Anda di halaman 1dari 17

EVALUASI PERESEPAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEWASA

DI PUSKESMAS BANGUNTAPAN 1 BANTUL


YOGYAKARTA TAHUN 2014

Agustin Wijayanti, Eni Wijayanti

INTISARI

Intensitas penggunaan antibiotik tinggi menimbulkan berbagai permasalahan dan


ancaman global bagi kesehatan terutama resistensi bakteri. Bila hal ini terus terjadi
maka banyak penyakit infeksi yang tidak dapat disembuhkan dengan antibiotik.
Untuk itu perlunya penggunaan antibiotik secara rasional sehingga dapat mencegah
masalah resistensi antibiotik terhadap bakteri. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengetahui pola peresepan antibiotik pada pasien dewasa di Puskesmas
Banguntapan 1 tahun 2014.
Metode penelitian deskriptif kualitatif dengan pengambilan data secara
retrospektif. Populasi adalah pasien dewasa yang datanya tertulis dalam rekam
medis dengan jumlah populasi 334 pasien. Sampel pasien dewasa usia lebih dari 20
tahun dengan jumlah sampel 179 pasien. Subjek penelitian berdasarkan data rekam
medis, teknik pengambilan data dengan metode probability sampling.
Hasil penelitian menunjukan antibiotik yang sering diresepkan adalah antibiotik
generik golongan penicillin yaitu amoxicllin (69,27%). Bentuk sediaan yang banyak
digunakan tablet (90,50%). Gambaran Kesesuaian pemberiaan antibotik di
Puskesmas Banguntapan 1 dengan Pedoman Pengobatan Dasar
Puskesmas dan Model Presscribing Information Drug Used in Bacterial Infection
adalah tepat indikasi 62,25%, tepat dosis 99,13%, tepat frekuensi 100%, tepat durasi
40,87%.
Kata kunci : evaluasi peresepan, antibiotik, Puskesmas

Agustin Wijayanti, dkk., Dosen Prodi DIII Farmasi STIKES Muhammadiyah Klaten
CERATA Journal Of Pharmacy Science 19
Agustin Wijayanti, dkk., Evaluasi Peresepan Antibiotik

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Intensitas penggunaan antibiotik yang relatif tinggi menimbulkan berbagai
permasalahan dan merupakan ancaman global bagi kesehatan terutama resistensi
bakteri terhadap antibiotik. Selain berdampak pada morbiditas dan mortalitas, juga
memberi dampak negatif terhadap ekonomi dan sosial yang sangat tinggi. Pada
awalnya resistensi terjadi di tingkat rumah sakit, tetapi lambat laun juga
berkembang di lingkungan masyarakat, khususnya Streptococcus pneumoniae
( SP), Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli (Permenkes RI, 2011) .
Hasil penelitian Antimicrobial Resistant in Indonesia ( AMRIN-Study)
terbukti dari 2494 individu di masyarakat, 43% Escherichia coli resisten terhadap
berbagai jenis antibiotik antara lain: ampisilin (34%), kotrimoksazol (29%), dan
kloramfenikol (25%). Hasil penelitian 781 pasien yang dirawat di rumah sakit
didapatkan 81% Escherichia coli resisten terhadap berbagai jenis antibiotik, yaitu
ampisilin (73%), kotrimoksazol (56%), kloramfenikol (43%), siprofloksasin
(22%), dan gentamisin (18%) (Permenkes RI, 2011).
Munculnya kuman-kuman patogen yang kebal terhadap satu
( antimicrobacterial resistance) atau beberapa jenis antibiotika tertentu ( multiple
drug resistance ) sangat menyulitkan proses pengobatan. Pemakaian antibiotika
lini pertama yang sudah tidak bermanfaat harus diganti dengan obat-obatan lini
kedua atau bahkan lini ketiga (Utami, 2012). Bila hal tersebut terus berlanjut
kemungkinan terjadi kekebalan kuman terhadap antibiotika lini kedua dan ketiga.
Apabila resistensi terhadap pengobatan terus berlanjut tersebar luas, dunia yang
sangat telah maju dan canggih ini akan kembali ke masa-masa kegelapan
kedokteran seperti sebelum ditemukannya antibiotika (APUA, 2011).
Rendahnya tingkat kesadaran masyarakat untuk menggunakan obat secara rasional
perlu diwaspadai dampaknya, khususnya pada generasi mendatang. Jika hal ini
terjadi, generasi mendatang akan mengalami kerugian yang sangat besar. Banyak
penyakit yang tidak dapat lagi disembuhkan akibat resistensi. Sedangkan untuk
mengembangkan antibiotik yang baru diperlukan waktu dan biaya yang sangat
besar. Untuk itu perlunya penggunaan obat secara rasional sehingga dapat
mencegah masalah besar dimasa yang akan datang (Depkes, 2011).
Berdasarkan uraian diatas pola pengunaan antibiotik perlu mendapat perhatian
khusus sehingga penulis tertarik untuk meneliti Pola Peresepan Antibiotik
pada Pasien Dewasa di Puskesmas Banguntapan 1 Bantul Yogyakarta Tahun
2014.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut :
1. Bagaimana pola peresepan antibiotik pada pasien dewasa di Puskesmas
Banguntapan 1 tahun 2014 ?
2. Apakah jenis antibiotik dan golongan obat yang diresepkan pada pasien
dewasa di Puskesmas Banguntapan 1 tahun 2014 ?
20 ERATA Journal Of Pharmacy Science
Agustin Wijayanti, dkk., Evaluasi Peresepan Antibiotik

3. Bagaimana bentuk sediaan, dosis, frekuensi, dan durasi pemberian antibiotik


pada pasien dewasa di Puskesmas Banguntapan 1 tahun 2014 ?
4. Apakah pemberian antibiotik pada pasien dewasa di Puskesmas Banguntapan
1 tahun 2014 sesuai dengan panduan standar pengobatan dasar di Puskesmas
dan Model Presscribing Information Drug Used in Bacterial Infection WHO ?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui jenis antibiotik dan golongan antibiotik yang digunakan pada
pasien dewasa di Puskesmas Banguntapan 1 tahun 2014.
2. Mengetahui bentuk sediaan, dosis, frekuensi, dan durasi pemberian antibiotik
pada pasien dewasa di Puskesmas Banguntapan 1 tahun 2014.
3. Mengetahui kesesuaian pemberian antibiotik pada pasien dewasa di
Puskesmas Banguntapan 1 tahun 2014 dengan panduan standar pengobatan
dasar puskesmas dan Model Presscribing Information Drug Used in
Bacterial Infection WHO .
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Ilmu Pengetahuan
Sebagai sumber informasi dalam pengembangan ilmu pengetahuan
khususnya bidang farmasi klinis tentang pengunaan antibiotik pada pasien
dewasa. Data dan informasi dari hasil penelitian ini diharapkan dapat
digunakan untuk penelitian berikutnya.
2. Bagi Puskesmas
Penelitian ini diharapkan mampu menjadi pertimbangan dalam peningkatan
mutu pelayanan medik terutama dalam peresepan antibiotik pada pasien
dewasa.
3. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian diharapkan mampu memberikan wawasan dan pengetahuan
tentang pengunaan obat antibiotik secara rasional .

II. METODE PENELITIAN


A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan mengambil data
secara retrospektif dengan melihat sumber data yang tertulis dalam rekam
medis .
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah data rekam medis pasien dewasa yang mendapat
resep antibiotik di Puskesmas Banguntapan 1 tahun 2014 .
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien dewasa yang mendapat resep
antibotik dan datanya tercatat dalam rekam medis selama tahun 2014 di
Puskesmas Banguntapan 1 dengan jumlah populasi sebanyak 334 pasien.
CERATA Journal Of Pharmacy Science 21
Agustin Wijayanti, dkk., Evaluasi Peresepan Antibiotik

2. Sampel
Sampel adalah sebagian pasien dewasa usia lebih dari 20 tahun yang
mendapat resep antibotik dan datanya tercatat dalam rekam medis selama
tahun 2014 di puskesmas Banguntapan 1 (Muchlis, 2010) .
Adapun sampel yang diperoleh kemudin dihitung dengan rumus
(Sugiyono, 2009)

...
=
.( 1) + . .. 1,96. .334.0,5.0,5 0,05 .(3341)+1,96 .
0,5 .0,5 3,84 .334 .0,5 .0,5
0,0025.( 333) +3,84 .0,5 .0,5 320,64
0,8325+0,96 244,8
=

1,7925
=

= 178,8

= 179 sampel

Keterangan :
P = Q = dugaan (0,5)
S = Jumlahsampel
N = Jumlah populasi

= Tingkat kepercayaan / ketepatan 95%


= Tingkat kesalahan / taraf kesalahan 5%

3. Teknik pengambilan sampel


Teknik pengambilan sampel dengan metode probability sampling
adalah teknik pengambilan sampel yang memberi peluang atau kesempatan
yang sama bagi tiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi
sampel. Metode pengambilan sampel dengan simple random sampling.

D. Instrumen Penelitian
1. Alat penelitian
Alat yang digunakan adalah lembar kerja untuk mengumpulan data
dan buku pedoman dasar pengobatan di Puskesmas dan Model Presscribing
Information Drug Used in Bacterial Infection WHO.
2. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan adalah data primer berupa data rekam medis pasien
yang mendapat resep antibiotik tahun 2014
2 ERATA Journal Of Pharmacy Science
Agustin Wijayanti, dkk., Evaluasi Peresepan Antibiotik
E. Analisis Data
Data yang diambil adalah data rekam medis pasien yang mendapat resep
antbiotik pada Tahun 2014 yang dipilih sebagai sampel sampai jumlah yang di
inginkan tercapai. Penelitian ini dilakukan dipuskesmas Banguntapan 1.
Selanjutnya data yang diperoleh dibandingkan dengan pedoman pengobatan
dasar Puskesmas dan Model Presscribing Information Drug Used in Bacterial
Infection WHO.
Data yang diperoleh kemudian di analisis yaitu membuat gambaran atau
deskriptif tentang suatu keadaan secara objektif. Analisa tersebut dimaksudkan
untuk memperoleh informasi meliputi nama antibiotik, golongan antibiotik,
jenis kelamin, bentuk sediaan , frekuensi pemberian, durasi pemberian, dosis,
indikasi. Data tersebut kemudian disajikan dalam bentuk tabel.

III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Distribusi Jenis Penyakit yang Mengunakan Antibiotik


Distribusi jenis penyakit yang mendapatkan resep antibiotik di Puskesmas
Banguntapan 1 tahun 2014 diperlukan dalam pemilihan jenis antibiotik yang
sesuai dengan diagnosa pasien .

Tabel. 1 Distribusi Jenis Penyakit Pasien yang Mendapatkan Resep


Antibiotik di Puskesmas Banguntapan 1 tahun 2014.
Jenis Penyakit umlah Presentase (%)
Abces Cutaneous 5,03
Abcesigi 32 7,88
Acute Faringitis 40 2,35
Acute Tonsilitis 1,68
sma 0,56
atu Ginjal di Saluran Kencing 3,35
roncopnemonia 0,56
ronkitis Akut 0,56
ronkitis Kronis 2,79
ommon Cold / Acute Nasofaringitis 22 2,29
ordeolum 1,12
nfeksi Saluran Kemih 2,79
nfluenza 0,56
onjungtivitis 15 8,38
tits Media uppurativ 0,56
eriodontitis 15 8,38
ulpitis 4,47
inusitis Acute 1,12
uspek TBC Paru 1,68
ypoid dan Paratypoid Demam 1,68
retritis Nonspesifik 1,68
aginitis Bakteri 0,56
umlah 197 00
Keterangan presentase dihitung dari jumlah tiap jenis penyakit dibagi jumlah
total pasien dikali 100%
CERATA Journal Of Pharmacy Science 23
Agustin Wijayanti, dkk., Evaluasi Peresepan Antibiotik

Tabel. 1 menunjukan distribusi penyakit pasien yang mengunakan


antibiotik di Puskesmas Banguntapan 1 tahun 2014, dimana 22,35% acute
faringitis, 17,88% abces gigi, 12,29% common cold/ acute nasofaringitis ,
8,38% konjungtivis dan periodontitis, 5,03% abces cutaneus, 4,47% pulpitis,
3,35% batu ginjal di saluran kencing, 2,79% bronkitis kronis dan infeksi
saluaran kemih, 1,68% acute tonsilitis, suspek TBC paru, typoid dan paratypoid
demam, uretritis nonspesifik, 1,12% hordeolum dan sinustitis akut, 0,56% asma,
broncopnemonia, bronkitis akut, influenza, dan vaginitis bakteri.
Dari data di atas dapat dilihat bahwa acute faringitis menduduki
peringkat pertama penyakit yang mengunakan antibiotik di Puskesmas
Banguntapan 1 tahun 2014 dengan jumlah pasien sebanyak 40 pasien (22,35%).
Acute faringitis adalah inflamasi atau infeksi dari membran mukosa faring yang
bisa disebabkan oleh virus atau bakteri.
Jenis penyakit sangat mempengaruhi dalam pemilihan jenis antibiotik. Indikasi
ketat penggunaan antibiotik dimulai dengan menegakkan diagnosis penyakit
infeksi. Antibiotik tidak diberikan pada penyakit infeksi yang
disebabkan virus atau pemyakit yang dapat sembuh sendiri. Commoncold /Acute
Nasofaringitis dan influenza adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
sehingga tidak memerlukan antibiotik (WHO, 2000).

B. Bentuk Sediaan Antibiotik


Bentuk sediaan obat erat kaitannya dengan rute pemberian obat. Pemberian
obat melalui jalur manapun terkait dengan ketersediaan obat dalam darah
sehingga mempengaruhi efektivitas obat . Rute pemberian pada keparahan gejala
klinis dari pasien, kepraktisan pengunaan pada pasien dan menjamin kepatuhan
pasien dalam pengobatan (Kakkilaya, 2008). Bentuk sediaan antibiotik yang
digunakan di Puskesmas Banguntapan 1 tahun 2014 dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.

Tabel. 2 Bentuk Sediaan Antibiotik yang Digunakan Puskesmas


Bangutapan 1 Tahun 2014.
Bentuk Sediaan Jumlah Presentase (%)
Tablet 162 90,50
Salep mata 5 2,79
Salep kulit 1 0,56
Tetes mata 11 6,15
Jumlah 179 100
Keterangan presentase dihitung dari jumlah tiap bentuk sediaan dibagi jumlah
total pasien dikali 100%

Sebanyak 90,50% bentuk sediaan anibiotik yang digunakan di Puskesmas


Banguntapan 1 adalah tablet. Bentuk sediaan tablet umumnya lebih
24 ERATA Journal Of Pharmacy Science
Agustin Wijayanti, dkk., Evaluasi Peresepan Antibiotik

dapat diterima masyarakat karena penggunaannya yang lebih mudah dan


harganya yang murah. Namun bentuk sedian peroral belum tentu sesuai dengan
semua kondisi pasien (Kakkilaya, 2008). Antibiotik untuk terapi empris maupun
definitif antibiotik oral seharusnya menjadi pilihan pertama dalam terapi infeksi
(Permenkes RI, 2011)
Selanjutnya 6,15% bentuk sediaan tetes mata, 2,79% salep mata, 0,56% salep
kulit. Beberapa antibiotik tersedia dalam bentuk topikal. Penggunaan
antibiotik secara topikal memiliki beberapa keuntungan yaitu dapat menghindari
toksisitas dan efek samping sistemik, mengurangi resistensi bakteri terhadap
antibiotik, konsentrasi antibiotik terpusat pada lokasi infeksi.
Pasien yang berkunjung ke Puskesmas Banguntapan 1 sebagian besar adalah
pasien dewasa yang produktif sehingga pengunaan tablet lebih sesuai dan lebih
dapat diterima oleh pasien.
C. Golongan dan Jenis Antibiotik yang Digunakan Pasien
Adapun golongan dan jenis antibiotik yang diresepkan pada pasien di Puskesmas
Banguntapan tahun 2014 tercantum dalam tabel 3.
Tabel. 3 Golongan Antibiotik yang Diresepkan di Puskesmas Banguntapan 1 Tahun 2014.
Golongan Antibiotik umlah Presentase
Aminoglikosid Gentamycin salep mata 0,56
Gentamycin salep kulit 1 0,56
Kloramfenicol Chloramfenicol tablet 0,56
Chloramfenicol tetes mata 10 5,59
Chloramfenicol salep mata 2 1,12
Kuinolon Ciprofloxacin 15 8,38
Makrolida Erytromicin 1,12
Penisilin Amoxycillin 24 9,27
Sefalosporin Cefixime 14 7,82
Cefadroxyl 2 1,12
Sulfonamida & Cotrimoxazole 1,68
trimetoprin
Tetracyclin Doxyciclin 0,56
Teracyclin salep mata 3 1,68
Keterangan presentase dihitung dari jumlah tiap jenis antibiotik dibagi jumlah
total pasien dikali 100%
Berdasarkan tabel 3dapat dilihat bahwa menunjukan bahwa obat yang paling
sering digunakan adalah golongan penicillin yaitu amoxycillin sebanyak 124
pasien dengan presentase 69,27 %. Amoxicliin memiliki beberapa keungulan
dibandingkan ampisilin diantaranya absorbsi peroral amoxicillin lebih baik
dan tidak dipengaruhi oleh keberadaan makan serta kasus efek samping
diare akibat pengunaan antibiotik lebih rendah sehingga amoksicillin lebih
banyak diresepkan dibanding golongan ampicillin lainnya.
CERATA Journal Of Pharmacy Science 25
Agustin Wijayanti, dkk., Evaluasi Peresepan Antibiotik
D. Evaluasi Penggunaan Antibiotik.
Panduan Pengobatan Dasar Puskesmas digunakan karena penelitian dilakukan di
Puskesmas. Sehingga pengunaan antibiotik di Puskesmas secara nasional
mengacu pada standar ini. Pengunaan antibiotik sudah menjadi perhatian
baik nasional maupun internasional sehingga WHO sendiri juga memiliki
panduan untuk meresepkan antibiotik berdasarkan gejala dan diagnosa
penyakit seperti guideline WHO tahun 2001 tentang Model Presscribing
Information Drug Used in Bacterial Infection.
Kesesuaian Indikasi, dosis, dan frekuensi peresepan antibiotik di Puskesmas
Banguntapan 1 dengan Pedoman Pengobatan Dasar Puskesmas dan
Model Presscribing Information Drug Used in Bacterial Infection WHO dapat
dilihat dari tabel berikut.

Tabel 4. Tabel Presentase Ketepatan Pengggunaan Antibiotik di


Puskesmas Banguntapan 1 Tahun 2014

Indikator Jumlah Kasus Presentase


Ketepatan Tepat Tidak tepat Jumlah Tepat Tidak tepat presentase
pasien
Tepat Indikasi 115 64 179 62,25% 35,75% 100%
Tepat Dosis 114 1 115 99,13% 0,87% 100%
Tepat 115 0 115 100% 0% 100%
frekuensi
Tepat Durasi 47 68 115 40,87% 59,13% 100%
Keterangan presentase dihitung dari jumlah tiap indikatotor ketepatan dibagi
jumlah pasien dikali 100%

1. Tepat Indikasi
Tepat indikasi adalah kesesuaian pengunaan antibiotik untuk pengobatan
infeksi berdasarkan pedoman dasar pengobatan di Puskesmas
dan Model Presscribing Information Drug Used in Bacterial Infection WHO.

Tabel 5 Ketepatan Indikasi Penggunaan Antibiotik di Puskesmas


Banguntapan 1 Tahun 2014 berdasarkan Pedoman.
Diagnosa Jumlah Presentase
Tepat Tidak tepat Tepat Tidak tepat
Abces Cutaneous 0 9 0 5,03
Abces Gigi 30 2 16,76 1,12
Acute Faringitis 33 7 18,44 3,91
Acute Tonsilitis 3 0 1,68 0
Asma 0 1 0 0,56
26 ERATA Journal Of Pharmacy Science

Batu Ginjal di Saluran Kencing 0 6 0


Broncopnemonia 3,35 0
Bronkitis Akut Bronkitis 11 00 0,56 0
Kronis 5 0 0,56 0
Common Cold / Acute 0 22 2,79 12,29
Nasofaringitis 0
Hordeolum Infeksi Saluran 1 1 0 141 0,56
Kemih Influenza 14 0 111 0,56 2,23
Konjungtivitis Otits Media 14 8 1 01 0,56 0 0,56
Suppurativ Periodontitis 0 3 7,82 0 0,56
Pulpitis 3 0 7,82 0,56
Sinusitis Akut Suspek TBC 4,47 0,56 0
Paru Typoid dan Paratypoid 01 30 0,56 0,56
0 1,68
Demam
1,68 0
Uretritis Nonspesifik
Vaginitis Bakteri
0 0,56 1,68 0
Keterangan presentase dihitung dari jumah tiap diagnosa dibagi jumlah total
pasien dikali 100%

Pasien dengan diagnosa abces cutaneus sebanyak 9 pasien mendapat


terapi amoxicillin sebanyak 6 pasien, cefixime 1 pasien , dan gentamicin
salep kulit 1 pasien. Menurut WHO dalam Model Presscribing Information
Drug Used in Bacterial Infection terapi antibiotik untuk abcess cutaneus
adalah cloxacillin, cefalexin, atau cotrimoxazole sehingga penggunaan
antibiotik amoxicillin tidak tepat.
Pada abces gigi terdapat 2 pasien mendapat terapi ciprofloxacin 2 kali sehari
500 mg selama 5 hari. Menurut Pedoman Pengobatan Dasar Puskesmas
terapi antibiotik untuk abces gigi amoxicillin 3 kali sehari 500 mg selama 5
hari sehingga pemberian ciprofloxacin tidak sesuai dengan pedoman.
Menurut Pedoman Pengobatan Dasar Puskesmas Acute Faringtis
dapat diberikan antibiotik cotrimoxazole dua kali sehari 960 mg selama 5
hari, Amoxicillin 3 kali sehari 500 mg sehari selama 5 hari atau erytromicin
3 kali sehari 500 mg selama 5 hari. Terdapat 7 pasien yang mendapat terapi
antibiotik cefadroxil, cefixime, ciprofloxacin sehingga tidak sesuai dengan
pedoman.
CERATA Journal Of Pharmacy Science 27
Agustin Wijayanti, dkk., Evaluasi Peresepan Antibiotik
Pasien asma mendapat terapi antibotik cotrimoxazole 2 kali sehari
480 mg selama 5 hari. Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas
mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu,
yang menyebabkan peradangan dan penyempitan yang bersifat sementara.
Menurut Pedoman Pengobatan Dasar Puskesmas pada pasien asma tidak
memerlukan antibiotik kecuali bila ada indikasi infeksi bakteri.
Pada pasien batu ginjal di saluran kencing dan infeksi saluran kemih
mendapat terapi cefixime dan ciprofloxacin. Menurut Pedoman Pengobatan
Dasar Puskesmas batu disaluran kencing dan infeksi saluran kemih
mengunakan antibiotik amoxicllin dan cotrimoxazole sehingga pengunaan
antibiotik cefixime dan ciprofloxacin pada saluran kencing dan infeksi
saluran kemih tidak tepat. Common cold / acute nasofaingitis dan influenza
adalah penyakit yang disebabkan oleh virus sehingga tidak memerlukan
antibiotik (WHO, 2000) .
Pasien otitis media suppurativ mendapat terapi antibiotik ciprofloxacin 2
kali sehari 500 mg selam 5 hari menurut Pedoman Pengobatan Dasar
Puskesmas antibiotik untuk otitis media supurativ ampicillin, amoxicillin,
atau erytromicin sehingga penggunaan ciprofloxacin tidak tepat.
Antibiotik untuk peridontitis menurut Pedoman Pengobatan Dasar
Puskesmas adalah amoxicillin 3 kali sehari 500 mg selama 5 hari, terdapat 1
pasien yang mendapat terapi cefixime 2 kali sehari 100 mg selam 5 hari ,
sehingga penggunaan cefixime untuk peridontitis tidak tepat.
Menurut Pedoman pengobatn dasar puskesmas antibiotik untuk uretritis
nonspesifik doxyciclin 2 kali sehari 100 mg selama 10-14 hari, eritromicin
4 kali sehari 500 mg selama 7 hari atau tetrasiklin 4 kali sehari 500 mg selama
7 hari. Terdapat 3 pasien uretritis nonspesifik yang mendapat terapi
ciprofloxacin 2 kali sehari 500 mg selama 7 hari sehingga penggunaan
ciprofloxacin untuk uretritis nonspesifik tidak tepat.
Menurut WHO dalam Model Presscribing Information Drug Used in
Bacterial Infection untuk vaginitis bakteri metronidazole 2 kali sehari 400-
500 mg selama 7 hari terdapat 1 pasien yang mendapat terapi doxicilin 2 kali
sehari 100 mg selama 7 hari sehingga pengunaan doxiciclin tidak tepat.
2. Tepat Dosis
Tepat dosis adalah takaran yang diberikan kepada pasien dalam resep
sesuai berdasarkan Pedoman Dasar Pengobatan Puskesmas dan Model
Presscribing Information Drug Used in Bacterial Infection WHO.
Berdasarkan tabel 9 presentase ketepatan dosis pemberian antibiotik di
Puskesmas Banguntapan 1 cukup baik yaitu sebesar 99,13% (114 pasien) dan
sebanyak 1 pasien (0,87%) tidak tepat dosis pemberian antibiotik. Pada
28 CERATA Journal Of Pharmacy Science
Agustin Wijayanti, dkk., Evaluasi Peresepan Antibiotik

pasien infeksi saluran kemih mendapat terapi cotrimoxazole 2 kali sehari 480
mg selama 6 hari menurut Pedoman Pengobatan Dasar Puskesmas terapi
antibiotik untuk infeksi saluran kemih cotrimoxazole 2 kali sehari 960mg
selama 5-10 hari. Dosis pemberian antibotik pada pasien infeksi saluran
kemih tidak sesuai dengan Pedoman Pengobatan Dasar Puskesmas.
3. Tepat Frekuensi
Berdasarkan tabel 9 kesesuaian jumlah obat yang harus dikonsumsi tiap waktu
dalam sehari berdasarkan pedoman pengobatan dasar puskesmas
dan Model Presscribing Information Drug Used in Bacterial Infection WHO
di Puskesmas Banguntapan 1 tahun 2014 sebesar 100%. Sebanyak 115
pasien yang frekuensi pemberian antibiotik sesuai dengan Pedoman
Pengobatan Dasar Puskesmas dan Model Presscribing Information Drug
Used in Bacterial Infection WHO di Puskesmas Banguntapan 1 tahun 2014.
4. Tepat Durasi
Rentang waktu pengobatan pasien mendapatkan terapi antibiotik
sesuai berdasarkan Pedoman Dasar Pengobatan Puskesmas dan Model
Presscribing Information Drug Used in Bacterial Infection WHO di
Puskesmas Banguntapan 1 tahun 2014 dapat dilihat dalam tabel 6.

Tabel 6 Ketepatan Durasi Penggunaan Antibiotik di Puskesmas


Banguntapan 1 Tahun 2014 berdasarkan Pedoman

o iagnosa anduan Pedoman Peresepan Jumlah Pasien Presentase (%)


Antibiotik epat dak Tpat T dak Tepat
Tepat
1. bces gigi Pedoman Amoxicillin Amoxicillin 15 2,61
Pengobatan 5 hari tablet
Dasar 3 kali sehari 3 kali sehari
Puskesmas 500mg 500 mg
Amoxicillin 10 tablet 27 0 3,48
3 kali sehari 500 mg
2. cute Pedoman Amoxicillin Amoxicillin 25 500 mg 18 15,65 2
faringitis Pengobatan 5 hari tablet ,
Dasar 3 kali sehari 3 kali sehari 1
Puskesmas 500 mg atau 500 mg 7
erytromicin
5 hari 3 kali Amoxicillin 10 1 0
sehari tablet 4
500mg 3 kali sehari
500 mg
,
Erytromicin 10 0 8
tablet 7
3 kali sehari
ERATA Journal Of Pharmacy Science 9
3. cute Pedoman Amoxicillin Amoxicillin 0,87 ,74
tonsilitis Pengobatan 5 hari 15 tablet 0
Dasar 3 kali sehari 3 kali sehari
Puskesmas 500mg atau 500 mg
erytromicin Amoxicillin
10 hari 10 tablet
3 kali sehari 3 kali sehari
500mg 500 mg

4. broncopne Pedoman Amoxicillin Amoxicillin 0,87


monia Pengobatan 5 hari 15 tablet
Dasar 3 kali sehari 3 kali sehari
Puskesmas 500 mg 500 mg

5. ronkitis Presscribing Amoxicillin Amoxicillin 0 ,87


akut Information 5 hari 10 tablet
Drug Used 3 kali sehari 3 kali sehari
in Bacterial 500 mg 500 mg
Infection
WHO
6 rokitis Presscribing Amoxicillin 0 ,61
kronis Information 5 hari Amoxicillin 0,87
Drug Used 3 kali sehari 10 tablet
in Bacterial 500mg 3 kali sehari
Infection 500 mg
WHO Amoxicillin
15 tablet
3 kali sehari
500 mg
7 ordeolum Pedoman Chloramfeni Chloramfeni 0,87
Pengobatan col salep col salep
Dasar mata 2 kali mata
Puskesmas sehari sesuai 2 kali sehari
kebutuhan.
8 nfeksi Pedoman Cotrimoxazo Cotrimoxazo 0,87
Saluran Pengobatan
Kemih Dasar
Puskesmas
9 onjungtiv itis Pedoman Chloramfeni col Chloramfeni col 0,87
Pengobatan tetes mata 4-6 kali salep mata
Dasar sehari sesuai 3 kali sehari
Puskesmas kebutuhan
chloramfenic ol Chloramfeni col
salep mata dan tetes mata 6,09
gentamycin salep 4 kali sehari
mata dapat 2 tetes
diberikan
Chloramfeni col
tetes mata
4 kali sehari 2,61
1 tetes
0 CERATA Journal Of Pharmacy Science
Oxytetrasikli n salep mata 4 kali2,61
sehari
10 eriodontit Pedoman Amoxicillin Amoxicillin 14 0 2,17
is Pengobatan 5 hari 10 tablet
Dasar 3 kali sehari 3 kali sehari
Puskesmas 500 mg 500 mg

11 ulpitis Pedoman Amoxicllin Amoxicillin 0 ,96


Pengobatan 5 hari 10 tablet
Dasar 3 kali sehari 3 kali sehari
Puskesmas 500 mg 500 mg

12 inusitis Presscribing Amoxicillin Amoxicillin 0,87


Acute Information 5 hari 15 tablet
Drug Used 3 kali sehari 3 kali sehari
in Bacterial 500 mg 500 mg
Infection
WHO
13 ypoid dan Presscribing Ciprofloxaci Ciprofloxaci 2,61
paratypoid Information n 5-14 hari 2 n 10 tab
demam Drug Used kali sehari 2 kali sehari
in Bacterial 500-750 mg 500 mg
Infection
WHO
Keterangan persentase dihitung dari jumlah pasien tiap diagnosa dibagi jumlah total
pasien dikali 100%

Pada tabel 6 dapat dilihat kesesuaian durasi rata rata pemberian antibiotik
peroral yang tepat berdasar pedoman dasar pengobatan di Puskesmas dan Model
Presscribing Information Drug Used in Bacterial Infection WHO di Puskesmas
Banguntapan 1 tahun 2014 adalah 5 hari. Terdapat beberapa terapi antibiotik peroral
yang durasinya selama 3 hari sehingga tidak sesuai dengan pedoman.
Penggunaan antibiotik yang tidak tepat durasi dapat menyebabkan kegagalan terapi
antibiotik akan mempermudah terjadinya resistensi antibiotik. Resisten adalah
kemapuan suatu bakteri utuk tidak terhambat atu terbunuh oleh suatu antibakteri.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penulisan resep
antibiotik di Puskesmas Banguntapan 1:
1. Gambaran pola peresepan antibiotik di Puskesmas Banguntapan 1,
antibiotik yang digunakan gentamycin, chloramfenicol, ciprofloxacin,
erytromicin, amoxycillin, cefixime, cefadroxil, cotrimoxazole,
doxycicllin, tetrasiklin. Antibiotik yang banyak diresepkan adalah
antibiotik generik golongan penicillin yaitu amoxicllin dengan presentase
69,27% .
ERATA Journal Of Pharmacy Science 31
Agustin Wijayanti, dkk., Evaluasi Peresepan Antibiotik

2. Bentuk sediaan obat antibiotik yang diresepkan di Puskesmas


Banguntapan 1 adalah tablet, tetes mata, salep mata, salep kulit. Bentuk
sediaan tablet paling banyak diresepkan di Puskesmas Banguntapan 1
adalah tablet dengan presentase 90,50%.
3. Dosis dan frekuensi antibiotik rata-rata yang diresepkan di Puskesmas
Banguntapan 1 adalah Ciprofloxacin 2 kali sehari 500 mg, erytromicin 3
kali sehari 500 mg, Amoxycillin 3 kali sehari 500 mg, cefixime 2 kali
sehari 100 mg, cefadroxil 2 kali sehari 500 mg, cotrimoxazole 2 kali
sehari 480 mg, doxyciclin 2 kali sehari 100 mg.
4. Gambaran Kesesuaian pemberiaan antibotik di Puskesmas Bangutapan 1
dengan Pedoman Pengobatan Dasar Puskesmas dan Model Presscribing
Information Drug Used in Bacterial Infection adalah tepat indikasi
62,25%, tepat dosis 99,13%, tepat frekuensi 100%, tepat durasi 40,87%

B. SARAN

1. Perlu dilakukannya penelitian tentang kepatuhan penggunaan antibiotik


dan efektivitas penggunaan antibiotik di masyarakt secara langsung
sehingga diketahui keadaan sebenarnya dari penggunaan antibiotik dan
ketepatan penggunaan antibiotik di masyarakat
2. Puskesmas agar lebih memperhatikan penulisan diagnosa kode penyakit
agar tidak terjadi kesalahan dalam peresepan, selain itu Puskesmas juga
diharapkan untuk mengisi data rekam medis dengan lengkap
3. Puskesmas lebih memperhatikan ketepatan durasi penggunaan antibiotik
dengan memberikan jumlah obat yang sesuai sehinngga lama terapi
antibiotik sesuai dengan durasi berdasarkan pedoman yang diacu seperti
pedoman dasar pengguna obat puskesmas sehingga tingkat kerasionalan
lebih tinggi
32 CERATA Journal Of Pharmacy Science
Agustin Wijayanti, dkk., Evaluasi Peresepan Antibiotik

DAFTAR PUSTAKA
.APUA ( Alliance for prudent use of antibiotics ). 2011, What is Antibiotic
Resistance and Why is it Problem, viewed 20 Januari 2015, www.apua.org .
Ariyani, D. P. 2010, Dasar Dasar Farmakoepidemiologi, hal 31, Imperium,
Yogykarta.
Bruton, L., Lazo, J., Parker, K., & Blumenthal, D. 2006, Goodman & Gilmans
The pharmacology Basic Of Theraputic, 11th ed,chapter 42, The Mcgraw-
Hill Companies Inc, USA.
Departemen Kesehatan RI. 2011. Buku Panduan Hari Kesehatan Sedunia:
Gunakan Antibiotik Secara Tepat Untuk Mencegah Kekebalan Kuman,
halaman 13, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Ganetri, I.M. 2014, Gambaran Pola Peresepan Antibiotik di Puskesmas Mataram
Peride Agustus Desember 2013 , hal 7-12, Skripsi Universitas Gajah
Mada,
Yogyakarta.
Hapsari, I., & Wahyu, I. 2014, Pola Pengunaan Antibiotik pada Pasien Saluran
Pernafasan Akut Pnemonia Balita di Puskesmas 1 Purwareja Klampok
Kabupaten Banjarnegara tahun 2014, Skripsi Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta.
Kakkilaya, S.B. 2008, Rasional Use of Antibiotis. http//www.
Rationalmedicine.org/ antibotic.htm diakses tanggal 29 Juni 2015
Makna, A. S. 2014, Evaluasi Pengunaan Antibiotik pada Pasien Infeksi Saluran
Nafas Bawah (Pnemonia dan Bronkitis akut) di Balai Besar Kesehatan Paru
Masyarkat Surakarta, hal 8-12, Tesis, Universitas Gajah Mada, Yogykarta.
Mc.Phee. J, S & Hammer G.D.2010. Pathophisiologi of Disease an Intruduction
to Clinical Medicine, 6th ed, The Mac Graw Hill Companie Inc, California
Muchlis. 2010, Kajian Peresepan Antibiotik pada Pasien Dewasa di Salah Satu
Puskesmas di Kota Yogyakarta Periode Januari-April 2010, hal 36, Jurnal
Ilmiah Kefarmasian, Yogyakarta.
Peraturan Mentri Kesehatan RI. 2011, Peraturan Mentri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 2406/menkes/per/XII/2011 Tentang Pedoman Umum
Penggunaan Antibiotik, hal 1-56, Depkes RI, Jakarta.hal
Piranemas, P. 2013, Gambaran Pelaksanaan Kolaborasi Dokter dan Perawat
dalam Pemberian Antibiotik pada Klien. Skripsi, Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta.
Prayitno. 2010, Farmakologi Dasar untuk Mahasiswa Farmasi dan Keperawtan,
Ed III, Lembaga Studi dan Konsultasi farmakologi, Yogyakarta.
ERATA Journal Of Pharmacy Science 33
Agustin Wijayanti, dkk., Evaluasi Peresepan Antibiotik

Ritter, M.J., Lewis, L.D., Mant, T.G.K., Ferro, A. 2008, Textbook of Clinical
Pharmacologi and terapeutic, 5th ed, hal 323-361, Holden Almod
Education, London.
Siregar, C.J. 2005, Farmasi Klinis Teori dan Penerapan, hal 23, Penerbit Buku
Kedokteran EGP, Jakarta.
Southwick, F. 2007, . Anti-Infective, In Southwick FS (eds), hal 547-538,
Infectious Dieasease, A Clinical Short Courrse, NEW York: MCGraw-Hill
Companies.
Sugiyono. 2009, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, hal 13,
R&D,
Alfabeta. Bandung.
Tripathi, K.D. 2008, Essential of Medical Pharmakology , 6 th ed, hal 667-808,
Jaypee Brother Publisher LTD, New Delhi .
Utami, E. R. 2012, Antibiotika , Resistensi , dan Rasionalitas Terapi, hal 191-
198. Saintist Fakultas Sains dan Tekhnologi UIN Maliki, Malang.
World Health Organization (WHO). 2001, Model Prescribing Information Drug
Used in Bacterial Infection, WHO, Geneva.
Wulandari, I. 2010, Pola Peresepan Obat Diare pada Anak Rawat Jalan di RSUD
Kulon Progo Yogyakarta tahun 2010, hal 25-26, Karya Tulis Ilmiah , D3
Farmasi Poltekes Bhakti Setya Indonesia, Yogyakarta.
Yuniar et al., 2013, Evaluasi Pengunaan Antibiotik dengan Kartu Monitoring
Antibiotik Gyssen, hal 385, Sari Pediatri, Jakarta.
Zulkifli, L. 2014, Pemilihan antbiotik yang Rasional. vol 27, no 3, Mecinus
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia / RSPUN Cipto
Mangunkusumo,Jakarta

Anda mungkin juga menyukai