Anda di halaman 1dari 15

PENGARUH

PEMAHAMAN SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAHAN, PENGELOLAAN


KEUANGAN DAERAH DAN PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH TERHADAP
KINERJA SKPD PADA PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN


ABSTRAK
This research aims to test and analyze the influence of the understanding of the
accounting system of government, the understanding of the management of financial area,
and the understanding of the management of property area on the performance of the
regional work unit in the district of Bangkalan. The object of research is the regional work
unit in the district of Bangkalan. The amount of samples in this research are 24 of the
regional work unit in the district of Bangkalan.
This research is a quantitative research and the type of data used is the primary source
of the questionnaire. The determination method of the sample used in this research is
purposive sampling meanwhile the method of data analysis in this research uses the
compounding regression linear. The hypothesis of this research is : (1) The understanding of
the accounting system of government to a positive effect on the performance of the regional
work unit, (2) The understanding of the management of financial area to a positive effect on
the performance of the regional work unit, (3) The understanding of the management of
property area to a positive effect on the performance of the regional work unit, and (4) The
understanding of the accounting system of government , the management of financial area,
and the management of property area have a significant effect on the performance of the
regional work unit.
This research result indicates that the understanding of the accounting system of
government, the management of financial area, and the management of property area have
positive effect and influence significantly to the performance of the regional work unit either
simultaneously or partially.
Keywords : The accounting system of government, the management of financial area,
and the management of property area.

1. PENDAHULUAN
Undangundang Nomor 9 tahun 2015 tentang Pemerintah Daerah sebagaimana
telah diubah dari UU Nomor 23 tahun 2014, menjadi tonggak awal dari otonomi daerah.
Dengan pemberian otonomi daerah kabupaten dan kota, pengelolaan keuangan
sepenuhnya berada ditangan pemerintah daerah. Oleh karena itu sistem pengelolaan
keuangan daerah yang baik sangat diperlukan untuk mengelola dana desentralisasi secara
transparan, ekonomis, efisien, efektif dan akuntabel. Agar semua pelaksana keuangan
daerah mampu mengelola keuangan harus memahami sistem akuntansi, oleh sebab itu
pemahaman pengelola keuangan daerah mengenai sistem akuntansi pemerintah sangat
penting dan harus diperhatikan. Keberhasilan dari pengembangan sistem akuntansi
sangat bergantung pada keterlibatan pegawai pemerintah daerah.
Dalam situasi tertentu akuntansi menjadi salah satu kendala teknis bagi eksekutif
dalam pengelolaan keuangan daerah. Dari sekian banyak persoalan yang dihadapi oleh
pemerintah daerah salah satunya adalah tentang akuntansi (Syahrida:2009). Hal ini
menandakan bahwa pengelola keuangan daerah pada masingmasing SKPD harus
dilakukan oleh seseorang yang memiliki kemampuan dibidang akuntansi itu sendiri agar
dapat memecahkan permasalahan akuntansi dan dapat menyajikan informasi keuangan
secara memadai. Tuntutan masyarakat menjadikan akuntansi pemerintahan semakin
dibutuhkan. Dengan semakin besarnya dana yang dikelola oleh pemerintah, semakin
besar pula tuntutan pertanggungjawaban atau akuntabilitas keuangan yang semakin baik.
Kasus korupsi menjadi semakin besar, salah satunya disebabkan karena lemahnya
akuntabilitas. Akuntabilitas yang baik dapat mengurangi tingkat korupsi yang pada
akhirnya akan meningkatkan kepercayaan publik.
Penelitian ini dilakukan di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten
Bangkalan. Fenomena yang terjadi dalam hal sistem akuntansi pemerintahan adalah pada
tahun 2015 pemerintah Kabupaten Bangkalan menerapkan akuntansi berbasis akrual
pertama kali sebagai pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan. Pemerintah Kabupaten Bangkalan tidak menyajikan
kembali laporan keuangan tahun 2014 berbasis kas menuju akrual menjadi laporan
keuangan tahun 2014 berbasis akrual. Dampak Kumulatif yang disebabkan oleh
perubahan penerapan akuntansi berbasis akrual disajikan pada laporan perubahan
ekuitas dan diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.
Pemerintah Kabupaten Bangkalan telah memperoleh opini wajar tanpa pengecualian
4 kali berturut-turut pada tahun 2010, 2011, 2012 dan 2013 sedangkan pada tahun 2014
Pemerintah Kabupaten Bangkalan mendapatkan opini wajar dengan pengecualian. Hal itu
membuktikan bahwa ada kemerosotan/penurunan kinerja dari Pemerintah Kabupaten
Bangkalan. Kurangnya informasi yang dihasilkan mengakibatkan pemerintah tidak
mempunyai manajerial yang baik dan tidak bisa mewujudkan transparansi dan
akuntabilitas sesuai dengan harapan masyarakat.
Opini wajar dengan pengecualian (WDP) adalah opini audit yang menyatakan bahwa
laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi
keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas dan arus kas sesuai dengan SAK/ETAP/IFRS,
kecuali untuk dampak hal yang berkaitan dengan yang dikecualikan (Agoes, 2012:76)..
Artinya, dengan pemerolehan opini WDP laporan keuangan pemerintah daerah
Kabupaten Bangkalan masih ditemui adanya temuan yang material, temuan tersebut bisa
terdapat pada belanja barang dan jasa, belanja perjalan dinas atau bahkan ditemukannya
bukti-bukti palsu contohnya tiket pesawat fiktif dan nota belanja fiktif.
Fenomena yang terjadi di Kabupaten Bangkalan adalah dalam hal pengelolaan
aset/barang milik daerah misalnya penyalahgunaan barang yang terjadi, dengan
menggunakan barang milik daerah untuk kepentingan pribadi yang sering peneliti temui.
Seharusnya aset/barang milik daerah hanya boleh dipergunakan untuk kepentingan
kantor. Hal ini telah berlangsung sejak lama, dan itu membuktikan bahwa pengawasan
terhadap aset/barang milik daerah masih lemah.
2. LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1. Sistem Akuntansi Keuangan Daerah
Akuntansi keuangan daerah merupakan serangkaian prosedur yang sistematik mulai
dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran hingga pelaporan posisi keuangan
(Neraca) dan operasi keuangan pemerintah (LRA). Berikut ini adalah sistem akuntansi
menurut Permendagri No. 13 Tahun 2006 :
1. Prosedur akuntansi penerimaan kas;
2. Prosedur akuntansi pengeluaran kas;
3. Prosedur akuntansi aset tetap/barang milik daerah; dan
4. Prosedur akuntansi selain kas.
Komponen-komponen laporan keuangan menurut Peraturan Pemerintah No.71
Tahun 2010 sebagai berikut:
1. Laporan Realisasi Anggaran;
2. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih;
3. Neraca;
4. Laporan Operasional;
5. Laporan Arus Kas;
6. Laporan Perubahan Ekuitas;
7. Catatan atas Laporan Keuangan.
2.2. Pengelolaan Keuangan Daerah
Dalam permendagri No.13 tahun 2006 dinyatakan bahwa keuangan daerah adalah
semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang
dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang
berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. proses pengelolaaan keuangan
daerah dimulai dengan perencanaan/ penyusunan anggaran pendapatan belanja daerah
(APBD). APBD merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas
dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan
peraturan daerah. Oleh karena itu APBD merupakan kesepakatan bersama antara
eksekutif dan legislatif yang dituangkan dalam peraturan daerah dan dijabarkan dalam
peraturan bupati. APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan
dan kemampuan pendapatan daerah.
2.3. Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah
Pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah adalah Kepala Daerah yang
karena jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan
keuangan daerah. Menurut Siregar (2015:14) Kepala Daerah selaku pemegang kekuasaan
pengelolaan keuangan melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaannya kepada :
1. Sekretaris Daerah selaku koordinator pengelola kekuangan daerah
2. Kepala SKPKD selaku PPKD
3. Kepala SKPD selaku pejabat pengguna anggaran/pengguna barang.


2.4. Pengelolaan Barang Milik Daerah
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014
tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah Pasal 1. Barang Milik Daerah adalah
semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban anggaran pendapatan dan belanja
daerah atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Pengelola Barang adalah pejabat
yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta
melakukan pengelolaan Barang Milik Daerah.
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dilaksanakan berdasarkan asas fungsional,
kepastian hukum, transparansi, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai. Menurut Yusuf
(2015:34) siklus pengeloloaan barang milik daerah meliputi :
1. Perencanaan Kebutuhan dan pengaggaran,
2. Pengadaan,
3. Penerimaan, Penyimpanan, dan Penyaluran,
4. Pemeliharaan,
5. Penatausahaan,
6. Penggunaan,
7. Pemanfaatan,
8. Pengamanan,
9. Penilaian,
10. Penghapusan,
11. Pemindahtanganan,
12. Pembinaan, pengawasan dan pengendalian,
13. Pembiayaan,
14. Tuntutan ganti rugi.
2.5. Kinerja SKPD
Kinerja atau prestasi kerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan
kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontirbusi
ekonomi. Tugas utama pemerintah sebagai organisasi sektor publik terbesar adalah untuk
menciptkan kesejahtaraan masyarakaat. Kesejahteraan masyarakat merupakan subuah
konsep yang sangat multikompleks. Kesejahteraan masyarakat tidak hanya berupa
kesejahteraan fisik yang bersifat material saja, namun termasuk kesejahteraan nonfisik
yang lebih bersifat immaterial.
Kinerja sektor publik bersifat multidimensional, sehingga tidak ada indikator tunggal
yang dapat digunakan untuk menunjukkan kinerja secara komprehensif. Berbeda dengan
sektor swasta, karena sifat output yang dihasilkan sektor publik lebih lebih banyak
bersifat intangible output, maka ukuran finansial saja tidak cukup untuk mengukur kinerja
sektor publik. Oleh karena itu, perlu dikembangkan ukuran kinerja non-finansial
(Mardiasmo, 2002:122).
Menurut Mohammad (2006:77) dalam Hidayat (2015), indikator kinerja pemerintah
daerah terdapat beberapa jenis yaitu :
a. Indikator masukan (input), adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar
pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran.
b. Indikator proses (process). Dalam indikator ini. Organisasi/instansi merumuskan
ukuran kegiatan, baik dari segi kecepatan, ketepatan, maupun tingkat akurasi
pelaksanaan kegiatan tersebut.
c. Indikator keluaran (Output), adalah sesuatu yang diharapkan langsung dapat
dicapai dari suatu kegiatan yang berupa fisik atau non-fisik.
d. Indikator hasil (outcomes), segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya
keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung).
2.6. Konsep Pengukuran Kinerja Value For Money
Menurut Mahmudi (2015:83) konsep value for money terdiri atas 3 elemen utama,
yaitu:
1. Ekonomi
Ekonomi terkait dengan pengkonversian input primer berupa sumber daya
keuangan menjadi input sekunder berupa tenaga kerja, bahan. Infrastruktur, dan
barang modal yang dikonsumsi untuk kegiatan operaso organisasi.
2. Efisiensi
Efisiensi terkait dengan input dan output. Efisiensi terkait dengan hubungan
output berupa barang atau pelayanan yang dihasilkan dengan sumber daya yang
digunakan untuk menghasilkan output tersebut. Secara matematis, efisiensi
merupakan perbandingan antara output dengan input atau dengan istilah lain
output per unit input. Suatu kegiatan dapat dikatakan efisien apabila mampu
mengahasilkan output tertentu dengan input serendah-rendahnya, atau dengan
input tertentu menghasilkan output sebesar-besarnya.
3. Efektivitas
Efektivitas merupakan hubungan antara output dengan tujuan. Semakin besar
kontribusi output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif kegiatan
tersebut. Jika ekonomi berfokus pada input dan efisiensi berfokus pada output
atau proses,maka efektifitas berfokus pada outcome (hasil).
2.7. Pengembangan Hipotesis
2.7.1. Pemahaman Sistem Akuntansi Pemerintahan terhadap Kinerja SKPD
Tuasikal (2007) melakukan penelitian tentang pengaruh pemahaman sistem akuntansi
keuangan dan pengelolaan keuangan terhadap kinerja unit satuan kerja pemerintah
daerah di Kabupaten dan Kota Provinsi Maluku. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
pemahaman sistem akuntansi pemerintah berpengaruh terhadap kinerja SKPD.
Syahrida (2009) melakukan penelitian tentang pengaruh pemahaman sistem
akuntansi keuangan daerah dan pengelolaan keuangan daerah terhadap kinerja SKPD
pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
sistem akuntansi keuangan berpengaruh terdahap kinerja SKPD. Hal ini menandakan
bahwa bila pemahaman eksekutif tentang sistem akuntansi keuangan daerah
ditingkatkan maka dapat mendorong kinerja satuan kerja pemerintah daerah.
Ratih (2012) melakukan penelitian tentang pengaruh pemahaman sistem akuntansi
keuangan daerah, penatausahaan keuangan daerah dan pengelolaan barang milik daerah
terhadap kinerja SKPD pada Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa pemahaman sistem akuntansi keuangan daerah
berpengaruh terhapad kinerja SKPD.
Berdasarkan penelitian terdahulu dapat dirumuskan hipotesis :
H1 : Pemahaman Sistem Akuntansi Pemerintahan Berpengaruh Positif Terhadap
Kinerja SKPD.



2.7.2. Pemahaman Pengelolaan keuangan Daerah Terhadap Kinerja SKPD
Tuasikal (2007) melakukan penelitian tentang pengaruh pemahaman sistem akuntansi
keuangan dan pengelolaan keuangan terhadap kinerja unit satuan kerja pemerintah
daerah di Kabupaten dan Kota Provinsi Maluku. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
pemahaman pengelolaan keuangan daerah berpengaruh terhadap kinerja SKPD.
Syahrida (2009) melakukan penelitian tentang pengaruh pemahaman sistem
akuntansi keuangan daerah dan pengelolaan keuangan daerah terhadap kinerja SKPD
pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
pemahaman pengelolaan keuangan daerah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
kinerja SKPD. Kemungkinan hal itu terjadi disebabkan ada faktor lain yang mempengaruhi
yaitu adanya kebijakan dari Kepala Daerah sehingga pengelolaa keuangan daerah tidak
dikelola secara tertib,efektif, efisien, dan juga kesulitan teknis dalam pelaksanaan
pengelolaan keuangan daerah karena pemahaman pelaksana yang kurang memadai.
Berdasarkan penelitian terdahulu dapat dirumuskan hipotesis :
H2 : Pemahaman Pengelolaan Keuangan Daerah Berpengaruh Positif Terhadap
Kinerja SKPD.
2.7.3. Pemahaman Pengelolaan Barang Milik Daerah Terhadap Kinerja SKPD
Ratih (2012) melakukan penelitian tentang pengaruh pemahaman sistem akuntansi
keuangan daerah, penatausahaan keuangan daerah dan pengelolaan barang milik daerah
terhadap kinerja SKPD pada Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa pemahaman pengelolaan barang milik daerah berpengaruh
terdadap kinerja SKPD.
Berdasarkan penelitian terdahulu dapat dirumuskan hipotesis :
H3 :Pemahaman Pengelolaan Barang Milik Daerah Berpengaruh Positif Terhadap
Kinerja SKPD.
2.7.4. Pemahaman Sistem Akuntansi Pemerintahan, Pengelolaan Keuangan Daerah
dan Pengelolaan Barang Milik Daerah Secara Simultan Terhadap Kinerja SKPD
Tuasikal (2007) melakukan penelitian tentang pengaruh pemahaman sistem akuntansi
keuangan dan pengelolaan keuangan terhadap kinerja unit satuan kerja pemerintah
daerah di Kabupaten dan Kota Provinsi Maluku. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
pemahaman sistem akuntansi pemerintahan, pengelolaan keuangan daerah berpengaruh
terhadap kinerja SKPD.
Ratih (2012) melakukan penelitian tentang pengaruh pemahaman sistem akuntansi
keuangan daerah, penatausahaan keuangan daerah dan pengelolaan barang milik daerah
terhadap kinerja SKPD pada Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa pemahaman sistem akuntansi keuangan daerah,
penatausahaan keuangan daerah dan pengelolaan barang milik daerah berpengaruh
terhapad kinerja SKPD.
Berdasarkan penelitian terdahulu dapat dirumuskan hipotesis :
H4 :Pemahaman Sistem akuntansi Pemerintahan, Pengelolaan Keuangan Daerah
dan Pengelolaan Barang Milik Daerah Secara Simultan Berpengaruh
Signifikan Terhadap Kinerja SKPD.





3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Data dan Sampel Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini menggunakan data
primer yang berupa kuesioner. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pejabat dan
staf pada instansi pemerintahan yang melaksanakan kewenangan dalam hal keuangan,
pengelolaan barang, perencana anggaran dan kepegawaian/SDM di tingkat daerah
Kabupaten Bangkalan. Sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah pengguna anggaran
(kuasa pengguna anggaran), bagian keuangan, bagian barang, serta bagian sumber daya
manusia (SDM) di seluruh SKPD. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 51 pegawai dari 24
SKPD. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara Purposive sampling yaitu
teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu. Penentuan sampel
mempertimbangkan hal-hal tertentu yang telah dibuat terhadap obyek yang seusai
dengan tujuan penelitian. Kriteria dari sampel penelitian ini adalah :
1. Pegawai Negeri Sipil yang menjabat sebagai Kepala SKPD.
2. Pegawai Negeri Sipil yang menjabat sebagai sub bagian keuangan, pengelolaan
barang dan SDM.
3. Pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran dengan lama bekerja minimal 6
bulan.
3.2. Definisi Operasional
1. Variabel Independen dalam penelitian ini adalah :
Pemahaman sistem akuntansi pemerintahan (X1), yang merupakan pemahaman dari
pengguna anggran tentang cara / sistematika pencatatan akuntansi pemerintahan.
Kuesioner pemahaman diadaptasi dari kuesioner peneliti terdahulu oleh Ratih
(2012). Dengan indikator :
a. Prosedur akuntansi penerimaan kas.
b. Prosedur akuntansi pengeluaran kas.
c. Prosedur akuntansi aset tetap.
d. Prosedur akunatnsi selain kas.
e. Sistem pencatatan double entry.
f. Akrual basis.
2. Pengelolaan Keuangan Daerah (X2) adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan , penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan
pengawasan keuangan daerah. Kuesioner pengelolaan keuangan daerah
diadaptasi dari peneliti terdahulu oleh Syahrida (2009) yang sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintah sebagai pengganti PP No. 24 tahun 2005 dan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 13 Tahun 2006. Indikator dari Pengeloaan keuangan daerah sebagai
berikut:
1. Penganggaran.
2. Pelaksanaan.
3. Penatausahaan.
4. Pengawasan dan Pertanggungjawaban.
3. Pengelolaan Barang Milik Daerah (X3) semua barang/aset yang dibeli atau
diperoleh atas beban anggaran pendapatan dan belanja daerah atau bersal dari
perolehan lainnya yang sah. Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
dilaksanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, transparansi,
efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai. Pengeloloaan barang milik daerah
meliputi : Perencanaan kebutuhan dan pengaggaran, pengadaan, penggunaan,
pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, pemindahtanganan,
pemusnahan, penghapusan, penataushaaan, pembinaan, pengawasan dan
pengendalian.
4. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah :
Kinerja SKPD (Y) hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan
strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontirbusi ekonomi.
Kinerja sebagai hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang
dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-
masing dalam upaya mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal,
tidak melanggar hukum hukum dan sesuai dengan moral dan etika.
Indikator kinerja menurut Ruspina (2013) dan Hidayat (2015) :
1. Indikator Masukan (Input).
2. Indikator Proses (Process).
3. Indikator Keluaran (Output).
4. Indikator Hasil (Outcome).
3.3. Metode Analisis Data
Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda.
Sebelum dilakukan analisis regresi berganda terlebih dahulu menguji kualitas instrumen
pengamatan yaitu, uji kualitas data dan uji asumsi klasik. Pengelolaan data menggunakan
software SPSS ( Statistical Package For Social Sciences).
3.3.1. Uji Kualitas Data
3.3.1.1. Uji Validitas
Dalam buku Hartono (2013) Validitas menunjukkan seberapa jauh suatu tes satu set
dari operasi-operasi mengukur apa yang seharusnya diukur. Teknik pengukuran untuk uji
validitas yaitu dengan Korelasi Product Moment dari Karl Pearson (r) yaitu uji validitas
dilakukan untuk mengkorelasikan masing-masing pernyataan dengan skor untuk masing-
masing variabel (Ghozali, 2013:45).
3.3.1.2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas menunjukkan akurasi dan ketepatan dari pengukurnya. Reliabilitas
berhubungan dengan akurasi dari pengukurnya. Reliabilitas berhubungan dengan
konsistensi dari pengukur. Uji reliabilitas dilakukan dengan cara menghitung cronbach
alpha. Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach
Alpha > 0,60 (Sujarweni,2015).
3.3.2. Uji Asumsi Klasik
3.3.2.1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah dalam model regresi variabel
pengganggu atau residual memiliki distribusi normal.
Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Kolmogorov-Smirnov.
a. Nilai signifikan atau probabilitas < 0,05, maka distribusi data adalah tidak
normal
b. Nilai signifikan atau probabilitas >0,05, maka distribusi data adalah normal.
3.3.2.2. Uji Multikolinieritas
Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinieritas didalam model regresi adalah
dengan melihat tolerance dan VIF (Variance Inflation Factor). Jika nilai Tolerance > 0,10
dan VIF < 10, maka dapat diartikan bahwa tidak terdapat multikolinieritas, namun jika
nilai tolerance < 0,10 dan VIF > 10, maka terjadi gangguan multikolinieritas pada
penelitian tersebut (Ghozali, 2009:92).
3.3.2.3. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi terjadi
ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain (Ghozali,
2009:105). Pendeteksian mengenai ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan
dengan menggunakan Uji Glejser yaitu meregres nilai absolut residual terhadap variabel
independen (Ghozali, 2009:108). Jika nilai signifikansi antar variabel independen dengan
absolut residual > 0,05 maka tidak terjadi masalah heteroskedastisitas.
3.3.3. Pengujian Hipotesis
1. Uji Simultan (F)
Uji statistik F pada dasarnya digunakan untuk menunjukkan apakah semua variabel
independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama
terhadap variabel dependen (Ghozali, 2009:84). Hipotesis akan diuji dengan
menggunakan tingkat signifikansi () sebesar 5% atau 0,05.
Pengujian melalui uji F atau variansinya adalah dengan membandingkan Fhitung
dengan Ftabel pada = 0,05.
a. Ho diterima jika Fhitung < Ftabel
b. Ha diterima jika Fhitung > Ftabel
2. Uji Parsial (t)
Uji statistik t pada dasarnya digunakan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh
satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen
(Ghozali, 2009:84). Uji t menggunakan taraf signifikansi 0,05 (taraf kepercayaan 95%)
dengan hipotesis:
Ho : secara persial tidak ada pengaruh signifikan antara variabel bebas (X)
terhadap variabel terikat (Y).
Ha : Secara parsial ada pengaruh signifikan antara variabel bebas (X) terhadap
variabel terikat (Y).
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Uji Kualitas Data
1. Hasil Uji Validitas
Untuk melihat validitas dari masing-masing pernyataan dalam kuesioner
menggunakan Korelasi Product Moment dari Karl Pearson (r). Jika rhitung > rtabel maka data
dikatakan valid, dimana rtabel untuk N = 51 adalah 0,2759. Berdasarkan hasil pengolahan
data didapatkan bahwa nilai pearson correlation untuk masing-masing variabel X1, X2, X3
dan Y > rtabel. Maka dapat dikatakan bahwa seluruh item pernyataan dalam kuesioner
adalah valid.
2. Hasil Uji Reliabilitas
Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap
pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Suatu variabel dikatakan
reliabel jika memiliki Cronchbach Alpha > 0,60 (Sujarweni, 2015:169).
Dari nilai Cronchbach Alpha dari masing-masing instrument pernyataan lebih dari
0,60 maka dapat dikatakan bahwa instrument pernyataan adalah reliable. Dari hasil
Cronchbach Alpha untuk instrument Pemahaman Sistem Akuntansi Pemerintahan adalah
0,843, Pemahaman Pengelolaan Keuangan daerah adalah 0,854, Pemahaman Pengelolaan
Barang Milik Daerah adalah 0,893, dan Kinerja SKPD adalah 0,641. Dengan demikian
semua instrument dapat dikatakan reliable.
4.2. Uji Asumsi Klasik
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah apakah dalam model regresi variabel
pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Hasil uji normalitas dapat diketahui
dengan melihat nilai sigfikansi dari hasil uji Kolmogorov Smirnov. Uji Kolmogorov Smirnov
dilakukan untuk menguji apakah residual terdistribusi secara normal, dengan melihat >
0,05. Dari hasil analisi data diperoleh nilai Kolmogorov Smirnov sebesar 0,594 dan nilai
signifikasi sebesar 0,872. Dari hasil uji normalitas dapat disimpulkan bahwa distribusi
data adalah normal.
2. Uji Multikolinearitas
Uji Multikolinieritas diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya variabel independen
yang memiliki kemiripan antar variabel independen dalam suatu model. Jika Variance
Inflation Factor (VIF) yang dihasilkan antara 1-10 maka tidak terjadi multikolinieritas
(Sujarweni,2015:177). Hasil multikolinieritas dari X1 menunjukkan VIF 1,114, X2
menunjukkan VIF 1,137, dan X3 menunjukkan VIF 1,205. Dari uraian tersebut dapat
disimpulkan bahwa seluruh variabel independen memiliki nilai VIF < 10, yang artinya
tidak terjadi kolerasi antar variabel independen atau dengan kata lain bahwa model
regresi yang diajukan tidak terjadi gejala multikolenieritas.
3. Uji Heteroskedastisitas
Berdasarkan hasil uji glejser koefisien parameter untuk variabel pemahaman sistem
akuntansi pemerintahan (X1) adalah 0,595, pemahaman pengelolaan keuangan daerah
(X2) adalah 0,198 dan pemahaman pengelolaan barang milik daerah (X3) adalah 0,617.
Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat gejala heteroskedastisitas karena nilai
sihnifikansi dari setiap valiabel > 0,05.
4.3. Hasil Uji Regresi Linear Berganda
Dari hasil uji analisis regresi linear berganda didapatkan model regresi sebagai
berikut :
Y= 23,738 + 0,512 + 0,399 + 0,445
Dimana : Y = Kinerja SKPD
A = Konstanta
1 + 2 + 3 = Koefisien regresi
X1 = Pemahaman sistem akuntansi keuangan daerah
X2 = Pemahaman pengelolaan keuangan daerah
X3 = Pemahaman pengelolaan barang milik daerah
4.4. Analisi Koefisien Determinasi Regresi
Nilai Adjusted R Square sebesar 0,418 atau 41,8%. Hal ini menunjukkan bahwa
persentasi pengaruh pemahaman sistem akuntansi pemerintahan (X1), pemahaman
pengelolaan keuangan daerah (X2) dan pemahaman pengelolaan barang milik daerah (X3)
terhadap kinerja SKPD (Y) sebesar 41,8%. Dapat disimpulkan bahwa 41,8% variabel
kinerja SKPD dapat dijelaskan oleh variabel pemahaman sistem akuntansi pemerintahan,
pemahaman pengelolaan keuangan daerah, dan pemahaman pengelolaan barang milik
daerah. Sedangkan sisanya 58,2% dipengaruhi oleh variabel yang lain yang tidak masuk
dalam penelitian ini.




4.5. Hasil Pengujian Hipotesis
1. Uji Parsial (t)
Variabel Koef. Regresi t hitung Sig. Keterangan
Konstanta 23,738

X1 (Pemahaman Sistem
0,512 2,760 0,008 Signifikan
Akuntansi Pemerintahan
X2 (Pemahaman Pengelolaan
0,399 2,091 0,042 Signifikan
Keuangan Daerah)
X3 (Pemahaman Pengelolaan
0,445 2,291 0,027 Signifikan
Barang Milik Daerah)
1. Variabel pemahaman sistem akuntansi pemerintahan (X1)
Uji t digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh pemahaman sistem
akuntansi pemerintahan (X1) terhadap kinerja SKPD (Y) di Kabupaten
Bangkalan.Pada hasil uji t untuk variabel pemahaman sistem akuntansi
pemerintah diperoleh hasil bahwa thitung (2,760) > ttabel (2,01174) dan tingkat
signifikansinya 0,008 lebih kecil dari alpha () = 0,05. Jadi, H0 ditolak dan Ha
diterima. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa secara parsial
pemahaman sistem akuntansi pemerintahan berpengaruh positif signifikan
terhadap kinerja SKPD.
2. Variabel pemahaman pengelolaan keuangan daerah (X2)
Pada hasil uji t untuk variabel pemahaman pengelolaan keuangan daerah (X2)
pengaruhnya terhadap kinerja SKPD (Y) diperoleh hasil bahwa thitung (2,091) > ttabel
(2,01174) dan tingkat signifikansinya 0,042 lebih kecil dari alpha () = 0,05. Jadi,
H0 ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa
secara parsial pemahaman pengelolaan keuangan daerah berpengaruh positif
signifikan terhadap kinerja SKPD.
3. Variabel pemahaman pengelolaan barang milik daerah (X3)
Pada hasil uji t untuk variabel pemahaman pengelolaan barang milik daerah (X1)
pengaruhnya terhadap kinerja SKPD (Y) diperoleh hasil bahwa thitung (2,291) > ttabel
(2,01174) dan tingkat signifikansinya 0,027 lebih kecil dari alpha () = 0,05. Jadi,
H0 ditolak dan Ha diterima. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa secara parsial
pemahaman pengelolaan barang milik daerah berpengaruh positif signifikan
terhadap kinerja SKPD.
2. Uji Simultan (F)
Model Sum of Df Mean F Sig
Squares Square
Regression 214,717 3 71,572 4,711 0,006 b
Residual 714,106 47 15,194
Total 928,824 50
Nilai ftabel pada taraf signifikansi 5% (df2) n-k (51-4) = 47 dan df1 (k-1) 4-1= 3. Nilai f
tabel yang didapat adalah 2,80. Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa nilai fhitung
sebesar 4,711 lebih besar dari ftabel 2,80 dan nilai signifikansi sebesar 0,006 lebih kecil dari
alpha () = 0,05 sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa variabel pemahaman sistem
akuntansi pemerintahan (X1), pemahaman pengelolaan keuangan daerah (X2) dan
pemahaman pengelolaan barang milik daerah (X3) berpengaruh secara simultan dan
signifikan terhadap kinerja SKPD.
4.6. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Pengaruh Pemahaman Sistem Akuntansi Pemerintahan terhadap Kinerja SKPD
Berdasarkan hasil penelitian dalam pengujian hipotesis diperoleh bahwa pemahaman
sistem akuntansi pemerintahan (X1) berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja SKPD
(Y). Pada hasil uji t untuk variabel pemahaman sistem akuntansi pemerintah diperoleh
hasil bahwa thitung (2,760) > ttabel (2,01174) dan tingkat signifikansinya 0,008 lebih kecil
dari alpha () = 0,05. Jadi, H0 ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa pemahaman aparatur pemerintah tentang sistem akuntansi pemerintahan akan
mempengaruhi kinerja SKPD.
Hasil uji tersebut sejalan dengan penelitian Tuasikal (2007) yang menunjukkan
bahwa pemahaman sistem akuntansi pemerintah berpengaruh terhadap kinerja SKPD.
Hasil uji ini juga sejalan dengan penelitian Syahrida (2009) dengan hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa pemahaman sistem akuntansi keuangan berpengaruh terhadap
kinerja SKPD. Ratih (2012) juga melakukan penelitian yang sama dan hasil penelitian
yang dilakukan menunjukkan bahwa pemahaman sistem akuntansi keuangan daerah
berpengaruh terhadap kinerja.
Hasil uji ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari dkk (2013) yang
menunjukkan bahwa pemahaman sistem akuntansi pemerintahan tidak berpengaruh
terhadap kinerja pengelola keuangan daerah.
Suwardjono (2005:159) dalam Syahrida (2009) menegaskan bahwa akuntansi akan
mempunyai peran yang nyata dalam kehidupan sosial ekonomi kalau informasi yang
dihasilkan oleh akuntansi dapat mengendalikan perilaku pengambil kebijakan ekonomi
untuk bertindak menuju ke suatu pencapaian tujuan sosial dan ekonomi negara. Salah
satu tujuan ekonomi negara adalah alokasi sumber daya ekonomi secara efisien sehingga
sumber daya ekonomi yang menguasai hajat hidup orang banyak dapat dinikmati
masyarakat secara optimal.
2. Pengaruh Pemahaman Pengelolaan Keuangan Daerah terhadap Kinerja SKPD.
Berdasarkan hasil penelitian dalam pengujian hipotesis diperoleh bahwa pemahaman
pengelolaan keuangan daerah berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja SKPD. Pada
hasil uji t untuk variabel pemahaman pengelolaan keuangan daerah (X2) pengaruhnya
terhadap kinerja SKPD (Y) diperoleh hasil bahwa thitung (2,091) > ttabel (2,01174) dan
tingkat signifikansinya 0,042 lebih kecil dari alpha () = 0,05. Jadi, H0 ditolak dan Ha
diterima. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa variabel pemahaman pengelolaan
keuangan daerah dapat mempengaruhi kinerja SKPD di Kabupaten Bangkalan.
Hasil uji tersebut sejalan dengan penelitain Tuasikal (2007) yang menunjukkan
bahwa pemahaman pengelolaan keuangan daerah berpengaruh terhadap kinerja SKPD.
Hidayat (2015) melakukan penelitian dengan judul pengaruh pengelolaan keuangan
daerah dan sistem akuntansi keuangan daerah berpengaruh terhadap kinerja pemerintah
daerah, menunjukkan hasil bahwa pengelolaan keuangan daerah berpengaruh terdahap
kinerja pemerintah daerah. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan dengan
Syahrida (2009) yang menunjukkan bahwa pemahaman pengelolaan keuangan daerah
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja SKPD. Kemungkinan hal tersebut
dapat terjadi akibat adanya faktor lain yang mempengaruhi, salah satunya yakni kebijakan
dari Kepala Daerah sehingga, pengelolaan keuangan daerah tidak dilakukan secara tertib,
efektif, efisien, dan juga kesulitan teknis dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah
karena pemahaman pelaksana yang kurang memadai.

3. Pemahaman Pengelolaan Barang Milik Daerah Terhadap Kinerja SKPD.
Berdasarkan hasil penelitian dalam pengujian hipotesis diperoleh bahwa pemahaman
pengelolaan barang milik daerah berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja SKPD.
Pada hasil uji t untuk variabel pemahaman pengelolaan barang milik daerah (X3)
pengaruhnya terhadap kinerja SKPD (Y) diperoleh hasil bahwa thitung (2,291) > ttabel
(2,01174) dan tingkat signifikansinya 0,027 lebih kecil dari alpha () = 0,05 dan hasil dari
koefisien regresi menunjukkan 0,445. Jadi, H0 ditolak dan Ha diterima.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ratih (2012) yang menunjukkan bahwa
pemahaman pengelolaan barang milik daerah berpengaruh terhadap kinerja SKPD,
artinya apabila pengelolaan barang milik daerah telah diterapkan sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang pengelolaan barang milik daerah,
yang kemudian ditindak lanjuti dengan Permendagri Nomor 17 tahun 2007 tentang
pedoman pengelolaan barang milik daerah maka akan menaikkan kinerja SKPD.
Hasil penelitian ini memiliki arti jika aparatur pemerintah memiliki pemahaman
tentang pengelolaan barang milik daerah yang memadai, maka kinerja SKPD dapat
ditingkatkan. Artinya, jika aparatur pemerintah telah memiliki pemahaman yang cukup
mengenai pengelolaan barang milik daerah maka pengelolaan barang milik daerah sudah
dilaksakan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun
2014 tentang pengelolaan barang milik daerah. Pemahaman pengelolaan barang milik
daerah menjadi sangat penting sebab, dalam konteks pengelolaan barang memiliki banyak
tugas yang harus diemban diantaranya dimulai dari pengadaan barang, pemeliharaan,
inventarisasi, dll.
4. Pengaruh Pemahaman Sistem Akuntansi Pemerintahan, Pengelolaan Keuangan
Daerah dan Pengelolaan Barang Milik Daerah Terhadap Kinerja SKPD Secara
Simultan.
Berdasarkan hasil penelitian dalam pengujian hipotesis diperoleh bahwa pemahaman
sistem akuntansi pemerintahan, pengelolaan keuangan daerah dan pengelolaan barang
milik daerah berpengaruh signifikan secara simultan terhadap kinerja SKPD. Nilai Ftabel
pada taraf signifikansi 5% (df2) n-k (51-4) = 47 dan df1 (k-1) 4-1= 3. Nilai F tabel yang
didapat adalah 2,80. Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa nilai Fhitung sebesar
4,711 lebih besar dari Ftabel 2,80 dan nilai signifikansi sebesar 0,006 lebih kecil dari alpha
() = 0,05. Artinya, apabila pengelola keuangan daerah memiliki pemahaman tentang
sistem akuntansi pemerintahan, pengelolaan keuangan daerah dan pengelolaan barang
milik daerah maka kinerja setiap SKPD akan meningkat.
Hasil pengujian ini sejalan dengan penelitian Ratih (2012) yang menyatakan bahwa
pemahaman sistem akuntansi pemerintah, penatausahan keuangan daerah dan
pengelolaan barang milik daerah berpengaruh secara simultan terhadap kinerja SKPD.
Penelitian ini juga konsisten dengan Tuasikal (2007).









5. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Pemahaman sistem akuntansi pemerintahan (X1) berpengaruh positif signifikan
terhadap kinerja SKPD (Y).
2. Pemahaman pengelolaan keuangan daerah (X2) berpengaruh positif signifikan
terhadap kinerja SKPD (Y).
3. Pemahaman pengelolaan barang milik daerah (X3) berpengaruh positif signifikan
terhadap kinerja SKPD (Y).
4. Pemahaman sistem akuntansi pemerintahan (X1), pengelolaan keuangan daerah (X2)
dan pengelolaan aset milik daerah (X3) berpengaruh secara simultan terhadap
kinerja SKPD (Y).
5.2. Keterbatasan dan Saran
Hasil ini memiliki beberapa keterbatasan :
1. Objek dalam penelitian ini adalah seluruh SKPD di Kabupaten Bangkalan, namun
hanya dilakukan di 24 SKPD dikarenakan ada keterbatasanperijinan.
2. Pengaruh variabel independen hanya sebesar 41,8 %.
Dari keterbatasan penelitian yang telah diungkapkan, maka dapat diberikan saran-
saran sebagai berikut :
1. Sebaiknya untuk penelitian selanjutnya, responden lebih diperluas lagi agar
mendapatkan hasil yang lebih maksimal.
2. Sebaiknya untuk penelitian selanjutnya, responden penelitian dilihat dari sudut
pandang yang menerima pelayanan yakni dalam hal ini adalah masyarakat.
3. Diharapkan untuk penelitan selanjutnya untuk menambahkan variabel yang belum
pernah digunakan dalam penelitian terdahulu.
4. Tidak hanya menggunakan kuesioner tapi juga dapat dikembangkan dengan metode
kualitatif dengan melakukan wawancara kepada pihak-pihak yang terkait.

DAFTAR PUSTAKA
Dewi Rika Krisna, Kadek Ainawarti dan Ari Surya Darmawan. 2014. Pengaruh Pemahaman
Sistem Akuntansi Keuangan Daerah dan Pengelolaan Keuangan Daerah Terhadap
Kualitas Informasi Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Empiris pada 10
SKPD Berupa Dinas di Kabupaten Jembrana). Jurnal Akuntansi Program S1 (Volume
2 No.1 Tahun 2014).
Ghozali, Imam. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21 Up Date
PLS Regresi edisi tujuh. Bandung : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Hidayat, Rahmad. 2015. Pengaruh Pengelolaan Keuangan Daerah dan Sistem Akuntansi
Keuangan Daerah Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah.
Mahmudi. 2013. Manajemen Kinerja Sektor Publik edisi ketiga. Yogyakarta : Sekolah Tinggi
Ilmu Manajemen YKPN.
Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Ratih, Asri Eka, 2012. Pengaruh Pemahaman Sistem Akuntansi Keuangan Daerah,
Penatausahaan Keuangan Daerah, dan Pengelolaan Barang Milik Daerah Terhadap
Kinerja SKPD Pada pemerintah Provinsi Kepulauan Riau. Tesis Tidak
Dipublikasikan, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara.
Ruspina, Depi Oktia, 2013. Pengaruh Kinerja Aparatur Pemerintah Daerah, Pengelolaan
Keuangan Daerah, Dan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) terhadap
Penerapan Good Governance (Studi Empiris pada Pemerintahan Kota Padang).
Sari, Saiful dan Aprilia, 2010. Pengaruh pemahaman sistem akuntansi pemerintahan dan
penatausahaan keuangan daerah terhadap kinerja pengelola keuangan
daerah.Jurnal Fairness Volume 3.
Siregar, Baldric.2015. Akuntansi Sektor Publik (Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah
Berbasis Akrual). Yogyakarta : Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN.
Sujarweni, V. Wiratna. 2015. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Baru
Press.
Sujarweni, V. Wiratna. 2015. Metodologi Penelitian Bisnis dan Ekonomi. Yogyakarta:
Penerbit Pustaka Baru Press.
Syahrida, Cut Faiza. 2009. Pengaruh Pemahaman Sistem Akuntansi Keuangan Daerah dan
Pengelolaan Keuangan Daerah terhadap Kinerja SKPD pada Pemerintah Provinsi
Sumatera Utara. Tesis. Universitas Sumatera Utara.
Tausikal, Askam, 2007. Pengaruh Pemahaman Sistem Akuntansi, Pengelolaan Keuangan
Daerah Terhdap Kinerja Satuan Kerja Pemerintah Daerah di Kabupaten Maluku
Tengah Provinsi Maluku, Jurnal Akuntansi dan Keuangan Sektor Publik, Vol. 08, No.
01, Februari 2007.
Usman, dan Lukman Pakaya, 2014. Pengaruh Pemahaman Sistem Akuntansi Keuangan
Daerah terhadap Kinerja SKPD pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bone Bolango.
Yusuf, M. 2015. 8 Langkah Pengelolaan Aset Daerah Menuju Pengelolaan Keuangan Daerah
Terbaik. Jakarta : Salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai