Anda di halaman 1dari 30

BAB II

DAFTAR PUSTAKA
2.1 Ventricular Septal Defect ( VSD )
2.1.1. Anatomi Jantung
Jantung merupakan organ utama sistem kardiovaskuler. Jantung
dibentuk oleh organ muscular, apex dan basis cordis, atrium kanan dan kiri
serta ventrikel kanan dan kiri. Ukuran jantung kira kira panjang 12 cm,
lebar 8 -9 cm dan tebal kira kira 6 cm. Posisi jantung terletak antar kedua
paru dan berada di tengah tengah dada, bertumpu pada diafragma thoracis
dan berada kira kira 5 cm di atas processus xiphoideus. Pada tepi kanan
diafragma thoracis dan berada kira kira 5 cm di atas processus xiphoideus.
Pada tepi kanan cranial berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa III
dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum. Pada tepi kanan caudal berada pada
tepi cranialis pars cartilaginis costa VI dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum.
Tepi kiri cranial jantung berada pada tepi caudal pars cartilaginis costa II
sinistra di tepi sternum, tepi caudal berada pada ruang intercostralis 5, kira
kira 9 cm di kiri linea medioclavicularis. Selaput yang membungkus jantung
disebut pericardium terdiri antara lapisan fibrosa dan serosa, dalam cavum
pericardi berisi 50 cc yang berfungsi sebagai pelumas agar tidak ada gesekan
antara pericardium dan epikardium. Epicardium adalah lapisan paling luar
jantung, lapisan berikutnya adalah lapisan miokardium di mana lapisan ini
adalah lapisan paling tebal. Lapisan terakhir adalah lapisan
endocardium.Jantung terdiri dari 4 ruang, yaitu atrium kanan dan kiri, serta
ventrikel kanan dan kiri.Belahan kanan dan kiri dipisahkan oleh septum.1,2

3
Gambar 1. Anatomi dan sirkulasi jantung normal.

2.1.2. Sirkulasi Pada Janin Dan Bayi Baru Lahir


Perbedaan utama antara sirkulasi janin dan sirkulasi setelah lahir
adalah cara memperoleh O2. Janin memperoleh O2 dan mengeluarkan CO2
melalui pertukaran dengan darah ibu melalui plasenta. Pada sirkulasi janin
terdapat dua jalan pintas: (1) foramen ovale, suatu lubang di septum antara
atrium kanan dan kiri, dan (2) duktus arteriosus, suatu pembuluh yang
menghubungkan arteri pulmonalis dan aorta.3
Saat lahir, foramen ovale menutup dan menjadi jaringan parut kecil
yang dikenal sebagai fossa ovalis di septum atrium. Duktus arterious kolaps
dan akhirnya berdegenerasi menjadi untai ligamentum tipis yang dikenal
sebagai ligamentum arteriosum. Pada neonatus aterm normal, konstriksi
awal dari duktus arteriosus terjadi pada 10-15 jam pertama kehidupan, lalu
terjadi penutupan duktus arteriosus secara fungsional setelah 72 jam
postnatal. Kemudian disusul proses trombosis, proliferasi intimal dan
fibrosis setelah 3-4 minggu postnatal yang akhirnya terjadi penutupan secara
anatomis.3
Pada neonatus prematur, mekanisme penutupan duktus arteriosus ini
terjadi lebih lambat, bahkan bisa sampai usia 4-12 bulan. Penutupan duktus
venosus, duktus arteriosus dan foramen ovale diawali penutupan secara

4
fungsional kemudian disusul adanya proses proliferasi endotel dan jaringan
fibrous yang mengakibatkan penutupan secara anatomis (permanen).3

Gambar 2. Sirkulasi pada janin.


2.1.3. Definisi
Ventricular Septal Defect (VSD) merupakan kelainan kongenital
pada jantung dimana ada defek pada septum ventrikel, sehingga ada
hubungan antara kedua ventrikel. VSD dapat muncul sebagai anomali
primer dan bisa juga disertai defek jantung lainnya. Terdapat defek dengan
diameter 0,5 3 cm pada septum interventrikel sehingga terjadi pirau
antara ventrikel kanan dan kiri.
VSD merupakan defek jantung yang paling sering terjadi , yaitu 20%
dari seluruh defek jantung. Dimana VSD mengenai 2%-7% kelahiran. VSD
lebih sering terjadi pada perempuan dibanding laki-laki (56% : 44%).
Insidens tertinggi pada prematur dengan kejadian 2-3 kali lebih sering
dibanding bayi aterm.VSD merupakan salah satu lesi yang sering muncul
pada kelainan kromosomal, antara lain trisomi 13, trisomi 18, trisomi
21,dan kelainan sindrom lainnya, tetapi 95% pasien dengan VSD tidak
bersamaan dengan kelainan kromosomal.4,5,6
2.1.4. Klasifikasi
Ventricular Septal Defect (VSD) dapat diklasifikasikan berdasarkan
ukuran, lokasi, dan manifestasi klinis. Berdasarkan ukurannya, VSD
dibagi menjadi:8,9
VSD kecil : lesi < 1/3 dari diameter aorta ( <5mm)

5
VSD sedang : lesi 1/3 2/3 diameter aorta (5-10 mm)
VSD besar : lesi kira-kira sebesar diameter aorta ( >10mm)
Septum ventrikel dibagi menjadi 2 bagian, yaitu sebagian kecil
septum membranous dan sebagian besar septum muscular. Septum
muscular memiliki 3 komponen, yaitu inlet, trabecular septum, dan outlet
(infundibular septum):8,9
Tipe perimembranosa (80%) : merupakan defek yang paling sering
terjadi. Membranous septum merupakan septum yang kecil dan berada
di jantung bagian bawah diantara komponen inlet dan outlet dari
septum muscular.
Tipe inlet (5-8%) : berada di inferioposterior dari septum
membranous.
Tipe trabecular (5%-20%): septum trabecular merupakan bagian
terbesar dari septum interventrikuler, dikelilingin seluruhnya oleh
otot. Tipe ini dapat dibagi lagi berdasarkan lokasi, yaitu apical,
central, dan marginal. Ketika ada multiple muscular VSD dengan
ukuran yang besar maka disebut Swiss Cheese VSD.
Tipe outlet (5%-7%): berada di bawah katup pulmonal ( sinonim:
infundibular, supracristal, doubly commited)
2.1.5. Hemodinamik
Tergantung besarnya defek dan perbedaan tahanan antara kedua
ventrikel dapat terjadi pirau kiri ke kanan, pirau kanan ke kiri atau pirau
dua arah.
1) Pirau kiri ke kanan terjadi karena dalam keadaan normal terdapat
tekanan yang lebih besar pada ventrikel kiri daripada yang kanan pada
waktu sistolik.
2) Pirau kanan ke kiri bila tahanan vakuler paru paru menjadi lebih besar
daripada sistemik ( sindrom Eisenmenger ).4,5
2.1.6. Patofisiologi
Defek pada septum interventrikuler menyebabkan hubungan antara
sirkulasi sistemik dan pulmonar. Ukuran dari VSD, tekanan pada ventrikel

6
kanan dan kiri, serta resitensi pulmonar merupakan faktor-faktor yang
mempengaruhi hemodinamik pada VSD. Demikian, darah akan mengalir
dari tekanan yang tinggi ke rendah, yaitu dari ventrikel kiri ke ventrikel
kanan (pirau kiri ke kanan).
Darah mengalir melalui defek dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan
yang menyebabkan darah yang mengandung banyak oksigen masuk ke
arteri pulmoner. Penambahan darah ini menimbulkan peningkatan aliran
darah ke paru dan menyebabkan peningkatan pulmonary venous return ke
atrium kiri dan ke ventrikel kiri. Peningkatan volume ventrikel kiri
menyebabkan dilatasi dan akhirnya hipertrofi ventrikel kiri.
Volume darah dalam paru yang meningkat , menyebabkan naiknya
tahanan pulmoner. Jika tahanan ini besar maka tekanan ventrikel kanan
semakin meningkat terjadilah pirau kanan ke kiri, dimana darah yang
miskin oksigen mengalir ke ventrikel kiri menyebabkan sianosis.
Peningkatan aliran darah pulmoner menyebabkan peningkatan
pulmonary capillary pressure yang dapat menambah cairan interstisial
pulmoner. Ketika kondisi ini parah maka timbul oedem pulmonal.5,7

Gambar 3. Ventricular septum defect


2.1.7. Gejala Klinis
Manifestasi klinis pasien dengan VSD bervariasi, tergantung dari
ukuran, aliran darah pulmoner dan tekanan pulmoner. VSD kecil dengan
left-to-right shunt (pirau kiri ke kanan) dan tekanan arteri pulmoner yang
normal, merupakan kasus yang paling sering terjadi. Pada VSD kecil ini

7
biasanya asimtomatik. Lesi ditemukan ketika dilakukan pemeriksaan fisik
rutin. Pada auskultasi jantung akan terdengan bunyi murmur yang keras,
kasar atau disebut holosistolik murmur yang terdengar paling jelas di
lower left sternal border (LLSB) atau pada intercostal 4 sinistra sebelah
sternum dan biasanya disertai thrill. Selain itu juga pertumbuhan dan
perkembangan anak tidak ada gangguan. Murmur jantung mungkin tidak
dapat terdeteksi saat lahir karena tahanan pulmonal neonatus masih tinggi
dan rendahnya perbedaan tekanan ventrikel kanan dan kiri. Setelah bayi
berusia 2-6 minggu, seiring dengan menurunnya tahanan vaskuler
pulmoner, left-to-right shunting meningkat dan adanya turbulensi maka
timbul murmur jantung.
Pada VSD sedang hingga berat muncul gejala akibat meningkatnya
aliran darah pulmonal ( oedem pulmonal) dan menurunnya cardiac output,
sehingga menimbulkan takipneu, infeksi paru yang membutuhkan waktu
lebih lama untuk sembuh, failure to thrive, mudah lelah, dan diaphoresis.
Pada auskultasi juga terdengar holosistolik murmur.
Pada VSD besar dengan aliran darah pulmonal yang berlebihan dan
hipertensi pulmonal menunjukkan gejala dyspnea, sulit makan, failure to
thrive, infeksi pulmonal berulang, dan gagal jantung pada bayi. Walaupun
VSD merupakan PJB asianotik, tetapi ketika tekanan ventrikel kanan
melebihi ventrikel kiri, terjadi right to-left shunt ( Eisenmenger Syndrome)
maka timbul gejala sianosis dan clubbing finger. Holosistolik murmur
pada VSD besar tidak sekasar pada VSD kecil karena perbedaan tekanan
gradient antar ventrikel yang tidak signifikan.4
2.1.8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis
VSD antara lain rontgen thoraks, elektrokardiografi (EKG), dan
echocardiografi.
1. VSD kecil
Pada pemeriksaan rontgen thoraks biasanya normal. Pada hasil
EKG juga tidak menunjukkan kelainan. Pada echocardiografi 2

8
dimensi dapat menunjukkan lokasi dan ukuran defek. Pada VSD kecil,
terutama defek pada septum muscular, sulit untuk dipastikan. Untuk
melihat VSD kecil dapat dilakukan dengan Doppler berwarna yang
menunjukkan adanya arus dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan.8
2. VSD sedang
Pada pemeriksaan thoraks tampak kardiomegali akibat
hipertrofi ventrikel kiri, arteri pulmonalis menonjol, aorta menjadi
kecil, dan ada tanda-tanda peningkatan vaskularisasi pulmoner.
Jantung kanan relatif normal. Hal ini dapat terjadi karena darah yang
seharusnya mengalir ke aorta, sebagian mengalir kembali ke ventrikel
kanan. Atrium kiri yang menampung darah dari vena pulmonalis yang
jumlahnya banyak, akan melebar dari biasa dan dapat mengalami
dilatasi. Akibatnya, otot-otot ventrikel kiri akan mengalami
hipertrofi.4,8

Gambar 4. Foto Thorax PA VSD Sedang


Pada EKG ditemukan gambaran hipertrofi ventrikel kiri. Pada
VSD sedang, dengan echocardiografi dapat mudah dideteksi.
Disamping lokasinya, besar defek juga dapat ditentukan.8
3. VSD besar
Pada rontgen thorax akan tampak kardiomegali yang massive
dengan kedua ventrikel, atrium kiri, dan arteri pulmonal yang
menonjol. Terdapat juga peningkatan corak vaskularisasi pulmonal,

9
dan oedem pulmonal, serta efusi pleura bisa juga nampak pada
rontgen thoraks.

Gambar 5. Foto Thoraks PA VSD Besar


Kateterisasi jantung dapat menunjukkan hemodinamik dari
VSD, walaupun sekarang kateterisasi dilakukan apabila data
laboratoris tidak cocok dengan gejala klinis atau ketika penyakit
vaskuler pulmonary dicurigai. Pemeriksaan ini berguna untuk
mengukur tekanan dan saturasi oksigen, serta besar defek.8
2.1.9. Terapi
Pada VSD kecil biasanya akan menutup secara spontan di usia 1-2
tahun. Walaupun tidak menutup, umumnya VSD ini tetap asimtomatik,
tidak ada pembesaran jantung, tidak ada peningkatan tekanan vaskuler
pulmonary, ataupun tahanan. The Council on Cardiovascular Disease in
the Young of the American Heart Association mengatakan VSD yang kecil,
terisolasi, dan hemodinamik yang tidak signifikan bukanlah indikasi untuk
dilakukan operasi. Sebagai perlindungan dari endocarditis, kesehatan gigi
harus dijaga. American Heart Association guidelines mengatakan
antibiotic profilaksis tidak lagi dianjurkan untuk kunjungan ke dokter gigi
maupun prosedur pembedahan. Pasien-pasien ini dapat dimonitor dengan
kombinasi pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratoris yang non-
invasif hingga VSD tertutup secara spontan.
Pada VSD sedang lebih jarang mengalami penutupan secara
spontan. Defek ini tidak perlu dilakukan pembedahan selama tahanan
pembuluh pulmonal normal dan jumlah shunting <2 kali aliran sistemik.

10
Sama dengan VSD sedang, VSD besar jarang menutup secara
spontan. Tetapi, walaupun defek yang besar yang mengakibatkan gagal
jantung dapat mengecil dan hingga 8% dapat menutup secara spontan.
Pada pasien dengan gagal jantung dapat diberikan diuretik untuk
mengurangi kongesti pulmonal, ACE inhibitor untuk mengurangi tekanan
pulmonal dan sistemik, serta digoksin diberikan apabila diuresis dan
pengurangan afterload tidak mengurangi gejala klinis. Tetapi, masih ada
beberapa kontroversi terhadap efek digoksin.
Indikasi untuk terapi pembedahan pada VSD yaitu pasien pada usia
berapapun dengan VSD besar dimana gejala klinis dan failure to thrive
tidak dapat dikontrol dengan terapi medikamentosa, bayi usia 6-12 bulan
dengan defek yang besar disertai hipertensi pulmonal, pasien usia >24
bulan dengan rasio Qp:Qs lebih dari 2:1, pasien dengan VSD tipe outlet
berapapun ukurannya juga dilakukan pembedahan karena resiko terjadinya
regurgitasi katup aorta.4,5,8

2.2 BRONKOPNEUMONIA
2.2.1. Definisi
Pneumonia adalah inflamasi dari parenkim paru yang meliputi
alveolus dan jaringan interstisial. Pneumonia biasanya disebabkan oleh
mikroorganisme, namun pneumonia yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Bila parenkim paru terkena
infeksi dan mengalami inflamasi hingga meliputi seluruh alveolus suatu
lobus paru maka disebut pneumonia lobaris atau pneumonia klasik. Bila
proses tersebut tidak mencakup satu lobus dan hanya di bronkiolus dengan
pola bercak-bercak yang tersebar bersebelahan maka disebut
bronkopneumonia. Bronkopneumonia merupakan jenis pneumonia yang
sering dijumpai pada anak anak. 10,11,12
2.2.2. Etiologi
Pada neonatus sering terjadi pneumonia akibat transmisi vertikal
ibu-anak yang berhubungan dengan proses persalinan. Infeksi terjadi

11
akibat kontaminasi dengan sumber infeksi dari ibu, misalnya melalui
aspirasi mekoneum, cairan amnion, atau dari serviks ibu. Pada bayi yang
lebih besar dan anak balita, pneumonia lebih sering disebabkan oleh
infeksi Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe B, dan
Staphylococcus aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja,
selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma
pneumoniae.4,13
Di negara maju, pneumonia pada anak tertuama disebabkan oleh
virus, di samping bakteri, atau campuran bakteri dan virus. Daftar etiologi
pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia yang bersumber dari
data di negara maju dapat terlihat pada Tabel 1.13

Tabel 1. Etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di


negar maju
USIA ETIOLOGI YANG ETIOLOGI YANG
SERING JARANG
Lahir BAKTERI BAKTERI
20 hari E. colli Bakteri anaerob
Streptococcus group B Streptococcus group D
Listeria monocytogenes Haemophillus influenzae
Streptococcus pneumoniae
Ureaplasma urealyticum
VIRUS
Virus Sitomegalo
Virus Herpes simpleks
3 minggu BAKTERI BAKTERI
3 bulan Chlamydia trachomatis Bordetella pertussis
Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenzae
tipe B
VIRUS Moraxella catharalis
Virus Adeno Staphylococcus aureus
Virus Influenza Ureaplasma urealyticum
Virus Parainfluenza 1, 2, 3 VIRUS
Respitatory Syncytical Virus Virus Sitomegalo
4 bulan BAKTERI BAKTERI
5 tahun Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae
tipe B
Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis
Streptococcus pneumoniae Neisseria meningitidis

12
VIRUS Staphylococcus aureus
Virus Adeno VIRUS
Virus Influenza Virus Varisela-Zoster
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Synncytial virus
5 tahun BAKTERI BAKTERI
remaja Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae
Mycoplasma pneumoniae Legionella sp
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
VIRUS
Virus Adeno
Virus Epstein-Barr
Virus Influenza
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial Virus
Virus Varisela-Zoster

2.2.3. Faktor Risiko


Faktor resiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas
pneumonia pada anak balita di negara berkembang, antara lain:
- Pneumonia yang terjadi pada masa bayi
- Berat badan lahir rendah (bblr)
- Tidak mendapat imunisasi
- Tidak mendapat asi yang adekuat
- Malnutrisi
- Defisiensi vitamin A
- Tingginya prevalens kolonisasi bakteri patogen di nasofaring
- Tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industri atau asap
rokok)
- Imunodefisiensi dan imunosupresi (hiv, penggunaan obat
imunisupresif)
- Adanya penyakit lain yang mendahului, seperti campak
- Intubasi, trakeostomi
- Abnormalitas anatomi 12,13

13
2.2.4. Patofisiologi11,12,13
Bakteri, virus, jamur, aspirasi

Saluran pernapasan

Paru-paru terinfeksi

Bersihan Sekret Kapiler melebar dan kongesti serta N. Vagus Hipota


jalan Edema didalam alveolus terdapat eksudat lamus
napas jernih, bakteri dalam jumlah banyak
(stadium kongesti)
Muntah Peningka
Diare tan suhu
Perubahan Lobus dan lobulus yang terkena
Ekspansi
pola napas bergranulasi, berwarna merah,
paru
seperti hati, tidak mengandung Nutrisi
udara (stadium hepatisasi merah)

Kerusakan
pertukaran RR, HR Lobus tetap padat warna merah
gas meningkat menjadi kelabu, terjadi konsolidasi
didalam alveoli akibat defisit deposit
fibrin dan leukosit yang semakin
bertambah (stadium hepatisasi kelabu)

Suplai O2
Kelelahan
jaringan
berkurang Eksudat berkurang, makrofag
bertambah, sel akan mengalami
degenasi, fibrin menipis, kuman dan
debris menghilang isi alveolus akan
Perfusi jaringan melunak untuk berubah menjadi
Intoleransi dahak (stadium resolusi)
menurun aktivitas

2.2.5. Klasifikasi
1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis:
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
b. Pneumonia nosokomial (hospital-acquired pneumonia)

14
c. Pneumonia aspirasi
d. Pneumonia pada penderita immunocompramised
2. Berdasarkan mikoorganisme penyebab
a. Pneumonia bakterial / tipikal
b. Pneumonia atipikal : disebabkan Mycoplasma, Legionella, dan
Clamydia
c. Pneumonia virus
d. Pneumonia jamur : sering merupakan infeksi sekunder dengan
predileksi pada penderita dengan daya tahan tubuh lemah
(immunocompromised)
3. Berdasarkan predileksi infeksi
a. Pneumonia lobaris
b. Bronkopneumonia
c. Pneumonia interstisial 11,14
2.2.6. Manifestasi Klinis
a. Gambaran infeksi umum :
Demam: suhu bisa mencapai 39-40 oc
Sakit kepala
Gelisah
Malaise
Penurunan nafsu makan
Keluhan gastrointestinal, seperti mual, muntah, atau diare
Kadang kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner
b. Gambaran gangguan respiratori:
Batuk yang awalnya kering kemudian menjadi produktif
Sesak nafas
Retraksi dada
Takipnea
Napas cuping hidung
Penggunaan otot pernafasan tambahan

15
Air hunger
Merintih
Sianosis
Bronkopneumonia biasanya di dahului oleh infeksi saluran nafas
bagian atas selama beberapa hari. Batuk mungkin tidak dijumpai pada
anak anak. Bila terdapat batuk, batuk berawal kering lalu berdahak. Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti vokal fremitus yang
meningkat pada daerah terkena, pekak perkusi atau perkusi yang redup
pada daerah yang terkena, suara napas melemah, suara napas bronkial, dan
ronki. Akan tetapi pada neonatus dan bayi kecil, gejala dan tanda
pnuemonia lebih beragam dan tidak selalu terlihat jelas. Pada perkusi dan
auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan.13
2.2.7. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah Lengkap
Pada pneumonia virus dan mikoplasma, umumnya ditemukan
leukosit dalam batas normal atau sedikit meningkat.
Pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar
antara 15.000 40.000 / mm3 dengan predominan PMN.
Leukopenia ( < 5.000 / mm3 ) menunjukkan prognosis yang
buruk. Leukositosis hebat hampir selalu menunjukkan adanya
infeksi bakteri sering ditemukan pada keadaan bakteremi, dan
risiko terjadinya komplikasi lebih tinggi.13
b. Rontgen Thorax
- Pneumonia/infiltrat interstisial : ditandai dengan peningkatan
corakan bronkovaskular, peribronchial cuffing, dan hiperaerasi.
Biasanya disebabkan oleh virus atau Mycoplasma. Bila berat dapat
terjadi patchy consolidation karena atelektasis
- Infiltrat alveolal : merupakan konsolidasi paru dengan air
bronchogram. Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut
dengan pneumonia lobaris, atau terlihat sebagai lesi tunggal yang
biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu

16
tegas, dan menyerupai lesi tumor paru, dikenal sebagai round
pneumonia.
- Bronkopneumonia : ditandai dengan gambaran difus merata pada
kedua paru, berupa bercak bercak infiltrat halus yang dapat
meluas hingga daerah perifer paru, disertai dengan peningkatan
corakan peribronkial

Gambar 6. Perbedaan Bronkopneumonia dan Pneumonia Klasik

2.2.8. Tatalaksana 11,13,15


a. Pneumonia Rawat Jalan
Pada pneumonia ringan rawat jalan dapat diberikan antibiotik
lini pertama secara oral, misalnya amoksisilin 25 mg/kgBB atau
kotrimoksazol 4 mg/kgBB TMP dan 20 mg/kgBB sulfametoksazol
dua kali sehari selama 3 hari. Makrolid, baik eritromisin maupun
makrolid baru, dapat digunakan sebagai terapi alternatif beta laktam
untuk pengobatan inisial pneumonia, dengan pertimbangan adanya
aktivitas ganda terhadap S. pneumoniae dan bakteri atipik.
Setalah itu, anjurkan ibu untuk memberi makan anak. Bila
pernapasannya membaik, demam berkurang, nafsu makan membaik,
lanjutkan pengobatan sampai selesai 3 hari. Jika frekuensi pernapasan,
demam, dan nafsu makan tidak ada perubahan, ganti ke antibiotik lini
kedua dan nasihati ibu untuk kembali 2 hari lagi. Jika ada tanda
pneumonia berat, rawat anak di rumah sakit dan tangani sesuai
pedoman pneumonia berat.

17
b. Pneumonia Rawat Inap
1) Terapi Antibiotik
Pemilihan antibiotik lini pertama dapat menggunakan
golongan beta-laktam atau kloramfenikol. Pada pneumonia yang
tidak responsif terhadap beta-laktam dan kloramfenikol, dapat
diberikan antibiotik seperti gentamisin, amikasin, atau
sefalosporin, sesuai dengan petunjuk etiologi yang ditemukan.
Antibiotik diteruskan selama 7-10 hari pada pasien dengan
pneumonia tanpa komplikasi.
WHO menganjurkan pemberian ampisilin/amoksisilin 25-50
mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam yang dipantau dalam 24 jam
selama 72 jam pertama. Bila anak memberi respons yang baik
maka diberikan selama 5 hari. Selanjutnya terapi dilanjutkan di
rumah atau di rumah sakit dengan amoksisilin oral 15
mg/kgBB/kali tiga kali sehari untuk 5 hari berikutnya.
Pada balita dan anak yang lebih besar, antibiotik yang
direkomendasikan adalah antibiotik beta-laktam dengan/tanpa
klavulanat; pada kasus yang lebih berat diberikan beta-
laktam/klavulanat dikombinasikan dengan makrolid baru
intravena, atau sefalosporin generasi ketiga. Bila pasien sudah
tidak demam atau keadaan sudah stabil, antibiotik diganti dengan
antibiotik oral dan berobat jalan selama 10 hari.
Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam atau terdapat
keadaan yang berat maka ditambahkan kloramfenikol 25
mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 8 jam. Bila pasien datang dengan
keadaan klinis yang berat segera berikan oksigen dan pengobatan
kombinasi ampisilin kloramfenikol atau ampisilin gentamisin.
Sebagai alternatif, beri seftriakson 80 100 mg/kgBB IV atau IM
sekali sehari. Bila tidak membaik dalan 48 jam, maka bila mungkin
foto toraks.

18
Apabila diduga pneumonia stafilokokal, ganti antibiotik
dengan gentamisin 7,5 mg/kgBB IM sekali sehari dan klokasilin 50
mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam atau klindamisin 15
mg/kgBB/hari hingga 3 kali pemberian. Bila keadaan anak
membaik, lanjutkan kloksasilin atau diklokasilin secara oral 4 kali
sehari sampai secara keseluruhan mencapai 3 minggu atau
klindamisin oral selama 2 minggu.
2) Terapi Oksigen
Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat. Bila
tersedia pulse oksimeter, gunakan sebagai panduan untuk terapi
oksigen ( berikan pada anak dengan saturaso < 90%, anak yang
tidak stabil. Hentikan pemberian oksigen bila saturasi tetap stabil
> 90%.
3) Terapi Penunjang
Bila anak disetai demam yang tampaknya menyebabkan
distres, beri antipiretik seperti parasetamol. Bila ditemukaan
adanya wheezing, beri bronkodilator kerja cepat. Bila terdapat
sekret kental di tenggorokan yang tidak dapat dikeluarkan oleh
anak, hilangkan dengan alat penghisap secara perlahan. Pastikan
anak mendapatkan kebutuhan cairan runatan yang sesuai. Anjurkan
pemberian ASI dan cairan oral. Jika anak tidak dapat minum,
pasang pipa nasogastrik dan berikan cairan rumatan dalam jumlah
sedikit tapi sering. Jika asupan cairan oral mencukupi, jangan
menggunakan pipa nasogastrik untuk meningkatkan asupan,
karena akan meningkatkan risiko pneumonia aspirasi. Jika oksigen
diberikan bersamaan dengan cairan nasogastrik, pasang keduanya
pada lubang hidung yang sama.

19
2.3 MORBILI
2.3.1. Definisi
Campak/Morbili adalah suatu penyakit infeksi virus akut menular,
ditandai oleh tiga stadium: (1) stadium masa tunas sekitar 10-12 hari, (2)
stadium prodromal dengan gejala pilek dan batuk yang meningkat dan
ditemukan enantem pada mukosa pipi (bercak Koplik), faring dan
peradangan mukosa konjungtiva, dan (3) stadium akhir dengan keluarnya
ruam mulai dari belakang telinga menyebar ke muka, badan, lengan dan
kaki.16
2.3.2. Epidemiologi
Angka kejadian campak di Indonesia sejak tahun 1990 sampai 2002
masih tinggi sekitar 3000-4000 per tahun demikian pula frekuensi terjadinya
kejadian luar biasa tampak meningkat dari 23 kali per tahun menjadi 174.
Namun case fatality rate telah dapat diturunkan dari 5,5% menjadi 1,2%.
Transmisi campak terjadi melalui udara, kontak langsung maupun melalui
droplet dari penderita saat gejala yang ada minimal bahkan tidak bergejala.
Penderita masih dapat menularkan penyakitnya mulai hari ke-7 setelah
terpajan hingga 5 hari setelah ruam muncul. Biasanya seseorang akan
mendapat kekebalan seumur hidup bila telah sekali terinfeksi oleh
campak.10,17
Di Indonesia, menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
campak menduduki tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama
pada bayi (0,7%) dan tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama
pada anak usia 1- 4 tahun (0,77%). Menurut kelompok umur kasus campak
yang rawat inap di rumah sakit selama kurun waktu 5 tahun (1984-1988)
menunjukkan proporsi yang terbesar dalam golongan umur balita dengan
perincian 17,6% berumur < 1 tahun, 15,2% berumur 1 tahun, 20,3%
berumur 2 tahun, 12,3% berumur 3 tahun dan 8,2% berumur 4 tahun.16
Pengalaman menunjukkan bahwa epidemik campak di Indonesia
timbul secara tidak teratur. Di daerah perkotaan epidemik campak terjadi
setiap 2-4 tahun. Wabah terjadi pada kelompok anak yang rentan terhadap

20
campak, yaitu di daerah dengan populasi balita banyak mengidap gizi buruk
dan daya tahan tubuh yang lemah. Telah diketahui bahwa campak
menyebabkan penurunan daya tahan tubuh secara umum, sehingga mudah
terjadi infeksi sekunder atau penyulit. Penyulit yang sering dijumpai adalah
bronkopneumonia (75,2%), gastroenteritis (7,1%), ensefalitis (6,7%) dan
lain-lain (7,9%).16
2.3.3. Etiologi
Virus campak merupakan virus RNA famili paramyxoviridae dengan
genus Morbili virus. Sampai saat ini hanya diketahui 1 tipe antigenik yang
mirip dengan virus Parainfluenza dan Mumps. Virus bisa ditemukan pada
sekret nasofaring, darah dan urin paling tidak selama masa prodromal
hingga beberapa saat setelah ruam muncul. Virus campak adalah organisme
yang tidak memiliki daya tahan tinggi apabila berada di luar tubuh manusia.
Pada temperatur kamar selama 3-5 hari virus kehilangan 60% sifat
infektifitasnya. Virus tetap aktif minimal 34 jam pada temperatur kamar, 15
minggu di dalam pengawetan beku, minimal 4 minggu dalam temperatur
35C, beberapa hari pada suhu 0C, dan tidak aktif pada pH rendah.18
Measles, virus RNA beruntai tunggal negative yang berenvelope,
merupakan anggota genus Morbilivirus dari family Paramyxoviridae.
Hanya ada satu serotype. Virus ini mengkode enam protein structural,
termasuk dua glikoprotein transmembran, fusi (F), dan hemaglutinin (H),
yang memfasilitasi perlekatan ke sel penjamu dan masuknya virus. Antibodi
terhadap F dan H bersifat memberikan perlindungan.19

Gambar 7. Morbilivirus

21
Genus Morbilivirus terdiri dari virus campak (rubeola) pada manusia
dan virus canine distemper, virus rindepest pada lembu, dan morbilivirus
akuatik yang menginfeksi mamalia laut. Virus virus tersebut secara
antigen terkait satu sama lain tetapi tidak dengan anggota genus lain. Protein
F banyak terdapat pada morbilivirus, sedangkan protein H menunjukkan
variabilitas yang lebih luas. Virus campak mempunyai hemaglutinin tapi
tidak memiliki aktivitas neuramidase. Virus campak menginduksi
pembentukan inklusi intranuklear, sedangkan paramiksovirus yang lain
tidak.19
2.3.4. Patogenesis
Campak merupakan infeksi virus yang sangat menular, dengan
sedikit virus yang infeksius sudah dapat menimbulkan infeksi pada
seseorang. Lokasi utama infeksi virus campak adalah epitel saluran nafas
nasofaring. Infeksi virus pertama pada saluran nafas sangat minimal.
Kejadian yang lebih penting adalah penyebaran pertama virus campak ke
jaringan limfatik regional yang menyebabkan terjadinya viremia primer.
Setelah viremia primer, terjadi multiplikasi ekstensif dari virus campak yang
terjadi pada jaringan limfatik regional maupun jaringan limfatik yang lebih
jauh. Multiplikasi virus campak juga terjadi di lokasi pertama infeksi.
Selama lima hingga tujuh hari infeksi terjadi viremia sekunder yang
ekstensif dan menyebabkan terjadinya infeksi campak secara umum. Kulit,
konjungtiva, dan saluran nafas adalah tempat yang jelas terkena infeksi,
tetapi organ lainnya dapat terinfeksi pula. Dari hari ke-11 hingga 14 infeksi,
kandungan virus dalam darah, saluran nafas, dan organ lain mencapai
puncaknya dan kemudian jumlahnya menurun secara cepat dalam waktu 2
hingga 3 hari. Selama infeksi virus campak akan bereplikasi di dalam sel
endotel, sel epitel, monosit, dan makrofag.
Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan
memberikan kesempatan serangan infeksi bakteri sekunder berupa
bronkopneumonia, otitis media, dan lainnya. Dalam keadaan tertentu,
adenovirus dan herpes virus pneumonia dapat terjadi pada kasus campak. 18

22
Tabel 1. Patogenesis infeksi campak tanpa penyulit
Hari Manifestasi
0 Virus campak dalam droplet kontak dengan permukaan epitel
nasofaring atau kemungkinan konjungtiva
Infeksi pada sel epitel dan multiplikasi virus
1-2 Penyebaran infeksi ke jaringan limfatik regional
2-3 Viremia primer
3-5 Multiplikasi virus campak pada epitel saluran nafas di tempat
infeksi pertama, dan pada RES regional maupun daerah yang jauh
5-7 Viremia sekunder
7-11 Manifestasi pada kulit dan tempat lain yang bervirus, termasuk
saluran nafas
11-14 Virus pada darah, saluran nafas dan organ lain
15-17 Viremia berkurang lalu hilang, virus pada organ menghilang

2.3.5. Patofisiologi17

Virus morbili

Droplet infection

Eksudat yang serius, droliferasi sel mononukleus,

Polimorfonukleus

Reaksi Inflamasi : Demam, suhu naik, Gangguan rasa nyaman :


metabolisme naik, RR naik, IWL naik Peningkatan suhu tubuh

Resiko kurang volume cairan


Penyebaran ke berbagai organ melalui
hematogen
Konjungtiva Radang
konjungtivitis gangguan
persepsi sensori

Saluran cerna: Terdapat bercak


koplik berwarna kelabu Saluran nafas: Inflamasi
dikelilingi eritema pada mukosa saluran nafas atas; bercak Kulit: menonjol sekitar
bukalis, berhadapan pada molar, koplik pada mukosa bukalis
palatum durum, mole sebasea dan folikel rambut
meluas ke jari trakeobronkial

Mulut pahit timbul Eritema membentuk macula


Anorexia Batuk, pilek, RR
papula di kulit normal
Gangguan Polanafas;
Gangguan kebutuhan Rash, ruam pada daerah balik
bersihan jalan nafas
nutrisi < kebutuhan telinga, leher, pipi, muka,
Brochopneumonia
Hygiene tidak dijaga dan seluruh tubuh , deskuamasi rasa
Imunitas kurang akan gatal
meluas pada saluran Gangguan Integritas kulit
Gangguan Istirahat Tidur 23
cerna bagian bawah ( usus
) absorbsi turun
diare
2.3.6. Manifestasi klinis
Infeksi pada pejamu yang tidak kebal hampir selalu simptomatik.
Setelah masa inkubasi sekitar 8-12 hari, penyakit campak biasanya
berlangsung selama 7-11 hari (dengan fase prodromal 2-4 hari diikuti oleh
fase erupsi 5-8 hari).

Gambar 8. Karakteristik campak

Demam timbul secara bertahap dan meningkat sampai hari kelima


atau keenam pada puncak timbulnya ruam. Kadang kurva suhu
menunjukkan gambaran bifasik, ruam awal pada 24-48 jam pertama diikuti
dengan turunnya suhu tubuh sampai normal selama periode satu hari,
kemudian diikuti dengan kenaikan suhu tubuh yang cepat mencapai 400C
pada waktu ruam sudah timbul diseluruh tubuh. Pada kasus yang tanpa
komplikasi, suhu tubuh turun mencapai suhu normal.
Fase prodormal ditandai dengan demam, bersin, batuk, hidung berair,
amta merah, bercak Koplik, dan limfopenia. Batuk dan koriza
menggambarkan reaksi inflamasi berat yang mengenai mukosa saluran
pernapasan. Demam dan batuk menetap hingga muncul ruam dan kemudian
menghilang dalam 1-2 hari. Konjungtivitis umumnya disertai fotofobia.

24
Dua hari sebelum ruam timbul, gejala Kopliks spot yang merupakan
tanda patognomonis dari penyakit campak, dapat dideteksi. Lesi ini telah
dideskripsikan oleh Koplik (1896) sebagai suatu bintik berbentuk tidak
teratur dan kecil berwarna merah terang, pada pertengahannya didapatkan
noda berwarna putih keabuan. Timbulnya Kopliks spot hanya berlangsung
sebentar kurang lebih 12 jam, sehingga sukar terdeteksi dan biasanya luput
pada waktu dilakukan pemeriksaan klinis.

Gambar 9. Kopliks spot

Ruam timbul pertama kali pada hari ketiga sampai keempat dari
timbulnya demam. Ruam dimulai sebagai erupsi makulopapular
eritematosa, dan mulai timbul pada bagian atas samping leher, daerah
belakang telinga, perbatasan rambut di kepala dan meluas ke dahi.
Kemudian menyebar ke bawah ke seluruh muka dan leher dalam waktu 24
jam. Seterusnya menyebar ke ekstremitas atas, dada, daerah perut dan
punggung, mencapai kaki pada hari ketiga. Bagian yang pertama kena
mengandung lebih banyak lesi. Setelah tiga atau empat hari, lesi tersebut
berubah menjadi berwarna kecoklatan. Hal ini kemungkinan sebagai akibat
dari perdarahan kapiler, dan tidak memucat dengan penekanan. Dengan
menghilangnya ruam, timbul perubahan warna dari ruam menjadi berwarna
kehitaman atau lebih gelap. Dan kemudian disusul dengan timbulnya
deskuamasi berupa sisik berwarna keputihan.

25
Gambar 10. Ruam Makulopapular pada Campak

Campak yang termodifikasi biasanya terjadi pada individu dengan


imunitas yang belum sempurna, misalnya bayi dengan antibody maternal
residual. Masa inkubasi memanjang, gejala prodormal menghilang, bercak
Koplik biasanya tidak muncul, dan ruam ringan.16,20
2.3.7. Diagnosis
Diagnosis campak dapat dibuat berdasarkan kelompok gejala klinis
yang sangat berkaitan, yaitu koriza dan mata meradang disertai batuk dan
demam tinggi dalam beberapa hari, diikuti timbulnya ruam yang memiliki
ciri khas, yaitu diawali dari belakang telinga kemudian menyebar ke muka,
dada tubuh, lengan dan kaki bersamaan dengan meningkatnya suhu tubuh
dan selanjutnya mengalami hiperpigmentasi dan mengelupas. Pada stadium
prodromal dapat ditemukan enantema di mukosa pipi yang merupakan tanda
patognomonis campak (bercak Koplik).
Menentukan diagnosis juga perlu ditunjang data epidemiologi. Tidak
semua kasus manifestasinya sama dan jelas. Sebagai contoh, pasien yang
mengidap gizi kurang, ruamnya dapat sampai berdarah dan mengelupas atau
bahkan pasien sudah meninggal sebelum ruam timbul. Pada kasus gizi
kurang juga dapat terjadi diare yang berkelanjutan.16
Jadi, dapat disimpulkan bahwa diagnosis campak dapat ditegakkan
secara klinis sedangkan pemeriksaan penunjang hanya membantu, seperti
pada pemeriksaan sitologik ditemukan sel raksasa pada lapisan mukosa
hidung dan pipi, dan pada pemeriksaan serologi didapatkan IgM spesifik.
Campak yang bermanfestasi tidak khas disebut campak atipikal.16

26
Campak yang khas dapat didiagnosis berdasarkan latar belakang
klinis, diagnosis laboratorium mungkin diperlukan pada kasus campak
atipikal dan termodifikasi.16

1. Deteksi Antigen
Antigen campak dapat dideteksi langsung pada sel epitel dalam
secret repirasi dan urin. Antibodi terhadap nukleoprotein bermanfaat
karena merupakan protein virus yang paling banyak ditemukan pada sel
terinfeksi
2. Serologi
Pemastian infeksi campak secara serologis tergantung pada
peningkatan titer antbodi empat kali lipat antaraserum fase-akut dan fase
konvalensi atau terlihatnya antibody IgM spesifik campak di dalam
spesimen serum tunggal yang diambil antara 1 dan 2 minggu setelah
awitan ruam. ELISA, uji HI dan tes Nt semuanya dapat digunakan untuk
mengukur antibodi campak, walaupun ELISA merupakan metode yang
paling praktis. Bagian utama respons imun ditujukan untuk melawan
nucleoprotein virus. Pasien dengan panensefalitis sklerosa subakut
menunjukkan respon antibodi yang berlebihan, dengan titer 10-100 kali
lipat lebih tinggi dari peningkatan titer yang terlihat dalam serum
konvalensi yang khas.
2.3.8. Diagnosis banding16
1. Rubella
2. Demam skarlatina
3. Ruam akibat obat-obatan
4. Eksantema subitum
5. Infeksi Stafilokokus
2.3.9. Komplikasi
Campak menjadi berat pada pasien dengan gizi buruk dan anak
berumur lebih kecil. Kebanyakan penyulit campak terjadi bila ada infeksi
sekunder oleh bakteri. Beberapa penyulit campak adalah16 :

27
a. Laringitis akut
b. Bronkopneumonia
c. Kejang demam
d. Ensefalitis
e. SSPE (Subacute Sclerosing Panencephalitis)
f. Otitis media
g. Enteritis
h. Konjungtivitis
i. Sistem kardiovaskular
2.3.10. Penatalaksanaan
Pengobatan bersifat suportif dan simptomatis, terdiri dari istirahat,
pemberian cairan yang cukup, suplemen nutrisi, antibiotik diberikan bila
terjadi infeksi sekunder, anti konvulsi apabila terjadi kejang, antipiretik
bila demam, dan vitamin A 100.000 Unit untuk anak usia 6 bulan hingga
1 tahun dan 200.000 Unit untuk anak usia >1 tahun. Vitamin A diberikan
untuk membantu pertumbuhan epitel saluran nafas yang rusak,
menurunkan morbiditas campak juga berguna untuk meningkatkan titer
IgG dan jumlah limfosit total.
Indikasi rawat inap (di ruang isolasi) bila hiperpireksia (suhu
>39,0C), dehidrasi, kejang, asupan oral sulit atau adanya komplikasi.10
1. Tatalaksana campak tanpa komplikasi15,10
Pada umumnya tidak memerlukan indikasi rawat inap
Terapi vitamin A
Berikan 50.000 IU (jika umur anak < 6 bulan), 100.000 IU
(usia 6-11 bulan), atau 200.000 IU (usia 12 bulan 5 tahun)
diberikan secara oral pada semua anak. Jika anak menunjukkan
gejala pada mata akibat kekurangan vitamin A atau dalam keadaan
gizi buruk, vitamin A diberikan 3 kali (hari 1, hari 2, dan 2-4
minggu setelah dosis kedua).
Perawatan penunjang

28
Jika demam beri paracetamol. Berikan dukungan nutrisi dan
cairan sesuai dengan kebutuhan. Sementara itu, untuk
konjungtivitis ringan dengan cairan mata yang jernih, tidak perlu
diberikan pengobatan. Jika mata bernanah, bersihkan mata dengan
kain katun yang telah direbus dalam air mendidih, atau lap bersih
yang direndam dalam air bersih. Oleskan salep mata kloramfenikol
atau tetrasiklin, 3 kali sehari selama 7 hari. Jangan menggunakan
salep steroid. Kemudian jaga kebersihan mulut, beri obat kumur
antiseptic bila pasien dapat berkumur.
Kunjungan ulang
Minta ibu untuk segera membawa anaknya kembali dalam
waktu dua hari untuk melihat apakah luka pada mulut dan sakit
mata anak sembuh, atau apabila terdapat tanda bahaya.
2. Tatalaksana campak dengan komplikasi16
Apabila terdapat penyulit, maka dilakukan pengobatan untuk
mengatasi penyulit yang timbul, yaitu :
Bronkopneumonia
Diberikan antibiotic ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam
dosis intravena dikombinasikan dengan kloramfenikol 75
mg/kgBB/hari intravena dalam 4 dosis, sampai gejala sesak
berkurang dan pasien dapat minum obat peroral. Antibiotik
diberikan tiga hari demam reda. Apabila dicurigai infeksi spesifik,
maka uji tuberkulin dilakukan setelah anak sehat kembali (3-4
minggu kemudian) karena uji tuberkulin biasanya negatif pada saat
anak menderita campak. Gangguan reaksi delayed hypersensitivity
disebabkan oleh sel limfosit-T yang terganggu fungsinya.
Enteritis
Pada keadaan berat anak mudah jatuh dalam dehidrasi.
Pemberian cairan intravena dapat dipertimbangkan apabila
terdapat enteritis + dehidrasi.
Otitis media

29
Seringkali disebabkan oleh infeksi sekunder, sehingga perlu
diberikan antibiotik kotrimoksazol-sulfametoksazol (TMP 4
mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis).
Ensefalopati
Perlu reduksi jumlah pemberian cairan hingga kebutuhan
untuk mengurangi edema otak, disamping pemberian
kortikosteroid. Perlu dilakukan koreksi elektrolit dan gangguan gas
darah.
3. Pencegahan
Pencegahan campak dilakukan dengan pemberian imunisasi
aktif pada bayi berumur 9 bulan atau lebih.16
Imunisasi Campak20
Tahun 1954, Peenles dan Enders pertama kali berhasil
mengembangbiakkan virus campak pada kultur jaringan. Virus
campak tersebut berasal dari darah kasus campak bernama David
Edmoston. Saat ini ada beberapa macam vaksin campak : (1)
monovalen, (2) kombinasi vaksin campak dengan vaksin Rubela
(MR), (3) kombinasi dengan mumps dan rubella (MMR), (4)
kombinasi dengan mumps, rubella, dan varisela (MMRV).
Di Indonesia, sejak tahun 2004 imunisasi campak juga diberikan
2 kali, yang pertama pada umur 9 bulan dan yang kedua pada program
BIAS pada umur 6-7 tahun. Imunisasi tidak dianjurkan pada ibu
hamil, anak dengan imunodefisiensi primer, pasien TB yang tidak
diobati, pasien kanker atau transplantasi organ, pengobatan
imunosupresif jangka panjang atau anak immunocompromised yang
terinfeksi HIV. Anak yang terinfeksi HIV tanpa imunosupresi dan
tanpa bukti kekebalan terhadap campak, bisa mendapat imunisasi
campak.
Dosis dan Cara Pemberian20
Dosis vaksin campak sebanyak 0,5 ml

30
Pemberian diberikan pada umur 9 bulan, secara subkutan tapi dapat
juga diberikan secara intramuscular
Imunisasi campak diberikan lagi pada saat masuk sekolah SD
(Program BIAS)
2.3.11. Prognosis19
Campak merupakan penyakit self limiting sehingga bila tanpa disertai
dengan penyulit maka prognosisnya baik. Baik pada anak dengan keadaan
umum yang baik, tetapi prognosis buruk bila keadaan umum buruk, anak yang
sedang menderita penyakit kronis atau bila ada komplikasi.
Pada anak yang sehat, mortalitas jarang terjadi kecuali pada pasien
immunocompromised (HIV) atau pada malnutrisi, terutama defisiensi vitamin
A. mortalitas tertinggi didapat pada anak berusia dibawah 2 tahun.

31
32

Anda mungkin juga menyukai