Anda di halaman 1dari 4

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Inflammatory Bowel Disease (IBD) merupakan suatu penyakit peradangan

pada usus yang memiliki gejala seperti sembelit, diare, nyeri pada perut, sendawa

serta kembung. IBD dibagi menjadi 2 subtipe klinis, yaitu Chohns disease (CD) dan

Ulcerative colitis (UC). CD merupakan inflamasi yang terjadi pada lapisan dinding

usus dan bagian saluran pencernaan yang meliputi mulut, esophagus, perut dan usus

halus, sedangkan UC hanya terbatas pada usus besar, rectum dan peradangan terjadi

pada lapisan usus halus (Korpacka et al., 2009). Di seluruh dunia, insiden CD

berkisar antara 0,7 samapai 14,6 individu tiap 100.000 penduduk. Sedangakan UC

dengan kisaran 1,5 sampai 24,5 individu tiap 100.000 penduduk berdasarkan pada

negaranya. Kasus IBD ini semakin meningkat di negara berkembang yaitu pada

pertengahan abad 20 hingga saat ini (Kappelman et al., 2007).

Salah satu penyebab dari IBD yaitu penggunaan Non Steroidal Anti

Inflammatory Dugs (NSAIDs) seperti indometasin. Indometasin merupakan obat

yang banyak digunakan untuk pengobatan reumathoid arthritis, anthritis persendian

dan osteoarthritis (Scholz et al., 2011). Dalam aksi kerjanya indometasin akan

menghambat kerja dari enzim siklooksigenase (COX) yang dihubungkan dengan

pathogenesis IBD. Penghambatan COX-1 dan COX-2 akan menyebabkan

penghambatan pembentukan prostaglandin (PGE2) yang merupakan faktor protektif

usus, sehingga permeabilitas pada usus meningkat, dan memudahkan invasi bakteri

pathogen pada permukaan usus (Kaser et al., 2010). Pada tikus, pemberian secara
oral indometasin dengan dosis 15 mg/kg BB dapat menginduksi ulserasi pada

mukosa, edema, perdarahan dan ulserasi dalam usus (Aulanniam et al., 2012).

Indometasin secara tidak langsung akan mengaktifkan makrofag yang akan

melepaskan ROS (Reactive Oxygen Species). Produksi ROS yang berlebih dalam sel

menyebabkan aktivasi NF-kB dan fosforilasi inhibitor NF-kB. Kemudian NF-kB

berpindah menuju nukleus dan mengekspresi sitokin pro-inflamasi seperti TNF.

Produksi TNF yang berlebih pada sel akan menyebabkan aktivasi neutrofil serta

pelepasan enzim protease yang menyebabkan kerusakan jaringan (Houser et al.,

2012).

Terapi yang digunakan untuk pengobatan IBD antara lain adalah penggunaan

Kartikosteroid seperti Sulfasalazin, Mesalamin. Pada beberapa penelitian telah

menggunakan tanaman herbal seperti curcuma, Rosemary (Rosmarinus officinalis),

rumput laut coklat (Sargassum duplicatum Bory) yang mengandung antioksidan

seperti polifenol (Anggawal et al., 2009; Osama et al., 2009; Rahman, 2009).

Pemakaian obat herbal biasanya lebih aman, dan lebih berpotensi untuk

menyembuhkan penyakit (Aulanniam et al., 2012). Meskipun demikian bukan

berarti tanaman obat atau obat tardisional tidak memiliki efek samping yang

merugikan bila penggunaannya kurang tepat. Ketepatan itu menyangkut tepat dosis,

cara dan waktu penggunaan serta pemilihan bahan ramuan yang sesuai dengan

indikasi penggunaannya. Apabila terjadi ketidak tepatan dalam penggunaan maka

akan menimbulkan efek toksik. Toksik ini dapat memberikan efek negative terhadap

organ terpenting dalam tubuh, salah satunya adalah hepar. Hepar merupakan organ
yang berfungsi sebagai detoksikasi sehingga sering menjadi sasaran kerusakan

karena toksik. Sebagian besar bahan toksik masuk ke tubuh melalui sistem

gastrointestinal. Toksik yang diserap akan dibawa oleh vena porta ke hati dan dapat

menyebabkan berbagai perubahan pada berbagai organel sel hati, sehingga

mengakibatkan perlemakan hati, nekrosis, kolestasis, dan sirosis (Lu, 1995).

Famili Cucurbitaceae merupakan salah satu ragam tanaman yang banyak

terdapat di Indonesia. Selain itu family Cucurbutaceae telah diketahui berpotensi

dapat mengobati beberapa penyakit. Salah satu spesies tanaman dalam famili

Cucurbitaceae yang biasa digunakan untuk mengobati penyakit adalah labu siam

(Sechium edule). Kebanyakan orang mengenal labu siam sebagai sayuran, namun

sejak lama bagian buahnya biasa digunakan untuk mengurangi retensi urin. Hasil

skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol buah labu siam (Sechium

edule) mengandung alkaloid, saponin, kardenolin/bufadienol dan flavonoid

(Marliana dkk., 2005).

Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana

toksisitas dari perasan buah labu siam berdasarkan profil protein serta gambaran

histopatologi hepar dari tikus pasca induksi indometasin.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan

beberapa permasalahan :

1. Apakah ada perbedaan profil protein pada hepar tikus yang yang terpapar

indometasin dan yang mendapat terapi perasan buah labu siam?


2. Apakah terdapat perbedaan gambaran histopatologi hepar tikus yang

terpapar indometasin dan yang mendapat terapi perasan buah labu siam?

Anda mungkin juga menyukai