(alternatif.blogspot.com)
Referensi
Opini
Sejujurnya bisa diberi angkat tangan hormat sepuluh jari kepada Wiranto,
Prabowo dan Surya Paloh. Walaupun mereka patah hati atau patah
arang kepada induk organisasi Golkar, namun ketiga aset politik nasional
itu tidak membuat atau menciptakan Golkar Tandingan. Dengan jiwa
kesatria beliau mendirikan partai baru, memulai dari nol dan yang pasti
Hanura, Gerindra dan Nasdem mendapat kursi di DPR sebagai hadiah
konsisstensi membangun semangat partai baru.
Lain halnya dengan pola permainan politik Agung Laksono Cs. Mereka
tampaknya tidak punya nilai keberanian atau mungkin modal material
cukup untuk mendirikan Partai Baru. Justru secara kekanak kanakan
mereka mengembosi partai yang telah menghidupi hampir dua pertiga
kehidupannya. Apabila mereka memang tidak suka dengan hasil Munas
Bali kenapa harus menyelenggarakan Munas Tandingan . Nah kini
Bareskrim Polri sedang mengusut benang kusut periihal keabsahan
kahadiran peserta munas.
Ataukah sikap Agung Laksono ini juga karena mendapat dorongan angin
segardari pihak tertentu sehingga mereka gelap mata menerobos rambu
rambu AD dan ART Partai Golkar. Kalau memang memiliki jiwa kesatria
seharusnya patuh dan taat kepada Munas Golkar Bali yang syah dan resmi
di hadiri oleh seluruh DPD . Atau apabila Tuan Tuan, tidak berkenan
dengan kepemimpinan ARB, kenapa tuan tuan tidak hengkang saja dari
beringin dan mendirikan partai baru.
Point yang ingin saya sampaikan disini adalah, sikap opportinitis pragmatis
dalam bergerilya politik akan berujung kepada kekecewaan. Politik harus
dibangun dengan kekuatan dukungan sepenuhnya dari seluruh kader serta
tidak melanggar pakem partai. Kekecewaan seharusnya tidak di
aplikasikan dalam tindakan menggembosi partai sendiri. Perhatikan
karikatur di atas, ungkapan satire dari Pak Harto, Piye kabare, apapun
partainya, golongannya tetap sama toch ? .
Salam salaman
TD
Mengintip Evaluasi Mendagri Atas APBD
DKI 2015 Usulan Gubernur Ahok:
Menyeimbangkan Informasi
HL | 16 March 2015 | 11:33 Dibaca: 612 Komentar: 14 7
Secara garis besar hasil evaluasi Kemendagri atas APBD menunjukkan hal
yang memprihatinkan yaitu (i) lemahnya kemampuan teknis penyusunan
anggaran oleh eksekutif, (ii) APBD yang tidak optimistik, (iii) lemahnya
pemahaman landasan hukum dalam penyusunan APBD, (iv)
ketidakberpihakan APBD 2015 terhadap rakyat maupun program unggulan
untuk mengatasi masalah Jakarta, dan (v) Banyaknya anggaran yang tidak
sesuai dengan asas kewajaran. Kelima hal ini terlihat sangat jelas dalam
begitu banyak catatan yang dibuat oleh Kemendagri terhadap RAPBD
yang diajukan Gubernur sehingga banyak hal yang harus diperbaiki.
Alokasi anggaran untuk Tunjangan Kinerja mencapai 10,85 triliun (T) atau
16,1% total belanja daerah, dinilai harus ditinjau ulang dan disesuaikan
dengan peraturan perundangan yang ada (Pasal 63 PP No. 58/2005 dan
Pasal 39 Permendagri No 13/2006). Alokasi tunjangan kinerja ini juga lebih
besar daripada belanja untuk penyelenggaraan urusan wajib yang
berkaitan dengan pelayanan dasar, seperti Pendidikan (10,759 T atau
15,95%), Kesehatan (6,6 T atau 9,8%), Pekerjaan Umum (10,7 T atau
15,9%), perumahan rakyat (3,08 T atau 4,58%). Lebih ironis lagi, alokasi
anggaran untuk Tunjangan Kinerja ini juga jauh lebih besar daripada
alokasi belanja untuk program penanggulangan banjir yang hanya 5,35
triliun padahal Jakarta punya problem banjir yang semakin serius dan
menimbulkan kerugian yang semakin besar. Padahal juga, kemarin
Gubernur Ahok teriak tidak mau anggaran untuk banjir yang jadi prioritas
dipotong oleh DPRD. Sementara Pemda DKI malah mengalokasikan
anggaran Tunjangan Kinerja yang dua kali lipat anggaran penanggulangan
banjir. Lalu, bagaimana Gubernur bisa marah-marah soal anggaran
siluman dan ingin anggaran pro rakyat dan mengatasi permasalahan kronis
seperti kemacetan dan banjir, padahal Gubernur justru mengalokasikan
anggaran yang fantastis untuk gaji dan tunjangan.
Alokasi anggaran yang tidak rasional dan tidak sesuai azas kepatutan
terlihat pada alokasi anggaran untuk honorarium yang mencapai 2,9 triliun
dan anggaran Tenaga Ahli/Infrastruktur/ Narasumber yang totalnya
mencapai 825,6 milyar. Padahal alokasi anggaran untuk kegiatan-kegiatan
lain yang diperlukan, atau untuk fungsi-fungsi pemerintahan lain seperti
penanggulangan bencana dan urusan sosial jauh lebih kecil nilainya.
Belum lagi anggaran Belanja Tidak Terduga yang mencapai 1,2 Triliun
yang tidak rasional dibandingkan anggaran yang sama pada APBD-P 2014
yang hanya 87,1 Milyar.
Dalam APBD versi Gubernur juga ada anggaran perjalanan dinas dalam
kota dan luar kota sebesar Rp. 160,7 milyar yang harus dikurangi karena
dinilai tidak efisien. Ada juga anggaran perjalanan rapat dalam kota senilai
Rp. 65,9 milyar yang diindikasikan terjadi duplikasi dengan anggaran
perjalanan dinas dalam kota. Anggaran lain yang dinilai tidak wajar dan
tidak patut seperti anggaran sewa sarana mobilitas yang mencapai Rp.
776,6 milyar, anggaran belanja modal angkutan, peralatan dan
perlengkapan kantor, pengadaan komputer termasuk UPS, mebeulair,
peralatan studio dan komunikasi dengan total mencapai Rp. 1,03 Triliun.
Alokasi anggaran-anggaran tersebut diminta harus dialihkan untuk
anggaran yang berkaitan dengan fungsi pelayanan dasar atau peningkatan
kualitas dan kualitas pelayanan publik serta penanggulangan masalah
kronis Jakarta seperti banjir dan kemacetan. Anggaran yang juga diminta
dikurangi dan dialihkan untuk kepentingan yang lebih besar adalah alokasi
anggaran belanja jasa konsultansi yang mencapai Rp. 506,8 milyar.
Laporkan
Tanggapi