Anda di halaman 1dari 18

Delirium Pada Anak Keadaan Kritis: Sebuah Studi Prevalensi Poin

Internasional
Tujuan: Untuk menentukan prevalensi delirium pada anak dengan keadaan kritis
dan mengkaji faktor risikonya. Rancangan: Studi prevalensi poin Multi-
institusional.
Setting: Dua puluh lima unit perawatan kritis pediatrik di Amerika Serikat,
Belanda, Selandia Baru, Australia, dan Arab Saudi. Pasien: Semua anak dirawat
inap di unit perawatan kritis pediatrik sesuai dengan lama rancangan studi (n =
994).
Intervensi: Dilakukan skrining delirium pada anak dengan the Cornell Assessment
of Pediatric Delirium oleh perawat ruangan. Dikumpulkan variabel demografik dan
variabel terkait penatalaksanaan.
Pengukuran dan hasil: keluaran utama pada studi ini adalah prevalensi delirium.
Pada 159 anak, penegakan akhir status mental tidak bisa dipastikan. Pada 835 anak
sisanya, 25% diskrining positif delirium, 13% dikelompokkan sebagai koma, dan
62% bebas delirium dan bebas koma. Prevalensi delirium bervariasi secara
bermakna pada rawatan ICU, dengan angka delirium tertinggi pada anak dengan
penyakit infeksi atau inflamasi. Pada anak yang dirawat di PICU selama 6 hari atau
lebih, prevalensi delirium adalah 38%. Pada uji multivariat, faktor-faktor risiko
yang secara independen terkait dengan perkembangan delirium termasuk usia
kurang dari 2 years, ventilasi mekanik, benzodiazepin, narkotika, pemakaian alat
pengekang badan, dan pemakaian vasopresor and antiepileptik. Kesimpulan:
Delirium merupakan komplikasi umum pada anak dengan perawatan kritis, dengan
faktor risiko yang dapat ditentukan. Dibutuhkan studi longitudinal Multi-
institusional lebih jauh untuk mengkaji efek delirium terhadap hasil jangka panjang
dan tindakan pencegahan dan pengobatan yang memungkinkan. Skrining Delirium
Universal sangat berguna dan bisa digunakan unit rawatan kritis pediatrik. (Crit
Care Med 2017; 45:584590)

Kata kunci: rawatan kritis; delirium; rawatan neurokritikal; pediatrik; prevalensi


Delirium merupakan disfungsi neurologis akut pada keadaan penyakit berat. Hal ini
ditandai dengan gangguan yang berfluktuasi pada kognisi dan kesadaran, dan itu
adalah akibat dari suatu kondisi medis yang mendasari dan / atau pengobatannya.
Delirium umumnya merupakan keadaan sementara, bisa karena perubahan dari
kondisi yang mendasari mereda atau bisa juga karena pemicu iatrogenik
dikeluarkan (1). Delirium pada orang dewasa dengan penyakit kritis sangat mudah
diketahui karena hal ini dikaitkan dengan peningkatan mortalitas dan morbiditas
yang signifikan (2-4). Hal ini berkaitan dengan kematian di rumah sakit dan
gangguan kognitif jangka panjang pada penderita yang selamat (5-7). Delirium
meningkatkan waktu untuk ekstubasi, lama rawatan di rumah sakit, dan biaya medis
(8-10).

Sedikit sekali yang diketahui tentang delirium pediatrik, sebagian besar karena
kurangnya skrining(11-13). Beberapa tahun terakhir telah muncul tiga alat skrining
tervalidasi untuk digunakan di PICU: Pediatric Confusion Assessment Method for
ICU (pCAM-ICU), Preschool Confusion Assessment Method for the ICU (psCAM-
ICU), dan Cornell Assessment of Pediatric Delirium (CAPD). The pCAM-ICU
adalah alat berorientasi kognitif interaktif yang dirancang untuk anak-anak berusia
lebih dari 5 tahun (14). Demikian pula, psCAM-ICU adalah alat interaktif yang
digunakan pada anak-anak berusia 6 bulan sampai 5 tahun (15). Tidak satupun yang
divalidasi untuk digunakan pada anak-anak dengan keterlambatan perkembangan.
CAPD merupakan alat pengamatan yang ketat, dirancang untuk anak-anak segala
usia dan kemampuan perkembangan (16). Semua dikembangkan untuk digunakan
oleh pengasuh ruangan, memungkinkan untuk skrining delirium yang cepat dan
real-time di PICU. Pernyataan terbaru oleh European Society of Paediatric and
Neonatal Intensive Care merekomendasikan penggunaan CAPD sebagai alat untuk
menilai delirium pediatrik pada bayi dan anak-anak yang sakit kritis (kelas
rekomendasi = A) (17).

Sebuah badan penelitian pediatrik menunjukkan bahwa delirium adalah komplikasi


umum dari penyakit kanak-kanak, dengan prevalensi yang lebih dari 20% (12, 16).
DP telah dikaitkan dengan tingkat keparahan penyakit, usia kurang dari 5 tahun,
sedasi, dan ventilasi mekanik (MV) (18-20). DP telah dikaitkan dengan
peningkatan rawat inap di rumah sakit yang signifikan, gejala stres pasca trauma
dan ingatan delusional pada anak yang selamat (18, 21, 22). Namun, sebagian besar
penelitian DP dibatasi oleh desain retrospektif, kriteria inklusi yang sempit, jumlah
sampel yang sedikit, dan studi single-center/satu rumah sakit (11). Sampai saat ini,
belum ada pendekatan skala besar multi-institusi untuk menentukan ruang lingkup
DP. Kami berhipotesis bahwa prevalensi delirium akan lebih dari 20% secara
keseluruhan, dan akan lebih sering pada pasien yang pernah dirawat di ICU dalam
jangka waktu lama (> 3 hari) (12, 16). Kami berhipotesis bahwa faktor risiko yang
terkait dengan pengembangan delirium mencakup MV, sedasi (khusus narkotika
dan benzodiazepin), penggunaan pengekangan, dan usia muda (<5 thn) (18-20).

Tujuan kami adalah untuk menentukan prevalensi DP pada anak-anak yang sakit
kritis di institusi yang berbeda-beda, pada dua studi terpisah, dan menentukan faktor
risiko demografi dan pengobatan terkait untuk pengembangan DP. Tujuan kedua
adalah untuk membangun kepraktisan skrining ruangan multi-institusi untuk
delirium.

BAHAN DAN METODE

Rancangan Studi Dan Jumlah Sampel

Setiap situs penelitian menerima persetujuan etik dari komite etik lokal dan telah
diberikan pembebasan informed consent untuk studi risiko minimal observasional
ini. Weill Cornell Medical College (WCMC) menjabat sebagai pusat data
koordinasi (DCC). Untuk tujuan penelitian ini, CAPD dipilih sebagai alat skrining
delirium (berkas data tambahan 1, Tambahan konten Digital 1,
http://links.lww.com/CCM/ C312) karena merupakan satu-satunya alat yang telah
divalidasi di seluruh rentang usia anak dan untuk dapat digunakan pada anak
dengan keterlambatan perkembangan, dan dapat membedakan antara delirium
dengan penyebab perubahan status mental lainnya pada pasien PICU (16). Ini
terdiri dari delapan item, dihitung pada skala Likert, dengan batasnya dari
setidaknya sembilan (16). Pemilihan lokasi dilakukan dengan mengundang anggota
Pediatric Neurocritical Perawatan Research Group untuk berpartisipasi dalam
penelitian ini. Masing-masing peneliti utama dari rumah sakit yang berpartisipasi
dan koordinator penelitian melihat video pendidikan singkat online dan kemudian
disertifikasi dengan menyelesaikan tes pada prosedur yang relevan pada penelitian
ini termasuk penggunaan alat CAPD.

Pada saat studi dilakukan, setiap anak yang dirawat di unit perawatan kritis
pediatrik pad pukul 8 pagi waktu setempat dimasukkan dalam analisis. Catatan
medis diperiksa untuk demografi (umur, jenis kelamin, ras, dan etnis), alasan rawat
inap, riwayat pengekangan fisik, alat bantu pernapasan, dan penggunaan obat
tertentu pada saat studi. Personil situs mendekati masing-masing perawat ruangan
anak di sore hari, setelah minimal 4 jam menjelang pergantian perawat, dan
menyelesaikan CAPD berdasarkan pengamatan klinis perawat selama jam
sebelumnya. Untuk membantu menyediakan kerangka kerja perkembangan untuk
anak-anak termuda (yaitu, praverbal), grafik anchor titik perkembangan tersedia
untuk digunakan sebagai referensi acuan perawatan bila diperlukan (23). Perawatan
klinis, termasuk kedalaman sedasi, tidak diubah dalam melakukan penelitian ini.

Penilaian CAPD dan Analisis Data

Konsisten dengan penelitian delirium lain, anak-anak yang dibius dalam atau secara
farmakologi lumpuh (tidak ada respon terhadap rangsangan verbal) dikategorikan
sebagai "koma" untuk analisis ini (2, 9, 16); ini konsisten dengan skorRichmond
Agitation Sedation Scale -4 atau -5. Untuk semua anak perkembangan khas lainnya,
skor CAPD yang lebih dari atau sama dengan 9 dianggap skrining delirium positif
dan dikategorikan sebagai "mengigau." Anak-anak dengan pertumbuhan tertunda
dikategorikan sebagai "mengigau" jika mereka memiliki skor CAPD lebih besar
dari atau sama dengan 9, dan perawat ruangan mengkonfirmasi perubahan dari
baseline status mental anak. Jika perawat tidak bisa mengkonfirmasi perubahan
kesadaran, anak-anak ini dikategorikan sebagai "keadaan delirium tidak diketahui."

Data dikumpulkan oleh rumah sakit dan diunggah ke DCC menggunakan sistem
data electronik Research Electronic Data Capture (REDCap) bertempat di WCMC.
Redcap adalah aplikasi berbasis web aman, menyediakan antarmuka intuitif untuk
entri data yang telah divalidasi (24). Tidak ada informasi kesehatan yang dilindungi
yang dibagi antar rumah sakit.

Analisis Statistik

Variabel diringkas dengan jumlah dan persentase, atau median dan kisaran
interkuartil (IQR). Deskripsi sampel didasarkan pada seluruh kohort. Prevalensi
delirium didasarkan pada sampel yang koma, mengigau, atau bebas delirium / bebas
koma (tidak termasuk pasien dengan keadaan delirium tidak diketahui). Analisis
univariat dan multivariat membandingkan sampel yang delirium dengan mereka
yang bebas delirium / bebas koma. Tes Wilcoxon signed rank dan uji Fisher
digunakan untuk menentukan asosiasi univariat dengan delirium. Untuk tabel yang
lebih besar dari 2 2, pendekatan Monte Carlo untuk uji Fisher digunakan. Semua
tes menggunakan alternatif dua sisi, dan p nilai kurang dari 0,05 dianggap
signifikan. Regresi logistik multivariat digunakan untuk menilai asosiasi
multivariat dengan delirium. Sebuah proses seleksi bertahap dengan kriteria
masuknya nilai p sebesar 0,05 digunakan untuk memilih variabel yang secara
independen terkait dengan delirium. Variabel yang termasuk dalam model
multivariat akhir disajikan dengan rasio odds dan IK 95% terkait.

Hasil

Lima belas rumah sakit yang berpartisipasi dalam studi hari pertama mendaftarkan
416 anak-anak; 24 rumah sakit berpartisipasi dalam studi hari kedua Mendaftarkan
578 anak-anak. Secara total, 25 lembaga yang berbeda dan 994 responden
dimasukkan (data file tambahan 2, Tambahan Digital Content 1,
http://links.lww.com/CCM/C312). Sebagian besar rumah sakit (n = 21; 84%)
berada di Amerika Serikat dengan tambahan di Belanda, Selandia Baru,
Australia,dan Arab Saudi. Dua puluh dua PICU berafiliasi dengan universitas dan
tiga merupakan rumah sakit komunitas. Jumlah tempat tidur PICU berkisar antara
10 sampai 81, dengan median 36 tempat tidur.

Analisis pendahuluan menguji data dari dua hari studi terpisah tapi tidak ditemukan
perbedaan yang signifikan. Oleh karena itu, pada analisis selanjutnya merupakan
data gabungan dari seluruh kelompok. Sampel (n = 994) dijelaskan pada Tabel 1.
Sebagian besar (n= 537; 54%) adalah anak-anak laki-laki dan median rawat inap
PICU adalah 6 hari (2-19 hari). Sebagian besar anak-anak dirawat dengan
diagnosis primer melibatkan Penyakit pernapasan (n = 415; 42%), diikuti oleh
penyakit jantung (n = 252;25%) dan gangguan neurologis (n = 167; 17%). Sebagian
anak-anak secara Signifikan (n = 372; 38%) ditemukan memiliki keterlambatan
perkembangan. Tiga puluh enam persen (n = 355) berada di MV dan 43% (n = 427)
menerima benzodiazepin pada saat studi.

Status delirium (delirium vs koma vs bebas delirium/koma) bisa ditegakkan pada


84% anak-anak, sehingga 159 anak-anak dengan keterlambatan perkembangan
dikeluarkan karena perawat tidak bisa mengkonfirmasi baseline neurologis untuk
membandingkan status mental saat studi dengan kerangka waktu yang terbatas yang
tersedia untuk penelitian ini. Selain kehadiran keterlambatan perkembangan,
demografi sampel yang dieksklusikan tidak berbeda dari sampel keseluruhan. Dari
835 anak yang tersisa, 25% adalah delirium, 13% adalah koma, dan 62% adalah
bebas delirium dan bebas koma (Gambar. 1). Prevalensi Delirium bervariasi secara
signifikan antar lembaga, dengan median 23,3% (IQR, 20,0-35,4%; p = 0,038).

TABLE 1. Demographic and Clinical


Description of Subjects
Description (n = 994)

Reason for ICU admission, n (%)


Cardiac disease 252 (25.4)

Hematologic/oncologic disorder 49 (4.9)

Infectious/inflammatory 67 (6.7)

Neurologic disorder 167 (16.8)

Renal/metabolic disorder 44 (4.4)

Respiratory insufficiency/failure 415 (41.8)


Day of PICU stay: median (Q1Q3) 6 (219)
Age, yr, n (%)
02 484 (48.7)

25 144 (14.5)

513 198 (19.9)

> 13 167 (16.8)


Male, n (%) 537 (54.0)
Race, n (%)

American Indian/Alaska Native 5 (0.5)

Asian 33 (3.3)

Black/African American 193 (19.5)

Native Hawaiian/Pacific Islander 4 (0.4)

Other 180 (18.2)

White 574 (58.0)


Hispanic or Latino, n (%) 142 (14.5)
Developmental delay, n (%) 372 (37.5)

Invasive mechanical ventilation, n (%) 355 (35.7)

Benzodiazepines, n (%) 427 (43.0)

Narcotics, n (%) 543 (54.6)


Pada usia, ras, dan etnis terdapat nilai hilang 1, 5, dan 17 berturut-turut.

Dalam analisis univariat (Tabel 2), anak-anak dengan delirium lebih cenderung
berusia kurang dari 2 tahun, memakai ventilasi mekanik, terkena vasopressor dan
obat anti kejang, dibandingkan dengan sisa kohort. Faktor risiko berpotensi yang
dapat dimodifikasi termasuk penggunaan pengekangan fisik, narkotika, obat
penenang, dan steroid. Anak-anak didiagnosis dengan delirium pernah dirawat di
PICU selama beberapa hari pada saat penilaian (8 hari [3-21] vs 4 hari [2-14]; p
<0,001). Prevalensi delirium bervariasi secara signifikan dengan alasan rawatan
ICU, dengan angka delirium tertinggi (42%) ditemukan pada anak-anak dengan
gangguan infeksi atau inflamasi (Tabel 2). Tidak ada hubungan antara delirium
dengan jenis kelamin, ras, atau etnis.

Dalam uji multivariat, Odds ratio menunjukkan hubungan independen antara


perkembangan delirium dengan usia kurang dari 2 tahun, pengekangan fisik, MV,
narkotika, benzodiazepin, antiepilepsi, dan vasopressor. Dalam studi ini, pasien
pasca operasi (mereka yang telah menerima anestesi umum untuk prosedur
pembedahan dalam 24 jam sebelumnya) kurang mungkin untuk menderita delirium
(Tabel 3). Prevalensi Delirium meningkat secara dramatis setelah rawatan PICU
hari ke-5. Untuk anak-anak di ICU selama kurang dari 6 hari, prevalensi delirium
adalah 20%. Untuk anak-anak yang berada di ICU selama 6 hari atau lebih,
prevalensi delirium adalah 38% (p <0,001) (Gambar. 2).
DISKUSI

Prevalensi Delirium

Studi multicenter besar ini menetapkan bahwa delirium merupakan komplikasi


yang sering terjadi pada penyakit kritis di masa kecil, dengan prevalensi poin 25%
di beberapa lembaga. Temuan kami konsisten dengan penelitian single-center
sebelumnya yang melaporkan tingkat DP mulai dari 10% sampai 30% (14, 15, 18,
20, 25). Anak-anak yang membutuhkan MV (mungkin dengan paparan meningkat
terhadap obat penenang dan keparahan penyakit lebih tinggi) memiliki prevalensi
delirium 53%. Meskipun cukup tinggi, angka ini kurang dari 60-80% dilaporkan
pada orang dewasa dengan MV, hal ini mungkin menunjukkan bahwa otak anak
agak dilindungi dari perkembangan delirium (8, 10). Tingkat prevalensi delirium
yang bervariasi antar lembaga mungkin mencerminkan populasi pasien yang
berbeda, tingkat keparahan penyakit, heterogenitas dalam resep dan penggunaan
obat penenang, atau faktor lain yang tidak diketahui. Beberapa hal tersebut mungkin
dapat digunakan untuk intervensi dan dapat menyebabkan penurunan DP.

Sangat menarik untuk dicatat bahwa kami menemukan prevalensi tertinggi delirium
pada anak-anak yang sakit kritis yang dirawat karena gangguan infeksi /
peradangan. Ini mendukung hipotesis bahwa peradangan memainkan peran utama
dalam perkembangan delirium pada anak-anak. Hipotesis neuroinflammatory, teori
etiologi utama untuk pengembangan delirium, berpendapat bahwa peradangan
sistemik menyebabkan pelepasan sitokin dengan efek berikutnya ke SSP yang
belum bisa dijelaskan- menyebabkan disfungsi neuron dan sinaptik dan akhirnya
memunculkan gejala klinis (26, 27). Beberapa penelitian pada orang dewasa dengan
delirium telah menunjukkan peningkatan sitokin proinflamasi (28-30), namun
hubungan sebab akibat dalam penelitian-penelitian observasional belum terbukti.
Ada kemungkinan bahwa temuan ini mungkin berhubungan dengan status perfusi,
bukan peradangan, seperti anak-anak ini mungkin memiliki periode hipoperfusi
end-organ selama mereka dirawat di PICU. Pekerjaan tambahan dalam memahami
bagaimana sistem kekebalan tubuh berkemungkinan memainkan peran dalam
pathogenesis delirium - terutama pada anak-harus disegerakan.

Faktor Risiko Delirium


Faktor risiko untuk delirium yang diuraikan dalam penelitian ini penelitian
sebelumnya dalam bidang yang sama. Sejumlah penelitian delirium pada orang
dewasa telah menunjukkan hubungan yang kuat antara perkembangan delirium
dengan penggunaan benzodiazepin dan pengekangan fisik (31-36). Sebuah studi
prospektif single-center baru-baru ini tentang PD menunjukkan hubungan antara
delirium dan usia kurang dari 5 tahun, tingkat keparahan penyakit, kebutuhan untuk
MV, dan sedasi farmakologis (18). Dalam penelitian kami, kami menemukan
bahwa usia sedikit lebih rendah (<2 tahun), MV, dan paparan obat vasopressor
(kemungkinan penanda untuk keparahan penyakit) dan antiepileptics (berhubungan
dengan masalah neurologis yang mendasari) secara independen terkait dengan
peningkatan risiko delirium. Selain itu, kami juga menemukan bahwa
benzodiazepin, narkotika, dan hambatan fisik juga sangat terkait dengan delirium.
Bahkan, kemungkinan delirium empat kali lebih tinggi untuk pasien yang secara
fisik dikekang bahkan setelah kami melakukan analisis kontrol untuk MV dan obat
penenang. Ini mungkin berarti bahwa secara fisik mengekang seorang anak
meningkatkan risiko perkembangan delirium, seperti halnya pada orang dewasa,
atau mungkin menggambarkan kenyataan bahwa anak-anak dengan delirium
mungkin memerlukan pengekangan fisik untuk menjaga peralatan medis yang
diperlukan. Kita tidak bisa menilai temporalitas pada studi dengan desain prevalensi
titik pada penelitian ini (10).
Figure 1. Delirium didefinisikan sebagai skor Cornell Assessment of Pediatric
Delirium lebih dari atau sama dengan 9. Koma didefinisikan sebagai subjek tidak
berespon terhadap stimulasi verbal. Seratus lima puluh sembilan anak dengan
keterlambatan perkembangan dikeluarkan dari analisis ini karena perawat ruangan
tidak bisa menilai perubahan dari baseline neurologis.
TABLE 2. Univariate Associations Between Clinical Characteristics and Delirium
Diagnosis
Delirium

Clinical Characteristics No (n = 514) Yes (n = 209) p


Reason for ICU admission, n (%) 0.0171
Cardiac disease 139 (70.6) 58 (29.4)
Hematologic/oncologic disorder 32 (72.7) 12 (27.3)
Infectious/inflammatory 26 (57.8) 19 (42.2) Neurologic disorder 73 (63.5) 42 (36.5)
Renal/metabolic disorder 31 (88.6) 4 (11.4)
Respiratory insufficiency/failure 213 (74.2) 74 (25.8)

Day of PICU stay: median (Q1Q3) 4.0 (2.014.0) 8.0 (3.021.0) < 0.0012
2 yr, n (%) 236 (67.6) 113 (32.4) 0.0491
Physical restraints, n (%) 16 (27.6) 42 (72.4) < 0.0011
Mechanical ventilation, n (%) 92 (47.4) 102 (52.6) < 0.0011
Noninvasive ventilation, n (%) 53 (67.9) 25 (32.1) 0.5111
High flow nasal cannula, n (%) 52 (73.2) 19 (26.8) 0.7831
Supplemental oxygen, n (%) 88 (75.9) 28 (24.1) 0.2631
Narcotics, n (%) 231 (59.7) 156 (40.3) < 0.0011
Benzodiazepines, n (%) 136 (52.7) 122 (47.3) < 0.0011
Dexmedetomidinea, n (%) 33 (62.3) 20 (37.7) 0.1571
Antipsychotics, n (%) 17 (63.0) 10 (37.0) 0.3871
Antiepileptics, n (%) 59 (52.2) 54 (47.8) < 0.0011
General anesthesia, n (%) 86 (78.9) 23 (21.1) 0.0521
Vasopressors, n (%) 61 (50.4) 60 (49.6) < 0.0011
Anticholinergics 182 (68.4) 84 (31.6) 0.2351
Systemic steroids 159 (65.2) 85 (34.8) 0.0151
a
Dexmedetomidine sebagai obat penenang tunggal, tanpa benzodiazepin. Persentase yang dilaporkan lihat pada baris. nilai p
dihitung oleh Fisher test1 tepat dan Wilcoxon signed rank test2. Ras dan etnis memiliki nilai-nilai yang hilang 4 dan 14 , masing-
masing. kategori dukungan pernapasan berkaitan secara eksklusif; tingkat tertinggi ditemukan pada penderita dengan dukungan
pernapasan.

TABLE 3. Multivariate Logistic Regression


Analysis Predicting Delirium
Variable Adjusted ORs (95% CI)

Age > 2 yr 0.7 (0.51.0)

Physical restraints 4.0 (2.07.7)

Mechanical ventilation 1.7 (1.12.7)

Narcotics 2.3 (1.53.5)

Benzodiazepines 2.2 (1.53.3)

Antiepileptics 2.9 (1.84.8)

General anesthesia 0.4 (0.30.8)

Vasopressors 2.4 (1.53.8)

OR= Odds Ratio


Bahkan dengan kemajuan yang telah kita buat dengan skrining delirium
observasional, 16% anak-anak tidak dapat diperiksa dengan cepat untuk menilai
delirium. Mereka adalah anak-anak dengan cacat perkembangan, di mana pengasuh
mereka tidak bisa dengan jelas menentukan apakah ada perubahan dari pemeriksaan
awal neurologis anak (yaitu, apakah perubahan kesadaran dan kognisi menandakan
delirium akut atau bisa karena gangguan neurologis yang sudah ada sebelumnya) (
1). Sejumlah besar anak-anak ini mungkin telah delirium tetapi membutuhkan
pendekatan khusus untuk menggambarkan interaksi kompleks antara ensefalopati
statis dan delirium (37). Hal ini mungkin menurunkan angka delirium secara
artifisial.
Gambar 2. Persentase berdasarkan sampel yang diperiksa yang tidak koma (n =
723). Waktu studi dikurangi untuk memastikan bahwa setidaknya 50 sampel pada
masing-masing kelompok untuk mencegah variasi sewenang-wenang di tingkat
delirium

Kelayakan Skrining
Yang terpenting, penelitian ini menunjukkan kepraktisan screening ruangan
menggunakan CAPD. Dua puluh lima lembaga, dengan ragam budaya dan praktek-
praktek bervariasi, semua bisa menyelesaikan alat ini pada sebagian besar pasien
mereka tanpa kesulitan. The Society of Critical Care Medicine merilis pedoman
praktek klinis pada Januari 2013, yang menyatakan bahwa "pemantauan sakit kritis
pasien (dewasa) untuk delirium dengan alat penilaian delirium valid dan handal
memungkinkan dokter untuk berpotensi mendeteksi dan mengobati delirium
dengan cepat, dan mungkin meningkatkan hasil" (10 ). Kami percaya bahwa ini
juga berlaku untuk anak-anak yang sakit kritis. Dengan pelaksanaan skrining anak
rutin, dokter akan mampu mendeteksi delirium lebih dini,yang memungkinkan
untuk intervensi tepat waktu dan optimalisasi tatalaksana.
Waktu Delirium

Ini adalah studi pediatrik terbesar yang secara sistematis menentukan waktu
delirium, dan kami menemukan bahwa prevalensi delirium meningkat dengan
lamanya waktu rawatan di PICU. Kami menduga bahwa ini mungkin
mencerminkan akumulasi faktor risiko iatrogenik dimodifikasi selama perjalanan
penyakit, dan kami ragu bahwa hal itu berkaitan dengan faktor risiko demografi
nonmodifiable (seperti usia, operasi baru-baru ini, diagnosis saat masuk, atau
adanya gangguan kejang) . Namun, tidak tertutup kemungkinan bahwa ini
mencerminkan pasien mereka dengan tingkat keparahan tertinggi penyakit, yang
hari rawatannya umumnya lebih panjang. Sebagai contoh, kami menemukan
penurunan tarif delirium pada anak-anak yang telah menerima anestesi umum
dalam 24 jam. Kami percaya bahwa ini mencerminkan pasien yang baru-baru ini
menjalani pemulihan setelah prosedur bedah elektif, dengan tingkat keparahan
yang lebih rendah dari penyakit dan waktu yang lebih singkat dihabiskan di PICU
bila dibandingkan dengan kelompok yang lebih besar. Hanya sebuah studi
longitudinal untuk mengikuti anak-anak selama mereka tinggal ICU dapat
sepenuhnya mengeksplorasi bagaimana delirium mungkin timbul pada anak
dengan penyakit kritis (18). Pada orang dewasa yang sakit kritis, skrining delirium
terjadi dalam interval reguler berdasarkan standar lokal, biasanya beberapa kali
setiap hari. Menerapkan prosedur seperti dalam protokol anak-baik dalam
penelitian atau sebagai bagian dari standar praktik-akan memungkinkan untuk
pemantauan tren dalam individu, bukan satu kali kejadian saja. Dalam penelitian
prevalensi poin ini, kami hanya mampu mencakup dua kali poin secara
keseluruhan, dan hanya satu per pasien. Kami percaya bahwa penelitian yang lebih
komprehensif dapat membedakan variasi musiman (berdasarkan pola penyakit atau
perbedaan musiman di bawah sinar matahari) dan variasi siang/malam dengan
angka delirium.

Penelitian ini memiliki beberapa kelebihan dan keterbatasan penting. Sifat multi-
institusi pada penelitian ini menguatkan dugaan bahwa delirium banyak terjadi di
keseluruhan populasi anak-anak dengan penyakit kritis. Selain itu, prevalensi yang
kami amati secara mengejutkan serupa dengan pengalaman single-center,
memberikan validitas untuk kedua studi besar ini sebagaiman telah dijelaskan
sebelumnya dalam literatur. kohort kami mewakili anak-anak dengan berbagai
patologi dan keparahan penyakit, memungkinkan kita untuk mengidentifikasi
faktor risiko yang belum teridentifikasi dalam penelitian lain. Akhirnya, lokasi
penelitian dapat menentukan status delirium untuk 84% dari 994 subyek.

Berkenaan dengan keterbatasan, CAPD awalnya dirancang untuk digunakan oleh


perawat pada akhir shiftnya sehingga keuntungannya adalah periode pengamatan
yang panjang untuk menilai kinerja neurologis anak (16). Dalam penelitian kami,
CAPD diberikan oleh perawat ruangan sekitar tengah hari sehingga semua data
dapat dikumpulkan oleh koordinator lapangan. Ada kemungkinan bahwa seorang
anak mungkin tidak menunjukkan gejala berfluktuasi dari delirium selama ini,
tetapi berlanjut mengembangkan delirium selama beberapa jam berikutnya, setelah
penilaian itu selesai. Kedua, penelitian ini dilakukan selama shift siang dan tidak
memperhitungkan anak-anak yang menunjukkan tanda-tanda delirium di malam
hari. Dengan demikian, kita mungkin telah meremehkan tingkat DP yang benar.
Selain itu, meskipun CAPD mendeteksi segala bentuk delirium, itu tidak
membedakan antara delirium itu sendiri. Oleh karena itu, kami tidak menangkap
delirium subtipe (hypoactive, hiperaktif, dan campuran) dalam penelitian ini; ini
merupakan area yang penting untuk penelitian masa depan. Akhirnya, kami
mengumpulkan data dalam jumlah terbatas untuk penelitian ini. Kami percaya
bahwa ini adalah sesuai untuk desain penelitian kami, namun kovariat penting
lainnya termasuk skor sedasi, keparahan skor penyakit, dan jumlah paparan obat
mungkin memainkan peran penting dalam prevalensi dan patofisiologi delirium.

KESIMPULAN

Dalam studi prevalensi poin multi-institusi multinasional 994 subyek, skrining


delirium oleh perawat ruangan layak pada anak-anak dari segala usia. DP adalah
komplikasi umum dari penyakit kritis, dengan prevalensi 25% dan faktor risiko
yang dapat diidentifikasi. Studi skala besar multi-institusional masa depan di
bidang ini, termasuk studi longitudinal, dibutuhlan untuk lebih menentukan
perjalanan waktu delirium, memahami dampaknya untuk kesehatan anak, dan
hubungannya dengan hasil klinis yang penting.

Anda mungkin juga menyukai