigen pada kliennya serta mampu mengatasi berbagai
masalah yang terkait dengan pemenuhan kebutuhana tersebut. Untuk
itu, perawat perlu memahami secara mendalam konsep oksigenasi pada
manusia (Mubarak, Indrawati dan Susanto, 2015)
Pada kasus bronkopneumonia pada anak didahului dengan infeksi
saluran pernafasan atas, lalu suhu tubuh dapat naik secara mendadak 39-
400C kadang disertai kejang. Disertai anak sangat gelisah dispnea dan
pernafasan cepat dan dangkal. Pada beberapa kasus sering disertai
muntah dan diare. Pada permulaan penyakit tidak terjadi batuk, setelah
beberapa hari mulai batuk kering dan selanjutnya menjadi batuk
produktif. Hal ini diakibatkan oleh peradangan parenzhim paru yang
disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus dan pemadatan eksudat pada
jaringan paru. kemudian eksudat berubah menjadi purulen, dan
menyebabkan sumbatan pada lumen bronkus, sehingga terjadi
ketidakefektifan bersihan jalan nafas (Riyadi dan Sukarmin, 2012;
Marni, 2014).

Akibat adanya penumpukan dari sputum akan menyebabkan suplai


oksigen pada tubuh akan berkurang. Tindakan keperawatan yang dapat
dilakukan menurut (NANDA, 2015) dikemukakan bahwa tindakan
keperawata yang harus dilakukan adalah inhalasi uap, fisioterapi dada ,
batuk efektif. inhalasi uap adalah menghirup uap dengan atau tanpa obat
melalui saluran pernapasan bagian atas. dalam hal ini merupakan
tindakan untuk membuat pernapasan lebih lega, secret lebih encer dan
mudah dikeluarkan, selaput lender pada saluran napas menjadi tetap
lembab (Mubarak, Indarawati dan Susanto,2015). yang ke dua adalah
fisioterapi dada merupakan suatu rangkaian tindakan keperawatan yang
terdiri atas perkusi, vibrasi dan postural drainage. tindakan ini dilakukan
dengan tujuan meningkatkan efisiensi pola pernapasan dan
membersihkan jalan napas, secara mekanik dapat melepaskan secret
yang melekat pada dinding bronkus (Hidayat dan Uliyah, 2015). Yang
ketiga adalah batuk efektif merupakan cara untuk melatih pasien yang
tidak memiliki memiliki kemampuan batuk secara efektif dengan tujuan
untuk membersihkan laring, trachea, dan bronkeolus dari secret atau
benda asing di jalan napas (Andarmoyo,2012). Karena itulah penulis
melakukan tindakan inhalasi uap, fisioterapi dada, batuk efektif ini
dilakukan penulis secara mandiri. Penulis juga mengajarkan tindakan
keperawatan yang dapat dilakukan keluarga dirumah jika pasien
kembali sakit atau jika ada keluarga yang yang mengalami gangguan
kebersihan jalan napas. Sebelum melakukan tindakan inhalasi uap,
fisioterapi dan batuk efektif ada beberapa tahapan yang harus dilakukan
penulis, seperti berkenalan, menjelaskan tujuan inhalasi uap,fisioterapi
dada dan batuk efektif, langkah-langkah yang harus dilakukan, dan alat
yang akan digunakan. Penulis melakukan inhalasi uap, fisioterapi dada
dan batuk efektif secara hati-hati dan perlahan , penulis juga melakukan
tindakan ini secara kooperatif agar tindakan berjalan dengan lancar dan
efektif, kelancaran dan keefektifan ini ditandai dengan kooperatifnya
pasien dan pasien tidak menangis saat dilakukan tindakan inhalasi uap,
fisioterapi dada dan batuk efektif. sebelum dilakukan fisioterapi dada
penulis terlebih dahulu melakukan auskultasi pada pasien yang
berfungsi untuk mendengarkan suara napas pasien dan untuk
mengetahui penumpukan sputum pada saluran pernapasan pasien
sehingga akan memudahkan perawat ketika akan mengatur posisi
pasien.

Inhalasi uap adalah menghirup uap dengan atau tanpa obat melalui
saluran pernapasan bagian atas. dalam hal ini merupakan tindakan untuk
membuat pernapasan lebih lega, sputum lebih encer dan mudah
dikeluarkan, selaput lender pada saluran napas menjadi tetap
lembab,dilakukan dengan cara atur posisi klien dengan meminta klien
duduk diatas kursi kemudian tempatkan meja di depan klien, oleskan
vaselin di sekiktar mulut dan hidung klien, pasang handuk pada dada
klien kemudian dipenitikan pada punggung, letakkan baskom berisi air
panas diatas meja klien yang sudah diberi pengalas , masukan obat
(minyak kayu putih) ke dalam baskom, tutup baskom dengan handuk
dengan bentuk menyerupai corong, kemudian mulut dan hidung klien
dihadapkan pada baskom dan mintalah klien menghirup uap air dari
baskom tersebut kurang lebih 10-15 menit, setelah selesai bersihkan
sekitar mulut dan hidung dengan tissue, rapikan klien dan bersihkan
alat-alatkemudian cuci tangan Menurut (Mubarak, Indrawati dan
Susanto,2015).Dilanjutkan dengan fisioterapi dada dimulai dengan
postural drainage miringkan pasien ke kiri( untuk membersihkan bagian
paru-paru kanan, miringkan ke kanan (untuk membersihkan paru-paru
bagian kiri), lakukan postural drainage selama 10-15 menit, lakukan
observasi tanda vital selama prosedur, setelah dilakukan postural
drainage , dilakukan clapping, vibrating,lakukan hingga lender bersih,
lakukan clapping dengan cara kedua tangan perawat menepuk punggung
klien secara bergantian hingga ada rangsangan batuk, bila sudah batuk,
berhenti sebentar dan anjurkan untuk menampung sputum kemudian
dilanjutkan vibrating atur posisi klien dengan kondisinya, lakukan
vibrating dengan menganjurkan pasien untuk menarik napas dalam dan
meminta klien untuk mengeluarkan napas perlahan-lahan. untuk itu,
letakkan kedua tangan diatas bagian samping depan dari cekungan iga
dan getarkan secara perlahan-lahan. Hal tersebut dilakukan berkali-kali
hingga pasien ingin batuk dan mengeluarkan sputum (Hidayat dan
Uliyah,2015). Batuk efektif dengan cara bantu klien duduk disisi tempat
tidur, instrusikan klien melakukan nafas dalam 2 atau 3 kali( ketika klien
menghirup napas berikutnya instruksikan klien untuk condong
kedepan), Instruksikan klien untuk tahan napas 1-2 detik dan
mengkontraksikan otot-otot abdomennya, instruksikan klien untuk
batuk dengan kuat dan mengeluarkan sekresi ke tisu atau basin emesis(
bebat dinding dada bagian bawah dan abdomen menggunakan bantal
atau handuk ketika batuk), lakukan beberapa kali sesuai kebutuhan, catat
respon yang terjadi (pening,sesak, atau masalah pernapasan yang
lainnya), bereskan alat dan rapikan klien,perawat cuci tangan
(Andarmoyo,2012).
Fisioterapi dada adalah salah satu dari fisioterapi yang menggunakan
tehnik postural drainase, vibrasi dan perkusi. Fisioterapi dada sangat
berguna bagi penderita penyakit respirasi baik yang bersifat akut
maupun kronis, dari perpaduan atau kombinasi dari ketiga teknik
tersebut sangat bermanfaat untuk mengatasi gangguan bersihan jalan
nafas terutama pada anak yang belum dapat melakukan batuk efektif
secara sempurna. Hasil penelitian dari batuk efektif yang berarti ada
perbedaan yang signifikan antara frekuensi pernafasan sebelum
melakukan batuk efektif dan sesudah melakukan batuk efektif.
Mardiono(2013).
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masalah utama gangguan bersihan jalan napas akibat adanya
penumpukan sputum memerlukan penanganan segera agar kebersihan jalan
napas dapat efektif dan suplai oksigen yang masuk ke dalam tubuh dapat
terpenuhi. Tindakan yang dapat dilakukan adalah inhalasi uap, fisioterapi
dada, batuk efektif selain melakukan terapi keperawatan juga melakukan
edukasi pada keluarga agar keluarga paham dan menerapkannya secara
mandiri.
B. Saran
Diharapkan agar rumah sakit dapat memberikan fasilitas pendidikan
kesehatan tentang inhalasi uap, fisioterapi dada, batuk efektif kepada
keluarga pasien dengan gangguan kebersihan jalan napas akibat
penumpukan sputum sehingga keluarga mengerti dan mampu
melakukannya secara mandiri.
DAFTAR PUSTAKA

Bradley J.S., Byington C.L., et. al. 2011. The Management of Community-Acquired
Pneumonia in Infants and Children Older than 3 Months of Age : Clinical
Practice Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society and the

Infectious Diseases Society of America. Clin Infect Dis. 53 (7): 617-630

Budiarto, Eko, Anggraeni, Dewi. 2003. Pengantar Epidemiologi. Jakarta : EGC.


Budiyarti, Riaastafi. 2007. Asuhan Keperawatan pada An.S dengan Bronchopneumonia
Diruang Eldewais RUSD Pandan Arang Boyolali. Tugas Akhir thesis.
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Dewi, Ratna Isma. 2007. Asuhan keperawatan pada An.F dengan Gangguan Sistem
Pernafasan :Bronkopneumunia Di Bangsal Edelweis RSUD Pandan Arang
Boyolali. Thesis. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Fadhila, A. 2013. penegakan Diagnosis dan Penatalaksanaan Bronkopneumonia pada
Pasien Bayi Laki-Laki Berusia 6 Bulan. Universitas Lampung : Medula.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, ed. 3. Jakarta : FKUI.
Ngastiyah. 2000. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta : PT. Rineka
Cipta.
Putri, Enda Silvia. 2010. Karakteristik Balita Penderita Bronkopneumonia Rawat Inap Di
Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2005-2009. Tugas Akhir.
Universitas Sumatera Utara : Medan.
Whaley & Wong. 2006. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, ed. 2. Jakarta : EGC.
WHO. 2002. Penanganan ISPA pada Anak Di Rumah Sakit Kecil Negara Berkembang.
Jakarta : EG

Anda mungkin juga menyukai