Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Menurut data WHO, Di Inggris angka kejadian seksio sesaria di Rumah sakit

pendidikan relatif stabil yaitu antara 11-12 %, di Italia pada tahun 1980 sebesar 3,2% -

14,5%, pada tahun 1987 meningkat menjadi 17,5%. Dari tahun 1965 sampai 1988, angka

persalinan sesarea di Amerika Serikat meningkat progresif dari hanya 4,5% menjadi 25%.

Sejak tahun 1986 di Amerika satu dari empat persalinan diakhiri dengan seksio cesaria.

Sebagian besar peningkatan ini terjadi sekitar tahun 1970-an dan tahun 1980-an di seluruh

negara barat. Pada tahun2002 mencapai 26,1%, angka tertinggi yang pernah tercatat di

Amerika Serikat. Indonesia mempunyai angka seksio sesarea antara 15 - 20% untuk RS

rujukan.

Di Indonesia angka persalinan dengan seksio cesaria di 12 rumah sakit pendidikan

berkisar antara 2,1%-11,8%. Dengan peningkatan angka persalinan dengan seksio sesarea

yang cukup tajam. Hal ini memunculkan dilema tentang pilihan tindakan pada persalinan

berikutnya, baik tindakan seksio sesarea lagi atau partus pervaginam pada pasien dengan

riwayat operasi seksio sesarea. Keputusan tersebut ditentukan oleh dokter dan pasien.

Salah satu indikasi seksio sesarea adalah adanya riwayat seksio sesaria sebelumnya.

Sebenarnya, persalinan melalui bedah caesar tidak mempengaruhi persalinan selanjutnya

harus berlangsung secara operasi atau tidak. Apabila memang ada indikasi yang

mengharuskan dilakukanya tindakan pembedahan, seperti bayi terlalu besar, panggul terlalu

sempit, atau jalan lahir yang tidak mau membuka, operasi bisa saja dilakukan. Tindakan

operasi seksio sesarea seringkali menggunakan teknik anestesi spinal. Teknik ini merupakan

teknik anestesi regional yang baik untuk tindakan-tindakan bedah, obstetrik, operasi bagian

bawah abdomen dan ekstremitas bawah.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Sectio Cesarea1,2

Sectio Cesarea ialah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka

dinding perut dan dinding uterus.

Berdasarkan insisi / teknik yang dilakukan, terdapat beberapa jenis sectio cesarea :

1. Sectio cesaria klasik : insisi abdomen vertikal di garis median, kemudian insisi

uterus juga vertikal di garis median.

2. Sectio cesarea transperitonealis profunda : insisi abdomen vertikal di garis

median, kemudian plica vesicouterina digunting dan disisihkan, kemudian dibuat

insisi pada segmen bawah uterus di bawah irisan plica yang kemudian dilebarkan

secara tumpul dengan arah horisontal.

3. Sectio cesarea yang dilanjutkan dengan histerektomi (cesarean hysterectomy).

4. Sectio cesarea transvaginal.

2
Syarat-syarat dilakukan tindakan Sectio Cesarea, diantaranya uterus dalam

keadaan utuh (karena pada sectio cesarea, uterus akan diinsisi) dan berat janin di atas

500 gram. Indikasi dilakukan tindakan Sectio Cesarea dapat ditinjau dari dua sisi, dari

sisi ibu diantaranya yaitu panggul sempit absolut, tumor-tumor jalan lahir yang

menimbulkan obstruksi, stenosis serviks/vagina, plasenta previa, disproporsi

sefalopelvik, ruptura uteri membakat. Sedangkan ditinjau dari sisi janin diantarnaya

kelainan letak, prolaps talipusat, gawat janin.

II.2. Disproporsi Kepala Panggul2,3

Disproporsi sefalopelvik merupakan keadaan yang menggambarkan ketidak

seimbangan antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak bisa keluar

melalui vagina. Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh panggul sempit, janin yang

besar atau keduanya. Cephalopelvic Disproportion (CPD) merupakan diagnosa medis

digunakan ketika kepala bayi dinyatakan terlalu besar agar muat melewati panggul

ibu. Setiap penyempitan diameter panggul yang mengurangi kapasitas pelvis dapat

mengakibatkan distosia selama persalinan. Panggul sempit bisa terjadi pada pintu atas

panggul, midpelvis, atau pintu bawah panggul, atau umumnya kombinasi dari

ketiganya. Karena CPD bisa terjadi pada tingkat pelvic inlet, outlet dan midlet,

diagnosisnya bergantung pada pengukuran ketiga hal tersebut yang dikombinasikan

dengan evaluasi ukuran kepala janin. sempit disebut sebut sebagai salah satu kendala

dalam melahirkan secara normal karena menyebabkan obstructed labor yang

insidensinya adalah 13% dari persalinan.

3
Pintu atas panggul dibentuk oleh promontorium corpus vertebra sacrum , linea

innominata, serta pinggir atas simfisis. Konjugata diagonalis merupakan jarak dari

pinggir bawah simfisis ke promontorium, Secara klinis, konjugata diagonalis bisa

diukur dengan memasukkan jari telunjuk dan jari tengah yang ditempelkan menyusur

naik ke seluruh permukaan anterior sacrum, promontorium teraba sebagai penonjolan

tulang. Dengan jari tetap menempel pada promontorium, tangan di vagina diangkat

sampai menyentuh arcus pubis dan ditandai dengan jari telunjuk tangan kiri.

Konjugata obstetrika ialah konjugata yang paling penting yaitu jarak antara bagian

tengah dalam simfisis dengan promontorium, Selisih antara konjugata vera dengan

konjugata obstetrika.

Klasifikasi

Pembagian panggul sempit

1. Kesempitan pintu atas panggul ( pelvic outlet)

a. Pembagian tingkatan panggul sempit tingkat I: CV= 9-10 cm= borderline

b. Tingkat II: CV = 8-9 cm = relatif

c. Tingkat III : CV = 6-8 cm = ekstrim

d. Tingkat IV : CV = 6 cm = mutlak (absolut)

Pembagian menurut tindakan CV = 8 10 cm = partus percobaan CV = 6 8 cm = SC p

rimer CV = 6 cm = SC mutlak (absolut) Inlet dianggap sempit bila CV <10 cm atau

4
diameter transversal < 12 cm.Karena yang biasanya diukur adalah konjugata

diagonalis (CD), maka inlet dianggap sempit bila CD kurang dari 11,5 cm.

Penanganan

Bila konjugata vera 11 cm, dapat dipastikan partus biasa, dan bila ada

kesulitan persalinan, pasti tidak disebabkan oleh faktor panggul. Untuk CV kurang

dari 8,5 cmdan anak cukup bulan tidak mungkin melewati panggul tersebut.

a. C V 8,5 - 10 cm dilakukan partus percobaan yan g

kemungkinan b e r a k h i r dengan partus spontan atau dengan

ekstraksi vakum, atau ditolong dengansecio caesaria sekunder atas indikasi obstetric

lainnya

b. CV = 6 -8,5 cm dilakukan SC primer

c. C V = 6 c m d i l a k u k a n S C p r i m e r m u t l a k

Disamping hal-hal tersebut diatas juga tergantung pada :

1) his atau tenaga yang mendorong anak

2) Besarnya janin, presentasi dan posisi janin

3) Bentuk panggul

4) Umur ibu

5) Penyakit ibu

5
II.3. Anestesi Spinal5,6

Anestesi spinal (intratekal, intradural, subdural, subarakhnoid) ialah anestesi

regional dengan tindakan penyuntikan obat anestesi lokal ke dalam ruang

subarakhnoid. Larutan anestesi lokal yang disuntikan pada ruang subarachnoid akan

memblok konduksi impuls syaraf.

Terdapat tiga bagian syarat yaitu motor, sensori dan autonom. Motor

menyampaikan pesan ke otot untuk berkontraksi dan ketika di blok, otot akan

mengalami paralisis. Syaraf sensori akan menghantarkan sensasi seperti rabaan dan

nyeri ke sumsum tulang dan ke otak, sedangkan syaraf atonom akan mengontrol

tekanan darah, nadi, kontraksi usus dan fungsi lainnya yang diluar kesadaran. Pada

umumnya, serabut otonom dan nyeri yang pertama kali diblok dan serabut motor yang

terakhir. hal ini akan memiliki timbal balik yang penting. Contohnya, vasodilatasi dan

penurunan tekanan darah yang mendadak mungkin akan terjadi ketika serabut otonom

diblok dan pasien merasakan sentuhan dan masih merasakan sakit ketika tindakan

pembedahan dimulai.

Kelebihan pemakaian anestesi spinal, diantaranya biaya minimal, kepuasan

pasien, tidak ada efek pada pernafasan, jalan nafas pasien terjaga, dapat dilakukan

pada pasien diabetes mellitus, perdarahan minimal, aliran darah splancnic meningkat,

terdapat tonus visceral, jarang terjadi gangguan koagulasi. Sedangkan kekurangan

pemakaian anestesi spinal akan menimbulkan hipotensi, hanya dapat digunakan pada

operasi dengan durasi tidak lebih dari dua jam, bila tidak aseptik akan menimbulkan

infeksi dalam ruang subarachnoid dan meningitis, serta kemungkinan terjadi postural

headache.

Anestesi spinal merupakan pilihan anestesi pada daerah dibawah umbilikus,

misalnya repair hernia, ginekologi, operasi urogenital dan operasi di daerah perineum

6
dan genitalia. Anestesi spinal khususnya diindikasikan pada pasien lanjut usia dan

pasien dengan penyakit sistemik seperti penyakit pernafasan, hepar, renal dan

gangguan endokrin (diabetes mellitus).

Pada bagian obstetri, dengan anestesi spinal pada Sectio Cesarea didapatkan

keuntungan ganda yaitu pada ibu dan bayinya. Anestesi spinal dikontra-indikasikan

bila peralatan dan obat resusitasi tidak adekuat, gangguan perdarahan, hipovolemia,

pasien menolak, pasien tidak kooperatif, septikemia, deformitas anatomi, penyakit

neurologi.

Kontraindikasi absolut pemakaian anestesi spinal yaitu pasien menolak,

infeksi pada tempat penyuntikan, hipovolemia berat, syok, koagulopati (mendapatkan

terapi antikoagulan), tekanan intrakranial tinggi, fasilitas resusitasi minimun, kurang

pengalaman.tanpa didampingi konsultan anestesi. Sedangkan kontraindikasi relatif

diantaranya infeksi sistemik (sistemik,bakteriemia), infeksi sekitar tempat suntikan,

kelainan neurologis, kelainan psikis, bedah lama, penyakit jantung, hipovolemia

ringan dan nyeri punggung kronis.

Pada dasarnya persiapan untuk anestesia spinal seperti persiapan pada anestesi

umum. Daerah sekitar tempat tusukan diperiksa, adakah kelainan anatomis tulang

punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tidak teraba prosessus spinosus. Selain

itu juga harus dipersiapkan informed consent, pemeriksaan fisik dan laboratorium

yang meliputi hemoglobin, hematokrit, PT (prothrombine time) dan PTT (paartial

thromboplastine time). Persiapan pre-operasi sangat penting dilakukan, sehingga

diharapkan pasien dipersiapkan semaksimal mungkin dan bila terdapat penyulit dapat

dilakukan medikasi pre-operasi.

Pasien yang telah dijadwalkan untuk pembedahan elektif umumnya berada

dalam keadaan optimal baik fisik maupun mental dengan diagnosis yang definitif dan

7
penyakit lain yang kadang-kadang menyertainya sudah terkendali dengan baik.

Berbeda dengan penderita emergensi yang memerlukan tindakan bedah darurat baik

dengan anestesi umum atau regional merupakan suatu tindakan yang penuh dengan

risiko. Hal ini disebabkan penderita datang secara mendadak dan pada umumnya

berada dalam keadaan yang kurang baik, waktu untuk memperbaiki keadaan umum

terbatas, kadang-kadang sulit untuk mengatasi penyakit lain dan bahkan

memperburuk keadaan.

Premedikasi pada anestesi spinal tidak perlu, namun pada pasien tertentu,

dapat diberikan benzodiazepine seperti 5-10 mg diazepam secara oral yang diberikan

1 jam sebelum operasi. Agen narkotik dan sedatif dapat digunakan sesuai keadaan.

Pemberaian anticholinergics seperti atropine atau scopolamine (hyoscine) tidak perlu.

Agen anestesi lokal dapat berupa molekul berat (hyperbaric), ringan

(hypobaric), dan beberapa isobaric seperti LCS. Larutan hyperbaric cenderung

menyebar kebawah, sementara isobaric tidak dipengaruhi oleh arah. Hal ini akan lebih

memudahkan untuk memperkirakan dari pemakaian agen hyperbaric. Agen isobaric

dapat dijadikan hiperbarik dengan menambahkan dextrose. Agen hypobaric pada

umumnya tidak digunakan.

Beberapa agen anestesi local yang digunakan pada anestesi spinal,

diantaranya:

1. Bupivacaine (Marcaine). 0.5% hyperbaric (heavy). Bupivacaine memiliki durasi

kerja 2-3 jam

2. Lignocaine (Lidocaine/Xylocaine). 5% hyperbaric (heavy), dengan durasi 45-90

minutes. Jika ditambahkan 0.2ml adrenaline 1:1000 akan memperpanjang durasi

kerja.

8
3. Cinchocaine (Nupercaine, Dibucaine, Percaine, Sovcaine). 0.5% hyperbaric

(heavy) sama dengan bupivacaine.

4. Amethocaine (Tetracaine, Pantocaine, Pontocaine, Decicain, Butethanol,

Anethaine, Dikain).

5. Mepivacaine (Scandicaine, Carbocaine, Meaverin). A 4% hyperbaric (heavy)

sama dengan lignocaine.

Semua pasien yang akan dilakukan tindakan anestesi spinal, sebelumnya harus

mendapatkan cairan intravena. Volume cairan yang diberikan disesuaikan dengan usia

pasien dan luasnya blok. Seorang dewasa muda, sehat yang akan dilakukan repair

hernia membutuhkan 500cc. Pasien lanjut usia yang tidak mampu melakukan

kompensasi terhadap terjadinya vasodilatasi dan hipotensi maka minimal

mendapatkan 1000cc. Jika direncanakan akan dilakukan blok tinggi, minimal 1000 cc.

Pasien yang akan dilakukan Sectio Cesarea membutuhkan minimal 1500 cc. cairan

yang digunakan yaitu normal saline atau larutan Hartmann's. Dektrose 5% tidak

segera dimetabolisme sehingga tidak efektif untuk mempetahankan tekanan darah.

Teknik anestesi spinal yaitu dengan posisi duduk atau posisi tidur lateral

dekubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah posisi yang paling sering

dikerjakan. Tempat penyuntikan pada perpotongan antara garis yang menghubungkan

kedua krista illiaka dengan tulang punggung, ialah L4 atau L4-5. setelah dilakukan

tindakan asepsis dan diberi zat anestesi lokal (lidokain 1-2%, 2-3 ml). Cara tusukan

median atau paramedian. Tusukan introducer sedalam kira-kira 2cm agak sedikit ke

arah sefal, kemudian dimasukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang tersebut.

Struktur yang dilalui oleh jarum spinal sebelum mencapai CSF, diantaranya kulit,

lemak sukutan, ligamentum interspinosa, ligamentum flavum, ruang epidural, dura,

ruang subarachnoid. Setelah resistensi menghilang, mandrin jarum spinal dicabut dan

9
keluar likuor, pasang semprit berisis obat dan obat dimasukkan pelan-pelan

(0.5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit.

Faktor yang berpengaruh terhadap penyebaran penyuntikan larutan anestesi

local diantaranya : berat jenis dari larutan anestesi local, posisi pasien, konsentrasi dan

volume zat anestesi, ukuran jarum, keadaan fisik pasien tekanan intraabdominal, level

penyuntikan dan kecepatan penyuntikan. Lama kerja anestesi local tergantung dari

berat jenis anestesi local, beratnya dosis, ada tidaknya vasokonstriktor dan besarnya

penyebaran anestesi local.

Komplikasi tindakan anestesi spinal diantaranya hipotensi berat, bradikardi,

trauma pembuluh darah, hipoventilasi, trauma pembuluh darah, trauma saraf, mual-

muntah, gangguan pendengaran, blok spinal tinggi atau spinal total. Sedangkan

komplikasi pasca tindakan diantaranya nyeri tempat suntikan, nyeri punggung, nyeri

kepala,retensiurin,meningitis.

10
BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nam : Ny. JK

Umur : 29 tahun

Berat badan : 62 Kg

Tinggi badan : 155 cm

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Bukit Indah

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Pendidikan : SMP

Tanggal masuk RS : 20 Oktober 2015

No. RM : 037437

II. ANAMNESIS

a. Keluhan Utama

Nyeri ari-ari menjalar ke pinggang sejak satu hari yang lalu

b. Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke Rumah Sakit dengan keluhan nyeri ari-ari menjalar ke pinggang

sejak satu hari yang lalu sekitar jam 23.00, nyeri terasa kuat berlangsung 5 6

detik setiap 15 20 menit sekali, nyeri terasa kuat menjalar dari ari-ari sampai ke

pinggang, sedikit ada cairan keluar air dari kemaluan jernih, warna putih, tidak

11
ada darah, tidak ada keluhan mual muntah, gerakan janin masih dirasakan, tidak

ada riwayat trauma.

HPHT : 12 Februari 2014

Riwayat persalinan : Pernah melahirkan satu kali, anak pertama dengan SC

atas indikasi disproporsi kepala panggul

Riwayat perkawinan : Satu kali menikah

Riwayat kontrasepsi : Tidak pernah menggunakan kontrasepsi

c. Riwayat Penyakit Dahulu:

Riwayat penyakit hipertensi : disangkal

Riwayat penyakit DM : disangkal

Riwayat penyakit alergi : disangkal

Riwayat penyakit asma : disangkal

Riwayat operasi sebelumnya : Operasi 3 tahun yang lalu atas indikasi

disproporsi kepala panggul

d. Riwayat Penyakit Keluarga:

Riwayat penyakit hipertensi : disangkal

Riwayat penyakit DM : disangkal

Riwayat penyakit alergi : disangkal

Riwayat penyakit asma : disangkal

12
III. PEMERIKSAAN FISIK

a. Status Generalis

Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Vital Sign

- Tekanan darah : 110/70 mmHg

- Respirasi : 18 kali/menit

- Nadi : 88 /menit, isi dan tekanan penuh

- Suhu : 36 C

Kepala : Normochepal, simestris, tumor (-)

- Mata : Konjungtiva anemis +/+, Sklera tidak iktenk

- Hidung : Discharge (-) epistaksis (-), deviasi septum (-)

- Mulut : Bibir kering (-), hiperemis (-), pembesaran tonsil (-),

- Gigi : Gigi palsu (-)

Leher : Simestris, trakea ditengah, pembesaran tiroid dan limfe (-)

Thorax :

- Paru :
Inspeksi : Bentuk dada normal, gerakan dada simetris kanan-kiri,
retraksi dinding dada (-)
Palpasi : Vokal fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Bronkovesikuler (+/+), Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
- Jantung :
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis teraba
Perkusi : Batas jantung kanan di RIC 4 linea parasternalis dextra, batas
jantung kiri di RIC 4 linea midclavicularis sinistra.
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

13
Abdomen : Status lokalis

Extremitas : edema (-/-), sianosis (-/-), edema (-/-), akral hangat

b. Status Lokalis

- Regio Abdomen

Inpeksi : Buncit hamil, striae gravidarum (+)

Auskultasi : Bising usus (+) normal 8 x/menit, DJJ (+) 137 x/menit

Palpasi :Tinggi fundus Uterus (TFU) 29 cm

- Leopold I : Teraba bagian besar, bulat, lunak 3 jari bawah

proc.xypoideus

- Leopold II : Teraba punggung di sebelah kiri, bagian kecil di kanan

- Leopold III : Letak kepala

- Leopold IV : Sudah masuk PAP

His : (+) 5 6 detik, 15 20 menit sekali

- Pemeriksaan Dalam :

Buka 2 cm

Presentasi kepala

Portio kaku tebal

Sekret (+)

IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Tanggal 20 Oktober 2015

Pemeriksaan darah lengkap :

Hb : 13,9 g/dl (12 16 g/dl)

Leukosit : 22,2 x 103/mm3 ( 5-11 103/mm3 )

14
Ht : 37 % (W 37 43 %)

Trombosit : 272.000/ul (150.000 400.000/ul)

V. DIAGNOSIS KLINIS

Diagnosis pra operasi: G2P1A0H1 gravid 39 40 minggu, kala I laten, janin tunggal

hidup intra uterin, dengan riwayat SC sebelumnya a.i disproporsi kepala panggul

Diagnosis post operasi: P2A0H2 post sectio cesarea transperitoneal profunda a.i.

disproporsi kepala panggul

VI. STATUS ANASTESI

ASA II (Pasien dengan gangguan sistemik ringan, perubahan anatomi dan

fisiologi dalam masa kehamilan)

VII. TINDAKAN

Dilakukan : Sectio Cesarea

Tanggal : 21 Oktober 2015

VIII. LAPORAN ANESTESI

a. Persiapan Anestesi

Informed concent

Puasa

Pengosongan lambung, penting untuk mencegah aspirasi isi lambung

karena regurgitasi. Untuk dewasa dipuasakan 6-8 jam sebelum operasi

15
Pemasangan IV line

Sudah terpasang jalur intravena menggunakan IV catheter ukuran 18

atau menyesuaikan keadaan pasien dimana dipilih ukuran yang paling

maksimal bisa dipasang.

Dilakukan pemasangan monitor tekanan darah, nadi dan saturasi O2

b. Penatalaksanaan Anestesi

Jenis anestesi : Regional Anestesi (RA)

Premedikasi :

- Ondansetron IV 1 ampul 2 mg

- Midazolam IV 2 mg

Medikasi Intra Operatif:

- Bupivacain spinal 1 ampul (20 mg)

- Oksitosin dalam RL 2 ampul (10 IU)

- Cefotaxim 1 gr IV (sebelumnya dilakukan test sensitifitas)

- Asam Traneksamat IV 500 mg

Medikasi Post Operatif :

Tramadol drip dalam futrolit 100 mg

Teknik anestesi :

Pasien dalam posisi duduk tegak dan kepala menunduk Dilakukan

desinfeksi di sekitar daerah tusukan yaitu di regio vertebra lumbal 4 5.

Dilakukan Sub Arakhnoid blok dengan jarum spinal no.27 pada regio vertebra

lumbal 4 5 dengan tusukan paramedian.

LCS keluar (+) jernih

Respirasi : Spontan

Posisi : Supine

16
Jumlah cairan yang masuk : Kristaloid = 1500 cc, Koloid = 500 cc (RL 1

+ HES + RL 2 + RL 3 + RL 4)

Perdarahan selama operasi : 500 cc

Pemantauan selama anestesi :

- Mulai anestesi : 10.30

- Mulai operasi : 10.35

- Bayi lahir : 10.45

- Selesai operasi : 11.30

- Tekanan darah dan frekuensi nadi :

Pukul (WIB) Tekanan Darah (mmHg) Nadi (kali/menit)

10.30 100 / 60 96

10.35 100 / 55 100

10.40 96 / 55 99

10.45 110 / 70 90

10.50 110 / 70 90

10.55 110 / 65 80

11.00 105 / 64 80

11.05 105 / 64 76

11.10 110 / 70 90

11.15 110 / 70 90

11.20 110 / 65 80

11.25 105 / 64 80

11.30 105 / 64 80

17
IX. PROGNOSA

Dubia ad bonam

18
BAB IV

PEMBAHASAN

A. PRE OPERATIF

Meskipun operasi sectio caesarea yang dilakukan merupakan tindakan operasi

elektif, tetapi persiapan anestesi dan pembedahan harus selengkap mungkin karena

dalam pemberian anastesi dan operasi selalu ada resiko. Persiapan yang dilakukan

meliputi persiapan alat, penilaian dan persiapan pasien, dan persiapan obat anestesi

yang diperlukan. Penilaian dan persiapan penderita diantaranya meliputi :

informasi penyakit

anamnesis/heteroanamnesis kejadian penyakit

riwayat alergi, hipertensi, diabetes mellitus, operasi sebelumnya, asma,

komplikasi transfusi darah (apabila pernah mendapatkan transfusi)

riwayat keluarga (penyakit dan komplikasi anestesia)

makan minum terakhir (mencegah aspirasi isi lambung karena regurgitasi atau

muntah pada saat anestesi)

Persiapan operasi yang tidak kalah penting yaitu informed consent, suatu

persetujuan medis untuk mendapatkan ijin dari pasien sendiri dan keluarga pasien

untuk melakukan tindakan anestesi dan operasi, sebelumnya pasien dan keluarga

pasien diberikan penjelasan mengenai risiko yang mungkin terjadi selama operasi

dan post operasi. Setelah dilakukan pemeriksaan pada pasien, maka pasien

termasuk dalam klasifikasi ASA II

19
B. INTRA OPERATIF

Namun pada beberapa kasus dapat diberikan premedikasi secara intravena

atau intramuskular dengan antikolinergik disertai pemberian antasida, antagonis

reseptor H2 atau metoclopramide, walaupun tidak efektif dan menguntungkan. Pada

pasien ini diberikan premedikasi yaitu invomit (ondansentron) sebanyak 2 mg secara

intravena. Pemberian obat anti mual dan muntah ini sangat diperlukan dalam operasi

Sectio Cesarea dimana merupakan usaha untuk mencegah adanya aspirasi dari asam

lambung.

Tindakan pemilihan jenis anestesi pada pasien obstetri diperlukan beberapa

pertimbangan. Teknik anestesi disesuaikan dengan keadaan umum pasien, jenis dan

lamanya pembedahan dan bidang kedaruratan. Metode anestesi sebaiknya seminimal

mungkin mendepresi janin, sifat analgesi cukup kuat, tidak menyebabkan trauma

psikis terhadap ibu dan bayi, toksisitas rendah, aman, nyaman, relaksasi otot tercapai

tanpa relaksasi rahim dan memungkinkan ahli obstetri bekerja optimal. Pada pasien

ini digunakan teknik Regional Anestesi (RA) dengan Sub Arakhnoid Block (SAB),

yaitu pemberian obat anestesi lokal ke ruang subarakhnoid, sehingga pada pasien

dipastikan tidak terdapat tanda-tanda hipovolemia. Teknik ini sederhana, cukup

efektif.

Induksi menggunakan Bupivacaine HCL yang merupakan anestesi lokal

golongan amida. Obat anestesi regional bekerja dengan menghilangkan rasa asakit

atau sensasi pada daerah tertentu dari tubuh. Cara kerjanya yaitu memblok proses

konduksi syaraf perifer jaringan tubuh, bersifat reversibel. Mula kerja lambat

dibanding lidokain, tetapi lama kerja 8 jain. Setelah itu posisi pasien dalam keadaan

terlentang (supine).

20
Anestesi spinal mulai dilakukan, posisi pasien duduk tegak dengan kepala

menunduk hingga prossesus spinosus mudah teraba. Dicari perpotongan garis yang

menghubungkan kedua crista illiaca dengan tulang punggung yaitu antara vertebra

lumbal 3-4, lalu ditentukan tempat tusukan pada garis tengah. Kemudian disterilkan

tempat tusukan dengan alkohol dan betadin. Jarum spinal nomor 27-gauge ditusukkan

dengan arah paramedian, barbutase positif dengan keluarnya LCS (jernih) kemudian

dipasang spuit yang berisi obat anestesi dan dimasukkan secara perlahan-lahan.

Monitor tekanan darah setiap 5 menit sekali untuk mengetahui penurunan

tekanan darah yang bermakna. Hipotensi terjadi bila terjadi penurunan tekanan darah

sebesar 20-30% atau sistole kurang dari 100 mmHg. Hipotensi merupakan salah satu

efek dari pemberian obat anestesi spinal, karena penurunan kerja syaraf simpatis. Bila

keadaan ini terjadi maka cairan intravena dicepatkan, bolus ephedrin 5-15mg secara

intravena, dan pemberian oksigen. Pada pasien ini terjadi hipotensi, sehingga

pemberian cairan dicepatkan, diberikan bolus ephedrin sebanyak 10mg secara

intravena dan oksigen.

Sesaat setelah bayi lahir dan plasenta diklem diberikan oksitosin 20 IU (2

ampul). Pemberian oksitosin bertujuan untuk mencegah perdarahan dengan

merangsang kontraksi uterus secara ritmik atau untuk mempertahankan tonus uterus

post partum, dengan waktu partus 3-5 menit.

Ketorolac 30 mg secara intravena diberikan sesaat sebelum operasi selesai.

Ketorolac adalah golongan NSAID (Non steroidal anti-inflammatory drug) yang

bekerja menghambat sintesis prostaglandin. Ketorolac diberikan untuk mengatasi

nyeri akut jangka pendek post operasi, dengan durasi kerja 6-8 jam.8

Pada pasien ini berikan cairan infus RL. (ringer laktat) sebagai cairan

fisiologis untuk mengganti cairan dan elektrolit yang hilang. HES juga diberikan

21
untuk mempertahankan circulating blood volume. Pasien sudah tidak makan dan

minum 10 jam, maka kebutuhan cairan pada pasien dengan BB = 62 kg:

- Pemeliharaan cairan per jam:

(4 X 10) + (2 X 10) + (1 X 42) = 102 mL/jam

Pengganti defisit cairan puasa:

10 X 102 mL = 1020 mL

Kebutuhan kehilangan cairan saat pembedahan:

6 X 62 = 372 mL

Jumlah terapi cairan:

102 + 1020 + 372 = 1494 m + 5 kolf RL (kristaloid)

Ditambah dengan HES = 500 mL 1 kolf (koloid)

C. POST OPERATIF

Setelah operasi selesai, pasien bawa ke ruang rawat obsgin. Pasien berbaring

dengan posisi kepala lebih tinggi untuk mencegah spinal headache, karena efek obat

anestesi masih ada. Observasi post operasi dilakukan selama 2 jam, dan dilakukan

pemantauan vital sign (tekanan darah, nadi, suhu dan respiratory rate), dan

memperhatikan adanya darah dari jalan lahir. Oksigen tetap diberikan 2-3 liter/menit.

Setelah keadaan umum stabil, maka pasien dibawa ke ruangan.

22
BAB V

KESIMPULAN

G2P1A0H1 usia 29 tahun, gravid 39 40 minggu, kala I laten, janin tunggal

hidup intra uterin, dengan riwayat SC sebelumnya a.i disproporsi kepala panggul 3

tahun yang lalu, dengan keluhan nyeri ari-ari menjalar ke pinggang sejak 1 hari datang

ke rumah sakit, dilakukan tindakan sectio cesarea pada tanggal 21 Oktober 2015 di

ruangan operasi RSUD Bangkinang atas indikasi operasi sectio caesarea sebelumnya

dengan indikasi disproporsi kepala panggul.

Teknik anestesi dengan spinal anestesi (subarachnoid blok) merupakan teknik

anestesi sederhana, cukup efektif. Anestesi dengan menggunakan Bupivacain spinal 20

mg untuk maintenance dengan oksigen 2-3 liter/menit. Untuk mengatasi nyeri

digunakan ketorolac sebanyak 30 mg. Perawatan post operatif dilakukan dibangsal dan

dengan diawasi vital sign, tanda-tanda perdarahan.

23
Daftar Pustaka

1. Gondo HK, Sugiharta K, Operasi seksio Sesarea di SMF Obstetri & Ginekologi RSUP

Sanglah Denpasar, Bali 2001 dan 2006. Dept. Obstetri & Ginekologi Fakultas Udayana

Bali, 2006.

2. Angsar, MD dan Lilakusuma LS. Ilmu bedah kebidanan Sarwono Prawirohardjo,

cetakan ke-7. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2007.

3. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

2008

4. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR.Petunjuk Praktis

Anestesiologi.Ed.2.Cet.V.Jakarta:Bagian Anestesi dan Terapi Intensif Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.2010.

5. Martel MJ et al, Guidelines for Vaginal Birth After Previous Caesarean Birth. SOGC

Clinical Practice Guidelines. No.155. February 2005.

6. Mangku, Gde. Agung Senapathi, Tjokorda Gde. Buku Ajar Ilmu Anastesia dan

Reanimasi. Jakarta : Indeks. 2010

7. Dobson, M. B. dkk. Penuntun Praktis Anestesi. Jakarta: EGC. 1994

24

Anda mungkin juga menyukai