Anda di halaman 1dari 14

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Pengertian Motivasi
Motivasi adalah dorongan atau gejolak yang timbul dari dalam diri manusia
untuk memenuhi berbagai kebutuhannya sesuai dengan keinginan masing-masing
(Afin Murtie, 2012: 63).
Dalam bukunya Robbins (2008: 222) mengemukakan motivasi sebagai
proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk
mencapai tujuannya.
Menurut Kadarisma (2012: 278), Motivasi kerja adalah penggerak atau
pendorong dalam diri seseorang untuk mau berperilaku dan bekerja dengan giat dan
baik sesuai dengan tugas dan kewajiban yang telah diberikan kepadanya.
Menurut Hasibuan (2012: 141), Motivasi mempersoalkan bagaimana
caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan, agar mau bekerja sama secara
produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan.
Motivasi adalah kondisi yang menggerakan karyawan agar mampu
mencapai tujuan dari motifnya (Mangkunegara, 2007: 93).
Menurut Saydam (2000: 327) dalam Kadarisma (2012: 276), pengertian
motivasi dalam kehidupan sehari-hari diartikan sebagai keseluruhan proses
pemberian dorongan atau rangsangan kepada para karyawan sehingga mereka
bersedia bekerja dengan rela tanpa dipaksa.
Dari uraian di atas dapat dikemukakan, motivasi merupakan kegiatan atau
cara untuk mendorong gejolak dalam diri manusia agar mau berperilaku, bekerja
secara optimal untuk memenuhi kebutuhan atau tujuan yang telah ditentukan.

2.1.1.1 Jenis-Jenis Motivasi


Menurut Hasibuan (2012: 150), Mengatakan bawah jenis-jenis motivasi
adalah sebagai berikut:
1) Motivasi Positif
Motivasi positif maksudnya manajer memotivasi (merangsang) bawahan
dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi di atas
prestasi standar. Denagn motivasi positif, semangat kerja bawahan akan
9
10

meningkat karena umumnya manusia senang menerima yang baik-baik


saja.
2) Motivasi Negatif
Motivasi negatif maksudnya manajer memotivasi bawahan dengan
standar mereka akan mendapat hukuman. Dengan motivasi negatif ini
semangat bekerja bawahan dalam jangka waktu pendek akan meningkat
karena mereka takut dihukum, tetapi untuk jangka waktu panjang dapat
berakibat kurang baik.

2.1.1.2 Teori Hierarki Kebutuhan (Abraham Maslow)


Hasibuan (2012: 152) mengemukakan teori Maslow (1943) yang dinamakan
Maslow's Need Hierarchy Theory/ A Theory of Human Motivation atau Teori
Hierarki Kebutuhan dri Maslow. Hierarki Kebutuhan dari Maslow ini diilhami oleh
Human Science Theory dari Elton Mayo.
Hierarki kebutuhan mengikuti teori jamak yakni seorang berperilaku/
bekerja, karena adanya dorongan untuk memenuhi bermacam-macam kebutuhan.
Maslow berpendapat, kebutuhan yang diinginkan seseorang itu berjenjang. Artinya,
jika kebutuhan yang pertama telah terpenuhi, kebutuhan tingkat kedua akan muncul
menjadi yang utama. Selanjutnya jika kebutuhan tingkat kedua telah terpenuhi,
muncul kebutuhan tingkat ketiga dan seterusnya sampai tingkat kebutuhan kelima.
Maslow berpendapat bahwa dalam diri manusia terdapat hirarki dari lima
kebutuhan, yaitu sebagai berikut:
1. Kebutuhan Fisiologis, terdiri atas kebutuhan akan makanan, minuman dan
kebutuhan fisik lainnya.
2. Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan ingin dilindungi dari bahaya fisik
dan emosional
3. Kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan akan rasa kasih sayang, kepemilikan,
penerimaan, dan persahabatan.
4. Kebutuhan penghargaan, baik penghargaan internal maupun eksternal.
5. Kebutuhan aktualisasi diri, yaitu kebutuhan akan pertumbuhan,
pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri sendiri.
11

2.1.1.3 Teori X Dan Teori Y (Douglas McGregor)


Menurut Hasibuan (2012: 160), Douglas Mc. Gregor adalah seorang psikolog
sosial Amerika yang memimpin suatu varietas proyek riset dalam hal motivasi dan
tingkah laku umum dari para anggota organisasi. Mc. Gregor terkenal dengan teori X
dan teori Y-nya, dalam bukunya The Human Side of Enterprise (Segi Manusiawi
Perusahaan).
Afin Murty (2012: 68) menyebutkan bahwa menurut Mc. Gregor, dalam
berhubungan dengan karyawannya, manajer memiliki asumsi-asumsi yang
digolongkan dalam teori X sebagai berikut:
1. Karyawan pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan dan sebisa mungkin
berusaha untuk menghindarinya.
2. Karena karyawan tidak menyukai pekerjaan, mereka harus dipakai,
dikendalikan, atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan.
3. Karyawan akan menghindari tanggung jawab dan mencari perintah
formal.
4. Sebagian karyawan menempatkan keamanan diatas semua faktor lain
terkait pekerjaan dan menunjukkan sedikit ambisi.
Disamping teori X yang sepertinya hanya memandang seorang karyawan dari
sisi negatifnya saja, ada pula teori Y yang dapat mengimbangi teori X. Teori Y
terdiri atas empat asumsi, yaitu sebagai berikut:
1. Karyawan menganggap kerja sebagai hal yang menyenangkan, seperti
halnya istirahat atau bermain.
2. Karyawan akan berlatih mengendalikan diri dan emosi untuk mencapai
berbagai tujuan.
3. Karyawan bersedia belajar untuk menerima, mencari dan bertanggung
jawab.
4. Karyawan mampu membuat berbagai keputusan inovatif yang diedarkan
ke seluruh populasi, dan bukan hanya bagi mereka yang menduduki posisi
manajemen.
12

2.1.1.4 Teori Dua Faktor (Frederick Herzberg)


Frederick Herzberg (1950) dalam Hasibuan (2012: 157), seorang profesor
ilmu jiwa pada Universitas di Cleveland, Ohio, mengemukakan Teori Motivasi Dua
Faktor atau Herzberg's Two Factors Motivation Theory. Menurut Frederick Herzberg
(1996) dalam Robbins (2008: 218) ada dua jenis faktor yang mempengarhi motivasi
kerja, yaitu faktor Intrinsik dan faktor ekstrinsik.
1) Faktor-Faktor Intrinsik yang berkaitan dengan isi pekerjaan, antara lain:
a. Tanggung Jawab (Responsibility), besar kecilnya tanggung jawab yang
dirasakan dan diberikan kepada seorang karyawan.
b. Kemajuan (Advancement), besar kecilnya kemungkinan karyawan
dapat maju dalam pekerjaannya.
c. Pekerjaan Itu Sendiri (The work itself), besar kecilnya tantangan yang
dirasakan oleh karuawan dari pekerjaannya.
d. Pencapaian (Achievement), besar kecilnya kemungkinan karyawan
mendapatkan prestasi kerja, mencapai kinerja tinggi.
e. Pengakuan (Recognition), besar kecilnya pengakuan yang diberikan
kepada karyawan atas kinerja yang dicapai.
2) Faktor-Faktor Ekstrinsik yang menimbulkan ketidakpuasan serta berkaitan
dengan konteks pekerjaan, antara lain:
a. Kebijakan dan Administrasi perusahaan (Company Policy and
Administration), derajat kesesuaian yang dirasakan karyawan dari
semua kebijakan dan peraturan yang berlaku dalam organisasi.
b. Kondisi kerja (Working Condition), derajat kesesuaian kondisi kerja
dengan pelaksanaan tugas pekerjaannya.
c. Gaji dan Upah (Wages and Salaries), derajat kewajaran dari gaji yang
diterima sebagai imbalan kinerjanya.
d. Hubungan Antar Pribadi (Interpersonal Relation), derajat kesesuaian
yang dirasakan dalam berinteraksi dengan karyawan lain.
e. Kualitas supervisi (Quality Supervisor), derajat kewajaran penyeliaan
yang dirasakan dan diterima oleh karyawan. (Michael dan Intan, 2010:
25-26)
13

2.1.2 Kepuasan Kerja


Menurut Robbins dan Coulter (2012: 459) kepuasan kerja adalah sikap umum
terhadap pekerjaan seseorang, yang menunjukkan perbedaan antara jumlah
penghargaan yang diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya
mereka terima.
Menurut Kalleberg (1977) dalam Tricia A. Seifert dan Paul D. Umbach
(2006) kepuasan kerja mengacu pada orientasi efektif secara keseluruhan pada
individu terhadap peran yang saat ini mereka duduki.
Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006: 121), kepuasan kerja
merupakan keadaan emosional yang positif yang merupakan hasil dari evaluasi
pengalaman kerja seseorang.
Menurut Martoyo (2007: 142) kepuasan kerja (job satification) adalah
keadaan emosional karyawan yang terjadi maupun tidak terjadi titik temu antara nilai
balas jasa kerja karyawan dan perusahaan atau organisasi dengan tingkat nilai balas
yang memang diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan
Menurut Robbins dan Judge (2008: 83), kepuasan kerja dapat didefinisikan
sebagai perasaan positif terhadap pekerjaan mereka yang dihasilkan dari evaluasi
karakteristik. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi memegang
perasaan positif terhadap pekerjaan mereka, sememtara orang yang tidak puas
memegang perasaan negatif terhadap pekerjaan mereka.
Menurut Greenberg dan Baron (2003: 148), kepuasan kerja dapat
didefinisikan sebagai perilaku positif atau negative seseorang terhadap pekerjaannya.
Menurut Ramayah, Jantan, dan Tadisina (2001), kepuasan kerja menjelaskan
bagaimana karyawan apung untuk datang untuk bekerja dan bagaimana mereka bisa
ditegakkan untuk melakukan pekerjaan mereka.
Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah sikap
dan perasaan positif yang dirasakan oleh karyawan karena mereka telah melakukan
pekerjaan dengan baik dan mendapatkan penghargaan yang sesuai dengan apa yang
telah dilakukan.
14

2.1.2.1 Mengukur Kepuasan kerja


Greenberg dan Baron (2003: 151), Meskipun orang memiliki banyak perilaku
yang berbeda terhadap beberapa aspek dari pekerjaannya, ini tidak mudah untuk di
nilai. Karena perilaku tidak dapat di observasi secara langsung dan kita tidak dapat
menyimpulkan keberadaannya berdasarkan perilaku seseorang.
Oleh karena itu kita harus mengandalkan apa yang orang katakan untuk
menentukan perilaku mereka. Berikut adalah beberapa teknik yang dapat digunakan
untuk menilai kepuasan kerja seseorang:
Rating Scale and Questionnaires: Pendekatan yang paling sering digunakan
untuk mengukur kepuasan kerja melibatkan penggunaan kuesioner yang
dispesialisasikan dengan skala rating yang harus di lengkapi. Menggunakan metode
ini, orang menjawab pertanyaan yang memungkinkan mereka untuk melaporkan
reaksi mereka terhadap pekerjaan mereka. Beberapa skala yang berbeda telah
dikembangkan untuk tujuan ini, dan ini sangat bervariasi dalam bentuk dan ruang
lingkup.
Salah satu instrumen popular yang digunakan adalah Job Descriptive Index
(JDI). Sebuah kuesioner dimana orang menunjukkan apakah beberapa kata sifat
menggambarkan aspek tertentu dari pekerjaan mereka. Pertanyaan pada JDI
menangani lima aspek yang berbeda dari pekerjaan: pekerjaan itu sendiri, gaji,
kesempatan promosi, supervisi, dan orang-orang (co worker).
Critical Incidents: Teknik kedua yang digunakan untuk menilai kepuasan
kerja adalah dengan menggunakan teknik critical incident. Disini individual
mesdeskripsikan peristiwa yang berkaitan dengan pekerjaan mereka yang mereka
anggap sangat memuaskan atau tidak memuaskan. Jawaban mereka kemudian di
diperiksa untuk mengungkapkan tema yang mendasari.
Interviews: Prosedur ketiga untuk menilai kepuasan kerja melibatkan proses
mewawancarai karyawan secara tatap muka. Dengan menanyai orang-orang secara
pribadi mengenai perilaku mereka, dimungkinkan untuk mengeksplor diri mereka
lebih dalam lagi dari pada menggunakan kuesioner yang sudah terstruktur dengan
rapih. Dengan mengajukan pertanyaan secara hati-hati kepada karyawan dan
merekam jawaban mereka secara sistematis,memungkinkan pihak perusahaan untuk
mengetahui penyebab berbagai sikap yang berhubungan dengan pekerjaan.
15

2.1.2.2 Teori Kepuasan Kerja


Menurut Wibowo (2007: 300), kepuasan kerja memiliki dua teori, dalam
pendapatnya dikatakan bahwa teori kepuasan kerja mencoba mengungkapkan apa
yang membuat sebagian orang lebih puas terhadap pekerjaannya dari pada beberapa
lainnya. Teori ini juga mencari landasan tentang proses perasaan orang terhadap
kepuasan kerja. Dalam teori kepuasan kerja ada Two-Factor Theory dan Value
Theory.
1. Two Factor Theory
Teori kepuasan kerja yang menganjurkan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan
merupakan bagian dari kelompok variabel yang berbeda, yaitu Motivators
dan Hygiene factors.
Pada teori ini, ketidakpuasan dihubungkan dengan kondisi si sekitar
pekerjaan (seperti kondisi kerja, pengupahan, keamanan, kualitas
pengawasan, dan hubungan dengan orang lain), dan bukannya dengan
pekerjaan itu sendiri. Karena faktor ini mencegah reaksi negatif, dinamakan
sebagai hygiene atau maintenance factors. Sebaliknya, kepuasan ditarik dari
faktor yang terkait dengan pekerjaan itu sendiri atau hasil langsung
daripadanya, seperti sifat pekerjaan, prestasi dalam pekerjaan, peluang
promosi dan kesempatan untuk pengembangan diri dan pengakuan. Karena
faktor ini berkaitan dengan tingkat kepuasan kerja tinggi, dinamakan
motivators
2. Value Theory
Kepuasan kerja terjadi pada tingkat dimana hasil pekerjaan diterima individu
seperti yang diharapkan. Semakin banyak orang menerima hasil, akan
semakin puas. Semakin sedikit mereka menerima hasil, akan kurang puas.

2.1.2.3 Faktor- faktor yang mempengaruhi Kepuasan Kerja


Ashfaq, dkk (2011) mengidentifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja, yaitu:
1. Gaji / Upah - kepuasan pada gaji dan kenaikan gaji baik dalam segi jumlah
maupun rasa keadilannnya
2. Promosi - kepuasan pada peluang promosi dan keadilan untuk mendapatkan
promosi
3. Manfaat - memperoleh perkembangan karier di dalam perusahaan
16

4. Kondisi kerja - keadaan yang mempengaruhi kegiatan perusahaan, yang akan


mendorong semangat kerja karyawan
5. Supervisi - kepuasan pada atas langsung orang tersebut dalam kompetensi
penugasan managerial
6. Keamanan - keadaan karyawan yang mendapatkan keselamatan dalam
bekerja
7. Budaya organisasi - keadaan dimana sistem nilai bersama dalam suatu
organisasi yang menentukan tingkat bagaimana para karyawan melakukan
kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi
8. Kesempatan pertumbuhan - berbagi informasi di dalam organisasi

2.1.2.4 Respon Terhadap Ketidakpuasan Kerja


Menurut Robbins dan Judge (2007: 83) ketidakpuasan karyawan dapat
dinyatakan dengan sejumlah cara, diantaranya:
a Keluar (Exit): Perilaku yang mengarah untuk meninggalkan organisasi.
Mencakup pencarian suatu posisi baru maupun meminta berhenti.
b Suara (Voice): Dengan aktif dan konstruktif mencoba memperbaiki kondisi.
Mencakup saran perbaikan, membahas masalah-masalah dengan atasan, dan
beberapa bentuk kegiatan serikat buruh.
c Kesetiaan (Loyalty): Pasif tetapi optimis menunggu membaiknya kondisi.
Mencakup berbicara membela organisasi menghadapi kritik luar dan
mempercayai organisasi dan manajemennya untuk melakukan hal yang tepat.
d Pengabaian (Neglect): Secara pasif membiarkan kondisi memburuk, termasuk
kemangkiran atau datang terlambat secara kronis, upaya yang dikurangi, dan
tingkat kekeliruan yang meningkat

Gambar 2.1 Respon terhadap ketidakpuasan kerja


Sumber: Robins dan Judge
17

2.1.2.5 Panduan Meningkatkan Kepuasan Kerja


Menurut Greenberg dan Baron (2003: 159) ada beberapa cara untuk
meningkatkan kepuasan dan mencegah ketidakpuasan pada pekerjaan, diantaranya
sebagai berikut:
a. Membuat pekerjaan menyenangkan
Karyawan akan lebih puas dengan pekerjaan yang mereka senangi ketimbang
dengan pekerjaan yang membosankan. Meskipun beberapa pekerjaan secara
Intrinsik membosankan, pekerjaan tersebut masih mungkin meningkatkan
kesenangan ke dalam setiap pekerjaan.
b. Karyawan dibayar secara adil
Karyawan yang meyakini bahwa sistem pengupahan organisasinya tidak adil
akan cenderung tidak puas dengan pekerjaannya. Hal ini diberlakukan tidak
hanya untuk gaji dan upah per jam, tetapi juga fringe benefit. Konsisten
dengan value theory, karyawan yang merasakan dibayar secara adil dan
apabila karyawan diberi peluang untuk memilih fringe benefit yang paling
mereka inginkan, maka kepuasan kerjanya cenderung akan meningkat.
c. Mencocokan karyawan dengan pekerjaan yang sesuai dengan minatnya.
Semakin banyak karyawan menemukan bahwa dirinya dapat memenuhi
minatnya pada pekerjaan mereka, maka mereka akan lebih puas terhadap
pekerjaannya. Perusahaan dapat menawarkan jasa konseling individu kepada
pekerja sehingga kepentingan pribadi dan professional dapat diidentifikasi
dan disesuaikan.
d. Mengindari kebosanan dan Pekerjaan yang berulang-ulang.
Kebanyakan karyawan cenderung mendapat sedikit kepuasan apabila mereka
dihadapi dengan pekerjaan yang membosankan dan berulang-ulang. Sesuai
dengan two-factor theory, karyawan jauh lebih puas dengan pekerjaan yang
meyakinkan mereka memperoleh sukses dengan secara bebas melakukan
kontrol atas bagaimana cara mereka melakukan sesuatu.

2.1.2.6 Dimensi Kepuasan Kerja


Dimensi kepuasan kerja menurut Kalleberg (1977) dalam A. Seifert dan D.
Umbach (2006):
Dengan menggunakan analisis faktor, penelitian ini menemukan enam
dimensi kepuasan kerja. Kalleberg menemukan bahwa kepuasan kerja dapat dibagi
18

menjadi dua, yaitu intriksik (mengacu pada pekerjaan itu sendiri) atau Ekstrinsik
(mewakili aspek pekerjaan ekternal atau tugas itu sendiri).
Kalleberg (1977) mendefinisikan dimensi intrinsik sebagai sejauh mana
pekerjaan itu menarik, mandiri dan dimana hasilnya itu jelas.Mengenai dimensi
ekstrinsik, ia dibangun sebagai berikut:
1. Financial: mengacu pada item seperti gaji, tunjangan dan keamanan
pekerjaan
2. Career: peluang yang disediakan pekerjaan untuk kemajuan karir
3. Convenience: dimensi kenyamanan berfokus pada kenyamanan dari
pekerjaan (yaitu, kenyamanan perjalanan ke dan dari tempat kerja, kebebasan
dari tuntutan yang saling bertentangan, tidak ada jumlah pekerjaan yang
berlebihan, dan waktu untuk melakukan pekerjaan.
4. Relationships with co-workers: hubungan dengan rekan kerja dan termasuk
kesempatan untuk berteman dengan orang-orang ditempat kerja serta
friendliness, helpfulness, and personal interest rekan kerja terhadap individu
5. Adequacy of resources: tingkat dimana sumberdaya yang dibutuhkan untuk
melakukan pekerjaan dengan baik tersedia untuk pekerja.

2.1.3 Kinerja Karyawan


2.1.3.1 Pengertian Kinerja Karyawan
Kinerja karyawan berarti seberapa baik kemampuan yang dilakukan
karyawan, dibandingkan dengan tugas-tugas yang telah ditugaskan, dan kemudian
dievaluasi. Kinerja karyawan tergantung pada sikap pemimpin dan ditingkatkan
ketika pemimpin bebas untuk menangani isu-isu khusus yang timbul dari para
pekerja (Schmid, 2006: dalam Javeria Ashfaq Qureshi, Khansa Hayat, Mehwish Ali,
& Nosheen Sarwat 2011).
(Rodwell, Kienzle & Shadur, 1998: dalam Javeria Ashfaq Qureshi, Khansa
Hayat, Mehwish Ali, & Nosheen Sarwat 2011) mengungkapkan, komunikasi
merupakan elemen yang secara tidak langsung mempengaruhi kinerja karyawan
dalam suatu organisasi. Komunikasi bukan akar untuk meningkatkan kinerja, tetapi
itu adalah dasar dari metode lain, seperti kerja tim dan cara berpikir karyawan yang
merupakan dasar langsung kunci untuk meningkatkan kinerja.
Kinerja juga meningkat dengan memberikan asumsi bahwa pentingnya
pendapat dari para karyawan. Motivasi kinerja karyawan meningkat ketika pemimpin
19

mereka memberi mereka kesempatan untuk menyuarakan pandangan mereka dan


mengkomunikasikan saran mereka. Karena karyawan mempelajari keterampilan
penting dan pengalaman dari satu sama lain dan komitmen untuk meningkatkan
kinerja (Huang , iun, Liu & Gong 2010).
Dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan merupakan suatu proses dimana
karyawan menjadi hal utama yang terlibat dalam proses peningkatan kinerja
perusahaan. Kinerja karyawan merupakan kemampuan yang dilakukan karyawan
atas tugas-tugasnya di dalam perusahaan, yang bergantung pada sikap seorang
pemimpin dan tingkat komunikasi untuk meningkatkan cara berpikir karyawan, yang
menjadi motivasi mereka untuk mempelajari keterampilan penting guna
meningkatkan kinerja perusahaan.

2.1.3.2 Indikator Kinerja Karyawan


Rivai & Veithzal (2004: 416) indikator kinerja karyawan, yaitu :
1. Kemampuan teknis, yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan, metode,
teknik, dan peralatan yang digunakan untuk melaksanakan tugas serta
pengalaman dan pelatihan yang diperolehnya.
2. Kemampuan konseptual, yaitu kemampuan untuk memahami kompleksitas
perusahaan dan penyesuaian bidang gerak dari unit masing-masing ke bidang
operasional perusahaan secara menyeluruh. Pada intinya setiap individu atau
karyawan pada setiap perusahaan memahami tugas, fungsi serta
tanggungjawabnya sebagai seorang karyawan.
3. Kemampuan hubungan interpersonal, yaitu antara lain kemapuan untuk
bekerja sama dengan orang lain, memotivasi karyawan, melakukan negosiasi,
dan lain-lain.

Mangkunegara (2005: 18-19) menyebutkan aspek-aspek standar kinerja yang


terdiri dari:
1. Aspek Kuantitatif, meliputi:
- Proses kerja dan kondisi kerja.
- Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan.
- Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan.
- Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja.
20

2. Aspek Kualitatif, meliputi:


- Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan.
- Tingkat kemampuan dalam bekerja.
- Kemampuan menganalisis data atau informasi, kemampuan atau
kegagalan menggunakan mesin atau peralatan.
- Kemampuan mengevaluasi (keluhan konsumen).

2.1.3.3 Cara Peningkatan Kinerja Karyawan


(Schmid, 2006: dalam Javeria Ashfaq Qureshi, Khansa Hayat, Mehwish Ali,
& Nosheen Sarwat 2011) memberikan pedoman khusus untuk mengimplementasikan
sikap pemimpin yang mungkin membantu memecahkan masalah dan meningkatkan
kinerja pada diri karyawan :
1. Menangani isu-isu khusus yang timbul dari karyawan.
2. Memberikan apresiasi berupa penghargaan dan kesempatan untuk umpan
balik dari karyawan, agar karyawan merasa dihargai dan puas atas
pekerjaannya.
3. Menjadi pemimpin yang memiliki keterampilan, sesuai dengan standar
kinerja, dan berbeda dengan asosiasi lain.
4. Membimbing lingkungan kerja yang positif untuk meningkatkan kinerja
organisasi.
Meningkatkan motivasi karyawan dengan memberikan kesempatan bagi karyawan
untuk menyuarakan pandangan mereka, dan mengkomunikasikan saran mereka.
21

2.2 Kerangka Pemikiran


4

Motivasi (X 1)
FAKTOR Intristik
Tanggung Jawab
Kemajuan
Pekerjaan itu Kepuasan Kerja (Y)

Sendiri 1 Gaji atau upah


Pencapaian Promosi
Pengakuan Manfaat
Rekan kerja Kinerja
3
Kondisi kerja Karyawan (Z)
6 6
Supervisor Teknis
Motivasi ( X2) =>
Keamanan Konseptual
Faktor Ektrinstik : Budaya Hubungan
2
Kebijakan dan organisasi interpersonal
administrasi Kesempatan
perusahaan pertumbuhan
Kondisi Kerja
Gaji dan Upah
Hubungan Antar
Pribadi
Kualitas Supervisi

5
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
Sumber : Penulis, 2015

2.3 Hipotesis
Menurut Sekaran (2006: 135), Hipotesis bisa didefinisikan sebagai hubungan
yang diperkirakan secara logis di antara dua atau lebih variabel yang diungkapkan
dalam bentuk pernyataan yang dapat diuji. Hubungan tersebut dapat diperkirakan
berdasarkan jaringan asosiasi yang ditetapkan dalam kerangka teoritis yang
dirumuskan untuk studi penelitian.
22

Dengan menguji hipotesis dan menegaskan perkiraan hubungan, diharapkan


bahwa solusi dapat ditemukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
Dari kerangka berpikir dan tinjauan pustaka diatas, dapat dirumuskan
hipotesis atau dugaan sementara terhadap variabel-variabel penelitian yang
digunakan sebagai berikut :
Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah:
Untuk T-1:
Ho: Tidak terdapat pengaruh Motivasi Intrinsik terhadap Kepuasan Kerja
Ha: Terdapat pengaruh Motivasi Intrinsik terhadap Kepuasan Kerja
Untuk T-2:
Ho: Tidak terdapat pengaruh Motivasi Ekstrinsik terhadap Kepuasan Kerja
Ha: Terdapat pengaruh Motivasi Ekstrinsik terhadap Kepuasan Kerja
Untuk T-3:
Ho: Tidak terdapat pengaruh Motivasi Intrinsik dan Motivasi Ekstrinsik
terhadap Kepuasan Kerja
Ha: Terdapat pengaruh Motivasi Intrinsik dan Motivasi Ekstrinsik terhadap
Kepuasan Kerja
Untuk T-4:
Ho: Tidak terdapat pengaruh Motivasi Intrinsik terhadap Kinerja Karyawan
melalui Kepuasan Kerja
Ha: Terdapat pengaruh Motivasi Intrinsik terhadap Kinerja Karyawan melalui
Kepuasan Kerja
Untuk T-5:
Ho: Tidak terdapat pengaruh Motivasi Ekstrinsik terhadap Kinerja Karyawan
melalui Kepuasan Kerja
Ha: Terdapat pengaruh Motivasi Ekstrinsik terhadap Kinerja Karyawan melalui
Kepuasan Kerja
Untuk T-6:
Ho: Tidak terdapat pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan
Ha: Terdapat pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan

Anda mungkin juga menyukai