Anda di halaman 1dari 4

Jumat, 23 Januari 2009 | 11:39 WIB

Oleh M Zaid Wahyudi dan Yuni Ikawati

Memasuki tahun astronomi 2009, masyarakat Indonesia disuguhi fenomena langka


berupa gerhana matahari cincin. Setelah sembilan tahun lalu, fenomena itu muncul lagi
pada 26 Januari 2009. Indonesia adalah satu-satunya wilayah daratan yang dapat
mengamati peristiwa alam ini.

Gerhana matahari cincin (GMC) terjadi karena piringan bulan tidak menutup sepenuhnya
piringan matahari, hanya sekitar 92 persen. Karena itu, saat puncak gerhana, matahari
terlihat seperti cincin yang memancarkan sinar di langit. Bagian tengah matahari tertutup
bulan sehingga tampak gelap.

Penampakan seperti cincin bersinar inilah yang membedakan GMC dengan gerhana
matahari total (GMT). Saat puncak GMT, seluruh piringan matahari tertutupi secara
sempurna oleh piringan bulan. Akibatnya, suasana terang akan berubah gelap untuk
beberapa saat.

Salah satu daerah di Indonesia yang memiliki waktu puncak GMC paling lama adalah
Pringsewu, Lampung, dengan lama fase cincin 6 menit 12 detik. Di Pringsewu, gerhana
dimulai pukul 13.19 WIB hingga pukul 17.52. Puncak gerhana terjadi pukul 16.41.

Wilayah di muka bumi yang dapat mengamati GMC ini adalah daerah yang dilewati
antumbra atau perpanjangan bayangan inti bulan. Pada gerhana kali ini, beberapa kota di
Indonesia yang dapat menyaksikan GMC adalah Tanjung Karang (Lampung), Serang
(Banten), Tanjung Pandan (Belitung), Ketapang (Kalbar), Puruk Cahu (Kalteng), dan
Samarinda (Kaltim).

Proses gerhana

Gerhana matahari merupakan peristiwa jatuhnya bayang- bayang bulan ke permukaan


bumi akibat terhalangnya sinar matahari menuju bumi oleh bulan. Kondisi ini terjadi jika
matahari-bulan-bumi berada dalam satu garis lurus serta bulan terletak di sekitar titik
potong (titik noda) antara bidang edar bulan mengelilingi bumi dan bidang edar bumi
mengelilingi matahari.

Penampakan gerhana yang berubah-ubah antara GMC atau GMT terjadi akibat perubahan
ukuran piringan bulan dan matahari dari bumi. Perubahan ukuran piringan bulan dan
matahari itu terjadi akibat lintasan bumi mengelilingi matahari dan lintasan bulan
mengelilingi bumi yang sama-sama berbentuk elips. Lintasan elips pulalah yang
membuat jarak matahari-bumi dan jarak bulan-bumi berubah secara periodik.

Pada saat jarak matahari-bumi (aphelion) mencapai maksimum sebesar 152,1 juta
kilometer, radius piringan matahari berukuran 944 detik busur (1 detik busur = 1/3.600
derajat). Adapun pada jarak terdekat bumi-matahari (perihelion) sebesar 147,1 juta km,
radius piringan matahari mencapai 976 detik busur.

Sementara itu, jarak bulan- bumi pada titik terjauhnya (apogee) pada jarak 405.500 km
memiliki radius piringan bulan sebesar 882 detik busur. Adapun pada titik terdekatnya
antara bulan-bumi sebesar 363.300 km, radius piringan bulan mencapai 1.006 detik
busur.

Bayang-bayang bulan yang jatuh ke permukaan bumi memiliki dua bagian, yaitu
bayangan inti (umbra) dan bayangan tambahan (penumbra). Penduduk bumi yang
dilintasi wilayah umbra tidak akan melihat matahari karena seluruh sumber cahayanya
ditutupi bulan. Adapun jika berada di daerah yang dilalui penumbra, mereka masih dapat
melihat sebagian sinar matahari.

Dalam GMC, ujung umbra atau bayang-bayang bulan tidak mencapai permukaan bumi.
Hanya perpanjangan umbra (antumbra atau antiumbra) saja yang sampai ke bumi. Daerah
yang dilalui antumbra itulah yang akan melihat matahari seperti cincin bercahaya di
langit.

Lintasan gerhana

Jalur lintasan GMC kali ini bermula di Samudra Atlantik di sebelah barat daya Afrika
pada pukul 06.06 UT (universal time) atau 13.06 WIB. Selanjutnya, GMC akan terlihat
menelusuri bagian selatan Samudra Hindia, daratan Sumatera bagian selatan, Jawa bagian
barat laut, Kalimantan Barat bagian selatan, Kalimantan Tengah bagian utara, Kalimantan
Timur, Sulawesi Tengah bagian utara, dan berakhir di Perairan Mindanao, Filipina, pada
pukul 16.52.

Jalur gerhana ini terentang sepanjang 14.500 km. Waktu total gerhana yaitu sejak bayang-
bayang penumbra bulan mencapai permukaan bumi hingga bayang-bayang penumbra
meninggalkan permukaan bumi, 3 jam 46 menit.

Lama puncak GMC atau saat cincin matahari terlihat sempurna hanya 7 menit 54 detik
yang terjadi pada pukul 14.58. Kondisi ini hanya dapat diamati di Samudra Hindia di
barat daya Sumatera.

Lebar jalur bayang-bayang antumbra bulan pada saat puncak gerhana adalah 280,3 km
atau sekitar 0,9 persen permukaan bumi. Inilah yang membuat tidak semua daerah dapat
menyaksikan GMC. Bahkan, lama fase cincin di setiap daerah yang dilewati antumbra
juga berbeda-beda.

Daerah yang hanya dilalui penumbra atau bayangan tambahan bulan akan menyaksikan
gerhana matahari sebagian (GMS). Hampir seluruh wilayah Indonesia dapat menyaksikan
gerhana model ini, kecuali Papua akibat saat gerhana berlangsung, matahari sudah
tenggelam.
GMS juga dapat diamati di sejumlah negara, seperti negara-negara di bagian selatan
Afrika, Madagaskar, India bagian tenggara, Australia kecuali Tasmania, serta negara-
negara Asia Tenggara.

Wilayah di Indonesia bagian tengah dan timur dipastikan tidak akan bisa mengamati
GMC kali ini secara penuh. Awal gerhana yang terjadi menjelang senja membuat
beberapa daerah tidak bisa menikmati puncak gerhana, bahkan akhir gerhana. Namun
uniknya, mengamati gerhana pada waktu senja tentu mengasyikkan.

Tujuh tahun lagi

Meskipun gerhana matahari selalu terjadi setiap tahun di bumi, panjangnya jeda waktu
antara gerhana yang satu dan berikutnya membuat GMC kali ini terasa unik sehingga
sayang untuk dilewatkan. Pada GMT 22 Juli 2009, Indonesia, khususnya di bagian utara,
hanya akan dapat mengamati fase GMS. Demikian pula pada GMC 15 Januari 2010,
wilayah Indonesia bagian barat juga hanya akan dilewati fase GMS.

Wilayah Indonesia baru akan dapat mengamati GMT pada 9 Maret 2016 yang terjadi di
sekitar Palembang, Bangka, Sulteng, dan Halmahera. Jadi, masyarakat Indonesia baru
akan melihat gerhana matahari secara penuh pada tujuh tahun lagi.

Cara aman mengamati

Satu hal yang harus diperhatikan saat mengamati matahari, baik ketika gerhana maupun
tidak gerhana, yaitu jangan melihat matahari secara langsung. Aturan ini berlaku baik
ketika mengamati matahari dengan mata telanjang maupun menggunakan alat optik,
seperti teleskop atau binokuler.

Untuk melihat matahari harus menggunakan alat penapis cahaya yang mampu
mengurangi intensitas sinar matahari yang kuat agar tidak merusak retina mata. Sinar
matahari dapat menimbulkan kebutaan temporer hingga permanen.

Namun, kebutaan yang terjadi tidak seketika setelah melihat matahari, tetapi perlahan-
lahan yang ditandai dengan berkurangnya ketajaman pandangan.

Cara paling mudah dan praktis mengamati matahari adalah dengan menggunakan
kacamata yang didesain khusus dan dilengkapi filter yang mampu mengurangi intensitas
sinar matahari. Kacamata model ini banyak dijual di toko peralatan astronomi maupun di
internet.

Namun, penggunaan kacamata ini harus memerhatikan kualitas filter yang digunakan.
Filter yang berkualitas rendah membuat pengamatan matahari hanya dapat dilakukan
beberapa detik yang harus diselingi jeda untuk mengistirahatkan mata selama beberapa
menit. Untuk itu, perlu ditanyakan kepada penjual kacamata gerhana ini kualitas filter
dan durasi aman mengamati matahari.
Jangan melihat matahari dengan menggunakan kacamata hitam biasa. Kacamata hitam
umumnya didesain hanya untuk mengurangi silau, bukan untuk mengurangi intensitas
cahaya matahari yang kuat.

Bagi yang ingin mengamati matahari dengan teleskop atau binokuler, jangan lupa untuk
melapisi lensa yang langsung menghadap ke matahari dengan filter matahari. Filter ini
juga tersedia di sejumlah toko peralatan astronomi.

Jika tidak, pengguna teleskop atau binokuler dapat mengamati citra gerhana dengan
melihat proyeksinya. Cara ini dilakukan dengan mengarahkan lensa obyektif teleskop ke
matahari dan mengarahkan bayangan yang muncul dari lensa okulernya pada sebuah
kertas. Citra gerhana pada kertas itulah yang diamati, bukan melihat matahari melalui
lensa okuler teleskop.

Cara lain yang agak sedikit membutuhkan usaha adalah dengan membuat kamera lubang
jarum atau pinhole. Kamera dapat dibuat dengan menggunakan kardus yang diberi lubang
yang dilapisi kertas aluminium untuk mengarahkan sinar matahari. Pada bagian yang
berseberangan dengan sisi kardus yang dilubangi, tempatkan kertas putih untuk
memproyeksikan sinar matahari. Citra pada kertas itu yang dapat diamati.

Setelah peralatan untuk mengamati matahari siap, langkah selanjutnya adalah memilih
lokasi pengamatan. Pilih lokasi yang memiliki horizon yang luas. Puncak gedung tinggi,
gunung, dan pantai merupakan salah satu pilihan terbaik.

Namun karena gerhana terjadi sore hari, bahkan di beberapa daerah di Indonesia terjadi
menjelang senja, harus dipilih lokasi yang memiliki pandangan bebas ke arah barat.
Hindari adanya gedung, pohon, atau obyek lain yang menghalangi pandangan ke arah
matahari.

Kendala utama saat mengamati matahari adalah cuaca. Saat ini, hampir seluruh wilayah
Indonesia sedang memasuki puncak musim hujan hingga Februari nanti. Karena itu,
awan tipis, apalagi mendung, menjadi ancaman utama dalam menikmati fenomena alam
ini.

Anda mungkin juga menyukai